Hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat
dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik dan privat nasional maupun internasional.
c. Pengangkutan Udara
International Air Transport Association IATA sebagai organisasi internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara
diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan General Condition of Carriage, baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang.
Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini
perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket
itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia S. 1939-100. Dengan membeli tiket pengangkutan udara,
maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket
pengangkutan udara telah berlaku.
13
B. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia
Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, danatau pos untuk satu perjalanan
atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar
udara.
13
Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2002, hlm. 22-27.
Terjadinya pengangkutan udara tidak lepas dari adanya pihak-pihak didalamnya. Pihak-pihak dalam angkutan udara terdiri atas, pengangkut,
penumpang, pengirim dan penerima.Secara umum, dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkutan, kecuali
dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikat diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan orang penumpang danatau barang. Singkatnya pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan. Maka pada
pengangkutan udara pengangkut adalah pihak maskapai penerbangan yang menyelenggarakan pengangkutan udara.
Pengangkut menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pada Pasal 1 ayat 26 adalah badan usaha angkutan udara niaga,
pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuanundang-undang ini, danatau badan
usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian udara niaga.
Penumpang adalah orang yang mengikat diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh kasa pengangkutan.
Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan dan
sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus mampu melakukan perbuatan hukum
atau mampu membuat perjanjian seperti yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
14
1. Kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan
pengangkut udara Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan barang dan atas dasar berhak memperoleh pelayanan pengangkutan dari pengangkutan udara niaga. Penerima adalah pihak ketiga yang
berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong
sebagai subjek hukum pengangkutan. Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan
kewajiban. Seperti apa yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara
langsung terikat dalam perjanjian.Pelaksanaan pengangkutan udara tidak terlepas dari hak dan kewajiban para pihaknya. Dalam mewujudkan hak dan kewajiban
para pihak tidak boleh terdapat tumpang tindih, semua harus dilakukan seadil- adilnya. Perjanjian pengangkutan tidak hanya mengatur hak dan kewajiban
pengangkut tetapi juga penumpang, pengirim, dan penerima. Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan udara adalah
pengangkut udara bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau jejas lichamelijke letsel pada tubuh penumpang, bila:
14
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta,2001, hal.2.
2. Terjadi diatas pesawat terbang;
3. Selama jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat terbang seperti yang
terdapat dalam Pasal 24 ayat 1 OrdonansiPengangkutanUdara OPU. Kalau luka itu menimbulkan kematian si penumpang, maka ahli waris penumpang
yang sah, dapat menuntut ganti kerugian yang dinilai sesuai kedudukan, kekayaan dan keadaan yang bersangkutan.
Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut absolute liability. Kendati kemudian ada pula
para ahli yang mebedakan kedua terminologi di atau ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan
kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, terdapat pengecualian- pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab,
misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan
keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kualitas antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada srtict liability, hubungan itu harus ada
sementara pada absolute liability, dapat saja si tergugat yang diminta pertanggungjawabannya itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut
misalnya dalam kasus bencana alam. Praduga Selalu Bertanggung Jawab Presumption of Liability. Prinsip ini
menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawabpresumption of liability principle,sampai ia dapat membuktikan ia tidakbesalah. Jadi, beban pembuktian
ada pada si tergugat. Berkaitan denganprinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya,dikenal empat variasi yaitu :
1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat
membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal hal diluar kekuasaannya. 2.
Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk
menghindari timbulnya kerugian. 3.
Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan, kerugian yang tibul bukan karena kesalahannya.
4. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh
kesalahankelalaian penumpang karena kualitasmutu barang yang diangkut tidak baik.
Tanggung jawab berdasarkan kesalahanLiability Basen on FaultPrinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahanfault liabilityatau liability based on
faultadalah prinsip yang cukup umum berlakudalam hukum pidana dan perdata. Dalam kitab undang-undang hukum perdata khususnya pasal 1365, 1366, dan
1367 KUH Perdata, prinsip inidipegang secara teguh.Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintapertanggungjawabannya secara hukum jika ada
unsur kesalahan yangdilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasaltentang perbuatan melawan hukum mengharuskan terpenuhinya
empatunsur pokok yaitu: 1.
Adanya perbuatan; 2.
Adanya unsur kesalahan; 3.
Adanya kerugian yang diderita; 4.
Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian;
Kesalahan adalah unsur yang bertentangan denganhukum. Pengertian “hukum” tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan
dan kesusilaan dalam masyarakat.Prinsip tanggung jawab dengan pembatasanlimitation of liabilityprinciplesangat disenangi oleh pelaku usaha
untuk dicantumkan sebagaiklausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Berkenaan dengan ganti kerugian, KUH Perdata telah mengatur didalam beberapa pasal-pasalnya, antara lain sebagai berikut :
- Pasal 1365 menyebutkan : “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepadaseorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkankerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
- Pasal 1366 menyebutkan : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yangdisebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang hati-hatinya.”
