Analisis Efesiensi Tanaman Penghasil Biodiesel

(1)

ANALISIS EFESIENSI TANAMAN PENGHASIL BIODIESEL

SKRIPSI

Oleh:

TEGUH PRIMADI

050304007

SEP-AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS EFESIENSI TANAMAN PENGHASIL BIODIESEL

Oleh:

TEGUH PRIMADI 050304007 SEP-AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Ir. Iskandarini, MM

(19640501994032002) (196411021989012001)

Dr. Ir. Tavi Supriana, Ms

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

TEGUH PRIMADI: Analisis Efisiensi Tanaman Penghasil Biodiesel, dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.

Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di seluruh dunia, menyebabkan banyak negara – negara yang melakukan penelitian untuk mencari energi alternatif pengganti energi minyak bumi. Energi alternatif dapat berupa, energi yang berasal dari tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia tanaman penghasil minyak nabati tersebut cukup banyak, diantaranya adalah kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari ketiga tanaman tersebut, serta rendemen minyak yang dapat dihasilkan. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah tingkat efisiensi teknis dan ekonomis yang dilihat dari hasil perbandingan antara pendapatan dan biaya dalam produksi biodiesel, serta berapa banyak rendemen biodiesel yang dapat dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki tingkat efisiensi teknis tertinggi dan efisiensi ekonomis tertinggi adalah kelapa sawit.


(4)

ABSTRACT

TEGUH PRIMADI : Efficiency Analysis of Plants Produce Biodiesel, guided by Ir. Iskandarini, M.M and Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.

The depletion of petroleum supply reserves in all over the world, caused many countries which are doing researches to finding a new alternative to replace petroleum energy. The alternative energy, such as energy from plants that are producing vegetable oil. In indonesia there are many plants that are producing vegetable oil, such as coconuts, oil palms, and jathropas. The objectives of this research are to find out how much the technical efficiency and the economical efficiency of the three plants above, and oil yield that can be acquired. The tested parameters that have been used in this research are the technical and economical efficiency that observed from the ratios between income and cost in producing Biodiesel, and then how much biodiesel yield that can be produced.

This research result shows that plant which have the highest technical efficiency and the biggest economical efficiency oil palms.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 27 Juli 1987 dari ayah Suryadi dan ibu Ratnawati. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 3, Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU, program studi Agribisnis melalui jalur Reguler Mandiri.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di desa liang jering, kecamatan tanah pinem, kabupaten Dairi pada tahun 2009.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Tanaman Penghasil Biodiesel”

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih sebesar – besarnya kepada kedua orang tua penulis yang membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ir. Iskandarini, MM dan Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, Ms selaku ketua dan komisi pembimbing yang telah memberikan masukan berharga kepada penulis dari mulai penetapan judul, melakukan penelitian, sampai ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis, Departemen Agribisnis, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 7

Landasan Teori ... 9

Kerangka Pemikiran... 22

METODOLOGI PENELITIAN Metode Pengumpulan Data ... 24

Metode Analisis Data ... 24

Definisi dan Batasan Operasional Definisi Operasional ... 26

Batasan Operasional ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembuatan Biodiesel ... 29

Rendemen Minyak yang Dihasilkan ... 36

Analisis Efisiensi Teknis ... 37

Analisis Efisiensi Ekonomis ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 49


(8)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Porsi konsumsi minyak solar sektor transportasi 1995-2010...1

2. Ketersediaan energi fosil Indonesia...3

3. Tanaman penghasil biofuel...5

4. Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551)...8

5. Sifat minyak-lemak nabati kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar...13

6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa...15

7. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit...17

8. Sifat fisik minyak jarak pagar...20

9. Rendemen Biodiesel...37

10. Tahapan Teknik Produksi Biodiesel...38

11. Perbandingan Rendemen Biodiesel...38

12. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Biox...40

13. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Lurgi...40

14. Biaya Produksi Biodiesel Teknik MPOB...40


(9)

17. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit...43

18. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Jarak Pagar...44

19. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa...45

20. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit...46


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Hal


(11)

ABSTRAK

TEGUH PRIMADI: Analisis Efisiensi Tanaman Penghasil Biodiesel, dibimbing oleh Ir. Iskandarini, MM dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.

Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di seluruh dunia, menyebabkan banyak negara – negara yang melakukan penelitian untuk mencari energi alternatif pengganti energi minyak bumi. Energi alternatif dapat berupa, energi yang berasal dari tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia tanaman penghasil minyak nabati tersebut cukup banyak, diantaranya adalah kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari ketiga tanaman tersebut, serta rendemen minyak yang dapat dihasilkan. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah tingkat efisiensi teknis dan ekonomis yang dilihat dari hasil perbandingan antara pendapatan dan biaya dalam produksi biodiesel, serta berapa banyak rendemen biodiesel yang dapat dihasilkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki tingkat efisiensi teknis tertinggi dan efisiensi ekonomis tertinggi adalah kelapa sawit.


(12)

ABSTRACT

TEGUH PRIMADI : Efficiency Analysis of Plants Produce Biodiesel, guided by Ir. Iskandarini, M.M and Dr. Ir. Tavi Supriana, MS.

The depletion of petroleum supply reserves in all over the world, caused many countries which are doing researches to finding a new alternative to replace petroleum energy. The alternative energy, such as energy from plants that are producing vegetable oil. In indonesia there are many plants that are producing vegetable oil, such as coconuts, oil palms, and jathropas. The objectives of this research are to find out how much the technical efficiency and the economical efficiency of the three plants above, and oil yield that can be acquired. The tested parameters that have been used in this research are the technical and economical efficiency that observed from the ratios between income and cost in producing Biodiesel, and then how much biodiesel yield that can be produced.

This research result shows that plant which have the highest technical efficiency and the biggest economical efficiency oil palms.


(13)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar saat ini jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia mengalami krisis bahan bakar minyak. Harga minyak mentah dunia terus meningkat. Banyak negara, terutama Indonesia, mengalami masalah kekurangan bahan bakar minyak (bahan bakar fosil) untuk kebutuhan negaranya sendiri. Indonesia, khususnya, telah mengimpor bahan bakar minyak (terutama bahan bakar diesel/solar) untuk kebutuhan negara dengan jumlah yang cukup besar (Tatang, 2006).

Tabel 1. Porsi konsumsi minyak solar sektor transportasi 1995-2010

Tahun 1995 2000 2005 2010

Transportasi Milyar liter

6,91 9,69 13,12 18,14

Total Milyar

liter

15,84 21,39 27,05 34,71

Porsi % 43,62 45,29 48,50 52,27

Sumber: Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, 2006

Dunia telah membuktikan bahwa cadangan minyak mulai menyusut tahun lalu. Penurunan pertama sejak 1998 yang dipimpin oleh Rusia, Norwegia, dan China. Cadangan minyak berada di level 1,258 triliun barrel pada akhir tahun 2008, turun dibandingkan dengan 1,261 triliun barrel pada tahun sebelumnya. Negara-negara di Timur Tengah kini hanya memiliki 60 % atau 754,1 miliar barrel dari persediaan global. Angka itu berbeda dari tahun lalu yang mencapai 755 miliar barrel. Misalnya saja persediaan Saudi Arabia, yang paling besar di


(14)

dunia, masih memiliki 264,1 miliar barrel; sedikit berbeda dari tahun sebelumnya sebesar 264,2 miliar (Anonimous, 2005).

Sebagai akibat dari penipisan pasokan minyak dan gas bumi tersebut perlu dikembangkan bahan bakar alternatif. Bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar yang dapat diperbaharui. Sumber bahan bakar tersebut diperoleh dari tanaman hijau yang dapat menghasilkan hidrokarbon secara langsung. Kita dapat memilih sumber tanaman baru yang berpotensial tinggi untuk dijadikan bahan bakar cair dan kimia (Lowenstein, 1985).

Meningkatnya kandungan CO2 menghasilkan efek rumah kaca yang lebih

tinggi, yang secara bersamaan meningkatkan suhu di beberapa permukaan bumi dalam seratus tahun terakhir. Ini terbukti dengan adanya foto satelit yang menunjukan jumlah es kutub utara mencair sebanyak 1,2 juta km2 hanya dalam kurun waktu 20 tahun. Hal ini lebih mendorong kita untuk melakukan penemuan sumber energi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut (Lowenstein, 1985).

Energi yang paling banyak digunakan saat ini adalah energi minyak bumi dan energi listrik. Perubahan harga minyak bumi dunia menjadi masalah bagi pemerintah, karena harus menambah biaya subsidi pemerintah. Berbagai kebijakan energi yang diterapkan pemerintah tidak mampu meyakinkan rakyat, sementara itu tuntutan pemenuhan kebutuhan energi semakin mendesak (Wahyuni, 2009).

Indonesia yang semula menjadi net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak dunia yang tidak stabil dan cenderung naik. Pada bulan Januari – Juli 2006, produksi BBM Indonesia hanya


(15)

mencapai 1,029 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari. Defisit BBM sebesar 270.000 barel harus dipenuhi melalui impor dengan harga minyak dunia yang melambung tinggi (Hambali, 2006). Tabel 2. Ketersediaan energi fosil Indonesia

Energi fosil

Minyak bumi Gas Batu bara

Sumber daya

Cadangan (proven + possible) Produksi per tahun

Ketersedian (tanpa eksplorasi) tahun

86,9 miliar barel 9 miliar barel 500 juta barel 23

384,7 TSCF 182 TSCF 3,0 TSCF 62

57 miliar ton 19,3 miliar ton 130 juta ton 146

Sumber: Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, 2006

Stok minyak mentah yang berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan jumlah konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu dicari alternatif bahan bakar lain, terutama dari bahan yang terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah biodiesel, untuk menggantikan solar (Tatang, 2005).

