28 responden berpraktik. Dari uji tersebut diketahui bahwa pekerjaan lain
responden selain sebagai APA tidak mempunyai pengaruh terhadap profil pemenuhan standar praktik kefarmasian di mana responden berpraktik P
0,1. Gambar 4.5 berikut adalah distribusi persentasi tahun lulus responden.
Gambar 4.5 Distribusi persentasi tahun lulus responden
Situasi ini sungguh memprihatinkan dan patut dicari solusi dalam memperbaiki praktik farmasi komunitas saat ini karena sebanyak 44,23 APA tersebut
merupakan generasi muda alumnus 2001-2010, yang seharusnya memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya kehadiran APA sepanjang
jam buka di apotek, demi masa depannya yang masih sangat panjang.
4.3.2 Kinerja bisnis apotek
Apotek merupakan suatu institusi yang memiliki dua fungsi, pertama fungsi pelayanan kesehatan bidang kefarmasian non profit oriented sebagai
fungsi utama dan kedua fungsi bisnis sebagai fungsi pendukung profit oriented. Sebagai institusi bisnis, apotek layak mendapatkan keuntungan
untuk menutup seluruh biaya operasional, dan memberikan kesejahteraan kepada semua karyawannya sesuai ketentuan. Dengan demikian parameter
11,54 3,85
19,23 19,23
44,23 1,92
tidak ada data =1980
1981-1990 1991-2000
2001-2010 2010
Universitas Sumatera Utara
29 kinerja bisnis apotek meliputi besarnya omset per bulan, jumlah resep yang
diterima setiap hari, dan kemampuannya memberikan imbalan. Gambar 4.6 berikut adalah distribusi imbalan yang diterima oleh
responden per bulan.
Gambar 4.6 Distribusi imbalan per bulan yang diterima responden
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa ada 61,54 responden yang menerima imbalan per bulan di bawah Rp. 2.000.000,- dan ada juga responden yang
menerima imbalan per bulan di bawah Rp. 1.000.000,- sebanyak 7,69, dimana mencerminkan imbalan yang tidak layak didapatkan bagi seorang
tenaga profesional seperti apoteker dan masa depan yang tidak terjamin bagi apoteker di kota Medan ini. Padahal PD IAI Sumatera Utara dan Pengurus
Daerah Gabungan Perusahaan Farmasi Sumatera Utara telah sepakat untuk memberikan imbalan minimum bulanan kepada APA sebesar 2½ Upah
Minimum Provinsi UMP di luar THR, bonus tahunan, dan transport harian. Untuk tahun 2011 UMP Provinsi Sumatera Utara adalah Rp.1.035.500,-
dengan demikian imbalan minimum bulanan adalah Rp.2.588.750,- PD IAI Sumut, 2011.
1,92 7,69
61,54 15,38
0,00 13,46
tidak ada data =1.000.000
1.000.000-2.000.000 2.000.000-3.000.000
3.000.000-4.000.000 4.000.000
Universitas Sumatera Utara
30 Gambar 4.7 berikut adalah distribusi imbalan per bulan yang diharapkan
responden.
Gambar 4.7 Distribusi imbalan per bulan yang diharapkan responden
Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa, 44,23 responden yang mengharapkan imbalan yang didapatkannya di atas Rp. 2.000.000,- hingga Rp. 5.000.000,-,
harapan yang sulit untuk dipenuhi jika dilihat berdasarkan omset minimum apotek per hari yaitu Rp 1.000.000,-. Oleh sebab itu, perlu dicari solusi untuk
pemenuhan imbalan tersebut. Pemilik modal seharusnya mau mempertimbangkan kesejahteraan APA mengingat izin apotek diberikan atas
nama APA, sehingga ada kegairahan untuk APA berkomitmen menjalankan profesinya dengan baik dan memberikan pelayanan kefarmasian yang
maksimal kepada pasien. Gambar 4.8 berikut adalah distribusi rata-rata jumlah resep per hari.
Gambar 4.8 Distribusi rata-rata jumlah resep per hari
1,92 21,15
21,15 23,08
21,15 11,54
tidak ada data susah sesuai harapan
=1.000.000-2.000.000 2.000.000-3.000.000
3.000.000-5.000.000 5.000.000-10.000.000
17,31 23,08
15,38 15,38
5,77 5,77
9,62 7,69
tidak ada data =5
5-10 10-20
20-30 30-50
50-100 100
Universitas Sumatera Utara
31 Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa sekitar 53,84 apotek hanya menerima
rata-rata 20 lembar resep atau kurang per hari, dan sekitar 23,08 apotek hanya menerima 5 lembar resep atau kurang per hari, suatu bobot pekerjaan
yang sangat sedikit sekali dilakukan dalam kurun waktu lebih kurang 12 jam. Gambar 4.9 berikut adalah distribusi rata-rata harga per lembar resep.
Gambar 4.9 Distribusi rata-rata harga per lembar resep
Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa rata-rata harga per lembar resep adalah 10.000-50.000 sebanyak 19,23, 28,85 untuk harga 50.000-100.000, dan
25 untuk harga 100.000-500.000. Jadi, rata-rata harga per lembar resep yang paling dominan adalah Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,-.
Gambar 4.10 berikut adalah distribusi rata-rata omset per hari apotek.
Gambar 4.10 Distribusi rata-rata omset per hari
26,92 19,23
28,85 25,00
tidak ada data 10.000-50.000
50.000-100.000 100.000-500.000
25 21,15
7,69 9,62
9,62 11,54
15,38
tidak ada data =1.000.000
1.000.000-2.000.000 2.000.000-3.000.000
3.000.000-5.000.000 5.000.000-10.000.000
10.000.000-50.000.000
Universitas Sumatera Utara
32 Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa 28,84 apotek hanya mempunyai omset
2.000.000 atau kurang per hari. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa pada indeks penjualan 1,15 titik impas apotek adalah Rp.2.079.601,- per hari
Wiryanto, 2010, maka apotek dengan omset Rp.2.000.000,- per hari sulit diharapkan untuk dapat beroperasi sesuai standar.
Apabila data-data dari Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10 dihubungkan maka diketahui bahwa lebih dominan jumlah apotek yang hanya mempunyai omset
dari pelayanan resep kurang dari 50. Kecenderungan penggunaan obat tanpa resep atau swamedikasi menjadi semakin besar, maka menjadi tugas berat bagi
profesi apoteker untuk memastikan bahwa setiap penggunaan obat senantiasa sesuai indikasi, efektif dan aman meskipun tanpa resep dokter.
4.3.3 Kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian