Dampak Lingkungan

5.5. Dampak Lingkungan

Secara global kenaikan suhu permukaan bumi dalam beberapa dekade terakhir ini telah menimbulkan kekhawartiran masyarakat dunia. Kenaikan suhu ini diyakini berkaitan dengan makin meningkatnya konsentrasi gas-gas penyebab efek rumah kaca di atmosfir. Gas-gas penyebab efek rumah kaca, atau biasa

disebut sebagai gas rumah kaca, diantaranya adalah H 2 O, CO 2 , CH 4 ,O 3 (ozon), N 2 O, CFC, SO 2 dan CCl 4 . Diantara berbagai jenis gas rumahkaca, CO 2 merupakan gas rumah kaca yang terpenting karena yang paling banyak dihasilkan

Emisi CO 2 yang dihitung dalam penelitian ini adalah CO 2 yang berasal dari pemakaian BBM dan gas. Emisi yang dihasilkan dari pembangkitan listrik tidak diperhitungkan energi listrik dibngkitkan diluar wilayah DIY. Perhitungan

emisi CO 2 berdasarkan pada potensi jumlah gas CO 2 yang terkandung dalam satu satuan energi bahan bakar yang dikonsumsi. Tabel 5.9. memperlihatkan parameter kandungan CO 2 per energi yang dikonsumsi. Minyak bakar dan minyak diesel

tidak diperhitungkan emisi CO 2 -nya karena keterbatasan data. Tabel 5.9. Kandungan CO 2 per Energi yang Dikonsumsi [7]

Kandungan CO

Jenis Energi

(kg per SBM )

Minyak Tanah

LPG 396 Minyak Solar

Premium 403

Pada tahun 2003 total emisi CO 2 mencapai 1,5 juta ton (sekitar 1% dari total emisi CO 2 Indonesia pada tahun yang sama). Gambar 5.23. memperlihatkan perbandingan antara hasil proyeksi emisi CO 2 Skenario Dasar PDRB dan Skenario Optimis PDRB.

Rumah Tangga

g 3000

ta 2500 Ju 2000

Gambar 5.23. Perbandingan Proyeksi Emisi CO 2 antara Skenario Dasar PDRB

dengan Skenario Optimis PDRB di Wilayah Propinsi DIY periode 2003-2018

Laju rata-rata emisi CO 2 selama periode proyeksi diperkirakan sebesar 6,3% per tahun (1.600 juta kg menjadi 3.600 juta kg pada tahun 2018) untuk

Skenario Dasar PDRB dan 7,0% per tahun (1.600 juta kg menjadi 4.350 juta kg pada tahun 2018) untuk Skenario Optimis PDRB. Gambar 5.24. memperlihatkan

perbandingan emisi CO 2 antara Skenario Dasar penyediaan energi dengan Skenario Diversifikasi penyediaan energi menggunakan asumsi Skenario Optimis PDRB.

5000 4500

Transportasi Industri

3500 Rumah Tangga g 3000

ta 2500 Ju 2000

Gambar 5.24. Perbandingan Emisi Gas CO 2 antara Skenario Dasar Penyediaan

Energi dengan Skenario Diversifikasi Penyediaan Energi menggunakan Asumsi Penyediaan Optimis PDRB

Tampak pada gambar bahwa Sektor Transportasi merupakan penyumbang terbesar emisi gas CO 2 (60% dari total emisi CO 2 pada tahun 2003 menjadi 71% pada tahun 2018), diikuti Sektor Rumah Tangga (26% pada tahun 2003 menjadi 19% pada akhir tahun 2018) kemudian Sektor Komersial (6% pada tahun 2003 menjadi 4% pada akhir tahun 2018) dan terakhir Sektor Industri (5% pada tahun 2003 menjadi 4% pada akhir tahun 2018).