Selama ini Indonesia ketergantungan terhadap minyak bumi. Mengingat pasokan dan cadangan minyak bumi Indonesia yang berkurang serta naiknya harga minyak bumi yang menembus level 70 USD per barel, untuk itu perlu adanya pengembangan sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati yaitu biodiesel. Biodiesel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan petrodiesel atau solar, tanpa terjadi perubahan pada mesin yang menggunakannya. Penggunaan biodiesel semakin menuntut untuk direalisasikan karena biodiesel tidak hanya bersifat ramah lingkungan tetapi juga bersifat dapat diperbaharui dan mengeliminasi emisi gas buang dan efek rumah kaca. Biodiesel juga merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi fosil di masa depan. Biodiesel dapat dihasilkan dari komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa dan jarak pagar (Hambali, 2006).


(16)

Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas atau daur ulang. Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO), minyak kelapa, minyak jarak pagar (Prakoso, 2005).

Biodiesel ini diharapkan dapat menggantikan solar sebagai bahan dasar mesin diesel. Keuntungan-keuntungan dari biodiesel adalah angka setananya lebih tinggi dari angka setana solar yang ada saat ini, gas buang hasil pembakaran biodiesel lebih ramah lingkungan karena hampir tidak mengandung gas SO

x,

akselerasi mesin lebih baik, dan tarikan lebih ringan (Prakoso, 2005).

Banyak negara di dunia ini yang telah memproduksi biodiesel dan juga telah terdapat beberapa jenis proses biodiesel, seperti proses BIOX (Canada), Lurgi (Jerman), Energea (Austria), dan MPOB (Malaysia). Secara umum proses-proses diatas memiliki kemiripan dengan yang ada di Indonesia, yaitu salah satunya di ITB. Proses produksi biodiesel yang ada di ITB saat ini adalah proses produksi dengan tahap esterifikasi dan dilanjutkan dengan tahap transesterifikasi. Tahap transesterifikasi terdiri dari 2 tahap dengan waktu reaksi yaitu 2 jam untuk setiap tahapnya. Tahap esterifikasi digunakan untuk mengkonversi asam lemak bebas menjadi alkil ester, sedangkan tahap transesterifikasi digunakan untuk mengkonversi trigliserida menjadi alkil ester (Tatang, 2006).


(17)

Pemerintah mengeluarkan kebijakan penghematan BBM dalam instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 yang mengatur langkah-langkah untuk penghematan BBM dan upaya mengatasi krisis BBM dengan pengalihan pemanfaatan energi fosil (minyak bumi) dengan energi yang terbarukan. Pengembangan dan penggunaan bahan bakar alternatif menjadi salah satu pilihan untuk memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat. Selain itu, bahan bakar alternatif memberikan dampak positif seperti emisi gas buang yang ramah lingkungan (terutama mengurangi gas rumah kaca), serta pengembangan industri pertanian (Wahyuni, 2009).

Tabel 3. Tanaman penghasil biofuel

Nama Indonesia Nama latin Sumber Minyak kering (%) DM/TDM

Jarak kaliki Ricinus communis Biji 45 – 50 TDM

Jarak pagar Jatropha curcas Kernel 40 – 60 TDM

Kacang suuk Arachis hypogea Kernel 35 – 55 DM

Kapuk / randu Ceiba pentandra Kernel 24 – 40 TDM

Karet Hevea brasiliensis Kernel 40 – 50 TDM

Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15 – 20 DM

Kelapa Cocos nucifera Kernel 60 – 70 DM

Kelor Moringa oleifera Biji 30 – 49 DM

Kelapa sawit Elais guineensis Pulp, kernel 45 – 70, 46 – 54

DM Keterangan: DM = dapat dimakan, TDM = tidak dapat dimakan.


(18)

1.2. Identifikasi Masalah

Bagaimana tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis pada pengelolaan biodiesel dari tanaman kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar.

1.3.Tujuan Penelitian

Menganalisis tingkat efisiensi teknis, tingkat efisiensi ekonomis antara kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar sebagai tanaman penghasil biodiesel.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna bagi pihak – pihak yang ingin mengembangkan usaha biodiesel serta bagi peneliti – peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini.


(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

Pengertian ilmiah paling umum dari istilah ‘biodiesel’ adalah mencakup sembarang (dan semua) bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Sekalipun demikian, skripsi ini akan menganut definisi yang pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di dalam industri, yaitu bahwa “biodiesel adalah bahan bakar mesin atau motor diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak” (Soerawidjaja,2006).

Biodiesel adalah bioenergi yang dibuat dari minyak nabati, melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk mesin diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau dicampur dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti 10% biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10 (Hambali, 2007).

Bahan bakar berbentuk cairan yang memiliki sifat seperti solar ini sangat prospek untuk dikembangkan. Biodiesel juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan solar seperti:

- ramah lingkungan, karena emisi yang dihasilkan jauh lebih baik (free sulfur, smoke number rendah).

- pembakaran lebih baik karena cetane number yang lebih tinggi.

- Dapat terurai (biodegradable), dan sifat pelumasan terhadap piston mesin. - Renewable energi dan dapat diproduksi secara lokal (Hambali, 2007).


(20)

Proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel dihasilkan melalui proes transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol. Alkohol akan menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan dibantu katalis. NaOH dan KOH adalah katalis yang umum digunakan (Hambali, 2007).

Tabel 4. Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551)

No. Parameter dan satuan Batas nilai Metode uji Metode setara 1. Massa jenis pada suhu 40oC kg/m3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675 2. Viskositas kinematik pada suhu 40oC

Mn2/s (cSt)

2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104

3. Angka setana Min. 51 ASTM D 163 ISO 5165

4. Titik nyala (mangkok tertutup), oC Min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

5. Titik kabut, oC Maks. 18 ASTM D 2500 -

6. Korosi bilah tembaga (3jam, 50oC) Maks. No. 3 ASTM D 130 ISO 2160 7. Residu karbon

-Dalam contoh asli

-Dalam 10% amapas distilasi

Maks. 0,05 Maks. 0,05 Maks. 0,05

ASTM D 4530 ISO 10370

8. Air dan sendimen, %-vol Maks. 0,05 ASTM D 2709 - 9. Temperatur distilasi, 90%, oC Maks. 360 ASTM D 1160 -

10. Abu tersulfaktan, %-b Maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3981 11. Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 PrEN ISO 20884 12. Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03 13. Angka asam mg-kho/g Maks. 0,8 AOCS Ca 3-63 FBI-A01-03 14. Gliserol bebas, %-b Maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 15. Gliserol total, %-b Maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 16. Kadar ester alkir, %-b Maks, 96,5 Dihitung FBI-A03-03 17. Angka iodium, %-b (g-12/100g) Maks. 115 AOCS Ca 1-25 FBI-A04-03

18. Uji halphen Negatif AOCS Ca 1-25 FBI-A06-03

Sumber: Forum Biodiesel Indonesia, 2006

Proses tersebut bertujuan untuk menurunkan viskositas (kekentalan) minyak, sehingga mendekati viskositas solar. Viskositas yang tinggi menyulitkan pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar mesin dan menyebabkan atomisasi lebih sukar terjadi. Dan mengakibatkan pembakaran kurang sempurna serta menimbulkan endapan pada nosel (Hambali, 2007).


(21)

Biodiesel didefinisikan sebagai BBN yang dibuat dari minyak nabati, baik itu baru maupun bekas penggorengan, melalui proses transesterifikasi dan esterifikasi. Biodiesel dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi solar. Bahan dasar biodiesel adalah minyak kelapa, kelapa sawit, dan minyak jarak. Dari ketiga bahan dasar tersebut, kelapa sawit menghasilkan minyak nabati paling tinggi, yaitu 5.950 liter/ha/tahun, sedangkan kelapa 2.689 liter/ha/tahun dan biji jarak 1.892 liter/ha/tahun. Biodiesel dapat pula dihasilkan dari minyak jelantah atau minyak sisa penggorengan (Bajoe 2008).

Indonesia kaya akan bahan baku tanaman pengahasil biodiesel, diantaranya tanaman kelapa, kelapa sawit, dan jarak pagar. Ketiga tanaman tersebut dapat menghasilkan minyak di atas 1.600 liter tiap hektarnya. Ketiga tanaman tersebut sangat potensial untuk dikembangkan dan digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Hambali, 2007).

2.2. Landasan Teori

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang. Minyak nabati yang umum digunakan di dunia untuk menghasilkan biodiesel, diantaranya soybean oil (USA), minyak sawit (asia), dan minyak kelapa (filipina). Minyak nabati memiliki komposisi penyusun utama adalah gliserida, yaitu trimester gliserol dengan asam-asam lemak (C8-C24). Komposisi asam lemak dalam minyak nabati menentukan sifat fisiko-kimia minyak (Hambali, 2007).


(22)

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Minyak nabati dan biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida, sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan methanol (Y.M Choo, 1994).

Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :

1. Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).

2. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran.

3. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar dari bahan bakar di dalam mesin diesel (Y.M Choo, 1994).


(23)

Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 % -berat) asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak nabati menjadi produk (yaitu biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan. Semua minyak nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun dengan proses-proses pengolahan tertentu (Y.M Choo, 1994).

Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni) melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, bertujuan untuk mengubah trigliserida menjadi asam lemak metal ester (FAME). Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor penentu jenis proses pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kandungan kadar FFA rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode transesterifikasi (Hambali, 2007).

Metode transesterifikasi merupakan metode yang umum digunakan untuk memproduksi biodiesel yang dapat menghasilkan hingga 95% rendemen minyak biodiesel dari bahan baku minyak tumbuhan. Metode ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu:

1. Pencampuran katalis alkalin (NaOH dan KOH) dengan alkohol metanol atau etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5 – 1 wt% dan 10 – 20 wt% metanol terhadap masa minyak.

2. Pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 derajat C dengan kecepatan pengadukan konstan selama 30 – 45 menit.


(24)

3. Setelah reaksi berhenti campuran didiamkan hingga terjadi pemisahan antara metal ester dan gliserol. Metal ester yang dihasilkan disebut crude biodiesel, karena mengandung zat pengotor seperti sisa metanol dan katalis alkalin, gliserol serta sabun.

4. Metal ester yang dihasilkan tahap ketiga dicuci dengan air hangat untuk memisahkan zat pengotor dan dilanjutkan dengan menguapkan air yang terkandung dalam biodiesel (Hambali, 2007).

Reaksi kimia proses transesterifikasi O

R1 - C - OCH2 HOCH2

O O

katalis

R2 - C - OCH + 3CH3OH HOCH + 3R- C - OCH3

KOH/NaOH

O

R3- C – OCH2 HOCH2

Trigleserida Metanol Gliserol Biodiesel

Molekul metil ester adalah rantai karbon lurus yang sama dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi atau sedikit terikat yang memiliki molekul oksigen pada ujung rantai karbon. Pada aplikasi minyak tanah, tata nama asam lemak rantai terbuka dan asam lemak rantai tertutup berubah ke nama IUPAC nya yaitu ”alkane” dimana rantai karbon tertutup dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan CnH2n+2, rantai asam lemak tertutup tunggal menjadi ”alkene” (ofelin) dengan hubungan hidrokarbon yang dinyatakan dengan CnH2n, asam yang mengandung banyak rantai lemak terbuka menjadi ”alkyne” dengan hubungan hidrokarbon CnH2n-2 (Tatang, 2006).


(25)

Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada injektor (www.journeytoforever.com). Pemisahan atau konversi asam lemak bebas ini dinamakan tahap preesterifikasi.

Tabel 5. Sifat minyak-lemak nabati kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar

Minyak

Massa Jenis, (20oC), kg/liter

Viskositas Kinematika (20oC), cSt

DHc MJ/kg Angka Setana Titik Awan, o C Titik Tuang, o C

Kelapa 0,915 30 37,10 40-42 28 23-26

Sawit 0,915 60 36,90 38-50 31 23-40

Jarak pagar 0,920 77 38,00 23-41 2 -3

Sumber: Vaitilingom et al, 1997

2.2.1. Kelapa

Pohon kelapa (Cocos nucifera L.) adalah spesies tunggal dalam keluarga

Arecaceae dalam genus Cocos dan merupakan pohon palma yang besar. Dapat

tumbuh hingga 30 meter tergantung kepada varietasnya, berpelepah daun sepanjang 4-6 meter dengan helaian daun sepanjang 60-90 cm dan berumur melebihi 25 tahun (Anonimus, 2009).

Penggolongan varietas kelapa umumnya berdasarkan perbedaan umur pohon mulai berbuah, bentuk, dan ukuran buah, warna buah serta sifat – sifat khusus lainnya (Suhardiman, 1999).


(26)

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman kelapa diklasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales

Family : Palmae Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera L. (Suhardiman, 1999).

Tanaman kelapa disebut tanaman kehidupan karena setiap bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Buah kelapa dapat diambil air, daging buah, tempurung, dan sabutnya. Air kelapa dapat diolah menjadi sari kelapa. Daging kelapa dapat diolah menjadi daging kelapa parut (dasar pembuatan santan kelapa), coconut cream, coconut skim milk sampai kosmetik sebagai turunan terakhir. Kopra merupakan bahan industri minyak kelapa dan bungkil kopra (Azmil, 2006).

Tanaman kelapa didalam satu hektar dapat ditanami 100 pohon, rata-rata setiap pohon menghasilkan 45 butir buah kelapa per tahun atau 10 kg kopra. Sehingga setiap hektar, menghasilkan 4500 butir buah kelapa per tahun atau 1 ton kopra. Kebun dengan pemeliharaan yang baik, setiap pohon diharapkan dapat menghasilkan 70 butir buah kelapa per tahun atau 15 kg kopra. Sehingga tiap hektar menghasilkan 5000 butir buah kelapa atau 1,75 ton kopra. Dapat


(27)

disimpulkan bahwa untuk kebun normal dapat memberikan hasil kopra sebanyak 1,5 ton (Suhardiman, 1999).

Minyak kelapa dihasilkan dari buah kelapa tua, yang diekstrak melalui pembuatan santan dan akhirnya menjadi minyak. Dapat juga melalui proses pengeringan buah kelapa menjadi kopra dan selanjutnya diolah untuk mendapatkan minyaknya. Asam lemak yang terkandung didalamnya digolongkan ke dalam minyak asam laurat karena komposisi asam tersebut paling besar dibandingkan dengan asam lemak lainnya (Hambali, 2007).

Dalam satu molekul minyak kelapa terdiri dari satu unit gliserine dan ssejumlah asam lemak. Dan tiga unit asam lemak dari rantai karbon panjang adalah triglyseride (lemak dan minyak). Komponen glycerine memiliki titik didih tinggi yang dapat melindungi minyak dari penguapan (volatilizing). Pada biodiesel, komponen asam lemak dari minyak dikonversikan ke elemen lain yang disebut ester. Glycerine dan asam lemak dipisahkan dengan proses esterifikasi. Minyak tumbuhan bereaksi dengan alkohol dan katalis, jika minyak tumbuhan adalah metanol dan kelapa, dan komponen rektannya adalah alkohol maka akan dihasilkan coco metil ester yang merupakan nama kimia dari coco biodiesel (Hambali, 2007).

Sifat fisiko-kimia minyak kelapa meliputi kandungan air, asam lemak bebas, warna, bilangan panyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida.

Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa

Sifat Crude Cochin RBD

Kandungan air dan kotoran 1 0,1 0,03

Kadar asam lemak bebas 3 0,07 0,04

Warna (Lovibond) R/Y max. 12/75 1/10 1/10

Bilangan penyabunan - 250-264 250-264

Bilangan iod - 7-12 7-12


(28)

Sifat Crude Cochin RBD

Melting point (oC) - 24-26 24-26

Indeks refraksi (40oC) - 1,448-1,450 1,448-1,450

Sumber: Hui, 1996

Minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat. Dan berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dalam bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa dapat digolongkan ke dalam golongan non-drying oil. Dengan bilangan iod berkisar antara 7,5 – 10,5 (Tambun, 2006).

2.2.2. Kelapa Sawit

Kelapa sawit masih termasuk dalam keluarga palma. Tingginya dapat mencapai 24 meter. samping. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan

diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi

penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar (Hambali, 2007).

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya (Hambali, 2007).


(29)

Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas

Ordo

Family

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis (Hambali, 2007).

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit dengan kandungan asam lemak yang bervariasi, baik dalam panjang maupun struktur rantai karbonnya. Panjang rantai karbon minyak kelapa sawit berkisar antara atom C12-C20 (Hambali, 2007).

Tabel 7. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit

Sifat Jumlah

Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) 190,1-201,7

Bilangan iod (wijs) 50,6-55,1

Melting point (oC) 31,1-37,6

Indeks refraksi (50oC) 1,455-1,456

Sumber: Hui, 1996

Minyak sawit mengandung sejumlah kecil komponen non-trigliserida, seperti karotenoid, tokoperol, tokotrienol, sterol, phospatida, dan alkohol alipatik dan selanjutnya disebut komponen minor. Jumlah komponen minor dalam minyak sawit sekitar 1%. Tiga komponen minor pertama kelapa sawit memiliki peranan penting dalam mempertahankan stabilitas minyak, dan merupakan agen antioksidan alami yang menjaga stabilitas minyak akibat oksidasi. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 500-700 ppm karoten dan 600-1.000 ppm tokotrienol


(30)

dan tokoperol. Umumnya karoten hadir dalam bentuk á dan â-karoten dan berperan sebagai sumber vitamin A sedangkan tokotrienol dan tokoperol merupakan sumber vitamin E (Hambali, 2007).

Minyak sawit dapat digunakan untuk bahan makanan dan industry melalui proses ekstraksi dan pemurnian, seperti penjernihan dan penghilangan bau atau dikenal dengan RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil). Setelah itu CPO dapat difraksinasi menjadi RBD stearin dan RBD olein dengan komposisi asam lemak yang berbeda. RBD olein terutama digunakan untuk pembuatan minyak goreng, sedangkan RBD stearin terutama dipakai untuk margarine, serta bahan baku industry sabun dan deterjen (Hambali, 2007).

