Penerapan Sistem Biaya Standar Sebagai Alat Pengendalian Biaya Produksi Lateks Pekat Pada PT. Gotong Royong Jaya Medan.

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

PENERAPAN SISTEM BIAYA STANDAR DALAM

PENGENDALIAN BIAYA PRODUKSI LATEKS PEKAT PADA

PT. GOTONG ROYONG JAYA MEDAN

Oleh :

NAMA : TRI WARSA UMBARA

NIM : 040522135 DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

“Penerapan Sistem Biaya Standar Sebagai Alat Pengendalian Biaya Produksi Lateks Pekat Pada PT. Gotong Royong Jaya Medan”

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, atau dipublikasiksn atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penilaian skripsi level program S-1 Ekstensi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.

Medan, 10 Juli 2008

Yang membuat pernyataan .

Tri Warsa Umbara


(3)

karunia yang telah diberikan, serta doa restu dari kedua orang tua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang penulis tujukan untuk :

1. Bapak Jhon Tafbu Ritonga, MEc selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, MSi, Ak selaku ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Syamsul Lubis, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi saran dan masukan serta arahan demi penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Naleni Indra, MM, Ak selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dra. Salbiah, MSi selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritikan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh Pengajar dan Staf pegawai yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan.


(4)

8. Terkhusus buat kedua orang tuaku atas doa restunya, kasih sayang, pengorbanan, semangat dan dukungan moril dan materil yang telah diberikan sehingga ananda dapat menyelesaika skripsi ini.

9. kakak dan Abangku dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan pada penulis.

10. Teman-teman yang selalu setia dikala suka dan duka : Novi, Andi, Ika, Taufik, Ucok. Dan teman-teman seperjuangan : Sutan, Edi, Bangun, Pinol, Eriek, Endo dan seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan menyemangati penulis selama kegiatan perkuliahan hingga pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Atas kritik dan saran yang bersifat membangun, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 10 Juli 2008

Penulis

Tri Warsa Umbara


(5)

Jaya Medan. Apakah dengan diterapkannya sistem biaya standar dapat dijadikan alat pengendalian untuk menanggapi selisih (varian) antara biaya yang dianggarkan (standar) dengan biaya yang sesungguhnya terjadi (aktual) sehingga pihak manajemen dapat mendeteksi kegiatan-kegiatan dalam perusahaan yang biayanya menyimpang dari biaya standar yang telah ditentukan serta mengambil tindakan untuk menanggapi selisih tersebut. PT Gotong Royong Jaya Medan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan industri dimana produk yang dihasilkan dan yang nantinya akan dijual adalah lateks pekat.

Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi dan wawancara. Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang dilakukan untuk menganalisis adalah metode deskriptif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa penerapan sistem biaya standar sebagai alat pengendalian biaya produksi lateks pekat pada PT. Gotong Royong Jaya Medan belum dapat berfungsi secara maksimal hal ini disebabkan pihak perusahaan belum melakukan analisis varian secara maksimal sesuai dengan yang dipelajari dalam teori. Hasil analisa menunjukan bahwa terdapat selisih yang cukup material antara biaya standar dengan biaya aktual.


(6)

standard cost system can be made by operation appliance to answer to difference (variant) between expense of which is budgeted (standard) with expense truthfully happened (actual) so that management side can detect activities in company which is its expense digress from standard cost which have been determined and also bring an action against to answer to the difference. PT. Gotong Royong Jaya Medan is peripatetic company in the field of industry and plantation where yielded product and which later will be sold by is condensed latex.

To obtain data the writer using technique collecting data in the form of documentation technique and interview. In this research, used data type in the form of data draught primary data of secondary. Method analyze data conducted to analyze is descriptive method.

From result of research known that applying of standard cost system as a means of financial control produce condensed latex at PT. Gotong Royong Jaya Medan not yet earned to function maximally this matter can be caused by company side not yet analyze variant maximally is matching with the one which studied in theory. Result of analysis shows that there are difference which enough material between standard cost with expense of actual.