Penggunaan bioetanol dan biodiesel pada Skenario Diversifikasi diharapkan selain dapat mengurangi tingkat permintaan BBM juga mampu mengurangi tingkat emisi CO 2 . Gambar 5.24. memperlihatkan perbandingan emisi gas CO 2 yang dihasilkan pada Skenario Dasar penyediaan energi dan Skenario Diversifikasi penyediaan energi, keduanya menggunakan asumsi pertumbuhan PDRB optimis. Tampak pada gambar bahwa penggunaan bioetenol dan biodiesel

mampu menurunkan tingkat emisi gas CO 2 secara cukup signifikan, setara dengan jumlah emisi yang dihasilkan dari kegiatan Sektor Industri dan Sektor Komersial, yaitu sebesar 5,4% (150 juta Kg) dari total emisi gas CO 2 pada tahun 2012, angka

101

ini meningkat menjadi 476 juta Kg (11% dari total emisi gas CO 2 ) pada akhir tahun 2018. Pencemaran udara akibat penggunaan energi fosil (premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, minyak bakar dan LPG) tidak hanya berdampak pada lingkungan secara global, seperti yang disebabkan oleh efek rumah kaca, tetapi juga menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Zat pencemar yang dihasilkan dari pembakaran atau penggunaan energi fosil antara lain karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NO x ), oksida belerang (SO x ), senyawa hidrokarbon (HC), timbal (Pb) da partikulat debu. Masing-masing zat pencemar, baik dalam bentuk gas maupun partikel debu mempunyai dampak kesehatan yang berbeda-beda. Pencemar udara berupa partikel debu biasanya menyebabkan gangguan pada pernapasan seperti bronchitis kronis, emfisema, asma bronchial, dan bahkan kanker paru-paru. Sementara zat pencemar udara seperti karbon monoksida (CO) dapat mengakibatkan pusing, gangguan jantung, sesak napas dan bahkan kematian; oksida nitrogen (NOx) dapat mengakibatkan iritasi mata, tenggorokan gatal atau batuk, asma dan juga kanker paru; oksida sulphur (SOx) dapat menyebabkan tenggorokan gatal atau batuk; sementara hidrokarbon (HC) dapat menimbulkan pusing, iritasi mata, tenggorokan gatal, dan bahkan memicu asma dan kanker paru. Selain zat-zat pencemar di atas, zat pencemar yang tak kalah berbahayanya adalah timbal (Pb) atau yang lebih dikenal dengan timbal (timah hitam). Timbal ini adalah zat pencemar yang terutama dihasilkan dari gas buangan kendaraan bermotor yang menggunakan bensin bertimbal sebagai zat aditif pada bahan bakarnya. Dari segi teknis timbal sendiri berdampak positif karena berfungsi untuk meningkatkan angka oktan pada bensin, gar mesin kendaraan tidak ngelitik atau knocking. Dampak-dampak utama pada kesehatan yang diakibatkan pemaparan timbal pada anak-anak antara lain, kerusakan pada pertumbuhan syarafnya, mengakibatkan menurunnya tingkat intelejensia (IQ), meningkatnya perilaku agresif, menurunnya kemampuan belajar, meningkatnya resiko kurang pendengaran, dan meningkatnya resiko kegagalan dalam sekolah. Sementara pada orang dewasa pemaparan timbal dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan darah, yang kemudian dapat menyebabkan

Masalah lain yang diakibatkan oleh pencemaran udara adalah deposisi asam, yaitu proses terendapkannya hujan ataupun debu yang mengandung asam sulfat ataupun asam nitrat. Fenomena desposisi asam ini terjadi ketika sulfur dioksida dan nitrogen oksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil atau meletusnya gunung berapi di suatu wilayah, kemudian melayang jauh di bawa angin dan lalu di wilayah lain akan bercampur dengan titik-titik air yang terdapat di atmosfer maupun partikel debu sebelum akhirnya jatuh kembali ke tanah. Deposisi asam ini tentunya berdampak buruk terhadap kesehatan manusia, karena udara yang mengandung asam sulfat akan berbahaya terutama pada paru- paru, baik anak-anak ataupun orang dewasa. Selain itu tentunya deposisi asam akan mengkontaminasi tanah dan juga air tanah, air sungai, serta air danau. Karenanya selain berdampak pada manusia, deposisi asam juga membahayakan keberlangsungan hidup pepohonan, ladang, dan tumbuh-tumbuhan karena meningkatkan kadar keasaman tanah yang dapat membahayakan akar tanaman yang akan menurunkan tingkat imunitas tanaman terhadap hama penyakit. Selain itu deposisi asam juga dapat merusak gedung-gedung, patung dan monumen yang tentunya akan membahayakan keberadaan peninggalan-peninggalan kebudayaan nenek moyang kita, seperti prasasti, candi dan juga bangunan bersejarah lainnya. Dalam penelitian ini tidak dilakukan kajian mengenai proyeksi emisi gas selain

CO 2 dikarenakan keterbatasan data dan waktu.