Profil Pemenuhan Standar Praktik Kefarmasian Beberapa Apotek di Kota Medan

(1)

PROFIL PEMENUHAN STANDAR PRAKTIK KEFARMASIAN BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH: GRACIA NIM 091501153

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PROFIL PEMENUHAN STANDAR PRAKTIK KEFARMASIAN BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: GRACIA NIM 091501153

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PEMENUHAN STANDAR PRAKTIK KEFARMASIAN BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN

OLEH: GRACIA NIM 091501153

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 15 Juni 2013

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Wiryanto, M.S., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.

NIP 195110251980021001 NIP 195301011983031004

Drs. Wiryanto, M.S., Apt.

Pembimbing II, NIP 195110251980021001

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt.

NIP 195111021977102001 NIP 195406081983031005

Drs. Ismail, M.Si., Apt. NIP 195006141980031001

Medan, Juli 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi

salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, dengan judul Profil Pemenuhan Standar Praktik

Kefarmasian Beberapa Apotek di Kota Medan.

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan hormat, penulis

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., dan Ibu

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dengan sangat baik, yang dengan penuh kesabaran memberikan

petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi

ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah

memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan, serta Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Bapak

Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., dan Bapak Drs. Ismail, M.Si., Apt.,

selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada sahabat-sahabat tercinta,

terima kasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya selama ini.

Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum


(5)

iv

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

terhingga kepada kedua orang tua Amin Wijaya dan Nelly Susanto yang telah

memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun,

pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak

pernah berhenti. Adik-adik tercinta Felicia dan Alexandro, serta seluruh

keluarga, terima kasih atas dukungan, doa dan semangat yang telah diberikan

kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 15 Juni 2013 Penulis,

Gracia


(6)

v

PROFIL PEMENUHAN STANDAR PRAKTIK KEFARMASIAN BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Selama bertahun-tahun praktik profesi apoteker di Indonesia jauh dari interaksi dengan pasien. Apotek seharusnya dipercaya sebagai tempat pelayanan kefarmasian, namun sampai saat ini masih merupakan tempat penjualan obat sebagai komoditi. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kehadiran apoteker yang sangat minim. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pemenuhan standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan, sebagai dasar pembinaan dan pengawasan.

Penelitian ini bersifat cross-sectional dengan metode survei kepada apoteker di kota Medan. Kuesioner dibagikan secara langsung ke 100 apoteker di apotek di kota Medan. Data merupakan identitas dan pilihan responden terhadap 2 atau 3 deskripsi tingkat pemenuhan standar praktik, dengan skala tiga poin yaitu 0, 2, dan 4 pada setiap elemen standar. Kriteria pemenuhan standar praktik ditentukan berdasarkan poin kumulatif hasil penilaian tingkat pemenuhan standar praktik sebagai berikut, sangat baik: ≥150; baik: ≥130; cukup: ≥110; kurang: ≥80; bawah standar: ≥60; tidak layak: ≥40 dan sangat tidak layak: <40.

Hasil survei menunjukkan bahwa profil pemenuhan standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan saat ini adalah sebagai berikut: hasil rerata poin kumulatif tingkat pemenuhan standar praktik sebesar 72,04 termasuk dalam kriteria bawah standar, dengan kisaran poin kumulatif 14-148, terdiri dari kriteria bawah standar 25%, kurang 47%, cukup 14% dan baik 14%. Dua puluh tiga persen apotek paling banyak menerima 5 resep per hari dan 21,15% apotek paling tinggi mempunyai omset Rp.1.000.000,- per hari. Total kuesioner yang kembali adalah 52 kuesioner, 73,1% perempuan, 34,62% pegawai negeri sipil, berasal dari 6 perguruan tinggi farmasi, 57,69% merupakan milik PSA perorangan, 15,38% sekaligus bertindak sebagai pemilik modal, 69,22% tidak setiap hari hadir di apotek, 78,85% APA mempunyai pekerjaan lain selain APA di apotek, secara statistik jenis pekerjaan lain tidak mempengaruhi profil pemenuhan standar praktik (P > 0,1), 44,23% APA tersebut merupakan generasi muda alumnus 2001-2010, 69,23% paling tinggi mempunyai imbalan Rp.2.000.000,- per bulan, dan 44,23% responden mengharapkan imbalan di atas Rp. 2.000.000,- hingga Rp. 5.000.000,-.

Kata kunci: survei, profil pemenuhan standar, praktik kefarmasian, kota medan.


(7)

vi

PROFILE OF PHARMACEUTICAL PRACTICE STANDARD COMPLIANCE OF PHARMACIES IN MEDAN

ABSTRACT

For many years, the practice of pharmacy profession in Indonesia is far away from interactions with patients. Pharmacy should be believed as a place of pharmaceutical care, but until now it still the place of selling drugs as a commodity. It is showed by the minimal attendance of the pharmacist. The purpose of this study was to determine standard compliance profile level of pharmacy practice at pharmacy in Medan, as the basic for guidance and supervision.

The study was conducted with cross-sectional by survey method to pharmacists in Medan. Questionnaire was distributed directly to 100 pharmacists at pharmacy in Medan. Data is the respondent's identity and choices of 2 or 3 three-point description of practice standard compliance, with scale of 0, 2, and 4 on each element of the standard. The criteria of practice standard compliance is determined by cumulative points of practice standard compliance assessments, excellent: ≥ 150; good: ≥ 130; enough: ≥ 110; less: ≥ 80; below standard: ≥ 60; inappropriate: ≥ 40 and very inappropriate: <40.

The survey results show that profile of pharmaceutical practice standard compliance of pharmacies in Medan at this time are such as: cumulative points of practice standard compliance valuation mean is 72,04 shows below standard criteria, with a cumulative points in 14-148 range, consisting the standard criteria of 25%, less 47%, enough 14% and good 14%. Twenty three percent pharmacies accept maximum 5 prescriptions each day and 21.15% pharmacies have maximum Rp. 1.000.000,- profit each day. Total questionnaires which collected are 52, 73.1% are female, 34.62% are civil employees, graduated from 6 different university, 57.69% of the pharmacy owned by individual owner, 15.38% pharmacies act as owners at the same time, 69.22% isn’t present every day in the pharmacy, 78.85% have another occupation beside as pharmacies, statistically different type of work does not affect practice standard compliance profile (P > 0.1), 44.23% was graduated about 2001-2010, 69.23% have maximum of Rp. 2,000,000.00 salary each month, and 44.23% wish to have salary each month from Rp. 2,000,000.00 to Rp. 5,000,000.00

Key words: surveys, standard compliance profile, pharmacy practice, the city of medan.


(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Kerangka Penelitian ... 3

1.3Perumusan Masalah ... 4

1.4Hipotesis Penelitian ... 4

1.5Tujuan Penelitian ... 4

1.6Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tinjauan Umum Apotek ... 5

2.2 Standar Praktik Kefarmasian ... 9


(9)

viii

2.4 Manajerial ... 13

2.5 Dispensing ... 14

2.6 Asuhan Kefarmasian ... 15

2.7 Pelayanan Kesehatan Masyarakat ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Jenis Penelitian ... 18

3.2 Jenis Data Penelitian ... 18

3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian ... 18

3.4 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 18

3.5 Prosedur Penelitian ... 20

3.6 Defenisi Operasional ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 23

4.2 Gambaran Umum Apotek di Kota Medan ... 23

4.3 Hasil dan Pembahasan ... 23

4.3.1 Identitas responden ... 23

4.3.2 Kinerja bisnis apotek ... 26

4.3.3 Kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian ... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Rerata poin kumulatif dan kriteria pemenuhan standar praktik

kefarmasian sebelum verifikasi ... 31

4.2 Rerata poin kumulatif dan kriteria pemenuhan standar praktik

kefarmasian setelah verifikasi ... 32

4.3 Rerata poin penilaian 5 aspek standar dan kriteria


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Distribusi persentasi asal Perguruan Tinggi Farmasi

responden ... 24

4.2 Distribusi persentasi kepemilikan apotek ... 24

4.3 Distribusi persentasi frekuensi kehadiran di apotek ... 25

4.4 Distribusi persentasi pekerjaan lain responden selain APA ... 25

4.5 Distribusi persentasi tahun lulus responden ... 26

4.6 Distribusi imbalan per bulan yang diterima responden ... 27

4.7 Distribusi imbalan per bulan yang diharapkan responden ... 28

4.8 Distribusi rata-rata jumlah resep ... 28

4.9 Distribusi rata-rata harga per hari per lembar resep ... 29

4.10 Distribusi rata-rata omset per hari ... 29

4.11 Gambaran pemenuhan standar praktik kefarmasian setelah verifikasi ... 33

4.12 Distribusi kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian setelah verifikasi ... 34


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kuesioner penelitian ... 40

2 Hasil uji statistik pengaruh pekerjaan selain APA terhadap profil pemenuhan standar praktik ... 51

3 Surat permohonan izin penelitian ... 52

4 Surat izin pengambilan data ... 53


(13)

v

PROFIL PEMENUHAN STANDAR PRAKTIK KEFARMASIAN BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Selama bertahun-tahun praktik profesi apoteker di Indonesia jauh dari interaksi dengan pasien. Apotek seharusnya dipercaya sebagai tempat pelayanan kefarmasian, namun sampai saat ini masih merupakan tempat penjualan obat sebagai komoditi. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kehadiran apoteker yang sangat minim. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat pemenuhan standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan, sebagai dasar pembinaan dan pengawasan.

Penelitian ini bersifat cross-sectional dengan metode survei kepada apoteker di kota Medan. Kuesioner dibagikan secara langsung ke 100 apoteker di apotek di kota Medan. Data merupakan identitas dan pilihan responden terhadap 2 atau 3 deskripsi tingkat pemenuhan standar praktik, dengan skala tiga poin yaitu 0, 2, dan 4 pada setiap elemen standar. Kriteria pemenuhan standar praktik ditentukan berdasarkan poin kumulatif hasil penilaian tingkat pemenuhan standar praktik sebagai berikut, sangat baik: ≥150; baik: ≥130; cukup: ≥110; kurang: ≥80; bawah standar: ≥60; tidak layak: ≥40 dan sangat tidak layak: <40.

Hasil survei menunjukkan bahwa profil pemenuhan standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan saat ini adalah sebagai berikut: hasil rerata poin kumulatif tingkat pemenuhan standar praktik sebesar 72,04 termasuk dalam kriteria bawah standar, dengan kisaran poin kumulatif 14-148, terdiri dari kriteria bawah standar 25%, kurang 47%, cukup 14% dan baik 14%. Dua puluh tiga persen apotek paling banyak menerima 5 resep per hari dan 21,15% apotek paling tinggi mempunyai omset Rp.1.000.000,- per hari. Total kuesioner yang kembali adalah 52 kuesioner, 73,1% perempuan, 34,62% pegawai negeri sipil, berasal dari 6 perguruan tinggi farmasi, 57,69% merupakan milik PSA perorangan, 15,38% sekaligus bertindak sebagai pemilik modal, 69,22% tidak setiap hari hadir di apotek, 78,85% APA mempunyai pekerjaan lain selain APA di apotek, secara statistik jenis pekerjaan lain tidak mempengaruhi profil pemenuhan standar praktik (P > 0,1), 44,23% APA tersebut merupakan generasi muda alumnus 2001-2010, 69,23% paling tinggi mempunyai imbalan Rp.2.000.000,- per bulan, dan 44,23% responden mengharapkan imbalan di atas Rp. 2.000.000,- hingga Rp. 5.000.000,-.

Kata kunci: survei, profil pemenuhan standar, praktik kefarmasian, kota medan.


(14)

vi

PROFILE OF PHARMACEUTICAL PRACTICE STANDARD COMPLIANCE OF PHARMACIES IN MEDAN

ABSTRACT

For many years, the practice of pharmacy profession in Indonesia is far away from interactions with patients. Pharmacy should be believed as a place of pharmaceutical care, but until now it still the place of selling drugs as a commodity. It is showed by the minimal attendance of the pharmacist. The purpose of this study was to determine standard compliance profile level of pharmacy practice at pharmacy in Medan, as the basic for guidance and supervision.

The study was conducted with cross-sectional by survey method to pharmacists in Medan. Questionnaire was distributed directly to 100 pharmacists at pharmacy in Medan. Data is the respondent's identity and choices of 2 or 3 three-point description of practice standard compliance, with scale of 0, 2, and 4 on each element of the standard. The criteria of practice standard compliance is determined by cumulative points of practice standard compliance assessments, excellent: ≥ 150; good: ≥ 130; enough: ≥ 110; less: ≥ 80; below standard: ≥ 60; inappropriate: ≥ 40 and very inappropriate: <40.

The survey results show that profile of pharmaceutical practice standard compliance of pharmacies in Medan at this time are such as: cumulative points of practice standard compliance valuation mean is 72,04 shows below standard criteria, with a cumulative points in 14-148 range, consisting the standard criteria of 25%, less 47%, enough 14% and good 14%. Twenty three percent pharmacies accept maximum 5 prescriptions each day and 21.15% pharmacies have maximum Rp. 1.000.000,- profit each day. Total questionnaires which collected are 52, 73.1% are female, 34.62% are civil employees, graduated from 6 different university, 57.69% of the pharmacy owned by individual owner, 15.38% pharmacies act as owners at the same time, 69.22% isn’t present every day in the pharmacy, 78.85% have another occupation beside as pharmacies, statistically different type of work does not affect practice standard compliance profile (P > 0.1), 44.23% was graduated about 2001-2010, 69.23% have maximum of Rp. 2,000,000.00 salary each month, and 44.23% wish to have salary each month from Rp. 2,000,000.00 to Rp. 5,000,000.00

Key words: surveys, standard compliance profile, pharmacy practice, the city of medan.


(15)

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama bertahun tahun praktik profesi apoteker di Indonesia jauh dari

interaksi dengan pasien. Apoteker lebih banyak mengelola manajemen

pengadaan dan penyaluran (managing drug supply), dari mulai seleksi,

procurement, pengadaan sampai menjaga ketersediaan obat di sarana. Praktik ini terjadi terutama di komunitas baik rumah sakit maupun apotek (Rubiyanto,

2010).

Apotek yang dipercaya sebagai tempat pelayanan kefarmasian, tetap saja

hanya sekedar sebagai tempat penjualan obat sebagai komoditi, tidak juga

bergeser ke orientasi pasien yang mengharuskan apoteker terlibat dalam proses

pelayanan kefarmasian. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kehadiran apoteker

yang sangat minim (Ahaditomo, 2004).

Situasi yang lebih buruk bisa saja terjadi sekarang apabila apoteker

Indonesia tidak segera berbenah melakukan perubahan untuk memperbaiki

kinerjanya. Mengingat kesadaran hukum yang meningkat dan majunya

teknologi informasi sehingga kasus-kasus yang awalnya hanya terjadi di daerah

menjadi kasus yang sifatnya nasional. Kekhawatiran itu sangat beralasan

mengingat pada level realitas, utilitas apoteker sebagai tenaga kesehatan sangat

rendah, tidak lebih dari 10% apoteker yang berkecimpung di rumah sakit dan


(16)

iv

mereka lebih tertarik mengurusi managing drug supply atau bahkan tidak aktif sama sekali, istilah populernya “TEKAB” yaitu Teken kabur, yang artinya

habis teken gaji langsung kabur. Kondisi yang sangat parah terjadi di

komunitas (apotek) di mana praktik apoteker praktis tidak terjadi dan pekerjaan

kefarmasian didelegasikan kepada asisten apoteker atau bahkan para pemilik

modal. Sehingga praktik apoteker selama puluhan tahun ini praktis tidak

terdefinisikan dan tidak pernah dikenali oleh pencari layanan (pasien)

(Rubiyanto, 2010).

Menurut Saragi dan Fransiscus (2004), pengelolaan apotek sebagai suatu

usaha saat ini tidak bisa lagi sebatas berdagang semata, yaitu “pesan barang,

simpan, jual dan kembali pesan”. Pengelolaan sebuah apotek oleh seorang

apoteker seharusnya adalah melaksanakan kegiatan manajemen secara utuh

(mulai penentuan lokasi, persiapan sarana/prasarana, penyiapan ketenagaan,

produk, keuangan sampai kepada memasarkannya) dan praktik profesinya yang

berhubungan langsung dengan pasien (patient oriented).

Penelitian tentang profil pelayanan kefarmasian di apotek setelah 5 tahun

standar pelayanan kefarmasian di apotek ditetapkan dan setelah 2 tahun

dilaksanakannya PUKA di kota Medan, menyimpulkan bahwa ternyata praktik

farmasi komunitas/apotek masih dilaksanakan sebagaimana tahun-tahun

sebelumnya. Obat keras tetap dikelola sebagai komoditas ekonomi yang

seolah tanpa risiko kepada penggunanya, lebih banyak dijual tanpa resep

dokter dan dilakukan oleh siapa saja, demikian juga sikap dan perilaku


(17)

v perilaku profesional (Wiryanto, 2009).

Ditetapkannya Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan

Peraturan Pemerintah (PP) No 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

membawa harapan baru akan terjadinya perubahan praktik kefarmasian di

rumah sakit dan komunitas (apotek) bahkan juga di puskesmas dan

klinik/poliklinik. Menurut PP No 51 tahun 2009, apotek adalah sarana

pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker.

Peraturan perundangan tersebut dengan tegas mengamanatkan bahwa praktik

kefarmasian dari hulu sampai hilir harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, tenaga kesehatan

yang dimaksud tidak ada yang lain kecuali apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian (Presiden RI, 2009).

1.2 Kerangka Penelitian

Instrumen penelitian

Variabel Bebas Aspek

• 40 elemen standar praktik

kefarmasian

Variabel Terikat Profil pemenuhan

standar praktik kefarmasian

• Sangat baik

• Baik

• Cukup

• Kurang

• Bawah standar

• Tidak layak


(18)

vi

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana profil

pemenuhan standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan.

1.4 Hipotesis Penelitian

Profil pemenuhan standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota

Medan masih belum mencapai kriteria ideal.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pemenuhan standar

praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan

peneliti mengenai tingkat pemenuhan standar praktik kefarmasian

beberapa apotek di kota Medan

2. Penelitian ini sangat bermanfaat sebagai dasar pelaksanaan

langkah-langkah pembinaan dan pengawasan praktik kefarmasian beberapa


(19)

vii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik

kefarmasian oleh Apoteker (Presiden RI, 2009). Praktik kefarmasian meliputi

pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan

obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan (Pemerintah RI, 2009).

Fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi apoteker yang

telah mengucapkan sumpah jabatan, dan sebagai sarana farmasi untuk

melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat

dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Menkes RI, 2004).

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat

ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan

kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai

komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan


(20)

viii

keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan

pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian

informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya

sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami

dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication

error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan

praktik harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan

tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung

penggunaan obat yang rasional (Menkes RI, 2004).

Sesuai dengan Kepmenkes No.1027 tahun 2004 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek harus memiliki:

a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

b. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan

brosur/materi informasi.

c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja

dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.

d. Ruang racikan.

e. Tempat pencucian alat.

Pengelolaan suatu apotek terdiri dari:

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,

pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi


(21)

ix

c. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi :

1) Pelayanan informasi tentang obat dan sediaan farmasi diberikan baik

kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada

masyarakat.

2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,

bahaya dan atau suatu obat dan sediaan farmasi lainnya.

Adapun beberapa ketentuan mengenai apoteker sebagai penanggung

jawab apotek menurut peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :

A. Menurut PP No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian:

a. Pasal 20: Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas

pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker

pendamping dan/ atau tenaga teknis kefarmasian.

b. Pasal 21:

(1) Dalam menjalankan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan

kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan

kefarmasian.

(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter

dilaksanakan oleh apoteker.

c. Pasal 23:

(1) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, apoteker sebagaimana

dimaksud dalam pasal 20 harus menetapkan standar prosedur

operasional.


(22)

x

diperbaharui secara terus menerus sesuai perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan ketentuan

peraturan perundan-undangan.

d. Pasal 24: Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas

pelayanan kefarmasian, apoteker dapat:

(1) Mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA;

(2) Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama

komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan

dokter dan/atau pasien; dan

(3) Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada

masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

e. Pasal 51

(1) Pelayanan kefarmasian di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi

rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh apoteker.

(2) Apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki

STRA.

(3) Dalam melaksanakan tugas pelayanan kefarmasian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), apoteker dapat dibantu oleh tenaga teknis

kefarmasian yang telah memiliki STRTTK.

B. Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan :

a. Pasal 108


(23)

xi

pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan

obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

2.2 Standar Praktik Kefarmasian

Pedoman praktik farmasi yang baik didasarkan pada asuhan kefarmasian

yang diberikan para apoteker. Pedoman ini merekomendasikan agar standar

nasional ditetapkan untuk: peningkatan kesehatan, penyediaan obat-obatan,

alat-alat medis, perawatan diri pasien dan peningkatan pemberian resep dan

penggunaan obat oleh aktivitas apoteker. International Pharmaceutical

Federation (FIP) mendesak organisasi farmasi dan pemerintah untuk

bekerjasama dalam menyusun standar yang tepat atau, di mana standar

nasional sudah ada, dalam meninjau standar ini sesuai dengan

petunjuk-petunjuk yang ditetapkan dalam dokumen praktik farmasi yang baik. Semua

apoteker yang berpraktik wajib menjamin bahwa layanan yang mereka berikan

kepada setiap pasien mempunyai kualitas yang tepat (International

Pharmaceutical Federation, 1997).


(24)

xii praktik farmasi yang baik adalah:

1. Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar perhatian utama apoteker

dalam keadaan apapun adalah kesejahteraan pasien.

2. Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar inti aktivitas farmasi adalah

penyediaan obat dan produk perawatan kesehatan lainnya dengan mutu

terjamin, informasi dan nasehat yang tepat untuk pasien dan pemonitoran

efek penggunaan.

3. Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar bagian integral dari

kontribusi apoteker adalah peningkatan penulisan resep yang rasional dan

ekonomis dan penggunaan obat yang tepat.

4. Praktik farmasi yang baik mengharuskan agar tujuan dari masing-masing

unsur layanan farmasi relevan dengan pasien, didefinisikan dengan jelas

dan disampaikan dengan efektif kepada semua pihak yang terlibat.

Dalam memenuhi persyaratan di atas, diperlukan kondisi sebagai berikut:

a. Profesionalisme haruslah menjadi falsafah utama yang mendasari praktik,

walaupun faktor ekonomi juga penting.

b. Apoteker harus memberi masukan mengenai keputusan penggunaan obat.

Harus ada sistem yang memungkinkan apoteker dapat melaporkan kejadian

yang merugikan, kesalahan obat, kualitas produk yang cacat atau deteksi

produk palsu. Pelaporan ini bisa mencakup informasi tentang penggunaan

obat yang disediakan pasien atau profesional kesehatan, secara langsung

atau melalui apoteker.


(25)

xiii

terutama dokter, haruslah dipandang sebagai kemitraan terapeutik yang

melibatkan saling percaya dan keyakinan atas segala hal yang terkait

dengan farmakoterapeutik.

d. Hubungan antara sesama apoteker haruslah sebagai sesama rekan yang

berusaha meningkatkan layanan farmasi, dan bukan sebagai sesama

pesaing.

e. Dalam kenyataannya, organisasi, praktik kelompok dan manager apotek

haruslah menerima berbagai tanggungjawab atas definisi, evaluasi dan

peningkatan kualitas.

f. Apoteker haruslah mengetahui informasi tentang medis dan obat-obatan

penting setiap pasien. Memperoleh informasi sedemikian menjadi lebih

mudah jika pasien memilih hanya menggunakan satu apotek atau jika profil

obat pasien tersedia.

g. Apoteker membutuhkan informasi independen, komprehensif, objektif dan

terkini tentang terapeutik dan obat-obatan yang digunakan.

h. Apoteker di setiap lingkungan praktik haruslah menerima tanggungjawab

pribadi atas pemeliharaan dan penilaian kompetensinya sendiri sepanjang

masa kerja profesional mereka.

i. Program pendidikan profesi haruslah menangani perubahan saat ini dan

masa mendatang dengan tepat yang bisa diperkirakan dalam praktik

farmasi.

j. Standar praktik farmasi nasional yang baik haruslah ditetapkan dan


(26)

xiv

Praktik farmasi yang baik melibatkan empat kelompok aktivitas utama, yaitu:

a. aktivitas yang terkait dengan peningkatan kesehatan yang baik,

penghindaran penyakit dan pencapaian tujuan kesehatan;

b. aktivitas yang terkait dengan penyediaan dan penggunaan dan item-item

untuk pemberian obat atau untuk aspek pengobatan lainnya (aktivitas ini

bisa dilaksanakan di apotek, di institusi atau di lingkungan perawatan

rumah);

c. aktivitas yang terkait dengan swamedikasi, yang meliputi nasehat tentang

dan, di mana dianggap tepat, penyediaan obat atau pengobatan lainnya

untuk gejala-gejala penyakit yang memungkinkannya bagi pengobatan

sendiri;

d. aktivitas yang terkait dengan penulisan resep dan penggunaan obat-obatan.

2.3 Profesionalisme

Profesionalisme dapat didefinisikan sebagai sejauh mana suatu

profesi atau anggota profesi menunjukkan karakteristik profesi. Banyak

penelitian telah dilakukan untuk menentukan tingkat profesionalisme

apoteker dan siswa farmasi. Kebanyakan instrumen yang dirancang untuk

menilai profesionalisme telah diukur berdasarkan karakteristik klasik

profesi, seperti: pengetahuan khusus tentang teknik, cara-cara berperilaku

dan nilai dalam bertingkah laku, altruisme, asosiasi profesi dan identitas,

gengsi, fungsi sosial, otonomi, hubungan klien khusus, intelektual dasar


(27)

xv

penelitian), sosialisasi yang unik dari anggota mahasiswa, pengakuan

hukum melalui lisensi, kesetaraan lengkap dari anggota, kepraktisan, dan

keterampilan pekerjaan (Hammer, et al., 2000).

Profesionalisme ditunjukkan dalam cara apoteker berperilaku dalam

situasi yang profesional. Definisi ini menunjukkan sikap yang diciptakan

melalui kombinasi perilaku, termasuk kesopanan ketika berhadapan dengan

pasien, teman sebaya, dan paramedik (medical care) profesional lainnya. Apoteker harus konsisten dalam menghormati orang lain dan

memeliharanya sesuai batas-batas privasi dan kebijaksanaan. Sangat

penting untuk memiliki sikap-sikap yang empatik, apakah saat berurusan

dengan pasien atau berinteraksi dengan orang lain dalam tim perawatan

kesehatan (Hammer, et al., 2000).

2.4. Manajerial

Manajemen yang baik, tidaklah menjamin sebuah apotek memberikan

hasil kinerja yang baik, bila lokasi tidak strategis. atau sebaliknya, lokasi

yang baik dari sebuah apotek, akan sia-sia bila pengelolaannya tidak

dilakukan secara profesional oleh apotekernya sendiri. Pengelolaan farmasi

komunitas yang baik adalah akan selalu mengikuti kebutuhan dan

perubahan pasar di lokasinya masing-masing. Sehingga analisis lokasi,

pasar dan sumber daya yang ada akan menjadi satu kegiatan yang terus

menerus dapat dilakukan dan dievaluasi (Saragi dan Fransiscus, 2004).


(28)

xvi

apotek baru, tidaklah cukup untuk mendapatkan hasil kinerja apotek yang

baik sesuai dengan pertumbuhan pasar yang ada. Sebagai contoh PT. Kimia

Farma Apotek yang sedang menyiapkan perekrutan program untuk

apoteker yang baru lulus, di dalam kegiatan pendidikan & pelatihannya

membutuhkan waktu yang cukup lama (3 bulan). Ditambah lagi, masa

magang yang harus dilaluinya, sampai memakan waktu 1 tahun sebelum

dipercaya mengelola sebuah apotek. Hal ini dilakukan, sebagai

pertanggung jawaban dari seorang profesional kepada pihak manajemen,

baik dalam pengelolaan sumber daya maupun layanan kefarmasian (Saragi

dan Fransiscus, 2004).

2.5 Dispensing

Dispensing obat adalah bagian dari pekerjaan kefarmasian meliputi

menerima dan memvalidasi resep obat, mengerti dan menginterpretasikan

maksud resep yang dibuat dokter, membahas solusi masalah yang terdapat

dalam resep bersama-sama dengan dokter penulis resep, mengisi Profil

Pengobatan Penderita (P-3), menyediakan atau meracik obat, memberi

wadah dan etiket yang sesuai dengan kondisi obat, merekam semua

tindakan, mendistribusikan obat kepada Penderita Rawat Jalan (PRJ) atau

Penderita Rawat Tinggal (PRT), memberikan informasi yang dibutuhkan

kepada penderita dan perawat. Berbagai kegiatan tersebut yang memiliki

kewenangan untuk melakukannya adalah apoteker dibantu tenaga teknis


(29)

xvii

memastikan suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar, ditujukan

kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas sesuai instruksi yang

jelas, dan dalam kemasan yang memelihara potensi obat (Amalia, 2010).

2.6 Asuhan Kefarmasian

Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan

pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki

kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi

obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk

keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan

obat, dosis, rute dan metoda pemberian, pemantauan terapi obat dan

pemberian informasi dan konseling pada pasien (American Society of

Hospital Pharmacists, 1993).

Melalui penerapan asuhan kefarmasian yang memadai diharapkan

masyarakat yang mengkonsumsi obat mendapat jaminan atas

keamanannya. Hasil terapetik yang efektif dari suatu obat berkorelasi dengan proses penyembuhan penyakit, pengurangan gejala penyakit,

perlambatan pengembangan penyakit dan pencegahan penyakit (Anonim,

2008).