Secara umum, proses pengolahan minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD (palm fatty acid distillate), dan 0,5% bahan lainnya. Pada umumnya PFAD digunakan untuk industry, baik sebagai bahan baku sabun maupun makanan ternak. PFAD memiliki kandungan FFA (free fatty acid) sekitar 81,7%, gliserol 14,4%, squalane 0,8%, vitamin E 0,5%, sterol 0,4%, dan lain-lain 2,2% (Hambali, 2007).

Produk-produk turunan minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel di antaranya CPO, CPO low grade (kandungan FFA tinggi), PFAD, dan RBD olein. Sebelum diolah menjadi biodiesel, CPO membutuhkan proses pemurnian (degumming) yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor yang terdapat dalam minyak, seperti gum dan fosfatida (Hambali, 2007).


(31)

2.2.3. Jarak Pagar

Jarak telah dikenal oleh masyarakat Indonesia, sebagai tanaman obat tradisional dan pagar hidup. Jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae, berupa perdu dengan tinggi 1-7m, bercabang tidak teratur, dan batangnya berkayu berbentuk silindris. Daun tanaman jarak tunggal berlekuk dan bersudut tiga atau lima. Panjang daun 5 - 15 cm dengan tulang daun menjari. Buah jarak berupa buah kotak berbentuk bulat telur, berdiameter 2 - 4 cm, dan panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong, berwarna cokelat kehitaman dan mengandung minyak (30 - 50%) (Hambali, 2007).

Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas Linn. (Hambali, 2006).

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan. Tanaman ini juga mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang beriklim panas, tandus, dan berbatu. Wilayah yang cocok sebagai tempat tumbuhnya adalah dataran rendah hingga ketinggian 300 m dpl. Namun, sebaran tumbuhnya


(32)

dapat mencapai ketinggian 1000 m dpl dengan temperatur tahunan sekitar 18o -28,5o C (Hambali, 2006).

Tabel 8. Sifat fisik minyak jarak pagar

Sifat Fisik Satuan Nilai

Titik nyala oC 236

Viskositas pada 30oC Mm2/s 0,9177

Densitas pada 15oC g/cm3 49,15

Residu karbon % (m/m) 0,34

Kadar abu sulfat % (m/m) 0,007

Titik tuang oC -2,5

Kadar air Ppm 935

Kadar sulfur Ppm <1

Bilangan asam Mg KOh/g 4,75

Bilangan iod g iod/100 g minyak 96,5

Sumber: Hambali et al., 2006

Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m dpl. Curah hujan berkisar 300 - 2.380 ml/tahun. Dengan pemeliharaan yang baik, jarak pagar dapat hidup lebih dari 25 tahun. Produktifitas jarak setelah berumur 5 tahun berkisar 3 - 4 kg/biji/pohon/tahun. Produktifitas akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2.500 pohon/ha, tingkat produktifitas rata-rata antara 7,5 - 10 ton biji/ha tergantung pada kualitas benih, agroklimat, kesuburan tanah, dan pemiliharaan. Jika kandungan minyak sebesar 30% dan yang dapat diekstrak sebesar 25%, setiap hektar lahan dapat diperoleh 1,9 - 2,5 ton minyak/ha/tahun (Hambali, 2007).

Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat kernel (daging biji) dan 40% berat kulit. Inti biji jarak pagar mengandung sekitar 50% minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksana. Minyak jarak pagar merupakan jenis minyak yang memiliki komposisi trigliserida yang mirip dengan minyak kacang tanah. Tidak seperti jarak kaliki (Ricinus communis), kandungan asam


(33)

lemak esensial dalam minyak jarak pagar cukup tinggi sehingga sebenarnya dapat dikonsumsi sebagai minyak makan, asalkan toksin yang berupa phorbol ester dan

curcin dapat dihilangkan (Hambali, 2006).

Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish,

lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum, oil cloth dan sebagai bahan baku dalam

industri-industri plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin

(Ketaren, 1986).

Efisiensi teknik mengukur sampai sejauh mana seorang petani mengubah masukan menjadi keluaran pada tingkat dan faktor ekonomi dan teknologi tertentu. Ini berarti, dua orang petani menggunakan jumlah dan jenis masukan dan teknologi yang sama mungkin akan memproduksi jumlah keluaran yang berbeda. Sebagian perbedaan ini mungkin disebabkan oleh karakteristik yang ada pada individu dan faktor – faktor yang dipengaruhi oleh kebijakan publik

(Battese dan Coelli, 1988).

Ortega et all. (2002) mengatakan bahwa faktor - faktor seperti luas usahatani, karekteristik demografi dan produsen, serta kebijakan publik mempunyai kontribusi terhadap perbedaan tingkat efisiensi teknik.


(34)

2.3. Kerangka Pemikiran

Kelangkaan bahan bakar minyak saat ini yang disebabkan oleh semakin menipisnya cadangan bahan bakar minyak dunia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan pencarian sumber bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak. Bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati adalah bahan bakar yang diperoleh dari tanaman yang menghasilkan minyak sebagai bahan bakar.

Biodiesel merupakan salah satu dari bahan bakar nabati yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Penelitian dan pengembangan minyak biodiesel saat ini semakin gencar dilakukan berbagai pihak. Biodiesel dapat diperoleh dari beberapa jenis tanaman seperti tanaman jarak pagar, kelapa dan kelapa sawit.

Dari setiap tanaman tersebut akan diperoleh minyak yang dapat dijadikan biodiesel dengan melakukan berbagai cara pengolahan. Minyak yang diperoleh dari tanaman jarak, kelapa, dan kelapa sawit diperoleh dengan proses transesterifikasi. Minyak yang dihasilkan akan disesuaikan dengan syarat-syarat untuk menyatakan minyak tersebut dapat digunakan sebagai biodiesel atau tidak.

Dalam kegiatan pengolahan minyak biodiesel ini terdapat biaya-biaya produksi, untuk itu diperlukan perhitungan analisis efisiensi untuk mengetahui seberapa besar tingkat efisiensi dari pengolahan ketiga tanaman tersebut hingga menjadi minyak biodiesel yang siap digunakan.


(35)

Secara sistematika kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar1. Skema Kerangka Pemikiran.

Keterangan:

: menyatakan proses

Jarak Pagar Kelapa Sawit Kelapa

Minyak Biodiesel Proses Produksi

Analisis Efesiensi

Efesiensi Teknis Efesiensi Ekonomis Minyak Nabati


(36)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Pengumpulan Data

Adapun data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari lembaga atau instansi serta dinas yang terkait dengan penelitian ini serta literature yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

3.2. Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah tingkat efisiensi teknis dalam proses produksi biodiesel dari ketiga tanaman tersebut dilakukan dengan cara meneliti seberapa banyak proses yang dilalui dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk menghasilkan biodiesel, dalam analisis teknis ini juga dilihat berapa banyak hasil biodiesel yang dapat diperoleh dari tiap prosesnya.

Dalam analisis teknis ini, yang akan dijadikan sebagai karakter terefisien secara teknis adalah tanaman yang dalam proses pembuatan biodieselnya memiliki proses yang singkat, waktu yang singkat serta menghasilkan biodiesel yang tinggi jika dibandingkan dengan tanaman lainnya.

Untuk identifikasi masalah tingkat efisiensi ekonomis menggunakan rumus:

Efisiensi = revenue

Cost

Jika ef > 1 = efisien Jika ef < 1 = tidak efisien

Dimana revenue merupakan total pendapatan yang diperoleh dari seluruh hasil produksi dengan menggunakan harga biodiesel murni, sedangkan cost


(37)

merupakan seluruh biaya dalam usaha menghasilkan biodiesel, dimana didalamnnya terdapat biaya bahan baku dan biaya produksi.

Dalam proses perhitungan nilai efisiensi secara ekonomis terdapat biaya bahan baku dan biaya produksi biodiesel. Biaya bahan baku yang digunakan dalam perhitungan analisis tersebut merupakan biaya pembelian bahan baku, tidak termasuk biaya dalam pengadaan bahan baku seperti biaya pembudidayaan tanaman tersebut.

Biaya produksi dalam analisis ekonomis ini merupakan biaya produksi dari masing – masing teknik pembuatan biodiesel. Dari ketiga tanaman tersebut akan dianalisis secara ekonomis dalam produksi biodiesel dengan menggunakan semua teknik pembuatan yang ada. Setelah itu akan diketahui tanaman yang paling efisien adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomis tertinggi.

Nilai efisiensi tertinggi diantara ketiga tanaman tersebut menunjukan bahwa tanaman tersebut paling efisien untuk dijadikan bahan baku dalam proses pembuatan biodiesel baik secara efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomisnya. Sebaliknya nilai terendah menunjukan tingkat efisiensi terendah baik secara ekonomis dan teknis serta dinyatakan tidak layak untuk dijadikan bahan baku dalam usaha biodiesel.

Untuk identifikasi masalah rendemen minyak biodiesel yang dihasilkan dari ketiga tanaman tersebut diperoleh dari data – data sekunder yang berasal dari intansi atau dinas terkait yang telah meneliti berapa besar rendemen yang dihasilkan.


(38)

3.3. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam usulan penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.3.1. Definisi Operasional

1. Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru maupun bekas penggorengan dan melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi.

