Analisis Simulasi Komputasi Untuk Pemetaan Validasi Prediksi Curah Hujan Dengan Model Arima Dan Anfis Di Sumatera Utara

(1)

ANALISIS SIMULASI KOMPUTASI UNTUK PEMETAAN

VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN

MODEL ARIMA DAN ANFIS DI

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

AZROINI

097026005/FIS

PROGRAM STUDI MEGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN

MODEL ARIMA DAN ANFIS DI

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister sains dalam program studi Magister Ilmu Fisika

Pada program pascasarjana Fakultas MIPA

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AZROINI

097026005/FIS

PROGRAM STUDI MEGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN

TESIS

Judul Tesis

: ANALISIS SIMULASI KOMPUTASI

UNTUK PEMETAAN VALIDASI

PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN

MODEL ARIMA DAN ANFIS DI

SUMATERA UTARA

Nama Masiswa

: A Z R O I N I

Nomor Induk Mahasiswa : 097026005

Program Studi

: Magister Fisika

Fakultas

: Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc) (Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc)

Anggota

Ketua

Ketua Program Studi,

Dekan,


(4)

ANALISIS SIMULASI KOMPUTASI UNTUK PEMETAAN

VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN

MODEL ARIMA DAN ANFIS DI

SUMATERA UTARA

T E S I S

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya telah di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2011

A Z R O I N I

NIM.

097026005

       


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

N a m a : A z r o i n i N I M : 097026005 Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengenmbangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

“ANALISIS SIMULASI KOMPUTASI UNTUK PEMETAAN

VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN MODEL

ARIMA DAN ANFIS DI SUMATERA UTARA”

Beserta perangkat yang ada (jika diperkirakan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Dengan pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2011

A Z R O I N I


(6)

Tanggal : 23 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc 2. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc 3. DR. Anwar Darma, MS 4. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 5. Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phill


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap Berikut Gelar : Azroini, SPd

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 14 Mei 1974 Alamat Rumah : Jln. Garu V No. 9E

Kelurahan Harjosari I Medan Telepon/Faks : 061-7863278/085361760500 E-mail : yens_azro@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : SMAN 2 Medan

Alamat Kantor : Jl. Karangsari No.435 Medan Polonia Telepon/Faks : 061-7862140

DAFTAR PENDIDIKAN

SD : SDN NO.060924 Tamat: 1987 SMP : SMPN 13 Medan Tamat: 1990 SMA : SMAN 2 Medan Tamat: 1993 Strata-1 : FMIPA Universitas Negeri Medan Tamat: 1998

Pendidikan Fisika

Starata-2 : PSMF PPS FMIPA USU Tamat: 2011

       


(8)

Pertama-tama kami panjatkan Puji syukur kehadiran Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rakhmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankan kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas Tk. 1 dan Tk. 2 yang telah memberikan bantuan dana sehingga penulis dapat melaksanakan Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Dekan Fakutas MIPA Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc, Sekretaris Program Studi Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S dan seluruh staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika.sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika,

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng, Sc, selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami serta Kepala dan Staf Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Klas I Sampali Medan atas bimbingan dan arahannya sehingga penelitian ini dapat selesai.

Kepada Ayahanda Alm. M. Saleh dan ibunda Nurhayati, Suamiku Lasiyo, Anakku Putri Azla, Saudara-saudaraku, teman-teman serta sahabatku Imelda. Terimakasih atas segala pengorbana kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juni 2011


(9)

ANALISIS SIMULASI KOMPUTASI UNTUK PEMETAAN

VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN

MODEL ARIMA DAN ANFIS DI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Berdasarkan pembagian wilayah curah hujan dengan Klasifikasi Oldeman di Provinsi Sumatera Utara dibagi atas 7 (tujuh) wilayah hujan yang mana masing-masing wilayah hujan tersebut akan dilakukan pengujian untuk mendapatkan model prediksi yang paling baik digunakan untuk tiap-tiap wilayah tersebut. Dalam pengujian ini menggunakan 2 (dua) model prediksi antara lain: ARIMA dan ANFIS dimana hasil validasi pengujian masing-masing tipe ikim mempunyai keakuratan yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Dari hasil validasi model prediksi curah hujan menunjukkan model ARIMA lebih baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada Tipe A1 dan D2, sedangkan model ANFIS lebih baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada Tipe E1 dan E2, sedangkan secara keseluruhan untuk wilayah Sumatera Utara, ARIMA lebih baik digunakan untuk memprediksi dibandingkan dengan model ANFIS.

Kata Kunci: Curah hujan, ARIMA, ANFIS, Validasi dan Iklim


(10)

OF THE VALIDITY OF RAINFALL PREDICTION

USING ARIMA AND ANFIS MODELS

IN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Based on Oldeman Rainfall classification North Sumatra Province is divided on the basis of 7 (seven) areas, in which, each regions (areas) will be tested to obtain the best model of prediction (which is) used for each region. This test uses two models of prediction, they are : Arima and ANFIS , and the result of the validation testing, each type of iklim has a different accuracy for each region. The result of the validation of the rainfall prediction model shows that ARIMA is a better model used to predict rainfall in the type A1 and D2 , while the ANFIS model is better used to predict type E1 and E2, and for the overall North Sumatra, ARIMA is a better model used to predict rainfall compared to the ANFIS model


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 BATASAN MASALAH 2

1.4 TUJUAN PENELITIAN 3

1.5 MANFAAT PENELITIAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 SISTEM KOMPUTER 4

2.2 BAHASA PEMROGRAMAN 6

2.3 MODEL ANFIS 8

2.4 MODEL ARIMA 10

2.5 SIMULASI DAN PROGRAM KOMPUTER 12

2.6 SIMULASI KOMPUTASI 13 2.7 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (GIS) 14

2.8 VALIDASI PRAKIRAAN 17

2.9 PENGERTIAN HUJAN 18

2.10 TIPE HUJAN 19

2.11 DISTRIBUSI HUJAN 20

2.12 ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN 21 2.13 PERUBAHAN DAN KERAGAMAN HUJAN

DI INDONESIA 22

2.14 SISTEM KLASIFIKASI OLDEMAN 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29

3.1 PELAKSANAAN DAN WAKTU PENELITIAN 29

3.2 BAHAN-BAHAN 29

3.3 RANCANGAN UMUM PENELITIAN 29 3.4 VARIABEL YANG DIAMATI 30


(12)

3.6 PROSES ANALISIS DAN PEMETAAN 31 3.6.1 Proses Analisis data menggunakan Hy BMG 31 3.6.2 Proses pemetaan manggunakan Arc View 37

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 40

4.1 TIPE IKLIM OLDEMAN DI SUMATERA UTARA 40

4.2 PREDIKSI MODEL ARIMA 40

4.2.1 Prediksi Model ARIMA Tipe A1 40 4.2.2 Prediksi Model ARIMA Tipe C1 41

4.2.3 Prediksi Model ARIMA Tipe D1 42 4.2.4 Prediksi Model ARIMA Tipe D2 42

4.2.5 Prediksi Model ARIMA Tipe E1 43 4.2.6 Prediksi Model ARIMA Tipe E2 44

4.2.7 Prediksi Model ARIMA Tipe E3 44

4.3 PREDIKSI MODEL ANFIS 45

4.3.1 Prediksi Model ANFIS Tipe A1 45 4.3.2 Prediksi Model ANFIS Tipe C1 46 4.3.3 Prediksi Model TISEAN Tipe D1 47 4.3.4 Prediksi Model ANFIS Tipe D2 47 4.3.5 Prediksi Model ANFIS Tipe E1 48 4.3.6 Prediksi Model ANFIS Tipe E2 49 4.3.7 Prediksi Model ANFIS Tipe E3 49 4.4 VALIDASI HASIL PREDIKSI MODEL ARIMA 50 4.4.1 Validasi Hasil Prediksi Model ARIMA Tipe A1 50 4.4.2 Validasi Hasil Prediksi Model ARIMA Tipe C1 51 4.4.3 Validasi Hasil Prediksi Model ARIMA Tipe D1 51 4.4.4 Validasi Hasil Prediksi Model ARIMA Tipe D2 52 4.4.5 Validasi Hasil Prediksi Model ARIMA Tipe E1 52 4.4.6 Validasi Hasil Prediksi Model ARIMA Tipe E2 53

4.4.7 Validasi Hasil Prediksi Model ARIMA Tipe E3 53 4.5 VALIDASI HASIL PREDIKSI MODEL ANFIS 54

4.5.1 Validasi Hasil Prediksi Model ANFIS Tipe A1 54 4.5.2 Validasi Hasil Prediksi Model ANFIS Tipe C1 54 4.5.3 Validasi Hasil Prediksi Model ANFIS Tipe D1 55 4.5.4 Validasi Hasil Prediksi Model ANFIS Tipe D2 55 4.5.5 Validasi Hasil Prediksi Model ANFIS Tipe E1 56


