xvi apotek baru, tidaklah cukup untuk mendapatkan hasil kinerja apotek yang
baik sesuai dengan pertumbuhan pasar yang ada. Sebagai contoh PT. Kimia Farma Apotek yang sedang menyiapkan perekrutan program untuk
apoteker yang baru lulus, di dalam kegiatan pendidikan pelatihannya membutuhkan waktu yang cukup lama 3 bulan. Ditambah lagi, masa
magang yang harus dilaluinya, sampai memakan waktu 1 tahun sebelum dipercaya mengelola sebuah apotek. Hal ini dilakukan, sebagai
pertanggung jawaban dari seorang profesional kepada pihak manajemen, baik dalam pengelolaan sumber daya maupun layanan kefarmasian Saragi
dan Fransiscus, 2004.
2.5 Dispensing
Dispensing obat adalah bagian dari pekerjaan kefarmasian meliputi menerima dan memvalidasi resep obat, mengerti dan menginterpretasikan
maksud resep yang dibuat dokter, membahas solusi masalah yang terdapat dalam resep bersama-sama dengan dokter penulis resep, mengisi Profil
Pengobatan Penderita P-3, menyediakan atau meracik obat, memberi wadah dan etiket yang sesuai dengan kondisi obat, merekam semua
tindakan, mendistribusikan obat kepada Penderita Rawat Jalan PRJ atau Penderita Rawat Tinggal PRT, memberikan informasi yang dibutuhkan
kepada penderita dan perawat. Berbagai kegiatan tersebut yang memiliki kewenangan untuk melakukannya adalah apoteker dibantu tenaga teknis
kefarmasian. Praktik Dispensing yang baik adalah suatu praktik yang
Universitas Sumatera Utara
xvii memastikan suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar, ditujukan
kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas sesuai instruksi yang jelas, dan dalam kemasan yang memelihara potensi obat Amalia, 2010.
2.6 Asuhan Kefarmasian
Asuhan kefarmasian Pharmaceutical care adalah tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan
pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi
obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan
obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien American Society of
Hospital Pharmacists, 1993. Melalui penerapan asuhan kefarmasian yang memadai diharapkan
masyarakat yang mengkonsumsi obat mendapat jaminan atas keamanannya. Hasil terapetik yang efektif dari suatu obat berkorelasi
dengan proses penyembuhan penyakit, pengurangan gejala penyakit, perlambatan pengembangan penyakit dan pencegahan penyakit Anonim,
2008. Pada pernyataan pasal 5 tentang pekerjaan kefarmasian dalam
pelayanan sediaan farmasi tidak boleh hanya diartikan kita menyerahkan obat begitu saja. Karena yang namanya proses tetap harus dilalui dan
Universitas Sumatera Utara
xviii semua proses tidak bisa dipisahkan. Proses mulai dari pengadaan sampai
dengan penyerahan. Yang mana penyerahan itu sendiri meliputi KIE komunikasi, informasi dan edukasi. Semua hal itu harus diartikan sebagai
satu kesatuan proses pelayanan kefarmasian, yang mana pelayanan kefarmasian juga merupakan pelayanan kesehatan dasar. Bila hal tersebut
hanya dilakukan dengan sebagian saja, maka proses pelayanan kefarmasian tidak bisa dikatakan profesional Anonim, 2009.
Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker semestinya adalah sarana yang sangat tepat bagi apoteker untuk memberikan asuhan
kefarmasian kepada masyarakat. Secara filosofis, konsumen yang datang ke apotek sejatinya bukan semata-mata akan membeli obat. Mereka
membutuhkan saran atas masalah yang berkaitan dengan kesehatan mereka. Bahwa bila diakhir kunjungannya mereka membeli obat, dapat dipastikan
hal itu terjadi setelah melalui tahap pemberian asuhan kefarmasian. Paradigma tersebut memperjelas sekaligus mempertegas bahwa apotek
tidak lain adalah pusat asuhan kefarmasiann dan profesi yang memiliki kompetensi untuk menjalankannya adalah apoteker. Sehingga, konsep no
pharmacist no service atau tiada apoteker tiada pelayanan TATAP adalah konsukuensi logis atasnya Anonim, 2008.
2.7 Pelayanan Kesehatan Masyarakat