Bentuk Tanggunga Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim

BAB IV TANGGUNG JAWAB PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP PENGIRIM BARANG YANG KEHILANGAN BARANG Studi Kargo PT. Garuda Indonesia Bandara Udara Kualanamu

A. Bentuk Tanggunga Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim

yang Kehilangan Barang Saat ini perekonomian Indonesia yang sedang tumbuh saat ini, transaksi ekonomi termasuk transaksi pengangkutan barangcargo melalui pengangkutan udara sangat penting dan vital perannya bagi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Indonesia saat ini dikenal sebagai salah satu negara di Asia yang memiliki stabilitas ekonomi yang baik, meskipun ekonomi dunia sedang berada dalam keadaan krisis. Disaat kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, ekonomi Indonesia masih tetap dapat tumbuh pada kisaran 6 – 7 . Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI., Bambang Brodjonegoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2013 berada pada kisaran 6,2 persen hingga 6,3 persen. Dia mengharapkan kondisi perekonomian global mulai membaik pada semester II, agar target pertumbuhan yang diperkirakan tahun ini mencapai 6,3 persen-6,5 persen dapat tercapai. Berharap ada perbaikan di global, terserah mau perbaikan harga komoditas atau apa,” kata Bambang. Dia pun menginginkan adanya kepastian terkait kebijakan Bahan Bakar Minyak BBM bersubsidi karena dapat memberikan dampak kepada kualitas pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. “Kalau ada kebijakan, malah positif buat pertumbuhan, karena itu bagus pengaruhnya ke makro.” 26 Sebelumnya, Bank Indonesia BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2013 berada pada kisaran 6,2 persen-6,6 persen. Perkiraan ini lebih rendah daripada perkiraan sebelumnya yang dipatok di kisaran 6,3 persen-6,8 persen. 27 Purwosutjipto, Kecepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedikit banyaknya juga tidak terlepas dari peran jasa pengangkutan barangcargo melalui pengangkutan udara, untuk mempercepat transaksi antara pihak pembuat barang dengan pihak pembeli penerima barang dari cargo kiriman udara. Di sisi lain, dalam transaksi tersebut sering muncul permasalahan-permasalahan akibat kesepakatan pengangkutan barangcargo melalui pengangkutan udara yang telah dibuat, misalnya pihak pengirim merasa ongkosbiaya kirim yang terlalu mahal, kiriman terlambat diterima, cacat pada barang yang diterima, dan masalah-masalah lain yang terjadi akibat adanya hubungan ini. Transaksi pengangkutan melalui kargo udara, melihat sifatnya yang semakin kompleks baik pada volume transaksi besar dan banyak, nilai transaksi yang tinggi pada nilai barang dari transaksi, tentunya membutuhkan tanggung jawab atau konsekuensi hukum yang jelas pasti. Namun demikian di sisi hukum 28 26 Kemenkeu, Pertumbuhan Ekonomi Triwulan Pertama 2013. Selasa, 23 April 2013. http:bisniskeuangan.kompas.comread2013042305342984. Diakses 11 Mei 2015 27 Bank Indonesia, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2013. Selasa, 23 April 2015. http:bisniskeuangan.kompas.comread2013042305342984. Diakses 12 Mei 2015 28 H.M.N. Purwosutjipto, Loc.Cit, hal. 207 menyatakan sistem hukum Indonesia tidak mensyaratkan pembuatan perjanjian pengangkutan itu secara tertulis, cukup dengan lisan saja, asal ada persetujuan kehendak atau konsensus. Hal ini tentunya kalau terjadi sangat riskan dan mengandung konsekuensi dapat merugikan salah satu pihak apabila terjadi kelalaian atau wanprestasi oleh pihak pengangkut. Berbicara mengenai pengertian tanggung jawab sangat luas, namun demikian menurut Peter Salim dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar masing-masing “tanggung jawab” dalam arti accountability, responsibility, dan liability. 29 Demikian pula menurut Henry Campbell Black. 