2.Rendemen minyak biodiesel adalah nilai atau jumlah minyak biodiesel yang diperoleh dari setiap tanaman penghasil minyak biodiesel dalam %.

3.Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolis.

4. Jarak Pagar adalah sejenis tanaman perdu yang memiliki minyak yang diekstrak dari bijinya yang kemudian diolah menjadi minyak biodiesel.

5.Kelapa Sawit adalah tanaman perkebunan yang memiliki minyak yang biasanya dijadikan sumber minyak goring, akan tetapi minyak dari kelapa sawit juga dapat diolah menjadi minyak biodiesel.

6.Kelapa adalah tanaman yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai tanaman penghasil santan dan minyak kelapa, minyak kelapa yang dihasilkan ini dapat diolah menjadi minyak biodiesel.

7. Efesiensi adalah nilai pendapatan dari pembuatan biodiesel dibagi dengan biaya yang dikeluarkan selama pembuatan biodiesel tersebut.


(39)

3.3.2. Batasan Operasional

1. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber literatur serta instansi yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Waktu penelitian adalah tahun 2010.


(40)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Biodiesel

Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas atau daur ulang.

Biodiesel memiliki beberapa keunggulan sebagai bahan bakar alternatif seperti pada pemaparan awal skripsi ini. Selain keunggulan, biodiesel memiliki kelemahan. Minyak nabati mempunyai viskositas (kekentalan) 20 kali lebih tinggi daripada bahan bakar diesel fosil sehingga mempengaruhi atomisasi bahan bakar dalam ruang bakar motor diesel.

Atomisasi yang kurang baik akan menurunkan daya (tenaga) mesin dan pembakaran menjadi tidak sempurna. Karena itu, viskositas minyak nabati perlu diturunkan melalui proses transesterifikasi metil ester nabati atau FAME. Proses ini menghasilkan bahan bakar yang sesuai dengan sifat dan kinerja diesel fosil.

Manfaat utama dari biodiesel adalah mengurangi ketergantungan pada energi fosil, menurunkan polusi udara, dan tentu saja energi ini tersedia di alam serta dapat diperbaharui (MacLean dan Lave 2003; Pertamina 2006). Tujuannya adalah mensubstitusi bahan bakar fosil dan menciptakan energi hijau (green fuel) yang ramah lingkungan. Rendahnya kualitas udara diasosiasikan dengan hasil pembakaran bahan bakar fosil. Sebagai contoh, untuk lingkup Asia Tenggara, Jakarta memiliki kualitas udara yang lebih rendah dari Bangkok, Manila, dan Kuala Lumpur (Coxhead 2003).


(41)

Teknologi biodiesel relatif sederhana dengan produk berupa alkil ester asam lemak (metil atau etil ester) yang diproduksi melalui proses transesterifikasi. Teknologi tersebut telah menjadi “milik umum” dan dikuasai Indonesia. Beberapa rancang-bangun pabrik biodiesel telah dikembangkan dan produk yang dihasilkan telah diuji, termasuk road test. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan/Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung telah mengembangkan mesin pengolah biodiesel berkapasitas 50 liter dengan waktu proses 6−8 jam (Prastowo 2007).

4.2. Proses Pembuatan Biodiesel

4.2.1. Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam.


(42)

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

4.2.2. Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber atau pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat (Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.


(43)

4.3. Tanaman Penghasil Biodiesel

Tanaman penghasil biodiesel yang dibahas disini adalah tanaman yang memiliki minyak yang dapat diolah menjadi biodiesel sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil. Tanaman tersebut antara lain:

4.3.1. Kelapa

Biodiesel yang dihasilkan dari tanaman kelapa disebut cocodiesel atau

coco methyl ester (CME). Dalam memproduksi biodiesel, minyak kelapa yang

telah diekstrak dari daging buah kelapa baik melalui pembuatan santan hingga menjadi minyak, atau melalui pengeringan daging buah menjadi kopra yang kemudian diolah menjadi minyak kelapa, diolah melalui proses reaksi transesterifikasi untuk memperoleh biodiesel tersebut.

Untuk memproduksi biodiesel dari kelapa, perlu dilakukan beberapa tahapan seperti berikut ini:

1. Daging buah kelapa diektrak (baik dari santannya ataupun dari kopra) untuk diambil minyak kelapa.

2. Minyak kelapa yang didapat ditambahkan dengan metanol dan katalis basa melalui reaksi transesterifikasi tahap pertama.

3. Reaksi tersebut akan menghasilkan cocodiesel kasar serta gliserin.

4. Pisahkan gliserin dari cocodiesel kasar, kemudian tambahakan metanol dan KOH pada cocodiesel kasar tersebut.

5. Lakukan reaksi transesterifikasi tahap kedua, reaksi ini juga akan menghasilkan gliserin, pisahkan kembali gliserin dari cocodiesel kasar.


(44)

6. Setelah diperoleh cocodiesel kasar, lakukan pencucian untuk menghilangkan zat – zat pengotor lainnya, setelah itu lakukan pengeringan.

7. cocodiesel siap untuk digunakan pada mesin diesel baik dalam keadaan murni 100 % ataupun dicampur dengan solar.

4.3.2. Kelapa Sawit

Minyak sawit yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel.

Proses transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H) dengan minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58-65°C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan.

Tepat pada suhu reactor 63°C, campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%. Selanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar daripada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu proses transesterifikasi II.

Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester. Setelah proses transesterifikasi II selesai, dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar


(45)

gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek daripada pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses pencucian.

Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55°C. Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi normal (pH 6,8-7,2).

Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95°C secara sirkulasi.

Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel – partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku. Biodiesel dari minyak kelapa sawit siap untuk digunakan.

4.3.3. Jarak Pagar

Untuk mendapatkan biodiesel dari tanaman jarak pagar, biji jarak pagar yang menjadi bahan utama pembuatan biodiesel perlu melalui beberapa tahapan pengolahan. Selain menghasilkan biodiesel dalam pengolahan biji jarak pagar dalam satu siklus produki akan menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO).


(46)

Tahapan pengolahannya seperti berikut ini: Produksi Crude Jatropha Oil

1. Bersihkan biji jarak pagar kemudian lakukan blanching atau rendam biji dalam air mendidih selama 5 menit, lalu angkat dan tiriskan.

2. Keringkan biji dengan alat pengering atau dijemur. Kemudian masukkan biji ke dalam mesin pemisah tempurung dari daging buah. Tahapan ini untuk kapasitas sekitar 300 – 500 kg biji per hari, jika kapasitas lebih besar tahapan ini tidak diperlukan.

3. Giling daging buah dan siap untuk dipres.

4. Pres serbuk biji dengan mesin pres. Setiap tekanan akan menghasilkan minyak yang langsung masuk ke tempat penampungan. Lakukan pengepresan hingga tiga kali. Rendemen minyak yang diperoleh sekitar 45% dari biji tanpa tempurung dan 30 – 35% dengan tempurung.

5. Tahapan ini akan menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang dapat digunakan untuk bahan bakar rumah tangga pencampur minyak tanah (CJO : minyak tanah = 30% : 70%).

Setelah minyak jarak diperoleh dari tahapan tadi, untuk mendapatkan biodiesel diperlukan tahapan pengolahan lanjutan. Tahapan tersebut antara lain: 1. Minyak jarak yang telah diperoleh dari pengepresan biji jarak dipanaskan

dengan suhu konstan antara 55 – 60oC. Selama dipanaskan siapkan campuran katalis dengan metanol untuk reaksi transesterifikasi.

2. Tambahkan campuran katalis dan metanol tadi dengan minyak jarak. Tahapan ini disebut reaksi transesterifikasi.


(47)

3. Pada reaksi transesterifikasi tersebut akan dihasilkan gliserol dan biodiesel kasar, lakukan pemisahan antara gliserol dan biodiesel kasar.

4. Lakukan purifikasi atau pemurnian terhadap biodiesel kasar tadi untuk menghasilkan biodiesel.

5. Biodiesel siap untuk digunakan.

4.4. Tinjauan Beberapa Proses Produksi Pembuatan Biodiesel

4.4.1. Proses Biox

Proses BIOX adalah proses produksi biodiesel berkualitas ASTM D6751 atau EN 14214 yang dapat menggunakan feedstock apapun (minyak tumbuhan, minyak biji-bijian, limbah lemak hewan, bahkan daur ulang sisa minyak masak), dan dengan biaya produksi yang dapat bersaing dengan petroleum diesel (www.bioxcorp.com).

4.4.2. Proses Lurgi

Proses Lurgi adalah proses produksi biodiesel yang juga dapat menggunakan feedstock apapun (minyak tumbuhan, minyak biji-bijian, limbah lemak hewan, bahkan daur ulang sisa minyak masak). Proses Lurgi ini dilakukan secara kontinyu dengan tahap esterifikasi dan tahap transesterifikasi. Tahap transesterifikasi pada proses Lurgi ini dilakukan dengan 2 tahap dalam 2 reaktor yang terpisah. Masing-masing reaktor terdiri dari bagian berpengaduk dan bak penampungan yang berfungsi sebagai dekanter.

