20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka pada bab ini dilakukan pengolahan dan analisa terhadap data tersebut. Pengolahan dan analisa dilakukan
dengan pendefinisian variabel terdahulu. Pengolahan dan analisa dijabarkan sebagai berikut:
4.1 Eksplorasi Data
Data yang digunakan adalah data curah hujan bulanan tahun 1998 sampai dengan 2008 dan data kelembaban udara bulanan tahun 1998 sampai dengan 2007
Stasiun Klimatologi Pondok Betung Lampiran 1. Berdasarkan Lampiran 2, ternyata curah hujan dan kelembaban udara memiliki nilai-p korelasi sebesar
0.736, menunjukkan bahwa kelembaban udara memilki hubungan yang kuat dengan curah hujan.
Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Februari 2007 mencapai 831.40 mm dan terendah pada bulan September 2006 mencapai 0.20 mm. Sedangkan
kelembaban udara tertinggi pada bulan Februari 2002 mencapai 89.13 dan terendah pada bulan September dan Oktober 2006 mencapai 65.33 Lampiran
3.
4.2 Mempersiapkan Deret Output dan Deret Input Penstasioneran Data
Data deret waktu memerlukan transformasi dan pembedaan untuk mencapai kestasioneran data. Transformasi diperlukan agar stasioner dalam ragam,
20
21 sedangkan pembedaan agar deret stasioner dalam rataan. Plot data asli pada
Lampiran 4 dan plot ACF serta PACF pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa data tidak stasioner. Berikut ini adalah gambar plot yang telah stasioner:
I ndex
D iff
er en
ci ng
C ur
ah H
uj an
120 108
96 84
72 60
48 36
24 12
1 500
250
- 250 - 500
Time Ser ies Plot of Differ encing Cur ah Hujan
Gambar 4.1 Plot
t
y Stasioner. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dengan pembedaan satu kali pada musiman
D=12 telah dapat menghasilkan deret output curah hujan yang stasioner
t
y .
I ndex
D if
fe re
n ci
n g
K e
le m
b a
b a
n U
d a
ra
120 108
96 84
72 60
48 36
24 12
1 10
5
-5 -10
-15
Time Series Plot of Differencing Kelembaban Udara
Gambar 4.2 Plot
t
x Stasioner. Gambar 4.2 juga menunjukkan bahwa dengan pembedaan satu kali pada musiman
D=12 telah dapat menghasilkan deret input kelembaban udara yang stasioner .
t
x
22
4.3 Identifikasi Model ARIMA
Identifikasi model ARIMA dilakukan dengan memperhatikan beberapa nilai awal dan periode musiman dari korelasi diri dan korelasi diri parsialnya yang
tidak nol, serta pola dari plot ACF dan plot PACFnya.
4.3.1 Kelembaban Udara
Plot ACF dan PACF dari deret input
t
x yang telah stasioner, dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4.
Lag
A ut
oc or
re la
ti on
26 24
22 20
18 16
14 12
10 8
6 4
2 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 - 0.2
- 0.4 - 0.6
- 0.8 - 1.0
Autocor r elation Function for Differ encing Kelembaban Udar a
w ith 5 significance lim its for the autocor r elations
Gambar 4.3 Plot ACF Deret Input
t
x .
Lag
Pa rt
ia l A
ut oc
or re
la ti
on
26 24
22 20
18 16
14 12
10 8
6 4
2 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 - 0.2
- 0.4 - 0.6
- 0.8 - 1.0
Par tial Autocor r elation Function for Differ encing Kelembaban Udar a
w ith 5 significance limits for the par tial autocor r elations
Gambar 4.4 Plot PACF Deret Input
t
x . Gambar 4.3 dan 4.4 mununjukkan bahwa Plot ACF dan PACF dari deret input
t
x yang telah stasioner, masing-masing nyata pada lag 1 dan 12.