Pada pernyataan pasal 5 tentang pekerjaan kefarmasian dalam

pelayanan sediaan farmasi tidak boleh hanya diartikan kita menyerahkan


(30)

xviii

semua proses tidak bisa dipisahkan. Proses mulai dari pengadaan sampai

dengan penyerahan. Yang mana penyerahan itu sendiri meliputi KIE

(komunikasi, informasi dan edukasi). Semua hal itu harus diartikan sebagai

satu kesatuan proses pelayanan kefarmasian, yang mana pelayanan

kefarmasian juga merupakan pelayanan kesehatan dasar. Bila hal tersebut

hanya dilakukan dengan sebagian saja, maka proses pelayanan kefarmasian

tidak bisa dikatakan profesional (Anonim, 2009).

Apotek sebagai tempat pengabdian profesi apoteker semestinya

adalah sarana yang sangat tepat bagi apoteker untuk memberikan asuhan

kefarmasian kepada masyarakat. Secara filosofis, konsumen yang datang ke

apotek sejatinya bukan semata-mata akan membeli obat. Mereka

membutuhkan saran atas masalah yang berkaitan dengan kesehatan mereka.

Bahwa bila diakhir kunjungannya mereka membeli obat, dapat dipastikan

hal itu terjadi setelah melalui tahap pemberian asuhan kefarmasian.

Paradigma tersebut memperjelas sekaligus mempertegas bahwa apotek

tidak lain adalah pusat asuhan kefarmasiann dan profesi yang memiliki

kompetensi untuk menjalankannya adalah apoteker. Sehingga, konsep no pharmacist no service atau tiada apoteker tiada pelayanan (TATAP) adalah konsukuensi logis atasnya (Anonim, 2008).

2.7 Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Kesehatan merupakan salah satu bidang pelayanan publik yang dalam


(31)

xix

Seiring dengan ditetapkannya bidang kesehatan sebagai salah satu

kewenangan wajib yang harus dilaksanakan oleh daerah, maka banyak

daerah yang berusaha meningkatkan pelayanan dibidang tersebut

(Donoseputro, 2009).

Menurut Azwar, pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang

diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat. Pelayanan oleh Moenir

dirumuskan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang

ditujukan untuk memenuhi kepentingan orang banyak. Pengertian

pelayanan kesehatan lainnya yang dikemukakan oleh Gani bahwa

pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa

tindakan penyembuhan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan fungsi


(32)

xx

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan model penelitian

survei dan bersifat cross-sectional kepada beberapa apoteker di kota Medan (Singarimbun dan Effendi, 1989).

3.2 Jenis Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu penilaian yang dipilih

langsung melalui pengisian kuisioner (angket) oleh responden (Riduwan,

2009).

3.3 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012

bertempat di beberapa apotek di kota Medan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Teknik pengumpulan data dilakukan secara manual, kuisioner yang

dibagikan terdiri atas 40 buah pertanyaan yang terdistribusi ke dalam 5

aspek standar yakni Profesionalisme, Manajerial, Dispensing, Asuhan

Kefarmasian dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Wiryanto, dkk., 2012).


(33)

xxi yaitu sebagai berikut:

(

)

(

N

)

Z p

(

p

)

d N p p Z n − + − − = − − 1 . 1 1 . 2 2 1 2 2 2 1 α α Keterangan :

N = jumlah sampel

n = jumlah populasi yang diketahui dan mencerminkan jumlah

unit sampel yang memiliki kemungkinan untuk terpilih

sebagai sampel

2 1−α

Z = nilai sebaran normal baku yang besarnya tergantung α

(derajat kemaknaan / tingkat kepercayaan), dimana nilai Z =

1,645 (tingkat kepercayaan 90%) , 1,960 (tingkat kepercayaan

95 %) dan 2,576 (tingkat kepercayaan 99%)

p = proporsi yang sesungguhnya dari suatu populasi

tetapi tidak diketahui besarnya. Nilai p antara 0,5

sampai 0,1

d = besar penyimpangan (absolut) yang dapat diterima dan

nilai d yang bervariasi antara 0,01 sampai 0,25

dengan persen kepercayaan yang diinginkan 90% ; N =700 ;

2 1−α

Z = 1,645 ; p = 0,5 ; dan d = 0,1

maka diperoleh banyaknya apoteker minimal :

(

) ( )(

)( )

( ) (

0,1 700 1

) (

1,645

) ( )(

0,5 1 0,5

)

62

700 5 , 0 1 5 , 0 645 , 1 2 2 2 = − + − − = n apoteker


(34)

xxii

3.5 Prosedur Penelitian

a. Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen kuesioner yang akan

diisi oleh responden

b. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk melakukan

penelitian di beberapa apotek dimana apoteker sebagai penanggung

jawab di kota Medan.

c. Meminta izin Dinas Kesehatan kota Medan untuk melakukan penelitian

di beberapa apotek dimana apoteker sebagai penanggung jawab di kota

Medan.

d. Membagikan kuesioner penelitian kepada beberapa apoteker di kota

Medan.

e. Mengumpulkan data penilaian apoteker dari beberapa apotek di kota

Medan.

f. Mengolah data kuisioner hasil penilaian apoteker dengan menggunakan

program Microsoft Excel.

3.6 Defenisi Operasional

a. Profesionalisme didefinisikan sebagai sejauh mana suatu profesi atau

anggota profesi menunjukkan karakteristik profesi.

b. Manajerial adalah kegiatan terkait pengelolaan, pengadaan dan

penyimpanan sediaan farmasi serta penataan lingkungan apotek

c. Dispensing adalah kegiatan menyiapkan, menyerahkan dan


(35)

xxiii

d. Asuhan kefarmasian adalah tanggung jawab langsung apoteker pada

pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan

mencapai hasil yang ditetapkan untuk memperbaiki kualitas hidup

pasien

e. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu berupa

pemberian informasi kesehatan, penyebaran brosur, dan

penyuluhan.

f. Profil pemenuhan standar praktik adalah kriteria tingkat pemenuhan

standar praktik berdasarkan poin kumulatif elemen-elemen standar dan

rerata poin aspek standar dalam bentuk diagram jaring laba-laba (spider web) sebagai berikut:

1) Kriteria tingkat pemenuhan standar praktik kefarmasian

berdasarkan poin kumulatif elemen-elemen standar sebagai berikut:

sangat baik, poin ≥150; baik, poin ≥130 hingga <150; cukup, poin

≥110 hingga <130; kurang, poin ≥80 hingga <110; bawah standar, poin ≥60 hingga <80; tidak layak, poin ≥40 hingga <60; dan sangat tidak layak, poin <40

2) Kriteria tingkat pemenuhan standar praktik kefarmasian

berdasarkan rerata poin 5 aspek standar yang digambarkan sebagai

diagram jaring laba-laba (spider web) sebagai berikut: sangat baik, poin ≥3,75; baik, poin ≥3,25 hingga <3,75; cukup, poin ≥2,75 hingga <3,25; kurang, poin ≥2 hingga <2,75; bawah standar, poin


(36)

xxiv

≥1,5 hingga <2; tidak layak, poin ≥1 hingga <1,5; dan sangat tidak layak, poin <1.


(37)

xxv

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara dan merupakan

Pusat Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan

langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, barat, dan timur.

Kota ini memiliki 21 kecamatan dan 151 kelurahan dengan jumlah penduduk

pada tahun 2012 adalah 13.215.401 jiwa (BPS, 2012).

4.2 Gambaran Umum Apotek di Kota Medan

Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, jumlah apotek di kota Medan

pada tahun 2012 adalah 700 apotek. Data tersebut berdasarkan jumlah apotek

yang tersebar di 21 kecamatan (BPS, 2012).

4.3 Hasil dan Pembahasan 4.3.1 Identitas responden

Responden yang mengisi kuesioner penelitian ini sebanyak 52 orang dari

yang disebar sebanyak 100 kuesioner (angka respon = 52%). Lima puluh dua

responden tersebut terbagi dalam 26,9% laki-laki dan 73,1% perempuan

dimana responden merupakan alumnus apoteker di beberapa Perguruan Tinggi

Negeri di Indonesia yang saat ini berdomisili dan melakukan praktik farmasi


(38)

xxvi

Perguruan Tinggi Farmasi responden, dimana 78,85% alumnus USU, 7,69%

alumnus UGM, 3,85% alumnus UBAYA, 1,92% alumnus UNHAS, 1,92%

alumnus UI dan 5,77% alumnus UNAND.

Gambar 4.1 Distribusi persentasi asal Perguruan Tinggi Farmasi responden Banyak kendala yang dihadapi peneliti dalam pengumpulan data

penelitian sehingga jumlah responden tidak sama dengan hasil perhitungan

berdasarkan rumus statistik. Alasan-alasan yang diberikan oleh calon

responden adalah ketidakadaan waktu dalam mengisi kuesioner dan

ketidakbersediaan secara pribadi dalam mengisi kuesioner.

Gambar 4.2 berikut adalah diagram distribusi persentasi kepemilikan

apotek.

Gambar 4.2 Distribusi persentasi kepemilikan apotek

Dari Gambar 4.2 diperoleh sebanyak 15,38% APA yang berperan sekaligus

sebagai pemilik modal. Berdasarkan data kepemilikan apotek, yang paling

dominan adalah apotek milik PSA perorangan yaitu sebanyak 57,69%. 78,85 7,69

3,85 1,92 1,92

5,77

USU UGM UBAYA UNHAS UI UNAND

5,77

15,38

57,69 7,69

13,46

tidak ada data Milik sendiri Milik PSA perorangan Milik Perusahaan swasta Milik BUMN


(39)

27

Gambar 4.3 berikut adalah distribusi persentasi frekuensi kehadiran di

apotek para responden.

Gambar 4.3 Distribusi persentasi frekuensi kehadiran di apotek

Berdasarkan Gambar 4.3, ada sebanyak 69,22% APA yang tidak setiap hari

hadir di apotek. Dua kemungkinan alasan dalam hal ini: pemilik modal tidak

memberikan imbalan yang sepantasnya, atau karena tidak ada pengawasan ke

arah itu dari institusi terkait sehingga apoteker tidak mendapatkan dorongan

untuk hadir setiap hari.

