2. Pada V = 200 mmenit dan f = 0,15 mmput. selanjutnya disebut = minimum-2
3. Pada V= 225 mmenit dan f = 0,1 mmput selanjutnya disebut = medium-1
4. Pada V= 225 mmenit dan f = 0,16 mmput selanjutnya disebut = medium-2
5. Pada V= 250 mmenit dan f = 0,1 mmput selanjutnya disebut = maksimum-1
6. Pada V= 250 mmenit dan f = 0,15 mmput selanjutnya disebut = maksimum-2
4.2. Kekasaran Permukaan
Pada operasi penyelesaian finishing pemesinan keras, usia akhir dari pemakaian pahat umumnya didasarkan pada kerusakan yang telah dialami oleh
permukaan benda termesin.Sehingga untuk menjelaskan dan memprediksi kekasaran permukaan penelitian telah dilakukan untuk menentukan efek dari tiga parameter,
yaitu kecepatan potong V, laju pemakanan f dan kedalaman potong a. Pencatatan Ra dilakukan pada tiga tempat yang berbeda untuk setiap satu lintasan
pahat dalam memotong seluruh permukaan benda kerja. Kemudian ketiga hasil pengukuran Ra tersebut dihitung reratanya yang digunakan sebagai data pembahasan.
Nilai rata-rata Ra yang diperoleh pada penelitian ini adalah dibentuk dari topografi amplitudo tinggi rendahnya antara puncak dan lembah gelombang permukaan
benda kerja termesin. semakin kecil besaran amplitudo yang diamati maka akan lebih seragam kekasaran permukaan sehingga akan dapat memperbaiki kekasaran
permukaan yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1 Tingkat minimum-1. Pada tingkat minimum-1 ini yaitu kondisi V = 200 mmin, f = 0,1 mmput dan
a = 0,3 mm terdapat 23 kali pencatatan kekasaran permukaan yang artinya telah dilakukan 23 kali lintasan pemotongan sepanjang benda kerja. Apabila dihitung
dalam satuan waktu, 23 kali lintasan pemotongan adalah setara dengan 32 menit. Secara grafis keadaan tersebut ditunjukkan plotnya pada Gambar 4.1.
Data pengukuran pada tingkat minimum-1 disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Data pengukuran tingkat minimum-1
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa tidak semestinya kekasaran permukaan bertambah nilainya seiring dengan lamanya masa pemotongan. Dengan kata lain,
apabila masa pemotongan sebenarnya adalah juga dapat diwakili dengan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat minimum-1
kenaikan nilai VB nilai VB senantiasa bertambah seiring dengan waktu pemesinan maka dapat dikatakan bahwa nilai VB yang tinggi atau bertambah nya keausan
akan senantiasa memberikan nilai Ra yang tinggi. Sebagaimana dipaparkan diatas bahwa waktu pemotongan tc dapat diwakili oleh pertumbuhan aus tepi pahat VB
maka Gambar 4.1 dapat di plot sebagaimana Gambar 4.2, namun waktu pemotongan diganti dengan keausan pahat.
Gambar 4.2. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat minimum-1
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Tingkat minimum-2
Tabel 4.4. Data pengukuran tingkat minimum-2.
Terjadi crater wear
Data pengukuran pada tingkat minimum-2 ini sebagaimana dipaparkan pada Tabel 4.4 adalah data yang diperoleh pada kondisi pemesinan V = 200 mmin dan f = 0,15
mmput serta a = 0,3 mm terdapat 8 kali pencatatan kekasaran permukaan. Proses pengambilan data dihentikan sebelum nilai VB berada pada batas nilai aus tepi pahat
=0,3 mm atau Ra berada pada batas nilai semi finish = 1,6 m. Ini disebabkan karena pada data ke-8 ini, pahat mengalami crater wear pembentukan lubang
kawah. Penyebab kerusakan pahat ini tidak dibahas pada penelitian ini karena penelitian ini terfokus pada permukaan benda termesin saja. Apabila dihitung dalam
satuan waktu pada kondisi minimum-2 ini terdapat 8 kali lintasan pemotongan yang setara dengan 8,16 menit. Secara grafis keadaan tersebut ditunjukkan plotnya pada
Gambar 4.3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat minimum-2
Dari kurva Gambar 4.3 dapat kita lihat bahwa pertambahan nilai kekasaran permukaan seiring dengan lamanya waktu pemotongan sama halnya pada kondisi
minimum-1. Sehingga bila waktu pemotongan diganti dengan keausan pahat VB maka dapat di-plot-kan hubungan kekasaran permukaan terhadap keausan pahat
sebagaimana disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat minimum-2
Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Tingkat medium-1
Tabel 4.5. Data pengukuran tingkat medium-1.
Pada kondisi ini kecepatan potong adalah 225 mmenit, laju pemakanan 0,1 mmput dan kedalaman potong 0,7 mm. Pengambilan data pada kondisi tingkat medium-1 ini
dihentikan pada sampel pemotongan yang ke 10, yaitu ketika nilai kekasaran permukaan Ra diperoleh pada batas semi finish = 1,6 m. Secara grafis hubungan
kekasaran permukaan terhadap waktu pemotongan disajikan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat medium-1
Dari kurva Gambar 4.5 dapat kita lihat bahwa ada nilai kekasaran permukaan yang diperoleh pada tiga titik yang sangat tinggi, yaitu pengukuran pertama, ketiga dan
ketujuh. Hal ini bisa saja terjadi karena pengukuran kekasaran permukaan dilakukan
Universitas Sumatera Utara
secara acak seperti dijelaskan pada Bab 2 terhadap permukaan benda termesin. Akibat goresan radius ujung pahat menyebabkan terjadinya ‘puncak’ dan ‘lembah’
pada permukaan benda termesin. Ketika alat pengukur kekasaran mendapatkan pembacaan pada ‘lembah’ saja atau pada ‘puncak’ saja maka gradien nilai kekasaran
yang diperoleh lebih kecil. Sebaliknya, ketika pembacaan didapat pada ‘lembah’ dan pada ‘puncak’ maka gradien nilai kekasaran yang diperoleh lebih besar. Hubungan
kekasaran permukaan terhadap keausan pahat disajikan pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat medium-1
4.2.4 Tingkat medium-2
Tabel 4.6. Data pengukuran tingkat medium-2.
Universitas Sumatera Utara
Pengambilan data pada kondisi tingkat medium-2 ini dihentikan pada sampel pemotongan yang ke 13, yaitu ketika nilai kekasaran permukaan Ra diperoleh pada
batas semi finish = 1,6 m walaupun pahat belum mencapai nilai aus tepi. Peningkatan laju pemakanan dari 0,1 ke 0,16 mmputaran tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kekasaran permukaan terutama terhadap
Gambar 4.7. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat medium-2
Universitas Sumatera Utara
keausan pahat. Secara grafis hubungan kekasaran permukaan terhadap waktu pemotongan disajikan pada Gambar 4.7. dan hubungan kekasaran permukaan
terhadap keausan pahat disajikan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat medium-2
4.2.5 Tingkat maksimum-1.
Tabel 4.7. Data pengukuran tingkat maksimum-1.
Pada kondisi maksimum- 1 ini, kecepatan potong dinaikkan sampai 250 mmenit sedangkan laju pemakanan dan kedalaman potong berada pada level terendah yaitu
Universitas Sumatera Utara
0,1 mmput dan 0,3 mm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan potong ini lebih mempengaruhi terhadap keausan pahat
Gambar 4.9. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat maksimum-1
dari pada kekasaran permukaan. Secara grafis hubungan kekasaran permukaan terhadap waktu pemotongan dan keausan pahat pada kondisi maksimum-1 ini secara
berturut-turut disajikan pada Gambar 4.9 dan 4.10.
Gambar 4.10. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat maksimum-1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 dan 4.10 menunjukkan bahwa nilai kekasaran permukaan bertambah seiring dengan lamanya masa pemotongan dan meningkatnya aus tepi pahat.
4.2.6. Tingkat maksimum-2. Tabel 4.8.
Data pengukuran tingkat maksimum- 2.
Dibandingkan dengan kondisi maksimium-1 pada kondisi maksimum-2 ini kecepatan potong tetap 250 mmenit dan kedalaman potong juga tetap 0,3 mm sedangkan laju
pemakanan ditingkatkan dari 0,1 ke 0,15 mmputaran. Dari data yang diperoleh pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.11 dapat kita lihat bahwa pada pengambilan data ke 4 batas
finishing untuk kekasaran permukaan sudah diperoleh. Ini menunjukkan bukti bahwa pengaruh peningkatan laju pemakanan pada kecepatan potong yang tinggi
ini sangat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kekasaran permukaan. Pencatatan kekasaran permukaan hanya mampu dilakukan 4 kali lintasan
pemotongan sepanjang benda kerja yang apabila dihitung dalam satuan waktu setara dengan 1,87 menit.
Gambar 4.11. Kurva karakteristik Ra versus tc tingkat maksimum-2
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12. Kurva karakteristik Ra versus VB tingkat maksimum-2 Secara grafis hubungan kekasaran permukaan terhadap waktu pemotongan
ditunjukkan pada Gambar 4.11 dan hubungan kekasaran permukaan terhadap keausan pahat pada kondisi maksimum-2 ini ditunjukkan pada Gambar 4.12.
Pemeriksaan semua sampel permukaan yang telah dikerjakan dengan mesin untuk semua kondisi pemotongan hampir semua memperlihatkan besaran amplitudo
topografi yang baik. Kekasaran permukaan memiliki hubungan yang sangat erat dengan pertumbuhan aus tepi walaupun tidak semestinya pertambahan aus tepi akan
mengakibatkan meningkatnya kekasaran permukaan. Penyebab nilai Ra naik, turun atau konstan seiring dengan kenaikan pertumbuhan aus tepi pahat VB adalah karena
pengukuran Ra dilakukan secara acak yang dipengaruhi oleh radius ujung pahat. Ketika kita perhatikan plot-plot kurva pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.12, mana
kala penyajian plot dengan skala yang sama menunjukkan bahwa plot pada gambar kekasaran permukaan terhadap waktu potong Ra vs tc dan gambar kekasaran
Universitas Sumatera Utara
permukaan terhadap keausan pahat Ra vs VB adalah analog seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.13. Hal ini menjadi bukti definitif bahwa:
1. Parameter waktu pemotongan adalah analog dengan keausan tepi pahat.
2. Bahwa sifat Ra sebagaimana disebutkan terdahulu tidak semestinya
bergantung kepada nilai VB. Hal tersebut membawa kepada suatu permasalahan, dimana seharusnya dapat
diletakkan hipotesa keausan pahat akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap kekasaran permukaan. Singkatnya, semakin tinggi nilai VB akan menghasilkan nilai
Ra yang juga semakin tinggi. Namun bukti yang diwakili oleh setiap gambar Ra vs VB tidak menunjukkan hal yang demikian. Faktanya nilai kekasaran permukaan
dapat naik, turun maupun konstan seiring dengan kenaikan keausan pahat.
Gambar 4.13 Hubungan karakteristik Ra vs tc dan Ra vs VB
Universitas Sumatera Utara
Nilai kekasaran permukaan rata-rata yang diperoleh pada kecepatan potong 200 mmin = 1,135 m, pada kecepatan potong 225 mmin = 1,72 m dan pada
kecepatan potong 250 mmin = 1,43 m Kekasaran permukaan rata-rata tertinggi:
1. pertama diperoleh pada kondisi pemotongan V= 225 mmin dan f = 0,1 mmput diperoleh Ra rata-rata = 2,09 m.
2. kedua diperoleh pada kondisi pemotongan V= 250 mmin dan f = 0,15 mmput diperoleh Ra rata-rata = 1,55 m.
Kekasaran permukaan rata-rata terendah: 1. pertama diperoleh pada kondisi pemotongan V= 200 mmin dan f = 0,1
mmput diperoleh Ra rata-rata = 0,97 m. 2. kedua diperoleh pada kondisi pemotongan V= 200 mmin dan f = 0,15
mmput diperoleh Ra rata-rata = 1,30 m.
4.3
. Pengaruh Kondisi Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan.