Tanggung jawab pelaku usaha juga berlaku untuk kerugian yangdisebabkan oleh perbuatannya atau oleh orang-orang yang menjadi
tanggungannya yang berada di bawah pengawasannya sebagaimanaditegaskan dalam 1367 KUH Perdata :“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk
kerugian yangdisebabkan karena perbuataannya sendiri, tetapi juga untukkerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yangmenjadi tanggungannya, atau
disebabkan oleh barang-barangyang berada di bawah pengawasannya.”“Majikan- majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lainuntuk mewakili urusan-
urusan mereka, adalah bertanggung jawabtentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan ataubawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan
untukmana orang-orang ini dipakainya. Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung JawabPresumption ofNon
LiabilityPrinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuktidak selalu bertanggung jawabpresumption of nonliability principlehanya
dikenal dalam lingkup transaksi penumpang yang sangat terbatas, danpembatasan demikian biasanya secaracommon sensedapat dibenarkan.Contoh dari penerapan
prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan.Kehilangan, kerusakan, dan keterlambatan pada pengiriman barang, yangbiasanya dilaksanakan pekerjaannya
oleh perusahaan jasa pengirimanbarang adalah tanggung jawab dari pengguna jasa pengiriman barangtersebut yang kurang cermat dalam informasi layanan jasa
pengirimanbarang. Dalam hal ini pengangkut pelaku usaha tidak dapat dimintapertanggungjawabannya.
Prinsip ini menekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika
pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu.
15
Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.
16
15
Musa Taklima, Pengertian, Fungsi Dan Kegunaan Pengangkutan, Disampaikan dalam perkuliahan pertama hukum pengangkutan dan transportasi hukum bisnis syariah tanggal 22
September 2010, hal. 23
16
Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan, Pengangkutan Darat Melalui Jalan Umum dan Kereta Api, Pengangkutan Laut Serta Pengangkutan Udara di Indonesia, UMM Press, Malang,
2007, hlm. 89.
Pada prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini, pembuktian kesalahan tergugat
harus dilakukan oleh penggugat yang dirugikan. Sebagai contoh, prinsip ini di
Indonesia dianut dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum onrechtnatigedaad Pasal 1401 BW
Belanda sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang
tentang masing-masing pengangkutan.
Tanggung jawab pengangkut dapat didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh
penumpang danatau pengirim barang serta pihak ketiga.
17
a. Pasal 468 KUHD
Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD diatur dalam:
Ayat 1 : “Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang harus
diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut”.
Ayat 2 a. “Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang
diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”. Ayat 2 b.
“tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:
a. suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya.
b. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.
c. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.
17
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Pasal 1 ayat 3
Ayat 3 : “Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :
1 Segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan
pengangkut itu. 2
Sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri. 3
Segala barang alat-alat yang dipakainya untuk menyelenggarakan pengangkutan itu.
d. Selain itu disebutkan pula dalam Pasal 477 KUHD bahwa: “pengangkut
bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut kecuali apabila dibuktikan
keterlambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya .”
e. Khusus untuk rusaknya barang, pengangkut bebas dari tanggung jawab
apabila dapat membuktikan rusaknya barang itu karena cacat barang atau karena kesalahan pengirim.
Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 2 Pengangkut yangmengoperasikan
pesawat udara wajibbertanggung jawab atas kerugianterhadap : a.
Penumpang yang meninggal dunia, cacattetap atau luka-luka b.
Hilang atau rusaknya bagasi kabin c.
Hilang, musnah, atau rusaknya bagasitercatat d.
Hilang, musnah, atau rusaknya kargo. e.
Keterlambatan angkutan udara
f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga
g. Batas Tanggung Jawab Pengangkut
Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 18 ayat 1 dan 2
1 Tanggung jawab pengangkut kepadapenumpang dimulaisejak penumpangmeninggalkan ruang tunggu Bandar udaramenuju pesawat udara
sampaidengan penumpang memasukiterminalkedatangan di bandar udara tujuan.
2 Tanggung jawab pengangkut terhadapbagasi tercatat dimulaisejak pengangkutmenerima bagasi tercatat padasaatpelaporan check-in sampai
denganiterimanya bagasi tercatat olehpenumpang. Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai
akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama
pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan
terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di
luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU. Ganti kerugian yang harus dibayarkan pengangkut bila bagasi atau barang
muatan itu. Hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan harga barang yang semacam dan sama sifatnya di tempat tujuan, pada waktu atau barang atau bagasi
itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan jumlah uang yang karena barangnya tidak ada itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya
lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi
pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27
OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain
terdapat dalam Pasal 28 OPU.
18
1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut
calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan Pengangkut udara wajib mengangkut orang danatau kargo pos setelah
disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan
udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang
disebut sebagai biaya pengangkutan udara. Tanggung jawab PT.Garuda Indonesia Persero sebagai pengangkut
terhadap penumpang menurut pasal 141 undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian
penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat danatau naik turun pesawat
udara.tetapi dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda Indonesia Persero
sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu :
18
H.M.N. Purwosutjipto, Op.cit., hlm.102-103
dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang
dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung
2. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang
dipekerjakannya 3.
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh
kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena
keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan
oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
C. Pengaturan Hukum terhadap PT. Garuda Indonesia