xi pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 2 Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2.2 Standar Praktik Kefarmasian
Pedoman praktik farmasi yang baik didasarkan pada asuhan kefarmasian yang diberikan para apoteker. Pedoman ini merekomendasikan agar standar
nasional ditetapkan untuk: peningkatan kesehatan, penyediaan obat-obatan, alat-alat medis, perawatan diri pasien dan peningkatan pemberian resep dan
penggunaan obat oleh aktivitas apoteker. International Pharmaceutical Federation FIP mendesak organisasi farmasi dan pemerintah untuk
bekerjasama dalam menyusun standar yang tepat atau, di mana standar nasional sudah ada, dalam meninjau standar ini sesuai dengan petunjuk-
petunjuk yang ditetapkan dalam dokumen praktik farmasi yang baik. Semua apoteker yang berpraktik wajib menjamin bahwa layanan yang mereka berikan
kepada setiap pasien mempunyai kualitas yang tepat International Pharmaceutical Federation, 1997.
Menurut International Pharmaceutical Federation 1997, persyaratan
Universitas Sumatera Utara
xii praktik farmasi yang baik adalah:
1. Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar perhatian utama apoteker
dalam keadaan apapun adalah kesejahteraan pasien. 2.
Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar inti aktivitas farmasi adalah penyediaan obat dan produk perawatan kesehatan lainnya dengan mutu
terjamin, informasi dan nasehat yang tepat untuk pasien dan pemonitoran efek penggunaan.
3. Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar bagian integral dari
kontribusi apoteker adalah peningkatan penulisan resep yang rasional dan ekonomis dan penggunaan obat yang tepat.
4. Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar tujuan dari masing-masing
unsur layanan farmasi relevan dengan pasien, didefinisikan dengan jelas dan disampaikan dengan efektif kepada semua pihak yang terlibat.
Dalam memenuhi persyaratan di atas, diperlukan kondisi sebagai berikut: a.
Profesionalisme haruslah menjadi falsafah utama yang mendasari praktik, walaupun faktor ekonomi juga penting.
b. Apoteker harus memberi masukan mengenai keputusan penggunaan obat.
Harus ada sistem yang memungkinkan apoteker dapat melaporkan kejadian yang merugikan, kesalahan obat, kualitas produk yang cacat atau deteksi
produk palsu. Pelaporan ini bisa mencakup informasi tentang penggunaan obat yang disediakan pasien atau profesional kesehatan, secara langsung
atau melalui apoteker. c.
Hubungan yang berkelanjutan dengan profesional kesehatan lainnya,
Universitas Sumatera Utara
xiii terutama dokter, haruslah dipandang sebagai kemitraan terapeutik yang
melibatkan saling percaya dan keyakinan atas segala hal yang terkait dengan farmakoterapeutik.
d. Hubungan antara sesama apoteker haruslah sebagai sesama rekan yang
berusaha meningkatkan layanan farmasi, dan bukan sebagai sesama pesaing.
e. Dalam kenyataannya, organisasi, praktik kelompok dan manager apotek
haruslah menerima berbagai tanggungjawab atas definisi, evaluasi dan peningkatan kualitas.
f. Apoteker haruslah mengetahui informasi tentang medis dan obat-obatan
penting setiap pasien. Memperoleh informasi sedemikian menjadi lebih mudah jika pasien memilih hanya menggunakan satu apotek atau jika profil
obat pasien tersedia. g.
Apoteker membutuhkan informasi independen, komprehensif, objektif dan terkini tentang terapeutik dan obat-obatan yang digunakan.
h. Apoteker di setiap lingkungan praktik haruslah menerima tanggungjawab
pribadi atas pemeliharaan dan penilaian kompetensinya sendiri sepanjang masa kerja profesional mereka.
i. Program pendidikan profesi haruslah menangani perubahan saat ini dan
masa mendatang dengan tepat yang bisa diperkirakan dalam praktik farmasi.
j. Standar praktik farmasi nasional yang baik haruslah ditetapkan dan
haruslah dipatuhi para praktisi.
Universitas Sumatera Utara
xiv Praktik farmasi yang baik melibatkan empat kelompok aktivitas utama, yaitu:
a. aktivitas yang terkait dengan peningkatan kesehatan yang baik,
penghindaran penyakit dan pencapaian tujuan kesehatan; b.
aktivitas yang terkait dengan penyediaan dan penggunaan dan item-item untuk pemberian obat atau untuk aspek pengobatan lainnya aktivitas ini
bisa dilaksanakan di apotek, di institusi atau di lingkungan perawatan rumah;
c. aktivitas yang terkait dengan swamedikasi, yang meliputi nasehat tentang
dan, di mana dianggap tepat, penyediaan obat atau pengobatan lainnya untuk gejala-gejala penyakit yang memungkinkannya bagi pengobatan
sendiri; d.
aktivitas yang terkait dengan penulisan resep dan penggunaan obat-obatan.
2.3 Profesionalisme