(13)

4.5.6 Validasi Hasil Prediksi Model ANFIS Tipe E2 56 4.5.7 Validasi Hasil Prediksi Model ANFIS Tipe E3 57 4.6 ANALISIS VALIDASI MODEL ARIMA

DAN ANFIS 57 4.6.1 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Januari 58 4.6.2 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Pebruari 59 4.6.3 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Maret 60 4.6.4 Analisis Validasi Model ARIMA

dan ANFIS Bulan April 61 4.6.5 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Mei 62

4.6.6 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Juni 63

4.6.7 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Juli 64

4.6.8 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Agustus 65 4.6.9 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan September 66 4.6.10 Analisis Validasi Model ARIMA dan

ANFIS Bulan Oktober 67 4.6.11 Analisis Validasi Model ARIMA

dan ANFIS Bulan Nopember 68 4.6.12 Analisis Validasi Model ARIMA

dan ANFIS Bulan Desember 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 70

5.1 KESIMPULAN 70

5.2 SARAN 70

DAFTAR KEPUSTAKAAN 72 LAMPIRAN A L-1


(14)

Nomor Gambar

Judul Halaman 2.1 Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman 28


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Jaringan adaptif (Adaptive network) 9 2.2 Pembagian wilayah Indonesia menurut pola

hujan

21 2.3 Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis 22 2.4 Rata-rata tinggi hujan bulan DJF untuk periode

(A) 1931-1960 dan (B) 1961-1900.

24 2.5 Rata-rata tinggi hujan bulan JJA untuk periode

(A) 1931-1960 dan (B) 1961-1900.

24 2.6 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12

Rata-rata tinggi hujan tahunan untuk periode (A) 1931-1960 dan (B) 1961-1900.

Alur Penelitian

Tampilan Format Excel menjadi Text Tampilan Format Text dalam Folder Tampilan HyBMG dalam Dekstop Tampilan Awal HyBmg

Tampilan Input Data Tampilan Data di HyBmg

Tampilan ANFIS memproses data

Tampilan prediksi ANFIS selama setahun Tampilan aplikasi ARIMA

Tampilan pemprosesan Input data ARIMA Tampilan pemprosesan data ARIMA

25 30 32 32 32 33 33 34 34 35 35 36 36


(16)

3.14 3.15 3.16 3.17 4.1 4.2 4.3

Tampilan prediksi ARIMA Tampilan Arc View

Tampilan Folder Arc View Tampilan pemprosesan Arc View Tampilan Layout Arc View

Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe A1 Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe C1 Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe D1

37 37 38 38 39 41 41 42 4.4 Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe D2 43 4.5 Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E1 43 4.6 Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E2 44 4.7 Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E3 45 4.8 Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe A1 46 4.9 Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe C1 46 4.10 Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe D1 47 4.11 Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe D2 48 4.12 Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E1 48 4.13 Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E2 49 4.14 Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E3 50 4.15 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ARIMA

Tipe A1

50 4.16 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ARIMA

Tipe C1

51 4.17 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ARIMA

Tipe D1

51 4.18 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ARIMA 52


(17)

Tipe D2

4.19 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E1

52 4.20 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ARIMA

Tipe E2

53 4.21 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ARIMA

Tipe E3

53 4.22 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ANFIS

Tipe A1

54 4.23 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ANFIS

Tipe C1

55 4.24 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ANFIS

Tipe D1

55 4.25 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ANFIS

Tipe D2

56 4.26 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ANFIS

Tipe E1

56 4.27 Validasi Prediksi Curah Hujan Model ANFIS

Tipe E2

57 4.28

4.29

Validasi Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E3

Validasi Model ARIMA bulan Januari

57 58 4.30 Validasi Model ANFIS bulan Januari 58 4.31 Validasi Model ARIMA bulan Pebruari 59 4.32 Validasi Model ANFIS bulan Pebruari 59 4.33 Validasi Model ARIMA bulan Maret 60 4.34 Validasi Model ANFIS bulan Maret 60 4.35 Validasi Model ARIMA bulan April 61 4.36 Validasi Model ANFIS bulan April 61


(18)

4.37 Validasi Model ARIMA bulan Mei 62 4.38 Validasi Model ANFIS bulan Mei 62 4.39 Validasi Model ARIMA bulan Juni 63 4.40 Validasi Model ANFIS bulan Juni 63 4.41 Validasi Model ARIMA bulan Juli 64 4.42 Validasi Model ANFIS bulan Juli 64 4.43 Validasi Model ARIMA bulan Agustus 65 4.44 Validasi Model ANFIS bulan Agustus 65 4.45 Validasi Model ARIMA bulan September 66 4.46 Validasi Model ANFIS bulan September 66 4.47 Validasi Model ARIMA bulan Oktober 67 4.48 Validasi Model ANFIS bulan Oktober 67 4.49 Validasi Model ARIMA bulan Nopember 68 4.50 Validasi Model ANFIS bulan Nopember 68 4.51 Validasi Model ARIMA bulan Desember 69 4.52 Validasi Model ANFIS bulan Desember 69


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A Data Curah Hujan Bulanan Tipe A1 L – 1 B Data Curah Hujan Bulanan Tipe C1 L – 2 C Data Curah Hujan Bulanan Tipe D1 L – 3 D Data Curah Hujan Bulanan Tipe D2 L – 4 E Data Curah Hujan Bulanan Tipe E1 L – 5 F Data Curah Hujan Bulanan Tipe E2 L – 6 G Data Curah Hujan Bulanan Tipe E3 L – 7

               


(20)

VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN

MODEL ARIMA DAN ANFIS DI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Berdasarkan pembagian wilayah curah hujan dengan Klasifikasi Oldeman di Provinsi Sumatera Utara dibagi atas 7 (tujuh) wilayah hujan yang mana masing-masing wilayah hujan tersebut akan dilakukan pengujian untuk mendapatkan model prediksi yang paling baik digunakan untuk tiap-tiap wilayah tersebut. Dalam pengujian ini menggunakan 2 (dua) model prediksi antara lain: ARIMA dan ANFIS dimana hasil validasi pengujian masing-masing tipe ikim mempunyai keakuratan yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Dari hasil validasi model prediksi curah hujan menunjukkan model ARIMA lebih baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada Tipe A1 dan D2, sedangkan model ANFIS lebih baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada Tipe E1 dan E2, sedangkan secara keseluruhan untuk wilayah Sumatera Utara, ARIMA lebih baik digunakan untuk memprediksi dibandingkan dengan model ANFIS.

Kata Kunci: Curah hujan, ARIMA, ANFIS, Validasi dan Iklim


(21)

COMPUTING SIMULATION ANALYSIS FOR THE MAPPING

OF THE VALIDITY OF RAINFALL PREDICTION

USING ARIMA AND ANFIS MODELS

IN NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Based on Oldeman Rainfall classification North Sumatra Province is divided on the basis of 7 (seven) areas, in which, each regions (areas) will be tested to obtain the best model of prediction (which is) used for each region. This test uses two models of prediction, they are : Arima and ANFIS , and the result of the validation testing, each type of iklim has a different accuracy for each region. The result of the validation of the rainfall prediction model shows that ARIMA is a better model used to predict rainfall in the type A1 and D2 , while the ANFIS model is better used to predict type E1 and E2, and for the overall North Sumatra, ARIMA is a better model used to predict rainfall compared to the ANFIS model


(22)

BAB I

 

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera yang mana posisi Sumatera Utara terletak pada garis 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan denga Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km2, Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara memiliki kondisi wilayah yang khas yang mana terbentang Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Utara hingga Selatan dan diapit oleh dua perairan yaitu Samudera Hindia dan Selat Malaka. Kondisi ini yang sangat mempengaruhi pola-pola cuaca dan iklim didaerah tersebut.

Sebagaimana Provinsi lainya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai dua musim yaitu: Musim Hujan periode Juli-Desember dan Musim Kemarau periode Januari-Juni. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat signifikan yang menunjang berbagai aspek seperti sektor pertanian, perkebunan, kesehatan dan lain-lain. Untuk memprediksi curah hujan ada beberapa model yang telah dikembangkan antara lain : ARIMA, Regresi, ANFIS, Wavelet, Jaringan Syaraf Tiruan dan TISEAN yang mana dari beberapa metode diatas akan divalidasi keakuratannya dan dipetakan secara spasial.