4.4.3. Proses MPOB (Malaysia)

MPOB (Malaysian Palm Oil Board) adalah suatu badan riset pemanfaatan kelapa sawit yang juga memiliki teknologi proses produksi biodiesel. Proses ini memproduksi metil ester melalui tahap esterifikasi dan transesterifikasi


(48)

dengan menggunakan natrium hidroksida (NaOH) sebagai katalis dan metanol sebagai reaktannya sehingga dapat dikatakan sebagai reaksi metanolisis.

4.4.4. Biodiesel ITB

Proses pembuatan biodiesel ITB terdiri dari unit esterifikasi, unit transesterifikasi, unit pemurnian, unit penyiapan metoksida, serta unit recovery metanol. Proses produksi dilakukan secara batch pada skala pilot. Metanol digunakan dengan perbandingan metanol : minyak nabati hanya 1,5 kali stoikiometri (4,5 : 1), sedangkan katalis digunakan sebanyak 1%-b minyak nabati.

4.5. Rendemen Minyak yang Dihasilkan

Ketiga tanaman penghasil minyak yang dapat dijadikan bahan alternatif pembuatan minyak nabati dan sebagai bahan bakar alternatif yaitu biodiesel. Kesemua tanaman tersebut memiliki tingkat rendemen minyak yang berbeda – beda. Ketiga tanaman yang dipilih memiliki rendemen minyak yang paling tinggi diantara tanaman – tanaman penghasil minyak nabati yang bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.

Perbedaan tingkat rendemen minyak tidak hanya terjadi diantara ketiga tanaman tersebut tetapi terjadi juga pada tiap – tiap tanaman. Hal ini terjadi diakibatkan oleh daerah produksi tanaman, teknik penanaman dan perawatan dan pengolahan tanaman tersebut. Perbedaan tingkat rendemen minyak juga terjadi pada tiap tanaman yang diproses dengan teknik yang berbeda – beda. Tabel berikut ini merupakan hasil pengolahan data dari pihak – pihak yang telah melakukan riset terhadap pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel.


(49)

Tabel 9. Rendemen Biodiesel

Teknik Produksi Biodiesel

Biox Lurgi MPOB ITB

Kelapa 95 % 95 % 95 % 94 %

Kelapa Sawit 97 % 98 % 95 % 96.5 %

Jarak Pagar 95 % 92 % 95 % 92 %

Tabel diatas menjelaskan bahwa dari tiap – tiap tanaman memiliki tingkat rendemen yang berbeda, begitu juga halnya dengan teknik yang digunakan dalam produksinya akan menghasilkan rendemen yang berbeda pula. Rendemen yang dihasilkan adalah rendemen yang mendekati 100 % bagian tanaman yang dapat dijadikan biodiesel.

4.6. Analisis Efisiensi

4.6.1. Analisis Efisiensi Teknis Biodiesel

Dalam analisis efisiensi teknis biodiesel, yang akan dianalisis adalah proses pembuatan biodiesel mulai dari awal hingga terbentuknya biodiesel siap pakai. Dalam hal ini yang menjadi acuan analisis efisiensi adalah berapa tahapan proses yang akan dilalui, berapa lama waktu yang diperlukan dalam proses tersebut dan berapa banyak rendemen minyak yang dapat dihasilkan.

Teknik biodiesel yang dianalisis disini adalah teknik – teknik biodiesel yang telah dijelaskan sebelumnya, antara lain: teknik Biox, Lurgi, MPOB, dan teknik ITB. Tabel berikut merupakan ringkasan hasil analisis teknik biodiesel dari ketiga tanaman penghasil biodiesel.


(50)

Tabel 10. Tahapan Teknik Produksi Biodiesel

Teknik Produksi Tahapan Waktu

Jumlah Tahapan (menit)

Biox 2 Fasa Metanol 45

Fasa Trigliserida 45

Lurgi MPOB ITB 1 2 1 2 1 2 esterifikasi

transesterifikasi (R. Terpisah) esterifikasi

transesterifikasi (Reaktor Seri) esterifikasi transesterifikasi 45 60 30 65 90 70 Keterangan: R. Terpisah = Reaktor Terpisah.

Dari tabel 10, dapat kita ketahui bahwa tiap – tiap teknik produksi biodiesel memiliki tahapan yang berbeda baik dari jumlah maupun sistem kerjanya. Waktu yang digunakan pada tabel 10 diatas merupakan waktu rata – rata untuk menghasilkan biodiesel dari berbagai jenis minyak nabati. Rendemen minyak yang dihasilkan telah lebih dulu dipaparkan.

Tabel berikut merupakan tabel perbandingan antara ketiga tanaman dengan keempat teknik produksi biodiesel.

Tabel 11. Perbandingan Rendemen Biodiesel

Jumlah Tahapan Waktu (menit) Rendemen Kelapa K. Sawit J.Pagar

Biox 2 90 95% 97% 95%

Lurgi 3 105 95% 98% 92%

MPOB ITB 3 3 95 160 95% 94% 95% 96.5% 95% 92% Sumber: Pengolahan data tabel 9 dan tabel 10.

Dari data pada tabel 11, kita bandingkan tahapan dan waktu proses teknik produksi dan rendemen biodiesel yang dihasilkan dari tiap – tiap teknik pengolahan biodiesel dari ketiga tanaman tersebut. Dari tabel tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa untuk tingkat efisiensi teknis pembuatan biodiesel tertinggi atau terefisien adalah dengan menggunakan teknik Biox. Kesimpulan ini didapat, karena dalam teknik Biox, tahapan yang dilalui hanya 2 tahapan dengan


(51)

waktu yang relatif lebih sedikit dan dapat menghasilkan rendemen minyak yang lumayan tinggi dari ketiga tanaman tersebut. Sedangkan untuk nilai efisiensi terendah adalah teknik ITB, karena menggunakan tahapan yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama, sedangkan rendemen minyak yang dihasilkan tidak terlalu jauh berbeda dengan teknik Biox.

4.6.2. Analisis Efisiensi Ekonomi Biodiesel

Dalam analisis ekonomis produksi biodiesel ini, hal yang dihitung adalah seluruh biaya produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi biodiesel per liternya, termasuk didalamnya biaya bahan baku baik bahan baku utama (minyak nabati) maupun bahan baku pendukung (alkohol dan katalis, yang digunakan dalam proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak nabati), serta seluruh pemasukan dari penjualan biodiesel.

Ini dimaksudkan agar dapat dilihat teknik produksi biodiesel yang terefisien dalam segi ekonomisnya. Dalam perhitungan ekonomis ini tidak dimasukkan biaya investasi peralatan ataupun biaya investasi pabrik. Disini hanya akan dibahas biaya produksi per liter biodiesel. Ini dikarenakan dalam skripsi ini tidak dilihat kelayakan usaha pabrik pembuatan biodiesel, tetapi hanya melihat berapa besar biaya produksi biodiesel.

Tabel – tabel berikut ini akan menunjukkan jumlah biaya produksi dalam tiap – tiap teknik produksi biodiesel dari ketiga tanaman penghasil biodiesel tersebut.


(52)

Tabel 12. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Biox

Jumlah Biaya

Bahan Baku Minyak *

Kelapa 1000 Liter Rp 6.000.000

Kelapa Sawit 1000 Liter Rp 7.700.000

Jarak Pagar 1000 Liter Rp 6.500.000

Bahan Pelarut

KO 250 Liter (Fasa Metanol) Rp 1.315.000 THF 250 Liter (Fasa Metanol) Rp 1.075.000 Metanol 300 Liter (Fasa Trigleserida) Rp 828.000 Trigleserida 100 liter (Fasa Trigleserida) Rp 138.000 Fasa Metanol 1 Tahap (Rp150.000/100 l) Rp 1.500.000 Fasa Trigleserida 1 Tahap (Rp100.000/100 l) Rp 1.000.000

Total Biaya Rp 5.856.000 + *

Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak Tabel 13. Biaya Produksi Biodiesel Teknik Lurgi

Jumlah Biaya

Bahan Baku Minyak*

Kelapa 1000 Liter Rp 6.000.000

Kelapa Sawit 1000 Liter Rp 7.700.000

Jarak Pagar 1000 Liter Rp 6.500.000

Bahan Pelarut

Metanol Esterifikasi 250 Liter Rp 690.000 Katalis Basa Esterifikasi 150 Liter Rp 207.000 Metanol Transesterifikasi 500 Liter Rp 1.380.000 Katalis Basa Transesterikasi 250 Liter Rp 345.000 Tahap Esterifikasi 1 Tahap (Rp250.000/100 l) Rp 2.500.000 Tahap Transesterifikasi 2 Tahap (@ Rp500.000/100 l) Rp 10.000.000 Degumming 1 Tahap (Rp300.000/100 l) Rp 3.000.000 Washing and drying 2 Tahap (@ 350.000Rp/100l) Rp 7.000.000 Destilasi 1 Tahap (Rp300.000/100 l) Rp 3.000.000

Total Biaya Rp 28.122.000 + *

Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak Tabel 14. Biaya Produksi Biodiesel Teknik MPOB

Jumlah Biaya

Bahan Baku Minyak*

Kelapa 1000 Liter Rp 6.000.000

Kelapa Sawit 1000 Liter Rp 7.700.000

Jarak Pagar 1000 Liter Rp 6.500.000

Bahan Pelarut

Metanol 6000 Liter Rp 16.560.000

Katalis Basa Esterifikasi 1000 Liter Rp 1.380.000 Katalis Basa Transesterifikasi 375 Liter Rp 517.500 Tahap Esterifikasi 1 Tahap (Rp 300.000/100 l) Rp 3.000.000 Tahap Transesterifikasi 2 Tahap (@ Rp 400.000/100 l) Rp 8.000.000 Degumming 1 Tahap (Rp 200.000/100 l) Rp 2.000.000