30 Di samping itu, accountability dapat pula berarti suatu kepercayaan terhadap lembaga tertentu yang berkaitan dengan keuangan, misalnya dalam kalimat : Komisi Hak-hak Asasi Manusia HAM harus membuat laporan “pertanggungan jawab” keuangan kepada Sekretariat Negara sebab Sekretariat Negara memberi subsidi kepada Komisi HAM. Tanggung jawab dalam arti accountability biasanya berkaitan dengan keuangan atau pembukuan misalnya dalam kalimat: dimintakan “pertanggungan jawab” atas hasil pembukuannya atau dalam kalimat : akuntan itu harus “bertanggung jawab,” perkataan “tanggung jawab” dalam kedua kalimat tersebut berarti accountability yang menyangkut masalah keuangan. Accountability dapat pula diartikan sesuatu yang berkaitan dengan pembayaran, misalnya dalam kalimat: bank tersebut harus menyerahkan nota “pertanggungan jawab”. Perkataan “pertanggungan jawab” dapat diartikan accountability. 31 29 Peter Salim, Contemporary English-Indonesian Dictionary, Edisi Pertama, Modern English Press, Jakarta, 1985, hal. 213 30 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Revised Fourt Edition. St. Paul Minn, West Publisher Co, hal 214. 31 Diskusi “Problem Masa Depan Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia HAM, diselenggarakan oleh Laboratorium Sosiologi Fakultas Sosiologi dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia tanggal 26 Pebruari 2002, di Jakarta Perkataan “tanggung jawab” dalam kalimat tersebut diartikan accountability. Accountability dalam arti kepercayaan juga terdapat dalam kalimat : Pemerinta Indonesia harus menegakkan hukum dan kredibilitas “tanggung jawab”, karena kedua faktor tersebut sangat esensial. 32 Dengan demikian apabila terjadi sesuatu, dapat diajukan gugatan perdata di muka pengadilan oleh orang yang dirugikan.Isteri seorang dokter yang menggunakan alat suntik milik suaminya, harus “bertanggung jawab”. Perkataan “tanggung jawab” liability diartikan isteri dokter dapat diajukan gugatan perdata atas kerugian yang harus dibayar oleh isteri tersebut akibat perbuatannya. 33 Tanggung jawab liability dapat pula diartikan sebagai kewajiban untuk membayar uang atau melaksanakan jasa lain, kewajiban yang pada akhirnya harus dilaksanakan. 34 Pasal 144 UU Penerbangan menyebutkan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat UU Penerbangan mendefinisikan tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang danatau barang serta pihak ketiga. Dengan demikian dapat diartikan tanggung jawab liability adalah kewajiban membayar ganti kerugian yang diderita pihak lain, misalnya dalam perjanjian pengangkutan udara, maskapai penerbangan bertangggung jawab atas keselamatan penumpang danatau barang yang diangkutnya sampai di tempat tujuan. Oleh karena itu apabila timbul kerugian yang diderita oleh penumpang maka maskapai penerbangan harus bertanggung jawab dalam arti liability. Tanggung jawab di sini diartikan maskapai penerbangan wajib membayar ganti rugi yang diderita oleh penumpang dan apabila ingkar janji, maskapai penerbangan dapat digugat di pengadilan. 32 Jaschka Fisher, Menteri Luar Negeri Jerman, lihat Kompas tanggal 4 November 2000, hal. 13, klm. 2 dan 3 33 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 1398 34 Henry Campbell Black, Op.Cit, hal. 306 hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut. 35 Tanggung jawab pengangkut terhadap bagasi tercatat yang musnah, hilang atau rusak termasuk kerugian karena keterlambatan, besar ganti rugi terbatas setinggi-tingginya Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah per kilogram Pasal 44 Peraturan Menteri No. 40 Tahun 1995. Akan tetapi kalau diperhatikan besaran ganti rugi yang tercantum dalam tiket penumpang pada perusahaan penerbangan, lebih rendah dari Peraturan Menteri No. 40 Tahun 1995, misalnya Lion Air dan Sriwijaya Air menyebutkan ganti rugi untuk bagasi yang hilang atau rusak, setinggi-tingginya Rp. 20.000,- dua puluh ribu per kilogram. Sedangkan dalam tiket Garuda Indonesia Airways setinggi-tingginya Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah perkilogram. Ironisnya sampai saat ini klausula tersebut masih tercantum dalam beberapa tiket penerbangan domestik yang sifatnya merugikan penumpang padahal Pasal 186 ayat 1 UU Penerbangan telah melarang ketentuan tersebut. 36 Tanggung jawab pengangkut terhadap bagasi kabin merupakan suatu bentuk tanggung jawab bersyarat, 37 karena syaratnya apabila pihak penumpang dapat membuktikan kesalahan pihak pengangkut, maka maskapai penerbangan orang yang dipekerjakannya akan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan bagasi kabin seperti yang diatur dalam Pasal 143. 38 35 Pasal 1 angka 24 UU Penerbangan. 36 Pasal 186 ayat 1 UU Penerbangan : Pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam undang-undang ini. 37 Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri Pasal 1 Angka 25 UU No. 1 Tahun 2009. 38 Pasal 143 UU Penerbangan : Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilangatau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya. Apabila penumpang tidak dapat membuktikan kesalahan pengangkut, maka pihak pengangkut tidak memberikan ganti terhadap bagasi kabin. Perusahaan ground handling adalah perusahaan yang menyediakan jasa pelayanan terhadap perusahaan penerbangan berdasarkan perjanjian antara perusahaan ground handling dengan perusahaan penerbangan, di mana perusahaan ground handling mengikatkan diri memberi pelayanan kepada perusahaan penerbangan baik fully services atau partly services atau technical services sebaliknya perusahaan penerbangan mempunyai kewajiban membayar sejumlah uang yang disepakati kedua belah pihak. Biasanya perjanjian tersebut berdasarkan syarat- syarat yang ditentukan oleh IATA Airport Handling Manual AHM yang telah mengacu kepada ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional ICAO. Di dalam Chapter 8 AHM telah ditetapkan standar perjanjian internasional yang mengatur ketentuan pelayanan, keadilan, sub-kontraktor, perwakilan perusahaan penerbangan, standar bekerja, pembayaran, sengketa, arbitrase, pajak dan biaya pendaftaran, jangka waktu, amandemen perjanjian dan tanggung jawab ganti rugi. Menurut Chapter 8 Pasal 8 AHM, perusahaan ground handling bertanggung jawab membayar kerugian atas gugatan sebagai akibat kelambatan, kematian, luka tetap atau sementara penumpang termasuk pegawai perusahaan penerbangan, kerusakan atau hilang bagasi, kargo, pos milik perusahaan penerbangan atau barang-barang yang diangkut oleh perusahaan penerbangan, bilamana perusahaan ground handling tidak bekerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan di dalam IATA Airport Handling Manual yang telah disepakati. Berdasarkan Peraturan Direkttur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP47III2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Kegiatan Penunjang Bandar Udara, perusahaan ground handling pemegang sertifikat operasi pelayanan jasa penunjang kegiatan penerbangan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya. Kewajiban pengangkut timbul karena adanya perjanjian pengangkutan yang mewajibkannya untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya hingga saat diserahkannya barang tersebut kepada orang yang ditujukan oleh pengirimya. Seandainya barang-barang tersebut terjadi kehilangan atau kerusakan, maka pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tidak dilaksanakannya kewajiban tersebut. 39 Pasal 25 ayat 1, 2, 3 Luchtvervoer Ordonnantie Stb. 1939-100 mengatur tentang kapan pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kehilangan atau kerusakan pada barang apabila peristiwa penyebab kerugian tersebut terjadi selama dalam pengangkutan udara. Hak dan kewajiban para pihak dalam pengangkutan barang sangat erat kaitannya dengan tanggung jawab pengangkut. Dalam hukum Indonesia tanggung jawab pengangkut diatur dalam Ordonansi Pengangkutan Udara Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 40 a. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat keterlambatan, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang tanggung jawab pengangkut antara lain: 39 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 : Hukum Pengangkutan,Cetakan Keenam, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 34 40 Toto T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hal. 7 keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional pasal 146 UU Penerbangan; b. Besarnya ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh kargo yang dimaksud pada pasal 145 dihitung berdasarkan berat kargo yang dikirim yang hilang, musnah, atau rusak pasal 168 ayat 2 UU Penerbangan; Ketentuan mengenai besarnya pemberian ganti rugi yang diberikan PT. Pos Indonesia Persero Cabang Medan apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, atau kerusakan barang milik penumpangnya, baik barang yang tidak diasuransikan maupun barang yang diasuransikan telah diatur pada klausula-klausula di