4.3.1 Pengaruh kecepatan potong V terhadap kekasaran permukaan Ra. Untuk melihat pengaruh kecepatan potong terhadap kekasaran permukaan kita
lihat kembali Tabel 4.1. Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ketika kecepatan potong V= 200 mmin, f= 0,1 mmput dan a= 0,3 mm data 1 dihasilkan VB= 0,31 mm dan
Ra= 0,92 m. Manakala kecepatan potong dinaikkan menjadi 250 mmin dengan f dan a konstan data 8 dihasilkan VB = 0,3 mm dan Ra = 1,44 m. Nilai VB
yang berbeda 0,01 mm dapat diabaikan dianggap sama.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.14 Pengaruh kecepatan potong terhadap kekasaran permukaanIni berarti ketika kecepatan potong naik 25 200 ke 250 mmin, kekasaran permukaan Ra
naik x 100 = 36,11.
Kondisi ini dapat diplotkan sebagaimana Gambar 4.14. 4.3.2 Pengaruh laju pemakan f terhadap kekasaran permukaan Ra.
Untuk melihat persentase kenaikan laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan, perbandingan diambil dari data nomor 4 dan data nomor 7 pada Tabel
4.1. Dimana pada data 4 yaitu V= 225 mmin, f = 0,1 mmput dan a = 0,7 mm dihasilkan VB = 0,14 mm dan Ra = 1,60 m. Pada data 7, V dan a konstan manakala
laju pemakanan f dinaikkan menjadi 0,16 mmput = 60 dihasilkan VB = 0,20 mm dan Ra = 1,60 m. Disini nilai Ra yang dihasilkan adalah sama, namun nilai VB nya
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.15. Plot kurva Gambar 4.8 untuk mencari nilai Ra pada VB= 0,14mm berbeda. Untuk itu terlebih dahulu kita harus menyamakan nilai VB tersebut dengan
melihat kurva grafik Gambar 4.8 di halaman 63. Dari kurva tersebut dapat ditentu- kan bahwa pada VB= 0,14 mm diperoleh Ra= 1,4 m sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 4.15. Dengan demikian, persentase kenaikan laju pemakanan terhadap
kekasaran permukaan adalah = 14,28.
Kondisi ini dapat diplotkan sebagaimana Gambar 4.16
Gambar 4.16. Pengaruh laju pemakanan terhadap kekasaran permukaan 4.3.3 Pengaruh kedalaman potong a terhadap kekasaran permukaan Ra.
Universitas Sumatera Utara
Data nomor 1 dan nomor 2 pada Tabel 4.1 akan dirujuk untuk melihat pengaruh kedalaman potong a terhadap kekasaran permukaan Ra.
No V mmin f mmput
a mm VB mm Ra m tc min 1
200 0,1
0,3 0,31
0,92 32,10
2 200 0,1
1 0,14 1,60 5,79
Pada data 1 2 ini dapat kita lihat bahwa kecepatan potong V dan laju pemakanan f adalah konstan, sedangkan kedalaman potong a dinaikkan dari 0,3 ke 1 mm
= 233,33. Pada a = 0,3 diperoleh VB = 0,31 mm dan Ra = 0,92 m, pada a = 1 diperoleh VB = 0,14 mm dan Ra = 1,60 m. Seperti halnya pada sub bab 4.3.2, karna
nilai VB yang diperoleh berbeda maka untuk menentukan nilai Ra pada nilai VB yang sama yaitu 0,14 mm kita merujuk kepada kurva Gambar 4.2 halaman 58
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17. Plot kurva Gambar 4.2 untuk mencari nilai Ra pada VB= 0,14 mm.
Dari Gambar 4.17, dengan VB = 0,14 mm diperoleh nilai Ra = 1,18 m. Sehingga persentase kenaikan kedalaman potong terhadap kekasaran permukaan adalah:
Universitas Sumatera Utara
26,25, yang artinya ketika kedalaman potong naik 233,33, kekasaran permukaan naik 26,25.
Kondisi ini dapat diplotkan sebagaimana Gambar 4.18
Gambar 4.18. Pengaruh kedalaman pemakanan terhadap kekasaran permukaan Dari hasil pembahasan sub bab 4.3 ini dapat disimpulkan bahwa diantara tiga
parameter pemotongan yaitu kecepatan potong V, laju pemakanan f dan kedalaman pemakanan a,parameter yang paling signifikan mempengaruhi kekasaran
permukaan Ra adalah kecepatan potong V.
4.4. Corak Permukaan Lay