(53)

Jumlah Biaya

Destilasi 1 Tahap (Rp 300.000/100 l) Rp 3.000.000

Total Biaya Rp 34.457.500 + *

Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak Tabel 15. Biaya Produksi Biodiesel Teknik ITB

Jumlah Biaya

Bahan Baku Minyak*

Kelapa 1000 Liter Rp 6.000.000

Kelapa Sawit 1000 Liter Rp 7.700.000

Jarak Pagar 1000 Liter Rp 6.500.000

Bahan Pelarut

Metanol esterifikasi 4500 Liter Rp 12.420.000 Katalis Basa Esterifikasi 1000 Liter Rp 1.380.000 Metanol Transesterifikasi 500 liter Rp 1.380.000 Katalis Basa Transesterifikasi 375 Liter Rp 517.500 Metoksida Transesterifikasi 150 Liter Rp 1.104.000 H2SO4 Transesterifikasi 175 Liter Rp 1.288.000 Tahap Esterifikasi 1 Tahap (Rp 400.000/100 l) Rp 4.000.000 Tahap Transesterifikasi 2 Tahap (@ Rp 450.000/100 l) Rp 9.000.000 Destilasi 1 Tahap (Rp 400.000/100 l) Rp 4.000.000

Total Biaya Rp 35.089.500 + *

Keterangan = * pada total biaya adalah biaya salah satu bahan baku minyak

Berikutnya akan dianalisis berapa besar tingkat efisiensi dari keempat teknik biodiesel tersebut, dan akan ditentukan teknik biodiesel yang mana dan menggunakan bahan baku apa yang paling efisiensi secara ekonomisnya.

Dalam analisis efisiensi ekonomis ini terdapat nilai pendapatan, nilai pendapatan disini merupakan pendapatan penjualan biodiesel per 1000 liter biodiesel dengan harga jual biodiesel adalah Rp 4500/liter. Harga itu bukanlah harga yang sebenarnya, itu merupakan harga jual biosolar atau dengan kata lain biodiesel yang telah dicampur dengan solar. Sehingga harga tersebut adalah harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah (harga subsidi solar Rp 4500/liter).

Dalam analisis efisiensi ekonomis ini juga akan dilihat berapa tingkat efisiensinya dengan harga dari masing – masing biodiesel. Dan selanjutnya akan dibandingkan dengan tingkat efisiensi dengan harga biosolar yang disubsidi pemerintah.


(54)

Analisis efisiensi ekonomis dari tiap – tiap bahan baku dan teknik pengolahannya akan ditampilkan dalam tabel diberikut ini (tabel 16 sampai tabel 18 menggunakan harga biodiesel dengan subsidi dari pemerintah) :

Tabel 16. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500

Cost Rp 11.856 Rp 34.122 Rp 40.457 Rp 41.089

Efisiensi 0.379 0.131 0.111 0.109

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Dari tabel diatas dapat diketahui nilai efisiensi ekonomis biodiesel kelapa dari masing – masing teknik produksi, nilai yang diperoleh menunjukan tingkat efisiensinya berbeda – beda. Walaupun pendapatan yang diperolehnya sama besar ini karena harga yang digunakan dalm menghitung pendapatan menggunakan harga biodiesel subsidi pemerintah (biosolar).

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.379 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku kelapa tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.131 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku kelapa tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.111 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku kelapa tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.109 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku kelapa tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.


(55)

Semua nilai efisiensi yang diperoleh dinyatakan tidak atau belum efisiensi karena indikator efisiensinya suatu teknik dinyatakan dengan angka 1, sedangkan seluruh nilai diatas belum mencapai angka 1.

Tetapi jika keempat nilai tersebut dibandingkan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari keempat teknik produksi biodiesel dengan bahan baku kelapa yang paling efisien secara ekonomis adalah teknik produksi Biox, karena nilai efiseinsinya mendekati angka 1. Sedangkan yang terendah adalah teknik ITB karena nilai yang diperoleh lebih kecil dari keempat teknik tersebut.

Tabel 17. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500

Cost Rp 13.556 Rp 35.822 Rp 42.157 Rp 42.789

Efisiensi 0.331 0.125 0.106 0.105

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.331 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.125 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Begitu juga dengan nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.106 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.105 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.


(56)

Dan jika dibandingkan semuanya, maka yang paling efisien secara ekonomis adalah teknik Biox karena mendekati nilai indikator efisiensi ekonomis. Dan yang paling tidak efisien adalah teknik produksi ITB.

Tabel 18. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Jarak Pagar

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500 Rp 4.500

Cost Rp 12.356 Rp 34.622 Rp 40.957 Rp 41.589

Efisiensi 0.364 0.129 0.109 0.108

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.364 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.129 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.109 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.108 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Semua nilai efisiensi yang diperoleh dinyatakan tidak atau belum efisiensi karena indikator efisiensinya suatu teknik dinyatakan dengan angka 1, sedangkan seluruh nilai diatas belum mencapai angka 1.

Tetapi jika keempat nilai tersebut dibandingkan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari keempat teknik produksi biodiesel dengan bahan baku kelapa yang


(57)

efiseinsinya mendekati angka 1. Dan yang paling tidak efisien adalah teknik ITB dengan perolehan nilai terkecil.

Berikut ini adalah tabel – tabel tingkat efisiensi dengan harga biodiesel yang seharusnya dari tiap – tiap bahan baku dan teknik produksinya :

Tabel 19. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 6.800 Rp 8.300 Rp 7.500 Rp 6.500

Cost Rp 11.856 Rp 34.122 Rp 40.457 Rp 41.089

Efisiensi 0.573 0.243 0.185 0.158

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.573 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku kelapa belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.243 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku kelapa tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.185 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku kelapa tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.158 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku kelapa tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Semua nilai efisiensi yang diperoleh dinyatakan tidak atau belum efisiensi karena indikator efisiensinya suatu teknik dinyatakan dengan angka 1, sedangkan seluruh nilai diatas belum mencapai angka 1.

Tetapi jika keempat nilai tersebut dibandingkan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari keempat teknik produksi biodiesel dengan bahan baku kelapa yang paling efisien secara ekonomis adalah teknik produksi Biox, karena nilai


(58)

efiseinsinya mendekati angka 1. Sedangkan yang terendah adalah teknik ITB karena nilai yang diperoleh lebih kecil dari keempat teknik tersebut.

Tabel 20. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 6.800 Rp 8.300 Rp 7.500 Rp 7.500

Cost Rp 13.556 Rp 35.822 Rp 42.157 Rp 42.789

Efisiensi 0.501 0.231 0.177 0.175

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.501 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku kelapa sawit belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.231 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Begitu juga dengan nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.177 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.175 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Dan jika dibandingkan semuanya, maka yang paling efisien secara ekonomis adalah teknik Biox karena mendekati nilai indikator efisiensi ekonomis. Dan yang paling tidak efisien adalah teknik produksi ITB.


(59)

Tabel 21. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Jarak Pagar

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 6.800 Rp 8.300 Rp 7.500 Rp 6.800

Cost Rp 12.356 Rp 34.622 Rp 40.957 Rp 41.589

Efisiensi 0.550 0.239 0.183 0.163

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.550 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku jarak pagar belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0. 239 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.183 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.163 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Semua nilai efisiensi yang diperoleh dinyatakan tidak atau belum efisiensi karena indikator efisiensinya suatu teknik dinyatakan dengan angka 1, sedangkan seluruh nilai diatas belum mencapai angka 1.

Tetapi jika keempat nilai tersebut dibandingkan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari keempat teknik produksi biodiesel dengan bahan baku kelapa yang paling efisien secara ekonomis adalah teknik produksi Biox, karena nilai efiseinsinya mendekati angka 1. Dan yang paling tidak efisien adalah teknik ITB dengan perolehan nilai terkecil.

Dari tabel – tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa (dengan membandingkan nilai efisiensi eknomis dengan harga biosolar dengan harga biodiesel yang seharusnya) untuk tingkat efisiensi tertinggi secara ekonomis


(60)

adalah dengan teknik Biox yang menghasilkan biodiesel dengan bahan baku minyak nabati yang berasal dari tanaman kelapa tetapi jika kita lihat rendemen yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelapa sawit, karena itu ditarik kesimpulan akhir bahwa yang terefisien secara ekonomis adalah teknik Biox dengan bahan baku kelapa sawit. Sedangkan untuk nilai efisiensi terendah secara ekonomis adalah teknik ITB dengan tanaman jarak pagar karena nilai efisiensinya paling rendah dan begitu juga dengan nilai rendemen minyaknya.

Biodiesel telah dapat diciptakan, tetapi dalam hal produksinya masih memerlukan biaya yang besar, apalagi untuk membangun fasilitas produksi, investasi yang diperlukan sangat besar dan tentunya akan berimbas pada penambahan biaya pada harga jual konsumen untuk menutupi seluruh biayanya. Ini mengakibatkan belum banyaknya perusahaan yang mengusahakan produksi biodiesel, karena jika harga jual biodiesel nantinya disesuaikan dengan harga produksi yaitu sekitar > Rp 4500/liter, tentunya konsumen enggan untuk membelinya karena masih adanya solar seharga Rp 4500/liter.

