Berdasarkan empat macam metode pengukuran kekasaran permukaan di atas dalam penelitian ini digunakan metode with profilometer.
2.4 Konsep Pemesinan Terkini
2.4.1 Pemesinan laju tinggi Meningkatnya permintaan untuk menambah produktivitas dengan biaya
produksi rendah, menuntut untuk dilakukannya pemesinan yang cepat maka dilakukan pemesinan dengan cara meningkatkan kecepatan pemesinan. Teknologi
pemesinan kecepatan tinggi high speed machining merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas. Dengan kecepatan potong yang tinggi, maka volume
pelepasan material dari material induk akan meningkat sehingga akan diperoleh penghematan waktu pemesinan yang cukup berarti. Di samping itu pemesinan
kecepatan tinggi mampu menghasilkan produk yang halus permukaannya serta ukuran yang lebih presisi.
Defenisi tentang proses pemesinan kecepatan tinggi high speed machining yang dikemukakan oleh para ahli dan masing masing terdapat perbedaan namun
sebagian besar menyatakan bahwa kecepatan potong merupakan variabel penentu terhadap pendefenisian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Kecepatan potong pada proses laju tinggi Seperti yang dikemukakan oleh Salomon pada tahun 1931 menyatakan bahwa proses
pemesinan kecepatan tinggi adalah proses pemesinan dengan kecepatan potong sebesar 5 – 10 kali lebih besar dari pada proses konvensional. Schulz Moriwaki
mengatakan bahwa proses pemesinan kecepatan tinggi ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
Peneliti lain, yaitu Aslan 2005 melaporkan bahwa pemesinan keras dengan kekerasan 60 HRC dengan kecepatan potong 200 mmenit atau lebih dan tingkat
pemakanan rata-rata 0,1 mmput dan lebih besar, kedalaman potong aksial 0,2 - 1,0 mm, dengan menggunakan pahat potong advance keramik CBN dapat
dikategorikan sebagai operasi pemotongan kecepatan tinggi HSM. 2.4.2 Pemesinan keras
Universitas Sumatera Utara
Proses pemesinan keras sama dengan bubut biasa, tetapi pada proses pemesinan keras pemotongan dilakukan terhadap komponen logam dengan kekerasan
antara 45 HRC – 70 HRC. Proses ini dapat dilakukan tanpa media pendingin untuk jenis pahat polycrystalline cubic boron nitride Daniel 2003 dan Aaron Tugrul,
2003. Prinsip kerja proses bubut biasa pada dasarnya diterapkan pada proses bubut keras. Bagaimanapun terdapat perbedaan karakteristik sebagai akibat tingginya
kekerasan material yang akan dipotong. Material yang keras memiliki sifat abrasive, dan nilai kekerasan atau young modulus ratio yang tinggi. Akibat dari semua itu
maka pada proses bubut keras dibutuhkan alat potong yang jauh lebih keras dan tahan terhadap abrasive dibanding proses bubut biasa. Proses bubut keras dapat dilakukan
terhadap berbagai macam jenis logam seperti baja paduan steel alloy, baja untuk bantalan bearing steel, hot and coldwork tool steel, high speed steel, die steel, dan
baja tuang yang dikeraskan Baggio,1996. Proses bubut keras dapat menjadi solusi untuk mengurangi waktu produksi
melalui pengurangan jumlah proses tahapan, setup peralatan dan waktu untuk inspeksi karena proses bubut keras dapat dilakukan pada mesin bubut yang sama
dimana proses bubut konvensional dilakukan, peralatan yang sama dapat digunakan dan tanpa membutuhkan tambahan sebuah mesin gerinda. Bagaimanapun mesin
untuk bubut keras memiliki kebutuhan spasi ruangan yang lebih kecil dibandingkan mesin gerinda. Dibutuhkan investasi yang lebih kecil untuk sebuah mesin bubut CNC
dibandingkan sebuah mesin gerinda presisi. Keuntungan yang sangat signifikan dari
Universitas Sumatera Utara
pahat potong bermata tunggal single point cutting tool sebagaimana yang digunakan pada proses bubut dapat digunakan untuk pekerjaan dengan kontur permukaan yang
rumit, tidak demikian halnya dengan proses gerinda. Pertimbangan bagi dunia industri untuk menggunakan proses bubut keras
adalah ratio antara biaya peralatan khususnya pahat potong yang digunakan terhadap umur dari pahat tersebut harus rendah Harrison, 2004. Intan diketahui sebagai
material yang paling keras akan tetapi tidak cocok digunakan untuk pemesinan logam ferro karena intan mengandung banyak unsur karbon yang dapat dengan mudah
mengalami diffusi kedalam besi dan bagaimanapun intan sangat mahal dan memiliki umur pendek untuk pemesinan tehadap besi. Material yang khusus digunakan untuk
proses bubut keras adalah cubic boron nitride CBN, keramik dan cermet Dawson. CBN adalah material yang paling keras selain intan, dan sangat cocok digunakan
pada proses bubut keras. Pahat insert CBN mulai meningkat popularitasnya setelah General Electric menemukan kombinasi CBN dengan serbuk titanium nitride
sehingga dapat meningkatkan umur pahat menjadi lima kali Baggio, 1996. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil dari proses hard turning. Untuk
menjadikannya sebagai proses yang efisien, diperlukan pemahaman terhadap proses secara komprehensip baik pengaruh tiap faktor maupun kombinasinya. Namun
demikian dalam penelitian ini hanya ditinjau sejauh mana pengaruh parameter pemesinan yaitu kecepatan potong, kedalaman pemotongan dan laju pemakanan
terhadap kekasaran permukaan produk yang berkekerasan ~55 HRC.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Pemesinan kering Pada umumnya pemesinan untuk memfabrikasi komponen–komponen
mesin dilakukan dengan metode pemesinan basah wet machining Sreejith Ngoi, 2000. Pada metode ini sejumlah cairan pemotongan dialirkan ke kawasan
pemotong selama proses pemesinan dengan tujuan menurunkan suhu pemotongan dan melumasi bagian-bagian pemesinan sehingga diharapkan
permukaan pemesinan memiliki suatu keutuhan permukaan surface integrity yang baik. Fenomena kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan
merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil
pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat Ginting, 2003.
Sreejith Ngoi 2000 melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih
banyak praktikan yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan dan undang – undang lingkungan
hidup yang berlaku. Menurut Seco 2004, badan administrasi keamanan dan kesehatan telah merekomendasikan batas unsur-unsur berbahaya pada cairan
pemotongan untuk pemesinan yaitu 0,5 5,0 mgm
3
dan Metalworking fluid Standard Advisory Committee MWFSAC merekomendasikan sebesar 0.5 mgm
3
Canter, 2003. Oleh karena itu pemesinan laju tinggi perlu di perhatikan dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pemesinan kering, Pemesinan kering di akui mampu mengatasi masalah pada dampak yang telah di uraikan diatas. Pilihan alternatif dari pemesinan
basah adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam jumlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel
cairan pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering
mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan keluar geram, serta temperatur potong yang tinggi
dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan. Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan
kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang dihasilkan oleh pemesinan basah. Argumen ini secara khusus didukung oleh
penelitian yang telah dilakukan Mukun et. al. 1995 secara kuantitatif menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan
dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan. Dari pertimbangan hal diatas pakar pemesinan mencoba
mencari solusi dengan suatu metode pemotongan alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering dry cutting yang dari sudut pandang ekologi disebut
dengan pemesinan hijau green machining merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering diharapkan disamping aman bagi lingkungan,
juga bisa mereduksi ongkos produksi.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pahat Potong