 


(23)

2

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan suatu prediksi dengan mengetahui validasi tiap-tiap wilayah di Sumatera Utara dapat mempermudah untuk menentukan model apa yang akan digunakan untuk melakukan prediksi disuatu wilayah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”

ANALISIS SIMULASI KOMPUTASI UNTUK PEMETAAN

VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN METODE

ARIMA DAN ANFIS DI SUMATERA UTARA

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Sumatera Utara memiliki karakteristik pola hujan yang sangat khas karena wilayahnya dipengerahui oleh kondisi topografinya serta kondisi wilayahnya yang terdiri dari pegunungan dan dikelilingi oleh perairan yaitu: Samudra Hindia dan Selat Malaka, oleh karena itu untuk masing-masing wilayah yang mengalami perbedaan yang signifikan dan telah ditentukan pengelompokan curah hujannya serta masing-masing daerah tersebut telah diambil titik sampel untuk mewakili daerah tersebut maka titik-titik sampel yang menjadi sampel tersebut akan divalidasi berdasarkan model yang ada sehingga diketahui model mana yang paling akurat dalam memprediksi daerah tersebut.

1.3 BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penulisan ini mencakup antara lain:

1. Wilayah penelitian merupakan daerah hasil pengelompokan yang curah hujannya berdasarkan klasifikasi Oldeman.

2. Wilayah penelitian adalah seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara. 3. Model prediksi menggunakan Model Arima dan Anfis.


(24)

4. Untuk mengetahui keakuratan hasil prediksi dari model yang divalidasi dengan cara menghitung nilai korelasi.

1.4 TUJUAN PENELITIAN Tulisan ini mempunyai tujuan :

1. Melakukan pengujian Model Prediksi Curah Hujan Arima dan Anfis di beberapa lokasi pengamatan di Sumatera Utara,

2. Melakukan pemetaan spasial hasil validasi model prediksi berdasarkan pengelompokan wilayah hujan dengan menggunakan titik pengamatan sebagai data yang mewakili daerah tersebut.

3. Menentukan model prakiraan yang dianggap bagus untuk melakukan prediksi pada bulan-bulan tertentu di beberapa wilayah di Sumatera Utara. 1.5 MANFAAT PENELITIAN

Tulisan ini mempunyai manfaat antara lain :

1. Mengetahui hasil validasi metode prediksi curah hujan di Sumatera Utara. 2. Dapat memetakan penyebaran hasil validasi model yang telah di evaluasi

berdasarkan hasil-hasil pengelompokan hujan di Sumatera Utara.

3. Dapat dijadikan bahan acuan dalam melakukan prediksi di suatu wilayah khususnya di Sumatera Utara.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM KOMPUTER

Sistem komputer adalah suatu jaringan elektronik yang terdiri dari perangkat lunak dan perangkat keras yang melakukan tugas tertentu (menerima input, memproses input, menyimpan perintah-perintah, dan menyediakan output dalam bentuk informasi). Selain itu dapat pula diartikan sebagai elemen-elemen yang terkait untuk menjalankan suatu aktivitas dengan menggunakan komputer. Komputer dapat membantu manusia dalam pekerjaan sehari-harinya, pekerjaan itu seperti: pengolahan kata, pengolahan angka, dan pengolahan gambar.

Elemen dari sistem komputer terdiri dari manusianya (brainware), perangkat lunak (software), set instruksi (instruction set), dan perangkat keras (hardware). Dengan demikian komponen tersebut merupakan elemen yang terlibat dalam suatu sistem komputer. Tentu saja hardware tidak berarti apa-apa jika tidak ada salah satu dari dua lainnya (software dan brainware).(...2011a. Sistem Komputer).

Komputer adalah sebuah mesin pemprosesan data berelektronik yang menerima dan menyimpan data, melakukan operasi aritmetik (pengiraan) dan logik (membuat keputusan) ke atas data dan kemudian mengeluarkan keputusan. Komputer memproses data secara automatik (tanpa pertolongan manusia) di bawah arahan program yang tersimpan dalam unit storan utama.

2.1.1 Definisi Komputer

Komputer berasal dari bahasa latin computare (to compute/to reckon) yang artinya menghitung. Menurut Blissmer (1985), komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan beberapa tugas, yaitu menerima input, memproses input


(26)

sesuai dengan instruksi yang diberikan, menyimpan perintah-perintah dan hasil pengolahannya, serta menyediakan output dalam bentuk informasi.

Sedangkan menurut Sanders (1985), komputer adalah sistem elektronik untuk memanipulasi data yang cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan supaya secara otomatis menerima dan menyimpan data input, memprosesnya, dan menghasilkan output berdasarkan instruksi-instruksi yang telah tersimpan di dalam memori. Dan masih banyak lagi ahli yang mencoba mendefinisikan secara berbeda tentang komputer.

Pada intinya dapat disimpulkan bahwa komputer adalah suatu peralatan elektronik yang dapat menerima input, mengolah input, memberikan informasi, menggunakan suatu program yang tersimpan di memori komputer, dapat menyimpan program dan hasil pengolahan, serta bekerja secara otomatis.

Dari definisi tersebut terdapat tiga istilah penting, yaitu input (data), pengolahan data, dan informasi (output). Pengolahan data dengan menggunakan komputer dikenal dengan nama pengolahan data elektronik atau Elecronic Data Processing (EDP). Data adalah kumpulan kejadian yang diangkat dari suatu kenyataan (fakta), dapat berupa angka-angka, huruf, simbol-simbol khusus, atau gabungan dari ketiganya. Data masih belum dapat bercerita banyak sehingga perlu diolah lebih lanjut. Pengolahan data merupakan suatu proses manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti, yaitu berupa suatu informasi. Dengan demikian, informasi adalah hasil dari suatu kegiatan pengolahan data yang memberikan bentuk yang lebih bermakna dari suatu fakta. Oleh karena itu, pengolahan data elektronik adalah proses manipulasi dari data ke dalam bentuk yang lebih bermakna berupa suatu informasi dengan menggunakan suatu alat elektronik, yaitu komputer.

Setiap memori eksternal memiliki alat baca dan tulis yang disebut head (pada

hard disk) dan side (pada floppy). Tiap piringan memiliki dua sisi head/side, yaitu sisi

0 dan sisi 1. Setiap head/side dibagi menjadi lingkaran lingkaran konsentris yang disebut track. Kumpulan track yang sama dari seluruh head yang ada disebut


(27)

cylinder. Suatu track dibagi lagi menjadi daerah-daerah lebih kecil yang disebut sector. (...2011b. Komputer).

6

2.2 BAHASA PEMROGRAMAN

Berikut ini ada beberapa macam bahasa pemrograman yang perlu anda ketahui :

1. Bahasa Pemrograman HTML

HyperText Markup Language (HTML) adalah sebuah bahasa markup yang digunakan untuk membuat sebuah halaman web dan menampilkan berbagai informasi di dalam sebuah browser Internet.

HTML saat ini merupakan standar Internet yang didefinisikan dan dikendalikan penggunaannya oleh World Wide Web Consortium (W3C).

HTML berupa kode-kode tag yang menginstruksikan browser untuk menghasilkan tampilan sesuai dengan yang diinginkan.

Sebuah file yang merupakan file HTML dapat dibuka dengan menggunakan browser web seperti Mozilla Firefox atau Microsoft Internet Explorer.

2. Bahasa Pemrograman PHP

PHP adalah bahasa pemrograman script yang paling banyak dipakai saat ini. PHP pertama kali dibuat oleh Rasmus Lerdorf pada tahun 1995. Pada waktu itu PHP masih bernama FI (Form Interpreted), yang wujudnya berupa sekumpulan script yang digunakan untuk mengolah data form dari web.

PHP banyak dipakai untuk membuat situs web yang dinamis, walaupun tidak tertutup kemungkinan digunakan untuk pemakaian lain.

PHP biasanya berjalan pada sistem operasi linux (PHP juga bisa dijalankan dengan hosting windows).


(28)

3. Bahasa Pemrograman ASP

ASP adalah singkatan dari Active Server Pages yang merupakan salah satu bahasa pemograman web untuk menciptakan halaman web yang dinamis.

ASP merupakan salah satu produk teknologi yang disediakan oleh Microsoft. ASP bekerja pada web server dan merupakan server side scripting.

4. Bahasa Pemrograman XML

Extensible Markup Language (XML) adalah bahasa markup serbaguna yang direkomendasikan W3C untuk mendeskripsikan berbagai macam data.

XML menggunakan markup tags seperti halnya HTML namun penggunaannya tidak terbatas pada tampilan halaman web saja.

XML merupakan suatu metode dalam membuat penanda/markup pada sebuah dokumen.