Gambar 4.4 berikut adalah distribusi persentasi pekerjaan lain responden

selain APA.

Gambar 4.4 Distribusi persentasi pekerjaan lain responden selain APA

Berdasarkan Gambar 4.4 diperoleh sebanyak 78,85% APA yang mempunyai

pekerjaan lain selain APA di apotek, juga dilakukan uji statistik untuk

mengetahui apakah pekerjaan lain responden selain sebagai APA mempunyai

pengaruh terhadap profil pemenuhan standar praktik kefarmasian di mana 9,62

21,15 13,46

15,38

40,38

Selama apotek buka Setiap hari pada jam tertentu 2-4 kali seminggu 1 kali seminggu 1 kali sebulan

34,62 17,31

7,69 9,62 1,92

21,15 7,69

PNS di lingkungan balai POM PNS di lingkungan Dinas …

PNS di RS Pemerintah Dosen di PT Farmasi Negeri Dosen di PT Farmasi Swasta Tidak ada pekerjaan lain yang lain


(40)

28

responden berpraktik. Dari uji tersebut diketahui bahwa pekerjaan lain

responden selain sebagai APA tidak mempunyai pengaruh terhadap profil

pemenuhan standar praktik kefarmasian di mana responden berpraktik (P >

0,1).

Gambar 4.5 berikut adalah distribusi persentasi tahun lulus responden.

Gambar 4.5 Distribusi persentasi tahun lulus responden

Situasi ini sungguh memprihatinkan dan patut dicari solusi dalam memperbaiki

praktik farmasi komunitas saat ini karena sebanyak 44,23% APA tersebut

merupakan generasi muda alumnus 2001-2010, yang seharusnya memiliki

tingkat kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya kehadiran APA sepanjang

jam buka di apotek, demi masa depannya yang masih sangat panjang.

4.3.2 Kinerja bisnis apotek

Apotek merupakan suatu institusi yang memiliki dua fungsi, pertama

fungsi pelayanan kesehatan bidang kefarmasian (non profit oriented) sebagai fungsi utama dan kedua fungsi bisnis sebagai fungsi pendukung (profit oriented). Sebagai institusi bisnis, apotek layak mendapatkan keuntungan untuk menutup seluruh biaya operasional, dan memberikan kesejahteraan

kepada semua karyawannya sesuai ketentuan. Dengan demikian parameter 11,54

3,85

19,23 19,23

44,23 1,92

tidak ada data <=1980 1981-1990 1991-2000 2001-2010 >2010


(41)

29

kinerja bisnis apotek meliputi besarnya omset per bulan, jumlah resep yang

diterima setiap hari, dan kemampuannya memberikan imbalan.

Gambar 4.6 berikut adalah distribusi imbalan yang diterima oleh

responden per bulan.

Gambar 4.6 Distribusi imbalan per bulanyang diterima responden

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa ada 61,54% responden yang menerima

imbalan per bulan di bawah Rp. 2.000.000,- dan ada juga responden yang

menerima imbalan per bulan di bawah Rp. 1.000.000,- sebanyak 7,69%,

dimana mencerminkan imbalan yang tidak layak didapatkan bagi seorang

tenaga profesional seperti apoteker dan masa depan yang tidak terjamin bagi

apoteker di kota Medan ini. Padahal PD IAI Sumatera Utara dan Pengurus

Daerah Gabungan Perusahaan Farmasi Sumatera Utara telah sepakat untuk

memberikan imbalan minimum bulanan kepada APA sebesar 2½ Upah

Minimum Provinsi (UMP) di luar THR, bonus tahunan, dan transport harian.

Untuk tahun 2011 UMP Provinsi Sumatera Utara adalah Rp.1.035.500,-

dengan demikian imbalan minimum bulanan adalah Rp.2.588.750,- (PD IAI

Sumut, 2011).

1,92 7,69

61,54 15,38

0,00

13,46

tidak ada data <=1.000.000 >1.000.000-2.000.000 >2.000.000-3.000.000 >3.000.000-4.000.000 >4.000.000


(42)

30

Gambar 4.7 berikut adalah distribusi imbalan per bulan yang diharapkan

responden.

Gambar 4.7 Distribusi imbalan per bulan yang diharapkan responden

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa, 44,23% responden yang mengharapkan

imbalan yang didapatkannya di atas Rp. 2.000.000,- hingga Rp. 5.000.000,-,

harapan yang sulit untuk dipenuhi jika dilihat berdasarkan omset minimum

apotek per hari yaitu Rp 1.000.000,-. Oleh sebab itu, perlu dicari solusi untuk

pemenuhan imbalan tersebut. Pemilik modal seharusnya mau

mempertimbangkan kesejahteraan APA mengingat izin apotek diberikan atas

nama APA, sehingga ada kegairahan untuk APA berkomitmen menjalankan

profesinya dengan baik dan memberikan pelayanan kefarmasian yang

maksimal kepada pasien.

Gambar 4.8 berikut adalah distribusi rata-rata jumlah resep per hari.

Gambar 4.8 Distribusi rata-rata jumlah resep per hari

1,92 21,15 21,15 23,08 21,15 11,54

tidak ada data susah sesuai harapan >=1.000.000-2.000.000 >2.000.000-3.000.000 >3.000.000-5.000.000 >5.000.000-10.000.000 17,31 23,08 15,38 15,38 5,77 5,77 9,62 7,69

tidak ada data <=5 >5-10 >10-20 >20-30 >30-50 >50-100 >100


(43)

31

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa sekitar 53,84% apotek hanya menerima

rata-rata 20 lembar resep atau kurang per hari, dan sekitar 23,08% apotek

hanya menerima 5 lembar resep atau kurang per hari, suatu bobot pekerjaan

yang sangat sedikit sekali dilakukan dalam kurun waktu lebih kurang 12 jam.

Gambar 4.9 berikut adalah distribusi rata-rata harga per lembar resep.

Gambar 4.9 Distribusi rata-rata harga per lembar resep

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa rata-rata harga per lembar resep adalah

>10.000-50.000 sebanyak 19,23%, 28,85% untuk harga >50.000-100.000, dan

25% untuk harga >100.000-500.000. Jadi, rata-rata harga per lembar resep

yang paling dominan adalah Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,-.

Gambar 4.10 berikut adalah distribusi rata-rata omset per hari apotek.

Gambar 4.10 Distribusi rata-rata omset per hari

26,92 19,23

28,85 25,00

tidak ada data >10.000-50.000 >50.000-100.000 >100.000-500.000

25 21,15 7,69

9,62 9,62

11,54 15,38

tidak ada data <=1.000.000 >1.000.000-2.000.000 >2.000.000-3.000.000 >3.000.000-5.000.000 >5.000.000-10.000.000 >10.000.000-50.000.000


(44)

32

Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa 28,84% apotek hanya mempunyai omset

2.000.000 atau kurang per hari. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa

pada indeks penjualan 1,15 titik impas apotek adalah Rp.2.079.601,- per hari

(Wiryanto, 2010), maka apotek dengan omset Rp.2.000.000,- per hari sulit

diharapkan untuk dapat beroperasi sesuai standar.

Apabila data-data dari Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10 dihubungkan maka

diketahui bahwa lebih dominan jumlah apotek yang hanya mempunyai omset

dari pelayanan resep kurang dari 50%. Kecenderungan penggunaan obat tanpa

resep atau swamedikasi menjadi semakin besar, maka menjadi tugas berat bagi

profesi apoteker untuk memastikan bahwa setiap penggunaan obat senantiasa

sesuai indikasi, efektif dan aman meskipun tanpa resep dokter.

4.3.3 Kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian

Cara penilaian kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian

ditentukan berdasarkan poin kumulatif hasil penilaian terhadap 40 elemen

standar yang terbagi ke dalam 5 aspek standar yaitu aspek profesionalisme

terdiri dari 13 elemen standar, aspek manajerial terdiri dari 12 elemen standar,

aspek dispensing terdiri dari 5 elemen standar, aspek asuhan kefarmasian

terdiri dari 8 elemen standar, dan aspek pelayanan kesehatan masyarakat terdiri

dari 2 elemen standar.

Menurut PP No.51 tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan

kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker, tetapi dari

hasil pengisian kuesioner oleh responden, didapatkan bahwa hampir seluruh


(45)

33

telah melakukan praktik kefarmasian dengan baik. Pernyataan ini tentu

menimbulkan pertanyaan karena dengan tidak hadirnya apoteker ke apotek

setiap hari artinya apoteker tersebut tidak melakukan pelayanan kefarmasian di

apotek.

Akibat ketidak konsistenan responden dalam mengisi kuesioner yang

berkaitan dengan frekuensi kehadiran apoteker di apotek, maka data yang

sudah diisi oleh responden perlu diverifikasi kembali agar diperoleh data-data

yang sesuai dengan kenyataan di lapangan, yang terlampir pada lampiran 1.

Aspek yang menjadi fokus permasalahan ketidak konsistenan pengisian

kuesioner di atas meliputi komitmen kehadiran apoteker dan dukungan

manajemen yang disediakan oleh apotek.

Tabel 4.1 berikut adalah kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian

berdasarkan rerata poin kumulatif penilaian hasil pengisian kuesioner sebelum

verifikasi.

Tabel 4.1 Rerata poin kumulatif dan kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian sebelum verifikasi

ASPEK STANDAR

RERATA POIN

KUMULATIF

KRITER

IA

1 Profesionalisme

29,54

92,92

Kurang

2 Manajerial

33,35

3 Dispensing

11,38

4 Asuhan

Kefarmasian

14,88

5 Pelayanan Kesmas

3,77

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pemenuhan standar praktik kefarmasian


(46)

34

kumulatif penilaian sebesar 92,92 (berada ≥80) atau termasuk dalam kriteria kurang.

Tabel 4.2 berikut adalah kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian

berdasarkan rerata poin kumulatif penilaian hasil pengisian kuesioner setelah

verifikasi.