Dengan begitu biodiesel belum bisa bersaing dengan solar yang memiliki harga jauh lebih rendah, dengan adanya subsidi dari pemerintah (solar Rp 4500/liter) walaupun kenyataannya biodiesel sangat bermanfaat dan perlu segera dikembangkan. Dalam pengembangan biodiesel idealnya biaya produksi dapat ditekan sehingga dapat bersaing dengan harga solar, ini memerlukan bantuan pemerintah, sehingga biodiesel dapat berkembang, hal ini juga didukung harga minyak dunia yang terus meningkat. Untuk itu perlu adanya peran pemerintah dalam pengembangan biodiesel ini, sehingga dapat mengatasi ketergantungan akan energi fosil dan keterbatasannya.


(1)

efiseinsinya mendekati angka 1. Sedangkan yang terendah adalah teknik ITB karena nilai yang diperoleh lebih kecil dari keempat teknik tersebut.

Tabel 20. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Kelapa Sawit

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 6.800 Rp 8.300 Rp 7.500 Rp 7.500 Cost Rp 13.556 Rp 35.822 Rp 42.157 Rp 42.789

Efisiensi 0.501 0.231 0.177 0.175

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.501 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku kelapa sawit belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0.231 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Begitu juga dengan nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.177 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.175 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku kelapa sawit tidak efisien atau belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Dan jika dibandingkan semuanya, maka yang paling efisien secara ekonomis adalah teknik Biox karena mendekati nilai indikator efisiensi ekonomis. Dan yang paling tidak efisien adalah teknik produksi ITB.


(2)

Tabel 21. Analisis Efisiensi Ekonomis Biodiesel Jarak Pagar

Biox Lurgi MPOB ITB

Revenue Rp 6.800 Rp 8.300 Rp 7.500 Rp 6.800 Cost Rp 12.356 Rp 34.622 Rp 40.957 Rp 41.589

Efisiensi 0.550 0.239 0.183 0.163

Keterangan = seluruh biaya dalam ribuan rupiah

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Biox sebesar 0.550 yang berarti proses produksi biodiesel Biox dengan bahan baku jarak pagar belum efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi Lurgi sebesar 0. 239 yang berarti proses produksi biodiesel Lurgi dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi MPOB sebesar 0.183 yang berarti proses produksi biodiesel MPOB dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya. Nilai yang diperoleh oleh teknik produksi ITB sebesar 0.163 yang berarti proses produksi biodiesel ITB dengan bahan baku jarak pagar tidak efisien jika dilihat dari segi ekonomisnya.

Semua nilai efisiensi yang diperoleh dinyatakan tidak atau belum efisiensi karena indikator efisiensinya suatu teknik dinyatakan dengan angka 1, sedangkan seluruh nilai diatas belum mencapai angka 1.

Tetapi jika keempat nilai tersebut dibandingkan dapat ditarik kesimpulan bahwa dari keempat teknik produksi biodiesel dengan bahan baku kelapa yang paling efisien secara ekonomis adalah teknik produksi Biox, karena nilai efiseinsinya mendekati angka 1. Dan yang paling tidak efisien adalah teknik ITB dengan perolehan nilai terkecil.

Dari tabel – tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa (dengan membandingkan nilai efisiensi eknomis dengan harga biosolar dengan harga biodiesel yang seharusnya) untuk tingkat efisiensi tertinggi secara ekonomis


(3)

adalah dengan teknik Biox yang menghasilkan biodiesel dengan bahan baku minyak nabati yang berasal dari tanaman kelapa tetapi jika kita lihat rendemen yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelapa sawit, karena itu ditarik kesimpulan akhir bahwa yang terefisien secara ekonomis adalah teknik Biox dengan bahan baku kelapa sawit. Sedangkan untuk nilai efisiensi terendah secara ekonomis adalah teknik ITB dengan tanaman jarak pagar karena nilai efisiensinya paling rendah dan begitu juga dengan nilai rendemen minyaknya.

Biodiesel telah dapat diciptakan, tetapi dalam hal produksinya masih memerlukan biaya yang besar, apalagi untuk membangun fasilitas produksi, investasi yang diperlukan sangat besar dan tentunya akan berimbas pada penambahan biaya pada harga jual konsumen untuk menutupi seluruh biayanya. Ini mengakibatkan belum banyaknya perusahaan yang mengusahakan produksi biodiesel, karena jika harga jual biodiesel nantinya disesuaikan dengan harga produksi yaitu sekitar > Rp 4500/liter, tentunya konsumen enggan untuk membelinya karena masih adanya solar seharga Rp 4500/liter.

Dengan begitu biodiesel belum bisa bersaing dengan solar yang memiliki harga jauh lebih rendah, dengan adanya subsidi dari pemerintah (solar Rp 4500/liter) walaupun kenyataannya biodiesel sangat bermanfaat dan perlu segera dikembangkan. Dalam pengembangan biodiesel idealnya biaya produksi dapat ditekan sehingga dapat bersaing dengan harga solar, ini memerlukan bantuan pemerintah, sehingga biodiesel dapat berkembang, hal ini juga didukung harga minyak dunia yang terus meningkat. Untuk itu perlu adanya peran pemerintah dalam pengembangan biodiesel ini, sehingga dapat mengatasi ketergantungan akan energi fosil dan keterbatasannya.


(4)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Nilai efisiensi teknis tertinggi adalah biodiesel yang dihasilkan dengan penggunaan teknik Biox, sedangkan untuk nilai efisiensi teknis terendah adalah biodiesel yang dihasilkan dengan teknik ITB.

Nilai efisiensi ekonomis tertinggi adalah biodiesel yang dihasilkan dengan teknik Biox dan berbahan baku kelapa sawit, sedangkan untuk tingkat efisiensi terendah adalah tekni ITB dengan berbahan baku tanaman jarak pagar.

5.2. Saran

Diperlukannya bantuan dari pemerintah dalam pengembangan usaha biodiesel yang berbasiskan tanaman kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar, baik dalam penyediaan lahan percobaan atau modal pelatihan usaha biodiesel. Hal ini dikarenakan ketiga tanaman tersebut baik untuk dijadikan bahan baku biodiesel. Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan akan biodiesel untuk mensubsitusi minyak solar.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2009. Kelapa. Azmil. 2006. Peluang Investasi Tanaman Kelapa di Provinsi Sumatera Utara.

2009].

Bajoe. 2008. Mengenal Biodiesel. Wikimu.

http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=6030. [14 Februari 2009].

Battese, G.E. and T.J. Coelli. 1992. Prediction of Firm Level Technical Efficiencies with a Generalized Frontier Production Function and Panel Data. Agricultural Economic.

BP Statistical Review of World Energy, june 2005.

Coxhead, I. 2003. Development and environment in Asia. Asian-Pacific Economic Literature 17(1): 22−54.

Choo, Yuen May.; Basiron, Yusuf.1994 “Production of Palm Oil Metil Esters dan Its Use as Diesel Subtitute”. Palm Oil Research Institute of Malaysia (PORIM).

Freedman, B.; Pryde.E.H.; Mounts. T.L1984.. “Variables Affecting the Yields of Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils”.

Hambali, Eriza. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta.

. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia. Jakarta.

Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product: Edible Oil and Fat Product Processing Technology Vol 2. John Wiley & Sons, Inc. New York. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.

Jakarta.

Lowenstein, M. Z. 1985. Energy Applications of Biomass. Elsevier Applied Science Publishers. London & New York.

MacLean, H.L. and B. Lave L. 2003. Evaluating Automobile fuel / propulsion system technologies. Energy Combust Science 29(1): 1− 69.


(6)

Mittlebach, M.; Remschmidt, Claudia. 2004. “Biodiesel The Comprehensive Handbook”. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.

Ortega, Leonardo, Ronald W. Ward, and Chris Andrews. 2002. Measuring Technical Efficiency in Venezuela: the Dual Purpose Cattle System (DPCS). Departement of Food and Resources Economics, Institute of Food and Agricultural Sciences. Univercity of Florida. Gainesville, FL.

Prakoso, Tirto; Tatang H. Soerawidjaja. 2005.“Pilot Scale Biodiesel Processing Units by Utilizing Multistage Non-uniform Reaction Method”.

Prastowo, B. 2007. Potensi sektor pertanian sebagai penghasil pengguna energi terbarukan. Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri 6(2): 85−93.

Pertamina. 2006. Mengenal biodiesel crude palm oil.

view&id=1295&Itemed=507.

Suhardiman, D. 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta. Soerawidjaja, Tatang H. 2006. “Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari

Teknologi Pembuatan Biodiesel”. Handout Seminar Nasional “Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan” UGM Yogyakarta.

Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tatang H.S. 2006. Raw Material Aspects of Biodiesel Production in Indonesia, Seminar “Business opportunities of Biodiesel into the fuel market in Indonesia”, BPPT, Jakarta.

Wahyuni, Sri. 2009. Biogas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Vaitilingom, G. dan A. Liennard. 1997. Various Vegetable Oils as Fuel for Diesel and Burnes: J. curcas Particularities. Graz. Austria.

www.bioxcorp.com,2006

www.journeytoforever.com, 2006 www.indexmundi.com, 2006