5. Bahasa Pemrograman WML

WML adalah kepanjangan dari Wireless Markup Language, yaitu bahasa pemrograman yang digunakan dalam aplikasi berbasis XML (eXtensible Markup Langauge).

WML ini adalah bahasa pemrograman yang digunakan dalam aplikasi wireless. WML merupakan analogi dari HTML yang berjalan pada protocol nirkabel. 6. Bahasa Pemrograman PERL

Perl adalah bahasa pemrograman untuk mesin dengan sistem operasi Unix (SunOS, Linux, BSD, HP-UX), juga tersedia untuk sistem operasi seperti DOS, Windows, PowerPC, BeOS, VMS, EBCDIC, dan PocketPC.


(29)

8

7. Bahasa Pemrograman CFM

Cfm dibuat menggunakan tag ColdFusion dengan software Adobe ColdFusion / BlueDragon / Coldfusion Studio. Syntax coldfusion berbasis html.

8. Bahasa Pemrograman Javascript

Javascript adalah bahasa scripting yang handal yang berjalan pada sisi client. JavaScript merupakan sebuah bahasa scripting yang dikembangkan oleh Netscape. Untuk menjalankan script yang ditulis dengan JavaScript kita membutuhkan JavaScript-enabled browser yaitu browser yang mampu menjalankan Java Script. 9. Bahasa Pemrograman CSS

Cascading Style Sheets (CSS) adalah suatu bahasa stylesheet yang digunakan untuk mengatur tampilan suatu dokumen yang ditulis dalam bahasa markup.

Penggunaan yang paling umum dari CSS adalah untuk memformat halaman web yang ditulis dengan HTML dan XHTML.

Walaupun demikian, bahasanya sendiri dapat dipergunakan untuk semua jenis dokumen XML termasuk SVG dan XUL.

Spesifikasi CSS diatur oleh World Wide Web Consortium (W3C).(...2011c. Bahasa Pemograman).

2.3 MODEL ANFIS

ANFIS merupakan suatu teknik optimasi yang menggabungkan konsep

neural-network dengan fuzzy logic. Neural-neural-network mengenal pola-pola dan menyesuaikan

pola terhadap perubahan lingkungan, sedangkan fuzzy logic menggabungkan pengetahuan manusia dan mencari kesimpulan untuk membuat suatu keputusan.


(30)

keputusan, pengolahan sinyal, dan kontrol (Jang et al., 1997.dalam Modul Desiminasi Hasil-hasil LITBANG, 2007).

Adaptive-network merupakan struktur jaringan yang terdiri dari simpul-simpul

(nodes) dan hubungan langsung antar simpul, dimana sebagian atau seluruh simpul adalah adaptif sehingga outputnya tergantung pada keterkaitan parameter dengan simpul tersebut, dan aturan pembelajaran (learning rule) menentukan bagaimana parameter-parameter tersebut berubah untuk meminimalkan kesalahan (error).

x

1

 

x

2

 

y

1

 

y

2

 

vektor 

output

vektor 

input

Gambar 2.1. Jaringan adaptif (Adaptive network) (sumber : Jang, 1993)

Menurut Jang (1993, dalam modul Desiminasi hasil-hasil LITBANG, 2007) ANFIS terdiri dari 5 (lima) bagian :

basis aturan (rule base), terdiri dari sejumlah aturan jika-maka fuzzy;

basis data (database) yang mendefinisikan fungsi keanggotaan dari himpunan

fuzzy yang digunakan dalam aturan fuzzy; biasanya, basis aturan dan basis data digabung dan disebut basis pengetahuan (knowledge base).

satuan pengambil-keputusan (decision-making unit) yang membentuk operasi


(31)

antarmuka fuzzifikasi (fuzzification interface) yang merubah input ke dalam

derajat yang sesuai dengan nilai linguistik (linguistik value);

10

antarmuka defuzzifikasi (defuzzification interface) yang merubah hasil fuzzy

inferensi ke bentuk output yang kompak. 2.4 MODEL ARIMA

Autoregresive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan salah satu

model yang berbasis pada metode forecast time-series (peramalan deret berkala) yaitu metode yang berdasarkan pada nilai-nilai suatu perubah yang telah terjadi pada waktu lampau. Tujuannya adalah untuk menentukan pola historis data yang kemudian digunakan untuk mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa yang akan datang.

Dalam metode (peramalan deret berkala) proses atau hubungan antara masukan dan keluaran sangat diperhitungkan (tidak diabaikan). Hal ini yang membedakan dengan metoda kausal. Pembangkit proses dianggap sebagai kotak hitam saja. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa masalah yang hendak dianalisa menyangkut suatu sistem yang kompleks dan sulit diteliti keterkaitan faktor-faktor yang mengendalikannya. (Makridakis,1993).

Model ARIMA merupakan salah satu model dalam Box-Jenkins yang disusun oleh G.E.P. Box dan G.M. Jenkins pada tahun 1969. Terdapat dua kategori utama teknik peramalan deret berkala yaitu pemulusan (smoothing) dan dekomposisi (decomposition) . Metode pemulusan mendasarkan ramalannya pada prinsip perata-rataan (penghalusan) kesalahan-kesalahan masa lalu dengan menambahkan persentase kesalahan kepada persentase ramalan sebelumnya.

Metode dekomposisi deret berkala didasarkan pada prinsip “pemecahan” data deret berkala ke dalam masing – masing komponennya yaitu musiman, trend, siklus, dan unsur random, dan kemudian dilakukan peramalan terhadap nilai masing – masing dan komposisi tersebut secara terpisah (kecuali faktor acak yang tidak dapat


(32)

di duga) dan akhirnya menggabungkan kembali ramalan – ramalan tersebut. Metode pemulusan dan dekomposisi kedua – duanya hanya memperlihatkan ramalan mereka sebagai fungsi dari waktu.

Model-model autoregresif (AR) dapat secara efektif digabungkan dengan model moving average (MA) untuk membentuk kelas model yang sangat umum dan berguna dalam model deret berkala yang biasa dinamakan pola atau proses

autogresif/ moving average (ARMA).

Pemakaian ungkapan rata-rata bergerak (moving average) pada terminologi deret berkala ini sebaiknya tidak dikacaukan dengan pemakaian ungkapan yang sama di dalam bagian metode pemulusan. Ini merupakan pemakaian yang sangat berbeda untuk ungkapan yang sama. (Makridakis,1993).

Ada beberapa tahapan dalam melakukan analisis time series antara lain : 1. Identifikasi model

a. Kestasioneran dan Faktor Musiman

Bentuk umum ARIMA untuk mengatasi musiman, dapat ditulis sebagai berikut :

ARIMA (p, d, q) (P, D, Q)S

dimana: (p, d, q) adalah bagian tidak musiman dari model (P, D, Q) adalah bagaian musiman dari model S adalah jumlah periode permusim

b. Koefisien Autokorelasi

Koefisien autokorelasi menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama tetapi pada periode waktu yang berbeda. Secara matematis rumus koefisien autokorelasi adalah :

2 1 1 1 ) ( ) ( ) (           

Y Y Y Y Y Y r t n t k n t t t


(33)

12

dimana:

rk = koenfisien autokorelasi Yt = data aktual pada periode t

Y = nilai tengah (mean) dari data aktual

Y t+k = data aktual pada periode t dengan kelambatan (time lag) k

Koefisien autokorelasi perlu diuji untuk menentukan apakah secara statistik nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak.

c. Koefisien Autokorelasi Parsial

Koefisien autokorelasi parsial adalah ukuran yang menunjukkan tingkat keeretan hubungan antara yt dengan yt-1 sedangkan pengaruh dari time lag

1, 2, 3 sampai k- 1 dianggap konstan. 2.5 SIMULASI DAN PROGRAM KOMPUTER

Simulasi adalah perancangan suatu obyek diam/bergerak dengan parameter yang mendekati nilai sebenarnya. Sehingga simulasi merupakan proses yang diperlukan untuk operasionalisasi model, atau penanganan model untuk meniru tingkah-laku sistem yang sesungguhnya. Ini meliputi berbagai kegiatan seperti penggunaan diagram alir dan logika komputer, serta penulisan kode komputer dan penerapan kode tersebut pada komputer untuk menggunakan masukan dan menghasilkan keluaran yang diinginkan. Pada prakteknya, modeling dan simulasi adalah proses yang berhubungan sangat erat, maka batasan simulasi juga mencakup modeling.

Program komputer adalah perangkat lunak yang tersedia dalam komputer untuk mengolah data masukan menjadi keluaran melalui proses tertentu. Proses tersebut dinyatakan dalam bentuk perintah (instruksi) yang dipahami oleh komputer. Langkah utama yang diperlukan untuk membuat model adalah penulisan perintah untuk masukan data, pengolahan data dan keluaran dari hasil pengolahan data.