surat muatan udara atau biasa disebut dengan resi pembayaran.Besarnya ganti rugi pada barang yang tidak disuransikan pada klausula resi pembayaran menyatakan bahwa : “Besar uang ganti rugi untuk: a. Keterlambatan ialah separuh dari biaya pengiriman EMS yang bertalian. b. Kehilangan atau rusak seluruhnya: 1 Untuk EMS berisi dokumen sebesar yang diminta pengirim dengan maksimum 30 SDR 2 Untuk EMS berisi barang seharga barang yang hilang atau rusak dengan maksimum 130 SDR. Sedangkan klausula yang menyatakan “Kiriman EMS yang hilang atau rusak sebagian isinya, tidak diberikan ganti rugi”. Hal ini bertentangan dengan Ordonansi Pengangkutan Udara Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100 dan UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pada Pasal 26 Ordonansi Pengangkutan Udara Luchtvervoer Ordonnantie- Staatsblad 1939 No. 100 menegaskan bahwa: “Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena barang atau bagasi hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan dengan harga barang yang sama jenis dan sifatnya di tempat tujuan, pada waktu barang atau bagasi seharusnya diserahkan, dengan dikurangi jumlah uang yang karena kehilangan itu tidak perlu dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan.” Begitu juga, dalam Pasal 168 ayat 2 UU No. 1 Tahun 2009 menegaskan bahwa: “Besarnya ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 atau kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 dihitung berdasarkan berat bagasi tercatat atau kargo yang dikirim yang hilang, musnah, atau rusak.” Hal ini mengakibatkan kerancuan pada proses pemberian ganti rugi terhadap pengirim yang mengalami kehilangan atau kerusakan pada sebagian isi barangnya. Jika dipahami terhadap ketentuan yang berlaku di PT. Garuda Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa tidak adanya perlindungan hukum terhadap pengirimtersebut karena tanggung jawabnya hanya diberikan ganti rugi kepada pengirim yang mengalami kehilangan atau kerusakan seluruhnya. Besarnya ganti rugi pada barang yang disuransikan pada klausula resi pembayaran menyatakan bahwa: “Kiriman yang isinya bernilai 100 US dan lebih, dikenakan layanan harga tanggungan yang preminya 0,26 dengan minimal harga tanggungan Rp. 1.300,- dan diberikan ganti rugi bila hilang atau rusak seluruhnya sebelum diserahkan kepada penerima.” Pengirimyang mengirimkan barang, berupa elektronik yang merupakan sampel produk perusahaan dengan berat kurang lebih 100 kilogram, maka ia diwajibkan untuk mengasuransikan barang tersebut karena kiriman tersebut bernilai USD 1.128,34 dengan membayar premi 0,26 persen. Namun barang yang tidak dikenakan asuransi biasanya untuk EMS yang berisi dokumen- dokumen yang berat maksimalnya adalah 2 dua kilogram, kecuali apabila penumpang tersebut berkeinginan untuk mengasuransikan barangnya yang berupa dokumen-dokumen penting guna mencegah adanya evenement. 41 Pelaksanaan pengangkutan dalam PT. Garuda Indonesia tidak selalu berjalan lancar. Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan kepala bagian PT. Garuda Indonesia, dalam pelaksanaan pengangkutannya apabila terjadi kendala dalam proses pengiriman itu terjadi karena beberapa kemungkinan, yakni barang tidak sampai di tempat tujuan atau hilang, barang kiriman sampai di tempat tujuan tetapi rusak sebagian atau seluruhnya, barang sampai tapi terlambat datang, barang salah kirim yang biasanya disebabkan oleh kesalahan dari pihak PT. Garuda Indonesia seperti salah menempelkan resi, resi tertukar atau terjadi kesalahan dalam memberi kode tujuan, serta barang tidak ada atau hilang yang mungkin bukan kesalahan dari pengangkut atau human error misalnya kecelakaan yang terjadi ketika proses pengiriman barangforce majeur. 42 Jika hal tersebut diatas terjadi maka pihak PT. Garuda Indonesia seharusnya bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim, baik 41 Wawancara dengan Jusman Napitupulu, selaku Supervisor Operasional Cargo PT. Garuda Indonesia Persero, 12 Agustus 2015 42 Wawancara dengan Jusman Napitupulu, selaku Supervisor Operasional Cargo PT. Garuda Indonesia Persero, 12 Agustus 2015 kerugian yang disebabkan oleh kelalaian pengangkut maupun karena keadaan memaksa force majeur. Berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh pengirim, berdasarkan data yang diambil oleh peneliti dapat diketahui bahwa yang dilakukan oleh pengirim dalam hal ini melakukan pembiaran tanpa meminta ganti rugi dengan alasan malas dan tidak tahu bagaimana cara melakukan penuntutan terhadap pengangkut terkait kerugian yang dialami oleh penumpang. 