23 Pengecekan dengan beberapa nilai
α menghasilkan kandidat model pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai SBC dan AIC Kandidat Model ARIMA X Model
t
SBC AIC
ARIMA 1,0,00,1,1 592.6676
12
587.3033 ARIMA 0,0,11,1,0
603.8456
12
598.4813 ARIMA 1,0,10,1,0
629.193
12
623.8287 ARIMA 0,0,01,1,1
606.9392
12
601.5754
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa model ARIMA 1,0,00,1,1
12
05 ,
=
α merupakan model
terbaik karena memiliki nilai AIC dan SBC terkecil dibandingkan dengan model ARIMA lainnya dan seluruh koefisien parameternya nyata Lampiran 6. Selain
itu, pengujian Box-Pierce menunjukkan bahwa nilai korelasi diri sisaan tidak nol untuk semua lagnya. Hal ini berarti sisaan tidak saling berkorelasi.
Sehingga model ARIMA kelembaban udara yang diperoleh adalah:
t t
B X
B B
α 62866
, 1
1 38143
, 1
12 12
− =
− −
4.3.2 Curah Hujan
Berikut ini merupakan Gambar Plot ACF dan PACF dari deret output
t
y yang telah stasioner.
La g
Au to
co rr
el at
io n
26 24
22 20
18 16
14 12
10 8
6 4
2 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 - 0.2
- 0.4 - 0.6
- 0.8 - 1.0
Aut ocor r el at i on Funct i on f or Di f f er enci ng Cur ah Huj an
w ith 5 significance lim its for the autocor r elations
Gambar 4.5 Plot ACF Deret Output
t
y .
24
La g
Pa rt
ia l A
ut oc
or re
la tio
n
26 24
22 20
18 16
14 12
10 8
6 4
2 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 - 0.2
- 0.4 - 0.6
- 0.8 - 1.0
Par t ial Aut ocor r elat ion Funct ion f or Dif f er encing Cur ah Hujan
w ith 5 significance lim its for the par tial autocor r elations
Gambar 4.6 Plot PACF Deret Output
t
y . Gambar 4.5 dan 4.6 mununjukkan bahwa Plot ACF dan PACF dari deret output
t
y yang telah stasioner, masing-masing nyata pada lag 12. Pengecekan dengan beberapa nilai
α menghasilkan kandidat model pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai SBC dan AIC Kandidat Model ARIMA Y
t
Model SBC
AIC ARIMA 0,0,01,1,0
1356.536
12
1353.854 ARIMA 0,0,00,1,1
1348.831
12
1346.149 ARIMA 1,0,00,1,0
1391.734
12
1389.052 ARIMA 0,0,10,1,0
1391.734
12
1389.052
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa model ARIMA 0,0,00,1,1
12
05 ,
=
α merupakan model
terbaik karena memiliki nilai AIC dan SBC terkecil dibandingkan dengan model ARIMA lainnya dan seluruh koefisien parameternya nyata Lampiran 7. Selain
itu, pengujian Box-Pierce menunjukkan bahwa nilai korelasi diri sisaan tidak nol untuk semua lagnya. Hal ini berarti sisaan tidak saling berkorelasi.
Sehingga model ARIMA curah hujan yang diperoleh adalah :
t t
B Y
B α
72649 ,
1 1
12 12
− =
−
25
4.4 Prewhitening Deret Input dan Output
Tahap prewhitening dilakukan berdasarkan model ARIMA untuk data kelembaban udara deret input. Dalam tahap ini digunakan unsur white noise
model tersebut. Dengan demikian model prewhitening untuk deret input
t
x adalah :
t t
x B
B 62866
, 1
38143 ,
1
12
− −
= α
Prewhitening deret output
t
y diperoleh dengan cara melakukan transformasi yang sama dengan deret input
t
x , sehingga model prewhitening untuk deret output
t
y adalah :
t t
y B
B 62866
, 1
38143 ,
1
12
− −
= β
4.5 Menghitung Korelasi Silang