(34)

Bahasa yang dapat digunakan untuk menulis perintah dalam komputer dapat dibagi dua jenis yaitu bahasa tingkat rendah dan tinggi. Bahasa program tingkat rendah berorientasi pada mesin dengan penggunaan kode 0 dan 1, sedang bahasa program tingkat tinggi lebih berorientasi pada bahasa manusia yang cenderung lebih mudah diterapkan dan dikembangkan, seperti BASIC (QBASIC), PASCAL dan FORTRAN. Jika model yang akan disimulasikan lebih banyak berhubungan dengan persamaan angka, substitusi dan rumus-rumus matematis dapat menggunakan program MATLAB, LabView, dan sejenisnya.

2.6 SIMULASI KOMPUTASI

Simulasi dapat didefinisikan sebagai pengimitasian proses dari kejadian ril. Imitasi dalam rangka penelitian, penyelidikan ataupun pengujian bersifat terbatas dan terfokus pada suatu aktivitas atau operasi tertentu dengan maksud untuk mengetahui karakteristik, keadaan dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kehadiran dan keberadaan dari aktivitas dan peristiwa dalam bentuk ril. Imitasi pada simulasi tidak menghasilkan sistem atau objek yang sama dan tidak bertujuan untuk menggandakan sistem atau objek. Imitasi pada simulasi bertujuan untuk menghadirkan sistem ril dalam bentuk maya melalui penggunaan tiruan dari komponen-komponen dan strukturnya.

Simulasi sebagai proses pengolahan data dengan penggunaan rangkaian model-model simbolik pada pengoperasian sistem tiruan tidak mengharuskan dan tidak mengajukan penggunaan formula atau fungsi-fungsi dan persamaan tertentu sebagai model simbolik penyelesaian persoalan, tetapi sebaliknya simulasi yang terdiri dari tahapan-tahapan dan langkah-langkah pengolahan data haruslah dilengkapi dengan model-model simbolik yang sesuai memberikan hasil pengoperasian sistem tiruan dalam bentuk data output yang berguna untuk penyelesaian persoalan. Simulasi juga tidak terikat dengan penggunaan model-model


(35)

sistem acuan tetapi memerlukan pemodelan untuk menghasilkan model sistem dan model operasi sistem yang sesuai dengan tujuan penelitian atau penyelidikan.

14

Sebuah simulasi komputer atau sebuah model komputer adalah sebuah program komputer yang mencoba untuk mensimulasikan model abstrak dari sistem tertentu. Simulasi komputer telah menjadi bagian yang berguna pemodelan matematika sistem alam banyak dalam fisika, kimia dan biologi, sistem manusia dalam ekonomi, sikologi, dan ilmu sosial dan dalam proses teknologi rekayasa baru, untuk mendapatkan wawasan tentang pengoperasian sistem tersebut. Secara tradisional, pemodelan formal sistem telah melalui model matematis, yang mencoba untuk menemukan solusi analitis untuk masalah yang memungkinkan prediksi perilaku sistem dari satu set parameter dan kondisi awal.

Simulasi komputer membangun, dan merupakan tambahan yang berguna untuk model murni matematika dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan hiburan. Keandalan dan orang-orang kepercayaan dimasukkan ke dalam simulasi komputer tergantung pada validitas model simulasi.

2.7 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DENGAN ARC VIEW 3.3

Perangkat lunak sistem informasi geografi saat ini telah banyak dijumpai dipasaran. Masing-masing perangkat lunak ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam menunjang analisis informasi geografi. Salah satu yang sering digunakan saat ini adalah ArcView. ArcView yang merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Infrmasi geografi yang di keluarkan oleh ESRI (Environmental Systems Research

Intitute). ArcView dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi matematik,

menampilkan informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik, menyediakan bahasa pemograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi


(36)

khusus lainnya dengan bantuan extensions seperti spasial analyst dan image analyst (ESRI).

ArcView dalam operasinya menggunakan, membaca dan mengolah data dalam format Shapefile, selain itu ArcView jaga dapat memanggil data-data dengan format BSQ, BIL, BIP, JPEG, TIFF, BMP, GeoTIFF atau data grid yang berasal dari ARC/INFO serta banyak lagi data-data lainnya. Setiap data spasial yang dipanggil akan tampak sebagai sebuah Theme dan gabungan dari theme-theme ini akan tampil dalam sebuah view. ArcView mengorganisasikan komponen-komponen programnya (view, theme, table, chart, layout dan script) dalam sebuah project. Project merupakan suatu unit organisasi tertinggi di dalam ArcView.

Salah satu kelebihan dari ArcView adalah kemampaunnya berhubungan dan berkerja dengan bantuan extensions. Extensions (dalam konteks perangkat lunak SIG ArcView) merupakan suatu perangkat lunak yang bersifat “plug-in” dan dapat diaktifkan ketika penggunanya memerlukan kemampuan fungsionalitas tambahan (Prahasta). Extensions bekerja atau berperan sebagai perangkat lunak yang dapat dibuat sendiri, telah ada atau dimasukkan (di-instal) ke dalam perangkat lunak ArcView untuk memperluas kemampuan-kemampuan kerja dari ArcView itu sendiri. Contoh-contoh extensions ini seperti Spasial Analyst, Edit Tools v3.1, Geoprocessing, JPGE (JFIF) Image Support, Legend Tool, Projection Utility Wizard, Register and

Transform Tool dan XTools Extensions.

Sistem Informasi Geografis (GIS) merupakan suatu bidang kajian ilmu yang relatif baru yang dapat digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu sehingga berkembang dengan sangat cepat. Secara umum, satu fungsi dari GIS yang sangat penting adalah kemampuan untuk menganalisis data, terutama data spasial yang kemudian menyajikannya dalam bentuk suatu informasi spasial berikut data atributnya (Imantho. 2004).


(37)

Berbagai macam fungsi analisis dapat dilakukan dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3, termasuk diantaranya spasial analisis, 3D analisis, network analisis dan sebagainya. Dalam studi kajian ini proses dan modeling dilakukan dengan pendekatan rasterisasi (grid) dalam pemodelan spasial analisis. Spasial analisis mempunyai fungsi untuk menghitung suatu kerapatan dengan membuat grid bersifat kontinyu dimana setiap selnya mengandung informasi jumlah per satuan luas.

16

Komponen utama dalam analisis spasial adalah theme grid dimana layer geografis yang ditampilkan kenampakan objek dalam bentuk segi empat (sel) pada

view. Setiap sel (piksel) menyimpan nilai numerik yang mengekspresikan informasi

geografis yang diwakili. Theme grid yang menyimpan nilai integer tersebut dapat dihubungkan dengan tabel. Sel yang mempunyai nilai sama akan memiliki nilai atribut yang sama.

Untuk membuat theme grid kontinyu dari data titik shapefile terdapat fasilitas interpolasi grid. Proses interpolasi adalah mengisi kekosongan data dengan menggunakan metoda tertentu dari satu kumpulan data untuk menghasilkan sebaran yang kontinyu. Sebuah interpolasi data hujan di masing-masing stasiun digunakan untuk memperoleh grid kontinyu data curah hujan yang selanjutnya dapat dibuat peta isohyet, dan sebagainya (Nuarsa, 2005).

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi (As-Syakur , 2008).


(38)

Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.

Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik) (Barus dan Wiradisastra, 2000).

2.9 VALIDASI PRAKIRAAN

Validasi dapat diterapkan pada berbagai model prakiraan karena pada dasarnya data yang dipakai dalam proses validasi adalah sama, yaitu observasi (data real) dan hasil prakiraan.

Validasi dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut : 1. Menghitung Koefisien Korelasi

Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien (dinotasikan dengan r ) yang menunjukkan hubungan (linear) relatif antara dua variabel. Dalam validasi hasil prakiraan, dua variabel yang dimaksud adalah observasi atau data real (dinotasikan dengan Y ) dan hasil prediksi (dinotasikan dengan Yˆ ).

Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan :

        n i i n i i n i i i Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y r 1 2 1 2 1 ˆ ) ˆ ˆ ( ) ( ) ˆ ˆ )( ( (2.2) dimana


(39)

Y Y

r ˆ = koefisien korelasi antara observasi (data real) dengan hasil

prakiraan

i

Y = observasi (data real) pada periode ke– dengan ii 1,2,,n

18

Y = nilai rata–rata observasi (data real)

i

= hasil prakiraan pada pada periode ke– i dengan i1,2,,n

= nilai rata–rata hasil prakiraan

n = panjang periode

Nilai korelasi berkisar antara -1 sampai dengan +1.