43 Berdasarkan dari fakta dan hasil wawancara yang ada diatas maka dapat diketahui bahwa hal tersebut berkaitan dengan teori Prinsip-prinsip pertanggungjawaban dalam pengangkutan, alasannya dengan adanya upaya pengangkut maka muncullah suatu pertanggungjawaban apabila terjadi kesalahan dalam kegiatan upaya yang dilakukan pengangkut akankah dapat dikenakan suatu pertanggungjawaban maka dibutuhkan teori yang berkaitan yaitu teori prinsip pertanggung jawaban dalam pengangkutan. Adapun prinsip yang pertama adalah tanggungjawab atas dasar kesalahan the based on fault atau liability based on fault principle. Hal ini menunjukkan bahwa peran dari pengirim tidak aktif dengan baik dalam kegiatan pengangkutan.Di dalam kejadian di PT. Garuda Indonesia, hal yang tidak dapat dikesampingkan adalah pengguna jasa yang tidak peduli akan hak-haknya. Hal ini dapat dilihat dalam keadaan dimana pengguna jasa pengiriman barang PT. Garuda Indonesia sekalipun telah dirugikan oleh pelaku usaha, pengguna jasa tidak memiliki niatan sedikitpun untuk melakukan klaim atau gugatan kepada PT. Garuda Indonesia. 44 43 Wawancara dengan Jusman Napitupulu, selaku Supervisor Operasional Cargo PT. Garuda Indonesia Persero, 12 Agustus 2015 44 Ibid Ajaran ini menekankan adanya suatu tanggung jawab pengangkutan didasarkan pada pandangan bahwa yang membuktikan kesalahan adalah pihak yang dirugikan pengirim. Adapun unsur kesalahan dalam hal ini dapat diihat dari 1365 KUHPerdata yang memuat unsur kesalahan adalah sebagai berikut ; 1. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat. Makna dari perbuatan melawan hukum tidak hanya aktif, melainkan pasif yang meliputi tidak berbuat sesuatu dalam hal yang seharusnya menurut hukum orang harus berbuat. 45 2. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya. 3. Adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut Kemudian menjelaskan keterkaitan dengan hasil penelitian terhadap prinsip yang kedua dalam pengangkutan yaitu presumption of liability tanggung jawab karena praduga perlu diketahui bahwa tergugat selalu dianggap salah, kecuali tergugat dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau dapat mengemukakan hal- hal yang dapat membebaskannya dari kesalahan. Prinsip yang kedua ini memberatkan pengangkut karena pengangkut selalu dianggap bersalah, akan tetapi pengangkut akan menjadi benar apabila ia dapat menjelaskan apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu hal yang bukan merupakan kuasanya. Maksudnya, dalam pengangkut dapat diketahui bahwa agar pengangkut bebas dari kesalahan namun tidak sepenuhnya terbebas dari tanggung jawab terhadap pengirim, hal ini harus dijelaskan kepada pengirim mengenai alasan – alasan mengapa terjadi pelanggaran terkait hak-hak yang dimiliki pengguna jasa, apabila ternyata si pengangkut tidak dapat membuktikan kesalahannya maka 45 Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum terhadap Penumpang pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional, 2008, Tesis hal 39. maksud peneliti dapat dikategorikan sebagai wanprestasi. Menurut PNH Simanjuntak menafsirkan wanprestasi sebagai keadaan di mana seorang debiturpihak yang berutang tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagai mana mestinya sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. 