Tabel 4.2 Rerata poin kumulatif dan kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian setelah verifikasi

ASPEK STANDAR

RERATA POIN

KUMULATIF

KRITER

IA

1 Profesionalisme

24,77

72,04

Bawah

standar

2 Manajerial

33,35

3 Dispensing

4,69

4 Asuhan

Kefarmasian

6,46

5 Pelayanan Kesmas

2,77

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pemenuhan standar praktik kefarmasian

hasil pengisian kuesioner setelah verifikasi menghasilkan rerata poin kumulatif

penilaian sebesar 72,04 (berada ≥60 hingga <80) atau termasuk dalam kriteria bawah standar. Ditinjau dari masing-masing aspek standar, ternyata aspek

Dispensing dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat mempunyai rerata poin

paling rendah, menunjukkan bahwa kedua aspek ini masih jarang atau belum

dilakukan di lapangan. Jadi diperoleh profil pemenuhan standar praktik

kefarmasian beberapa apotek di kota Medan yang berbeda sebelum dan setelah

diverifikasi.

Tabel 4.3 berikut adalah kriteria tingkat pemenuhan standar praktik


(47)

35 kuesioner setelah verifikasi.

Tabel 4.3 Rerata poin penilaian 5 aspek standar dan kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian setelah verifikasi

ASPEK STANDAR

RERATA POIN

ASPEK STANDAR

RERATA

POIN

KINERJA

PRAKTIK

1 Profesionalisme

1,91

1,56

2 Manajerial

2,78

3 Dispensing

0,94

KRITERIA

4 Asuhan

Kefarmasian

0,81

Bawah

standar

5 Pelayanan Kesmas

1,38

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pemenuhan standar praktik kefarmasian

hasil pengisian kuesioner setelah verifikasi menghasilkan rerata poin penilaian

5 aspek standar sebesar 1,56 (berada ≥1,5 hingga <2) atau termasuk dalam kriteria bawah standar. Rerata poin penilaian 5 aspek standar ini selanjutnya

digambarkan dalam bentuk diagram laba-laba (spider web).

Gambar 4.11 berikut adalah gambaran pemenuhan standar praktik

kefarmasian berdasarkan rerata poin 5 aspek standar setelah verifikasi.

Gambar 4.11 Gambaran pemenuhan standar praktik kefarmasian berdasarkan rerata poin 5 aspek standar setelah verifikasi

0 1 2 3

4 1

2

3 4

5

IDEAL NILAI


(48)

36

Gambar 4.11 merupakan gambaran dari rerata poin 5 aspek standar dalam

bentuk diagram jaring laba-laba (spider web), dimana garis warna merah merupakan poin pemenuhan standar hasil penilaian dan garis warna biru

merupakan pemenuhan standar ideal. Melalui Gambar ini dapat dilihat dengan

mudah bahwa sepanjang garis warna merah belum berimpit dengan garis warna

biru, maka pemenuhan standar praktik kefarmasian masih belum mencapai

kriteria ideal.

Gambar 4.12 berikut adalah distribusi kriteria pemenuhan standar praktik

kefarmasian setelah verifikasi.

Gambar 4.12 Distribusi kriteria pemenuhan standar praktik kefarmasian setelah verifikasi

Dari Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa hanya 25% mempunyai kriteria bawah

standar dan 47% mempunyai kriteria kurang, sebanyak 14% mempunyai

kriteria baik, serta 14% mempunyai kriteria cukup.

Untuk praktik kefarmasian dengan kriteria bawah standar dan kurang,

dalam proses pembinaan dan pengawasan harus diberikan peringatan dan 14%

14%

47% 25%


(49)

37

diberikan waktu untuk memperbaiki pemenuhan standar. Pelaksanaan

pencabutan izin apotek dapat dilakukan setelah dikeluarkannya:

1. Peringatan tertulis kepada APA disertai usul perbaikan sebanyak 3 kali

berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 3-4 bulan.

2. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak

dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek

Apabila pada batas waktu yang ditentukan belum juga menunjukkan perbaikan,

maka pemberi izin sarana atau dalam hal ini adalah Dinkes Kota/Kabupaten

harus mengeluarkan surat keputusan Penghentian Sementara Kegiatan sampai

dengan pencabutan izin sementara hingga tetap, utamanya bagi yang

mempunyai kriteria bawah standar. Pembekuan izin sementara dapat dicairkan

kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi persyaratan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI, 2002). Untuk

proses pembinaan seperti ini hendaknya diumumkan secara terbuka melalui


(50)

38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengisian kuesioner secara langsung, profil pemenuhan

standar praktik kefarmasian beberapa apotek di kota Medan terhadap 40

elemen standar yang terakomodir ke dalam 5 aspek standar yakni

profesionalisme, manajerial, dispensing, asuhan kefarmasian dan pelayanan

kesehatan masyarakat menghasilkan rerata poin kumulatif sebesar 72,04 atau

termasuk dalam kriteria bawah standar, dengan kisaran poin kumulatif 14-148,

terdiri dari berbagai kriteria pemenuhan standar sebagai berikut: 25% bawah

standar, 47% kurang, 14% cukup, dan 14% baik.

5.2 Saran

1. Berdasarkan kriteria pemenuhan standar yang didapatkan, situasi dan

kondisi penyelenggaraan praktik kefarmasian menyangkut 5 aspek

standar masih belum dijalankan dengan baik sehingga perlu dilakukan

langkah-langkah penegakan hukum yang lebih tegas oleh jajaran

Kementerian Kesehatan dan Organisasi Profesi IAI

2. Berkaitan dengan ketidak konsistenan dalam penilaian pemenuhan

standar melalui pengisian kuesioner, disarankan bagi peneliti

selanjutnya untuk merumuskan suatu pedoman atau model penilaian


(51)

39

DAFTAR PUSTAKA

Ahaditomo. (2004). Perspektif Good Pharmacy Practice dalam kerangka meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Indonesia. Disampaikan dalam Seminar Nasional tentang Peluang dan Tantangan Usaha Apotek terhadap Pelaksanaan Good Pharmacy Practice, tgl 4 Maret 2004 di Hotel Millenium, Jakarta.

Amalia, L. (2010). Praktek Dispensing yang Baik.

wordpres Tanggal 29 Juli 2012.

American Society of Hospital Pharmacists. (1993). ASHP Statement on Pharmaceutical Care. USA: American Society of Hospital Pharmacists, Inc. Hal.252.

Anonim. (2008). Apotek adalah Pusat Asuhan Kefarmasian.

2013.

Anonim. (2009). Asuhan Kefarmasian pada PP No.51 tahun 2009 tentang

Pekerjaan Kefarmasi

Badan Pusat Statistik Kota Medan. (2012). Kota Medan Dalam Angka 2012. Medan: Badan Pusat Statistik Kota Medan.

Cordina, M., Safta, V., Ciobanu, A., dan Sautenkova, N. (2008). An assessment of community pharmacists’ attitudes towards professional practice in the Republic of Moldova, Pharmacy Practice 2008, Jan-Mar; 6(1): 1-8.

Donoseputro, A.G. (2009). Efektifitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Tanggal 20 Desember 2012.

Hammer, D.P., Mason, H.L., Chalmers, R.K., Popovich, N.G., dan Rupp M.T. (2000). Development and Testing of an Instrument to Assess Behavioral Professionalism of Pharmacy Students. American Journal of Pharmaceutical Education. 64: 141-151.

International Pharmaceutical Federation. (1997). Standards for Quality of Pharmacy Services/Good Pharmacy Practice. Tokyo: Pharmacists and Pharmaceutical Scientists Worldwide.


(52)

40

Juliansyah, E. (2012). Efektivitas Pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. 12(1): 1–73.

Lwanga, S.K., dan Lemeshow, S. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 54.

Menteri Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

PD IAI Sumut. (2011). Surat Edaran No. 027/PD.IAI/SUMUT/V/2011 tentang Imbalan Minimum Bulanan.

Pemerintah RI. (2009). Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintahan Negara RI. Jakarta: Lembaran Negara RI tahun 2009 No.144.

Presiden RI. (2009). Peraturan Pemerintah RI No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pemerintahan Negara RI. Jakarta: Lembaran Negara RI tahun 2009 No.124.

Riduwan. (2009). Skala Pengukuran Variabel–Variabel Penelitian. Cetakan Keenam. Bandung: Alfabeta. Hal. 24-31.

Rubiyanto, N. (2010). Rekontruksi Profesi Apoteker: Sebuah upaya membuat Peta Jalan menuju Apoteker sebagai Tenaga Kesehatan. 2013.

Saragi, S. dan Fransiscus, C.K. (2004). Layanan Apotek Kimia Farma Berorientasi Pasien yang Berdasarkan Good Pharmacy Practice. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Bidang Apotek GP Farmasi Indonesia, Jakarta, 4 Maret 2004.

Singarimbun, M., dan Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survei. Edisi Revisi. Yogyakarta: LP3ES. Hal. 155.

Wiryanto. (2009). Kompetensi dan Profil Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pasca PUKA di Kota Medan. Makalah disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVII, Jakarta, 7-8 Desember 2009.


(53)

41

Wiryanto. (2010). Peluang Penerapan PP 51 Terkait Titik Impas: Studi Kasus di Apotek Farma Nusantara. Makalah disampaikan pada Kongres Ilmiah ISFI XVIII, Makassar, 10-12 Desember 2010.

Wiryanto, Harahap, U., Karsono. (2012). Standards of Community Pharmacy Practice In Indonesia. Poster Presentation in The 24th Federation of Asian Pharmaceutical Association (FAPA) Congress 2012, Bali, 13-16 September 2012.