Secara umum interpretasi nilai korelasi dijelaskan sebagai berikut :

1 __________ 5 . 0 __________ 0 __________ 5 . 0 __________

1   

    kuat positif korelasi lemah positif korelasi lemah negatif korelasi kuat negatif korelasi

Untuk validasi hasil prakiraan dengan menggunakan koefisien korelasi, semakin kuat korelasi maka semakin bagus hasil validasi (semakin tinggi tingkat akurasi prakiraan).(Sutamto dan Alifi Maria Ulfah, 2007).

2.10 PENGERTIAN HUJAN

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk


(40)

(mm).

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasia iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

2.10 TIPE HUJAN

Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan factor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut :

a. Hujan Orografi

Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada


(41)

dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.

20

b. Hujan Konvektif

Hujan ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan. c. Hujan Frontal

Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.

d. Hujan Siklon Tropis

Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.

2.11 DISTRIBUSI HUJAN

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannnya sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut tempat. Oleh


(42)

karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga (Boerema, 1938), yaitu pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.

Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.

Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari berada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson (Gambar 2.1). 0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tipe Lokal Tipe Equatorial Tipe Monsoon 0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tipe Lokal

Tipe Equatorial

Tipe Monsoon

Gambar 2.2. Pembagian wilayah Indonesia menurut pola hujan

Curah hujan diukur dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran curah hujan dilakukan melalui alat yang disebut penakar curah hujan dan diukur setiap jam 07 pagi waktu setempat.

2.13 ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN

Presipitasi/hujan adalah suatu endapan dalam bentuk padat/cair hasil dari proses kondensasi uap air di udara yang jatuh kepermukaan bumi


(43)

Satuan ukur untuk presipitasi adalah Inch, millimetres (volume/area), atau kg/m2 (mass/area) untuk precipitation bentuk cair. 1 mm hujan artinya adalah ketinggian air hujan dalam radius 1 m2 adalah setinggi 1 mm, apabila air hujan tersebut tidak mengalir, meresap atau menguap. Pengukuran curah hujan harian sedapat mungkin dibaca/dilaporkan dalam skala ukur 0.2 mm (apabila memungkinkan menggunakan resolusi 0.1 mm). Prinsip kerja alat pengukur curah hujan antara lain : pengukur curah hujan biasa (observariaum) curah hujan yang jatuh diukur tiap hari dalam kurun waktu 24 jam yang dilaksanakan setiap pukul 00.00 GMT, pengukur curah hujan otomatis melakukan pengukuran curah hujan selama 24 jam dengan merekam jejak hujan menggunakan pias yang terpasang dalam jam alat otomatis tersebutdan dilakukan penggantian pias setiap harinya pada pukul 00.00 GMT, sedangkan pengukuran curah hujan digital dimana curah hujan langsung terkirim kemonitor komputer berupa data sinyal yang telah diubah kedalam bentuk satuan curah hujan.

22

Gambar 2.3. Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis 2.14 PERUBAHAN DAN KERAGAMAN HUJAN DI INDONESIA

Apabila kemampuan sistem untuk beradaptasi terhadap kejadian iklim ekstrim saat ini tidak dibangun, maka tingkat kerentanan sistem tersebut terhadap kejadian iklim ekstrim masa datang akan semakin tinggi. Oleh karena itu upaya yang


(44)

bersinambungan untuk membangun kemampuan sistem untuk beradaptasi terhadap keragaman iklim saat ini berarti juga meningkatkan ketahanan sistem terhadap keragaman iklim masa datang. Tulisan ini membahas secara singkat tren perubahan hujan di Indonesia dan analisis tingkat kerentanan sistem, khususnya pertanian terhadap keragaman iklim saat ini dan mendatang dan langkah yang perlu dilakukan dalam membangun kemampuan adaptasi terhadap keragaman iklim saat ini dan mendatang.

Menurut Kaimudin, 2000. Berdasarkan data hujan bulanan historis (1931-1990) yang dibagi menjadi dua periode yaitu tahun 1931-1960 dan 1961-1990, diperoleh kecendrungan bahwa curah musim hujan di wilayah Selatan Indonesia, khususnya Lampung, Jawa, dan sebagian kawasan Indonesia Timur akan semakin basah, sebaliknya hujan musim kemarau akan semakin kering (Gambar 2.3 dan 2.4).   Sebaliknya untuk Indonesia bagian Utara (Sulawesi Utara, Kalimantan Utara dan Sumatera bagian Utara, curah hujan musim hujan akan semakin berkurang sedangkan curah hujan musim kemarau akan cendrung semakin tinggi, khususnya Kalimatan bagian Utara (Gambar 2.3 dan 2.4). Berdasarkan data hujan tahunan, secara umum wilayah Selatan Indonesia, khususnya Jawa Barat cendrung semakin basah (Gambar 2.5). Berdasarkan data dari due periode tersebut, dapat dilihat bahwa di Indonesia sebenarnya sudah mengalami perubahan iklim. Adanya bukti ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi kita semua untuk tidak lagi mengabaikan aspek perubahan iklim dalam mengelola ekosistem.


(45)

24

           

Gambar 2.4. Rata-rata tinggi curah hujan bulan DJF untuk periode (A) 1931-1960 dan (B) 1961-1900. Sumber: Kaimuddin (2000)

        

Gambar 2.5. Rata-rata tinggi hujan bulan JJA untuk periode (A) 1931-1960 dan (B) 1961-1900. Sumber: Kaimuddin (2000)


(46)

Gambar 2.5. Rata-rata tinggi curah hujan tahunan untuk periode (A) 1931-1960 dan (B) 1961-1900. Sumber: Kaimuddin (2000)

Tingkat keragaman hujan sangat besar baik menurut waktu maupun tempat. Banyak hasil kajian menunjukkan bahwa salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap keragaman hujan di Indonesia ialah fenomena ENSO (El-Nino

Southern Oscillation). Berdasarkan kekuatan pengaruhnya, Tjasyono (1997)

menyimpulkan bahwa pengaruh El-nino kuat pada daerah yang dipengaruhi oleh sistim moonson (Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali, dan sebagian besar kawasan Indonesia bagian Timur) dan lemah pada daerah dengan sistem equatorial (Sumatera bagian Tengah, Kalimantan Tengah dan daerah-daerah yang dilewati garis khatulistiwa), tidak jelas pada daerah dengan sistim lokal (Maluku).

Pengamatan di beberapa stasiun hujan di Jawa, Lampung dan Bali menunjukkan bahwa pengaruh kejadian ENSO terhadap hujan sangat nyata, khususnya pada musim kering. Pada tahun El-Nino, curah hujan pada Musim Kemarau II (Juli sampai Oktober) dapat turun sampai 57% curah hujan tahun normal


(47)

26

(Las et al., 1999). Sebaliknya pada tahun La-Nina, curah hujan MK-II dapat meningkat sampai 152% curah hujan normal. Selain mempengaruhi tinggi hujan, kejadian, El-Nino juga berpengaruh terhadap awal masuknya musim kemarau. Pada tahun El-nino 1982/83, awal masuknya musim kemarau di Jawa dan Sulawesi tidak mengalami perubahan akan tetapi akhir musim kemarau yang seharusnya berakhir Oktober mundur setidaknya satu bulan yaitu menjadi bulan November.

Analisis yang lebih jauh menunjukkan bahwa pada tahun El-Nino 1982, awal musim kemarau di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur terjadi lebih awal 20 hari dari normal sedangkan akhir musim kemarau mundur 30-40 hari dari normal. Hal ini menimbulkan kekeringan yang panjang dan berat terutama di bagain Selatan Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Maluku. Untuk El-Nino 1997-98, kondisi kering berlangsung lebih lama beberapa bulan dari normal sehingga menimbulkan bencana kekeringan di Sumatra bagian Utara, Kalimantan, Jawa and Indonesia bagian Timur. Awal musim hujan mundur dua bulan, yaitu yang biasanya dimulai awal September menjadi Desember.

2.15 SISTEM KLASIFIKASI OLDEMAN

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut.

Oldeman et al. (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75%, maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.


(48)

Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Bayong, 2004).

Oldeman et al.(1980) membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E, sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.

Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman et al., 1980).