46 Alasan yang dikemukakan harus terlepas dari faktor kesengajaan, misalnya adanya overmacht, dan terjadinya kejadian diluar kemampuan pengangkut untuk mengantarkan barang hingga sampai ketujuan. Dalam KUHDagang, prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah dapat ditemukan dalam Pasal 468 yang menyatakan Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya. 47 Prinsip yang ketiga, prinsip tanggung jawab mutlak no fault, atau strict liability, absolute liability principle.Menurut prinsip ini, bahwa pihak yang terbebani untuk menimbulkan kerugian adalah tergugat yang selalu bertanggung PT. Garuda Indonesia dalam hal ini mengharuskan adanya penggantian atas kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan. Berdasarkan pasal tersebut perlu diketahui bahwa PT. Garuda Indonesia menjanjikan keselamatan barang yang diangkut terkait pengiriman barang. Hal tersebut dapat dikecualikan apabila pengangkut membuktikan bahwa kerugian yang terjadi timbul akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifat dari barang tersebut. Hal ini merupakan suatu tindakan akibat bentuk pertanggungjawaban terhadap barang yang dipercayakan pengirim yang digunakannya dalam pengangkutan itu. 46 PNH Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Jembatan, Jakarta, hal 339 47 Wawancara dengan Jusman Napitupulu, selaku Supervisor Operasional Cargo PT. Garuda Indonesia Persero, 12 Agustus 2015 jawab tanpa melihat ada atau tidak adanya kesalahan atau tidak melihat pihak atau orang yang bersalah, sederhana dari pengertian tersebut adalah adanya suatu prinsip pertanggungjawaban yang memandang kesalahan sebagai suatu hal yang tidak dipermasalahkan apakah pada kenyataannya tersebut disebabkan oleh PT. Garuda Indonesia atau tidak. Dengan demikian, PT. Garuda Indonesia tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian bagi pengirim. Prinsip ini dapat dirumuskan dalam kalimat yang menunjukkan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam kegiatan pengangkutan karena peristiwa apapun. Apabila upaya yang dilakukan PT. Garuda Indonesia tetap saja menimbulkan suatu masalah yang melanggar hak-hak perlindungan hukum pengirim, maka pertanggungjawabanakan dibebankan secara mutlak tanpa memandang faktor lain yang mempengaruhi dalam pengangkutan tersebut. Dikaitkan dengan perlindungan hukum terhadap pengirim dalam hal perlindungan hukum, maka PT. Garuda Indonesia termasuk dalam prinsip pertanggungjawaban yang kedua yaitu presumption of liability tanggung jawab karena praduga yaitu PT. Garuda Indonesia dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh penumpang pengguna jasa pengiriman barang yang timbul akibat pengangkutan yang diselenggarakannya, kecuali jika PT. Garuda Indonesia dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Adapun bentuk pertanggungjawaban pihak PT. Garuda Indonesia akibat kehilangan dokumen pengirim pengangkutan yaitu berupa 10 kali biaya pengiriman barang. Dikarenakan dokumen sulit dinilai secara ekonomi maka PT. Garuda Indonesia membuat suatu sistem dalam proses penggantian dokumen yang tidak diasuransikan yaitu sama halnya dengan barang lain yaitu 10x biaya kirim guna mempermudah pihak pengangkut yaitu PT. Garuda Indonesia. Namun berbeda jika dokumen tersebut diasuransikan, untuk dokumen yang diasuransikan pengirim harus membayar biaya asuransi dan memberikan copy dokumen terkait. Tanggung jawab PT. Garuda Indonesia sebagai pengangkut dimulai sejak diterimanya barang yang akan diangkut sampai diserahkannya barang kepada penerima barang. Setiap kerugian yang diderita pengirim, yang ditimbulkan dalam pengangkutan barang dianggap sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian dari pihak pengangkut, yang mana memberikan hak kepada pengirim untuk menuntut ganti rugi kepada pihak pengangkut dan mewajibkan pengangkut untuk bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh pengirim. Namun, pihak pengangkut dapat menolak untuk bertanggung jawab apabila kerugian yang terjadi timbul akibat penumpang yang tidak memberitahukan secara jujur isi dari barang yang hendak dikirim dan kesalahan penulisan alamat tujuan oleh pengirim. 48 Ganti rugi hilangnya barang dilakukan bukankarena keputusan sepihak namun telah ditentukan didalam bukti pengirimanbarang yang mana terdapat nilai Adanya hal ini akan menimbulkan kewajiban atau tanggungjawab PT. Garuda Indonesia dalam memberikan perlindungan terhadappenumpang sebagai pengguna jasanya yang berhak atasnya. Tidak lainperlindungan penumpang yang diberikannnya berdasarkan perjanjian yangsudah disepakati antara PT. Garuda Indonesia dengan penggunajasanya, yaitu dengan memberikan ganti rugi. 48 Wawancara dengan Jusman Napitupulu, selaku Supervisor Operasional Cargo PT. Garuda Indonesia Persero, 12 Agustus 2015 pengiriman barang tersebut. 49

B. Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia atas Barang yang