(54)

42

KUESIONER TENTANG

PROFIL PEMENUHAN STANDAR PRAKTIK KEFARMASIAN BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN

Kata Pengantar

Dalam rangka penelitian Skripsi dengan judul “Profil Pemenuhan Standar Praktik Kefarmasian Beberapa Apotek di Kota Medan”, saya mahasiswa S1 Farmasi USU Medan membutuhkan data dari Bapak / Ibu para Apoteker Penanggungjawab Apotek sebagai berikut:

1.Identitas Bapak / Ibu apoteker penanggungjawab apotek

2.Identitas / karakteristik apotek dimana Bapak / Ibu sebagai apoteker penanggungjawab

3.Pilihan diskripsi kinerja yang tersedia sesuai dengan kinerja praktik farmasi komunitas/apotek dimana Bapak / Ibu sebagai apoteker penanggungjawab

Untuk maksud tersebut, saya mohon kesediaan Bapak / Ibu meluangkan waktu sejenak mengisi kuesioner berikut ini. Saya sangat berharap Bapak / Ibu dapat memberikan identitas dan pilihan deskripsi kinerja sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, bukan berdasarkan apa yang seharusnya. Tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini. Semua jawaban dan identitas Bapak / Ibu akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Akhirnya atas bantuan dan keluangan waktu Bapak / Ibu sebagai responden, saya ucapkan terimakasih.

Medan, 10 Oktober 2012 Peneliti,

Gracia

NIM 091501153

IDENTITAS RESPONDEN

Dengan kerendahan hati, mohon kuesioner ini diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, agar penelitian ini ada manfaatnya

Jenis kelamin

• Laki-laki

• Perempuan

Sertifikat Kompetensi Apoteker

• Tidak Punya

• Punya


(55)

43 Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

• Tidak Punya

• Punya

Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)

• Tidak Punya

• Punya

Sertifikat Izin Apotek (SIA)

• Tidak Punya

• Punya

Alumnus Apoteker • USU

• UNAND

• UI • ITB

• UNPAD

• UGM

• UNAIR

• UNHAS

• Yang lain:

Tahun lulus apoteker :

Pengalaman sebagai Apoteker Pengelola Apotek

Pekerjaan lain selain sebagai Apoteker Penanggungjawab Apotek

• PNS di lingkungan Badan POM

• PNS di lingkungan Dinas kesehatan • PNS di Rumah Sakit Pemerintah

• Dosen di Perguruan Tinggi Farmasi Negeri • Dosen di Perguruan Tinggi Farmasi Swasta • Tidak ada pekerjaan lain


(56)

44

• Yang lain:

Frekuensi Kehadiran di Apotek

• Selama apotek buka

• Setiap hari, pada jam tertentu

• 2-3 x seminggu

• 1 x seminggu

• 1 x sebulan

• Yang lain:

Seandainya tidak setiap hari, berikan alasan mengapa demikian!

Imbalan per bulan (Rp.) • ≤ 1.000.000

• > 1.000.000 - 2.000.000 • > 2.000.000 - 3.000.000 • > 3.000.000 - 4.000.000 • > 4.000.000

• Yang lain:

Imbalan per bulan (Rp.) yang diharapkan

Tuliskan dalam angka saja imbalan per bulan yang diharapkan untuk pemenuhan Standar Praktik sesuai PP.51/2009

Usulan Bapak / Ibu tentang upaya pemenuhan imbalan yang diharapkan Kenyataan imbalan yang diterima APA pada umumnya jauh dari harapan, dan sudah barang tentu tidak mudah untuk memenuhinya, tuliskan usulan tentang upaya-upaya yang harus dilakukan untuk memenuhi harapan tersebut


(57)

45 Kepemilikan Apotek

• Milik Sendiri

• Milik PMA perorangan

• Milik Perusahaan Swasta

• Milik BUMN

• Yang lain:

Rata-rata jumlah lembar resep per hari Tuliskan dalam angka saja

Seandainya rerata jumlah lembar resep per hari dirasa terlampau sedikit, tuliskan penyebabnya mengapa demikian!

Rerata harga (Rp.) per lembar resep. Tuliskan dalam angka saja

Rerata omset (Rp.) per hari. Tuliskan dalam angka saja

Seandainya rerata omset per hari dirasa terlampau sedikit, tuliskan penyebabnya mengapa demikian!


(58)

46

Jumlah tenaga kefarmasian selain Apoteker Pengelola Apotek. Tuliskan dalam angka saja

• Apoteker Pendamping

• Tenaga Teknis Kefarmasian

Kota / Kabupaten.

Tuliskan nama kota atau kabupaten di mana apotek berada

KUESIONER

Dengan kerendahan hati, mohon kuesioner ini diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, bukan keadaan yang seharusnya, agar penilitian ini ada manfaatnya

Aspek Standar 1. Profesionalisme

Klik kolom dengan nomor yang sesuai dengan nomor diskripsi kinerja yang mendekati keadaan nyata di apotek dimana Bapak / Ibu sebagai

penanggungjawab

1 2 3

1.1. Pelayanan langsung apoteker:

► 1. Setiap hari pada jam buka, minimal ada satu

apoteker pendamping

► 2. Setiap hari pada jam tertentu, tidak ada apoteker

pendamping

► 3. Tidak dilakukan, tidak ada apoteker pendamping

1.2. Komitmen kehadiran apoteker, bila terlambat / berhalangan hadir:

► 1. Segera memberitahu ► 3. Tidak memberitahu

1.3. Tanggungjawab apoteker dalam menyelesaikan tugas:

► 1. Menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya

► 2. Menyelesaikan sebagian tugas yang menjadi

tanggungjawabnya

► 3. Tidak menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya


(59)

47

1 2 3

1.4. Kualitas dan akuntabilitas kerja, dalam menyelesaian semua pekerjaan di apotek :

► 1. Berpedoman pada standar prosedur opersional ► 3. Tidak berpedoman pada standar prosedur

opersional

1.5. Dalam melakukan praktik kefarmasian, apoteker:

► 1. Mempunyai kemandirian sikap, tanpa intervensi

orang lain

► 2. Tidak mempunyai kemandirian sikap, mengikuti

kondisi dan situasi

► 3. Tidak melakukan praktik kefarmasian

1.6. Pemenuhan kebutuhan pasien dalam hal barang tidak tersedia:

► 1. Diusahakan dari tempat lain tanpa biaya tambahan ► 2. Diusahakan dari tempat lain dengan biaya

tambahan

► 3. Tidak diusahakan dari tempat lain

1.7. Perlakuan apoteker kepada pasien:

► 1. Berinteraksi dengan pasien, terlepas dari latar

belakang sosial atau kemampuan bayarnya

► 2. Berinteraksi dengan pasien bila diperlukan ► 3. Tidak berinteraksi dengan pasien

1.8. Pemberian alternatif pilihan untuk pemenuhan kebutuhan terkait ketidakmampuan pasien untuk membayar:

► 1. Dilakukan oleh apoteker

► 2. Dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian ► 3. Dilakukan oleh siapa saja

1.9. Hubungan profesional apoteker dengan dokter:

► 1. Dibangun untuk kemungkinan manajemen terapi

terbaik bagi pasien

► 3. Tidak dibangun

1.10. Konsultasi dan kerjasama apoteker dengan apoteker dari apotek lain:

► 1. Dilakukan ► 3. Tidak dilakukan

1.11. Sikap apoteker terhadap kejadian kesalahan terapi:

► 1. Menindaklanjuti penyelesaiannya ► 3. Tidak menindaklanjuti penyelesaiannya Lampiran 1. (lanjutan)


(60)

48

1 2 3

1.12. Sikap apoteker terhadap kritik konstruktif:

► 1. Merespon dengan menyediakan kotak saran ► 1. Merespon tapi tidak menyediakan kotak saran ► 3. Tidak merespon, tidak menyediakan kotak saran

1.13. Sikap apoteker terhadap seminar/pelatihan yang diselenggarakan organisasi profesi/perguruan tinggi farmasi setempat dalam rangka belajar sepanjang hayat:

► 1. Sering

► 2. Kadang-kadang

► 3. Jarang

1.14. Fasilitas untuk mengikuti program pengembangan profesi berkelanjutan dalam rangka peningkatan kompetensi:

► 1. Lebih dari 60% diberikan apotek ► 2. Kurang dari 60% diberikan apotek ► 3. Kurang dari 30% diberikan apotek

1.15. Akses ke sumber informasi internet dan berbagai literature untuk memungkinkan praktik apoteker menjadi lebih efisien:

► 1. Disediakan apotek ► 3. Tidak disediakan apotek

Aspek Standar 2. Manajerial

Klik kolom dengan nomor yang sesuai dengan nomor diskripsi kinerja yang mendekati keadaan nyata di apotek dimana Bapak / Ibu sebagai

penanggungjawab

1 2 3

2.1. Pengelolaan sediaan farmasi:

► 1. Didukung kartu stok dan buku catatan barang

kosong

► 2. Hanya didukung salah satu kartu stok atau buku

catatan barang kosong

► 3. Tidak didukung kartu stok maupun buku catatan

barang kosong

2.2. Pengadaan sediaan farmasi hubungannya dengan kualitas:

► 1. Melalui jalur resmi

► 3. Tidak hanya melalui jalur resmi


(61)

49

1 2 3

2.3. Penyimpanan sediaan farmasi:

► 1. lemari pendingin khusus

► 2. lemari pendingin dipakai umum ► 3. lemari pendingin tidak ada

2.4. Penyimpanan sediaan farmasi:

► 1. rak yang memenuhi persyaratan penyimpanan

dengan temperature ruangan yang telah ditetapkan, dengan penataan yang sangat teratur untuk

mempermudah pencarian

► 2. rak yang kurang memenuhi syarat-syarat

penyimpanan, dengan penataan yang kurang teratur

► 3. rak yang tidak memenuhi syarat-syarat

penyimpanan, dengan penataan yang tidak teratur 2.5. Penanganan obat kadaluwarsa / rusak:

► 1. Membuat penandaan bagi obat-obat yang 1 tahun ke depan akan kadaluwarsa, memisahkan obat-obat yang sudah kadaluwarsa/ rusak

► 2. Tidak membuat penandaan bagi obat-obat yang 1 tahun ke depan akan kadaluwarsa, memisahkan obat-obat yang sudah kadaluwarsa / rusak

► 3. Tidak menangani secara khusus obat-obat kadaluwarsa / rusak

2.6. Penataan lingkungan apotek:

► 1. Sesuai dengan fungsi area/ruangan yang

mencerminkan pengaturan profesional

► 2. Kurang sesuai dengan fungsi area/ruangan ► 3. Tidak melakukan penataan lingkungan apotik 2.7. Area Konseling:

► 1. Tertutup/ terpisah dari kegiatan lain ► 2. Terbuka /tidak terpisah dari kegiatan lain ► 3. Tidak mempunyai area konseling

2.8. Ruang Tunggu:

► 1. Nyaman ► 2. Seadanya ► 3. Tidak punya 2.9. Keuntungan:

► 1. Menerapkan sistem yang dapat menjamin

pemenuhan imbalan kepada tenaga kefarmasian dalam jumlah yang wajar


(1)

29 0 0 0 0 0 0 2 4 4 4 2 0 0 16 1.23

23 0 0 0 0 0 2 2 4 4 4 4 4 0 24 1.85

10 0 0 0 0 2 0 2 4 0 4 4 4 0 20 1.54

30 0 0 0 0 0 0 0 4 4 4 2 2 0 16 1.23

22 0 2 0 0 0 2 0 4 4 4 2 2 0 20 1.54

41 0 0 0 0 2 2 0 0 4 4 4 2 0 18 1.38

48 0 0 0 0 0 2 0 2 2 2 2 2 2 14 1.08

44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 4 12 0.92

28 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 2 2 0 12 0.92

21 0 0 0 0 2 0 2 0 0 0 2 4 0 10 0.77

17 0 0 0 0 0 2 0 0 4 4 0 2 2 14 1.08

51 0 2 0 2 2 2 0 4 2 4 2 4 0 24 1.85

31 0 0 0 0 0 0 0 0 4 4 2 2 0 12 0.92

49 0 2 0 0 0 2 0 2 2 4 2 4 2 20 1.54

14 0 2 0 0 0 2 0 4 0 4 2 2 0 16 1.23

13 0 0 0 0 0 0 2 0 0 4 4 0 0 10 0.77

38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 2 0 0 6 0.46

47 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 4 4 10 0.77

15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 4 0 8 0.62

43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00

52 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2 2 2 0 8 0.62

45 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00

24.7

69 1.91

Iden

titas 1.7 1.9 1.17 1.19 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.9 Jmlh Rata

7 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 44 3.67

42 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 46 3.83

34 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 44 3.67

36 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 46 3.83


(2)

20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 4.00

1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 0 44 3.67

46 4 0 4 0 4 4 4 4 4 4 4 2 38 3.17

11 4 4 4 4 4 4 4 4 2 0 2 4 40 3.33

6 4 4 2 4 4 4 2 4 4 2 4 4 42 3.50

5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 42 3.50

40 4 4 0 0 4 4 4 4 4 4 4 4 40 3.33

50 4 4 4 4 4 4 4 4 0 2 2 2 38 3.17

8 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 42 3.50

32 4 4 4 0 4 4 4 4 4 4 4 4 44 3.67

27 4 2 2 0 4 4 4 4 4 2 4 2 36 3.00

26 4 2 0 0 2 4 4 4 4 2 4 4 34 2.83

9 0 2 0 4 4 4 4 4 2 0 4 2 30 2.50

37 4 4 0 0 4 4 2 4 4 2 4 2 34 2.83

35 4 4 0 4 4 4 4 4 2 2 2 0 34 2.83

3 4 4 0 4 4 4 4 4 4 0 4 2 38 3.17

19 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 4.00

4 0 4 0 0 4 4 4 4 4 2 4 0 30 2.50

18 4 4 4 0 4 4 4 4 4 0 4 2 38 3.17

12 0 2 2 0 4 4 4 4 2 2 2 2 28 2.33

33 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 0 42 3.50

24 4 2 0 0 4 4 4 4 4 2 4 2 34 2.83

25 4 2 0 0 2 4 4 4 4 2 4 4 34 2.83

39 4 4 0 0 4 4 4 4 4 0 4 2 34 2.83

2 2 4 0 4 4 4 4 4 2 2 2 2 34 2.83

29 4 4 0 4 4 4 4 4 4 2 2 2 38 3.17

23 4 4 0 0 4 4 4 4 4 0 4 2 34 2.83

10 4 4 0 0 4 4 4 4 4 2 4 0 34 2.83

30 4 0 0 4 4 4 2 4 4 2 4 0 32 2.67


(3)

41 4 2 0 0 2 4 4 2 2 0 4 0 24 2.00

48 4 2 2 4 4 4 4 4 2 0 2 0 32 2.67

44 4 0 4 0 4 4 4 4 4 4 4 0 36 3.00

28 0 4 0 0 4 4 4 4 4 2 4 0 30 2.50

21 4 4 0 0 2 4 4 4 4 0 2 0 28 2.33

17 4 4 2 0 2 4 2 4 4 0 2 0 28 2.33

51 4 4 0 2 0 4 2 0 0 0 0 0 16 1.33

31 0 4 0 0 4 4 4 4 4 2 2 0 28 2.33

49 2 2 2 0 2 0 2 2 2 4 2 0 20 1.67

14 0 4 0 0 4 4 2 2 2 0 4 0 22 1.83

13 4 2 0 0 2 4 4 2 2 0 2 2 24 2.00

38 4 0 0 0 4 4 4 4 4 0 2 0 26 2.17

47 0 0 4 0 2 0 2 4 2 2 2 0 18 1.50

15 0 0 0 0 4 4 4 0 4 0 4 0 20 1.67

43 4 0 0 0 2 0 2 4 4 2 2 0 20 1.67

52 2 0 0 0 0 2 4 0 0 0 2 0 10 0.83

45 0 0 0 0 2 0 2 4 2 2 2 0 14 1.17 33.3

46 2.78

Identitas 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 Jmlh Rata 4.1 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 Jmlh Rata

7 4 4 4 2 4 18 3.6 4 4 4 4 4 4 4 4 32 4

42 4 4 4 2 4 18 3.6 4 2 4 4 2 2 2 4 24 3

34 2 2 2 2 2 10 2 2 4 4 4 0 4 2 4 24 3

36 4 2 2 2 2 12 2.4 2 2 4 4 2 4 4 2 24 3

16 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2

20 2 2 2 2 2 10 2 2 0 2 2 2 2 2 2 14 1.75

1 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 0 0 2 2 12 1.5

46 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2

11 2 2 2 2 2 10 2 2 0 2 2 2 0 2 2 12 1.5

6 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 0 0 2 2 12 1.5

5 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2


(4)

50 2 2 2 2 2 10 2 2 0 2 2 0 0 2 2 10 1.25

8 2 0 2 0 0 4 0.8 2 0 2 2 2 0 2 2 12 1.5

32 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2

27 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2

26 2 2 2 2 2 10 2 2 2 2 2 2 2 2 2 16 2

9 2 2 2 2 2 10 2 0 2 2 2 2 2 2 2 14 1.75

37 2 2 2 0 2 8 1.6 2 0 2 2 0 0 2 2 10 1.25

35 2 2 0 2 2 8 1.6 2 0 0 2 0 2 2 2 10 1.25

3 2 2 2 2 2 10 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 2 2 2 2 0 8 1.6 2 0 2 2 0 0 2 2 10 1.25

18 0 0 2 0 0 2 0.4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 2 2 2 0 0 6 1.2 2 0 0 0 0 0 0 2 4 0.5

33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

41 4 0 0 4 0 8 1.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

21 0 0 2 0 0 2 0.4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

51 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(5)

45 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4.69 0.94 6.46 0.81

Identitas 5.1 5.2 Jmlh Rata TTL Kriteria

7 4 4 8 4 148 baik

42 4 4 8 4 140 baik

34 4 4 8 4 136 baik

36 4 4 8 4 132 baik

16 2 0 2 1 118 cukup

20 2 4 6 3 112 cukup

1 2 4 6 3 112 cukup

46 0 0 0 0 110 cukup

11 0 0 0 0 106 kurang

6 2 0 2 1 104 kurang

5 2 4 6 3 104 kurang

40 2 4 6 3 102 kurang

50 2 0 2 1 102 kurang

8 2 0 2 1 100 kurang

32 2 0 2 1 100 kurang

27 0 4 4 2 96 kurang

26 2 4 6 3 96 kurang

9 2 0 2 1 92 kurang

37 2 0 2 1 90 kurang

35 2 4 6 3 90 kurang

3 2 4 6 3 82 kurang

19 0 4 4 2 74 bawah standar

4 0 0 0 0 72 bawah standar

18 0 4 4 2 70 bawah standar

12 2 0 2 1 68 bawah standar

33 0 4 4 2 68 bawah standar

24 0 4 4 2 62 bawah standar

25 0 4 4 2 60 bawah standar

39 0 4 4 2 58 sangat tidak layak

2 0 4 4 2 58 sangat tidak layak

29 0 4 4 2 58 sangat tidak layak

23 0 0 0 0 58 sangat tidak layak


(6)

30 0 4 4 2 52 sangat tidak layak

22 2 0 2 1 50 sangat tidak layak

41 0 0 0 0 50 sangat tidak layak

48 0 2 2 1 48 sangat tidak layak

44 0 0 0 0 48 sangat tidak layak

28 0 4 4 2 46 sangat tidak layak

21 0 4 4 2 44 sangat tidak layak

17 0 0 0 0 42 sangat tidak layak

51 0 2 2 1 42 sangat tidak layak

31 0 0 0 0 40 sangat tidak layak

49 0 0 0 0 40 sangat tidak layak

14 0 0 0 0 38 sangat tidak layak

13 0 0 0 0 34 sangat tidak layak

38 0 0 0 0 32 sangat tidak layak

47 0 0 0 0 28 sangat tidak layak

15 0 0 0 0 28 sangat tidak layak

43 0 0 0 0 20 sangat tidak layak

52 0 0 0 0 18 sangat tidak layak

45 0 0 0 0 14 sangat tidak layak

2.77 1.38 72.038 bawah standar

Kriteria

%

responden

sangat baik

0.00

0

baik

7.69

4

cukup

7.69

4

kurang

25.00

13

bawah standar

13.46

7

tidak layak

0.00

0

sangat tidak layak

46.15

24