(49)

28

Penentuan tipe iklim Oldeman dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman

Zone Klasifikasi Bulan Basah Bulan Kering A1 10-12 Bulan 0-1 Bulan A2 10-12 Bulan 2 Bulan B 1 7-9 Bulan 0-1 Bulan B 2 7-9 Bulan 2-3 Bulan B 3 7-9 Bulan 4-5 Bulan C 1 5-6 Bulan 0-1 Bulan C 2 5-6 Bulan 2-3 Bulan C 3 5-6 Bulan 4-6 Bulan C 4 5 Bulan 7 Bulan D1 3-4 Bulan 0-1 Bulan D2 3-4 Bulan 2-3 Bulan D3 3-4 Bulan 4-6 Bulan D4 3-4 Bulan 7-9 Bulan E1 0-2 Bulan 0-1 Bulan E2 0-2 Bulan 2-3 Bulan E3 0-2 Bulan 4-6 Bulan E4 0-2 Bulan 7-9 Bulan E5 0-2 Bulan 10-12 Bulan A

B

C

D

E


(50)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 PELAKSANAAN DAN WAKTU PENELITIAN

Untuk mendapatkan data dukung beberapa lokasi di wilayah Sumatera Utara dilakukan pengambilan data di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Klas I Medan.

3.2 BAHAN-BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 1. Komputer/Laptop untuk membantu dalam mengolah data. 2. Software Sistem Informasi Geografis (SIG) Arc View 3.3.

3. Data curah hujan bulanan 7 stasiun hujan yang tersebar yang mewakili masing-masing tipe iklim yang ada diwilayah Sumatera Utara.

4. Sedangkan pengolahan prediksi curah hujan dengan model ARIMA dan ANFIS menggunakan aplikasi Hy BMG 2.0.

3.3 RANCANGAN UMUM PENELITIAN

Rancangan umum penelitian yang akan dilakukan antara lain:

1. Melakukan pengumpulan data sebagai data dukung dalam melakukan pengolahan.

2. Melakukan validasi model prediksi ARIMA dan ANFIS di beberapa titik pengamatan yang diambil,

3. Melakukan spasialisasi hasil validasi model.


(51)

30

Gambar 3.1. Alur Penelitaian 3.4 VARIABEL YANG DIAMATI

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah curah hujan bulanan 7 stasiun/pos pengamat curah hujan yang mewakili tipe hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman di Sumatera Utara. Data hujan yang digunakan merupakan curah hujan akumulasi harian dalam sebulan dari tahun 1986-2010.

3.5 DATA VALIDASI

Data validasi adalah data hasil prediksi model ARIMA dan ANFIS serta dikorelasikan dengan data aktual yang ada sehingga diketahui keakuratan metode yang sedang diujikan. Validasi model yang diujikan selama 10 tahun kebelakang


(52)

yaitu tahun 2001 hingg 2010. (Sumber data: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali Medan).

3.6 PROSES ANALISIS DAN PEMETAAN 3.6.1 Proses Analisis Data Menggunakan Hy BMG

 HyBMG (Hybrid BMG) merupakan aplikasi antarmuka windows berbasis perangkat lunak MATLAB (MATrix LABoratory) menggunakan PC tunggal.

 HyBMG adalah kompilasi model-model statistik non-konvensional yang menggabungkan beberapa teknik prakiraan time series diantaranya neural network (ANFIS), transformasi wavelet, AutoRegressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan non-linear dynamics (teori chaotic).

 Data input yang digunakan HyBMG adalah data time series curah hujan. HyBMG digunakan untuk prakiraan jangka panjang (1 tahun ke depan) yang didalamnya juga terdapat fitur untuk melakukan validasi model.

 Data input untuk HyBMG adalah file teks dengan extension “txt” (*.txt) yang berisi satu kolom data time series. Dalam hal ini, data tersebut adalah data curah hujan dalam format dasarian (1 tahun = 12 data).

 Misalkan : Terdapat data observasi curah hujan dasarian selama 25 tahun dari tahun 1986 sampai tahun 2010 untuk stasiun pengamatan curah hujan di Sumatera Utara, Indonesia (12 x 25 = 300 data) dalam format file Excel.

 Kemudian akan dilakukan validasi data hasil prakiraan untuk tahun masing-masing-masing tahun dengan aplikasi HyBMG.

 Ubah data input tahun 1986-2010 dari format file Excel ke format file teks (*.txt)


(53)

32

Gambar 3.2. Tampilan Format Excel menjadi Text

 Simpan data input tahun 1986-2005 dalam format file teks (*.txt) dengan nama Tipe A1 86-05.txt

Gambar 3.3. Tampilan Format Text dalam Folder


(54)

Gambar 3.4. Tampilan HyBMG dalam Dekstop

Setelah mengeksekusi file HyBMG_1_6.exe, maka jendela berikut akan muncul setelah beberapa saat.

Gambar 3.5. Tampilan Awal HyBmg


(55)

Gambar 3.6. Tampilan Input Data

34

 Klik tombol “View” untuk melihat isi dan panjang dari data input. Dimana data input merupakan data curah hujan yang telh di masukkan kedalam aplikasi.


(56)

 Klik tombol “ANFIS” untuk menampilkan interface ANFIS lalu jalankan

Gambar 3.8. Tampilan ANFIS memproses data

35

Tampilan Output Simulasi dan Prediksi ANFIS 1 tahun ke depan

Simpan hasil grafik dan data ouput prediksi dimana hasil peyimpanan aplikasi tersebut akan berupa data text dan akan kita ubah kembali dalam bentuk excel.


(57)

Gambar 3.9. Prediksi ANFIS Selama setahun

 Akan tampil screenshot berikut merupakan tampilan awal aplikasi ARIMA

Gambar 3.10. Tampilan aplikasi ARIMA

36


(58)

data input yang telah dipilih

Gambar 3.11. Tampilan Pemprosesan Input data ARIMA

 Running ARIMA model

 Dari hasil identifikasi time series, estimasi parameter yang akan di running adalah model ARIMA(0,1,1)(0,1,1)12


(59)

Gambar 3.12. Tampilan Pemprosesan data ARIMA

37

 Untuk menyimpan file grafik dan data text dapat dilakukan dengan menekan tombol “Save” kemudian pilih “Graphic” atau “Data” pada window output grafik. Hasil ini mepukan hasil prediksi menggunakan aplikasi ARIMA.


(60)

3.6.2 Proses Pemetaan Menggunakan Arc View 3.3 Membuka aplikasi Arc View 3.3

Gambar 3.14. Tampilan Arc View

38

 Menyiapkan data digital berupa data: batas kabupaten, batas propinsi, batas tipe iklim yang telah di klasifikasi di wilayah Sumatera Utara.


(61)

Gambar 3.15. Tampilan Folder Arc View

Membuka tampilan view untuk memasukkan data dukung yang ada

39 Gambar 3.16. Tampilan Pemprosesan Arc View


(62)

(63)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 TIPE IKLIM OLDEMAN DI SUMATERA UTARA

Hasil analisis Pengklasifikasian curah hujan berdasarkan Klasifikasi Oldeman di Sumatera Utara dibeberapa stasiun dan pos hujan, menunjukkan bahwa terdapat 7 (tujuh) klasifikasi hujan, antara lain Tipe A1, C1, D1, D2, E1, E2 dan E3.

4.2 PREDIKSI MODEL ARIMA

ARIMA merupakan salah satu model yang digunakan dalam penelitian ini. Model tersebut digunakan untuk memprediksi curah hujan dibeberapa pewilayahan hujan berdasarkan Tipe Iklim Oldeman yang ada di Sumatera Utara, hasil prediksi masing-masing tipe hujan tersebut antara lain:

4.2.1 Prediksi Model ARIMA Tipe A1

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe A1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ARIMA ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe A1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Juli, Oktober dan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 500-600 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 200 – 400 mm perbulannya.


(64)

0 100 200 300 400 500 600 700 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe A1  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.1. Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe A 4.2.2 Prediksi Model ARIMA Tipe C1

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe C1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ARIMA ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe C1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Juli, Oktober dan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 500-600 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 200 – 400 mm perbulannya.

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe C1  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 42

Gambar 4.2. Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe C1


(65)

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe D1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ARIMA ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe D1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari, Oktober, Nopember dan Desember dengan potensi curah hujan hingga 200-300 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 150 – 200 mm perbulannya.

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe D1  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.3. Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe D1 4.2.4 Prediksi Model ARIMA Tipe D2

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe D2 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ARIMA ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe D2 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Septembet dan Oktober dengan potensi curah hujan hingga 250-300 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 150 – 200 mm perbulannya.


(66)

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe D2  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.4. Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe D2 4.2.5 Prediksi Model ARIMA Tipe E1

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe E1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ARIMA ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe E1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari, Oktober dan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 200-300 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 100 – 200 mm perbulannya.

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E1  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.5. Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E1

44


(67)

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe E2 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ARIMA ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe E2 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari, Oktober dan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 200-400 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 100 – 150 mm perbulannya.

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E2  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.6. Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E2 4.2.7 Prediksi Model ARIMA Tipe E3

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe E3 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ARIMA ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe E3 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari, Oktober dan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 200-400 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 100 – 150 mm perbulannya.


(68)

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E3  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.7. Prediksi Curah Hujan Model ARIMA Tipe E3 4.3 PREDIKSI MODEL ANFIS

ANFIS merupakan salah satu model yang digunakan dalam penelitian ini. Model tersebut digunakan untuk memprediksi curah hujan dibeberapa pewilayahan hujan berdasarkan Tipe Iklim Oldeman yang ada di Sumatera Utara, hasil prediksi masing-masing tipe hujan tersebut antara lain:

4.3.1 Prediksi Model ANFIS Tipe A1

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe A1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ANFIS ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe A1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Nopember dan Desember dengan potensi curah hujan hingga 400-450 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 200 – 300 mm perbulannya.


(69)

46 0 100 200 300 400 500 600 700 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe A1  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.8. Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe A1 4.3.2 Prediksi Model ANFIS Tipe C1

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe C1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ANFIS ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe C1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan September, Oktober, Nopember dan Desember dengan potensi curah hujan hingga 200-250 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 100 – 150 mm perbulannya.

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe C1  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010


(70)

4.3.3 Prediksi Model ANFIS Tipe D1

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe D1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ANFIS ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe D1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober, Nopember dan Desember dengan potensi curah hujan hingga 200-250 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 150 – 200 mm perbulannya.

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe D1  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.10. Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe D1

4.3.4 Prediksi Model ANFIS Tipe D2

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe D2 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ANFIS ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe D2 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Agustus, September, Oktober dan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 200-250 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 100 – 200 mm perbulannya.


(71)

48 0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe D2  Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.11. Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe D2

4.3.5 Prediksi Model ANFIS Tipe E1

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe E1 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ANFIS ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe E1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan September dan Oktober dengan potensi curah hujan hingga 200-300 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 100 – 200 mm perbulannya. 0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E1 Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.12. Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E1


(72)

4.3.6 Prediksi Model ANFIS Tipe E2

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe E2 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ANFIS ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe E2 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Agustus, September, Oktober, Nopember dan Desember dengan potensi curah hujan hingga 100-150 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 50 – 100 mm perbulannya.

0 100 200 300 400 500 m il im e te r   (m m )

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES

Bulan Grafik Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E2 Tahun 2001‐2010 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Gambar 4.13. Prediksi Curah Hujan Model ANFIS Tipe E2

4.3.7 Prediksi Model ANFIS Tipe E3

Pewilayahan hujan berdasarkan klasifikasi Oldeman tipe E3 yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan selama 10 tahun menggunakan model ANFIS ini menunjukkan bahwa pada daerah tipe E3 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan September, Oktober, Nopember dan Desember dengan potensi curah hujan hingga 200-350 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi curah hujan masih berkisar 50 – 200 mm perbulannya.


(1)

Dari hasil validasi Model ANFIS pada bulan Desember nilai validasi umumnya berkisar antara -0,5 – 0,5 nilai validasi terbaik terjadi pada tipe A1.


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diberikan beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut :

1. Validasi model-model prediksi curah hujan memiliki keakuratan yang berbeda-beda untuk masing-masing tipe iklim berdasarkan Klasifikasi Oldeman di Sumatera Utara.

2. Berdasarkan hasil validasi, Model ARIMA dan ANFIS dapat digunakan untuk memprediksi curah hujan di Sumatera Utara.

3. Dari hasil validasi, model ARIMA sangat baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada Tipe A dan Tipe D2 sedangakan model ANFIS sangat baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada Tipe E1dan E2, masing-masing tipe nilai validasinya lebih besar dari 0.5 dan -0.5.

4. Secara umum dari hasil validasi model-model yang ada menunjukkan bahwa untuk wilayah Sumatera Utara untuk masing-masing pewilayahan hujan Model ARIMA lebih baik dibandingkan Model ANFIS.

5.2 SARAN

Ada pun saran yang dapat diberikan untuk pengembangan suatu penelitian selanjutnya dapat dituliskan sebagai berikut :

1. Sebaiknya penelitian ini dikembangkan lagi dengan melakukan validasi beberapa model prediksi sehingga tidak hanya membandingkan 2 (dua) model saja.


(3)

2. Sebaiknya penelitian ini dikembangkan lagi dengan melakukan penambahan data validasi prediksi untuk masing-masing model.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membahas hasil validasi terhadap pewilayahan hujan yang ada dan apa pengaruhnya terhadap kondisi geografi, vegetasi, tataguna lahan dan tutupan lahan untuk masing-masing pewilayahan hujan tersebut.


(4)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

As-Syakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem Informasi Geografi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air

Danau Buyan. Proseding PIT XVII MAPIN. pp 1-11

Barus B., dan U.S. Wiradisastra, 2000, Sistem Informasi Geografi, Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Boer ,R., Wahyuni, E.S. Dasanto, B.D., Hidayati, R., Perdinan, Rahadiyan, R.M.K., Parhan, A. 2003. An Integrated Assessment on Climate Change Impacts, Adaptation and Vulnerability in Watershed Areas and Communities in Southeast Asia: Indonesia

Bayong,Tj.H.K. 2004. Klimatatologi. ITB. Bandung.

Handoko. 1995. Klasifikasi Iklim. Di dalam : Handoko, editor. Edisi Kedua. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hermawan, E. 2007. Pengaruh Kejadian Dipole Mode Terhadap Variabilitas Curah Hujan di Sumatera Barat dan Selatan. Makalah di seminarkan pada acara joint CEOP/IGWCO Planning Meeting 12-17 Maret 2007 di Natonal Academy of Science, Wasingthon, DC, USA.

Ika Darsilawarni. S, 2010, ANALISIS PENGELOMPOKAN CURAH HUJAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG). Tesis Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.


(5)

Jones, R., Boer, R., Mearns, L. Magezi, S. 2003a. Assessing current climate risk. Technical Paper 4: Adaptation Policy Framework. UNDP, New York.

Kaimuddin, 2000. Dampak perubahan iklim dan tataguna lahan terhadap keseimbangan air wilayah Sulawesi Selatan: Studi kasus DAS Walanae Hulu dan DAS Saddang. Disertasi Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta

Kattenberg, A., Giorgi, F., Grassl, H., Meehl, G.A., Mitchell, J.F.B., Stouffer, R.J., Tokioka, T., Weaver, A.J., and Wigley, T.M.L. 1996. Climate models-projections of future climate. Pp:285-357 in Climate change 1994: radiative forcing of climate change and an evaluation of the IPCC IS92 emission scenarios [Haoughton, J.T., Meiro Filho, L.G., Callender, B.A., Kattenburg, A and Maskell, K. (eds)]. Cambridge University Press, UK, 572pp.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Las, I., Boer, R., Syahbudin, H., Pramudia, A., Susanti, E., Surmaini, K., Estiningtyas, W., Suciantini, Apriyatna, Y. 1999. Analisis peluang penyimpangan iklim dan ketersediaan air pada wilayah pengembangan IP padi 300. Laporan Penelitian ARMP-II, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Makridakis,1993, Metode dan Aplikasi Peramalan, Bina Aksara Jakarta,

Modul, 2007. Desiminasi Hasil LITBANG BMG. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Mulkan I. N, 2010, ANALISIS PEMETAAN VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN WAVELET MENGGUNAKAN ARC VIEW 3.3. Tesis Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Nuarsa, I.W. 2005. Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3 Untuk Pemula. Gramedia. Jakarta.

Oldeman, R.L., Irsal Las, and Muladi. 1980. The agro-climatic maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya, and Bali West and East Nusa Tenggara


(6)

74

Contrib. No.60. Centr. Res. Inst.Agrc. Bogor.

Sutamto dan Alifi Maria Ulfah, 2007. Modul Akurasi Prakiraan Musim. Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Sutamto, 2007. Modul Diklat Klimatologi dan Kualitas Udara. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Tjasyono, B. 1997. Mekanisme fisis para, selama, dan pasca El-Nino. Paper disajikan pada Workshop Kelompok Peneliti Dinamika Atmosfer, 13-14 Maret 1997.

...2011a. Sistem Komputer. http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_komputer.  ...2011b.Komputer. 

http://blog.math.uny.ac.id/yeyenjuniasih/2009/10/01/pengenalan‐sistem‐komputer‐ hardware‐beserta‐input‐proses‐dan‐output/ 

...2011c. Bahasa Pemograman. http://www.ruzman.co.tv/2009/06/macam‐macam‐ bahasa‐pemrograman.html