(7)

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan dan Manfaat penelitian ... 3

D. Kerangka Konseptual ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Manfaat Sistem Biaya Standar ... 5

B. Jenis-Jenis Standar ... 10

C. Pengertian dan Tujuan Pengendalian ... 14

D. Pengertian dan Unsur-Unsur Biaya Produksi ... 15

E. Penentuan Standar Biaya Produksi ... 17

F. Biaya Standar Sebagai Alat Pengendalian Biaya Produksi ... 21

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Waktu Penelitian ... 34

B. Jenis Data ... 34

C. Teknik Pengumpulan Data ... 34


(8)

2. Penentuan Standar Biaya Produksi Lateks Pekat ... 46 3. Penyimpangan Biaya Standar Sebagai Alat

Pengendalian Biaya Produksi Lateks Pekat ... 54 B. Analisis Hasil Penelitian

1. Analisis Penentuan Standar Biaya Produksi Lateks Pekat ... 59 2. Analisis Penyimpangan Biaya Standar Sebagai

Alat Pengendalian Biaya Produksi Lateks Pekat ... 61 3. Fungsi Biaya Standar dan Hubungannya dengan

Pengendalian Biaya Produksi Lateks Pekat Bagi

Perusahaan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 66 B. SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(9)

Tabel 4.1. Standar Biaya Bahan Baku ... 47

Tabel 4.2. Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung ... 49

Tabel 4.3. Anggaran Overhead Pabrik ... 50

Tabel 4.4. Standar Biaya Produksi ... 51

Tabel 4.5. Realisasi Biaya Bahan Baku ... 51

Tabel 4.6. Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung ... 52

Tabel 4.7. Realisasi Overhead Pabrik ... 52

Tabel 4.8. Realisasi Biaya Produksi ... 53

Tabel 4.9. Laporan Biaya Produksi ... 53

Tabel 4.10 Anggaran Fleksibel PT. Gotong Royong Jaya Medan ... 60


(10)

(11)

(12)

Jaya Medan. Apakah dengan diterapkannya sistem biaya standar dapat dijadikan alat pengendalian untuk menanggapi selisih (varian) antara biaya yang dianggarkan (standar) dengan biaya yang sesungguhnya terjadi (aktual) sehingga pihak manajemen dapat mendeteksi kegiatan-kegiatan dalam perusahaan yang biayanya menyimpang dari biaya standar yang telah ditentukan serta mengambil tindakan untuk menanggapi selisih tersebut. PT Gotong Royong Jaya Medan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan dan industri dimana produk yang dihasilkan dan yang nantinya akan dijual adalah lateks pekat.

Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi dan wawancara. Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Metode analisis data yang dilakukan untuk menganalisis adalah metode deskriptif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa penerapan sistem biaya standar sebagai alat pengendalian biaya produksi lateks pekat pada PT. Gotong Royong Jaya Medan belum dapat berfungsi secara maksimal hal ini disebabkan pihak perusahaan belum melakukan analisis varian secara maksimal sesuai dengan yang dipelajari dalam teori. Hasil analisa menunjukan bahwa terdapat selisih yang cukup material antara biaya standar dengan biaya aktual.


(13)

standard cost system can be made by operation appliance to answer to difference (variant) between expense of which is budgeted (standard) with expense truthfully happened (actual) so that management side can detect activities in company which is its expense digress from standard cost which have been determined and also bring an action against to answer to the difference. PT. Gotong Royong Jaya Medan is peripatetic company in the field of industry and plantation where yielded product and which later will be sold by is condensed latex.

To obtain data the writer using technique collecting data in the form of documentation technique and interview. In this research, used data type in the form of data draught primary data of secondary. Method analyze data conducted to analyze is descriptive method.

From result of research known that applying of standard cost system as a means of financial control produce condensed latex at PT. Gotong Royong Jaya Medan not yet earned to function maximally this matter can be caused by company side not yet analyze variant maximally is matching with the one which studied in theory. Result of analysis shows that there are difference which enough material between standard cost with expense of actual.


(14)

A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur, agar dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien maka sebelum melaksanakan proses produksi perlu menetapkan suatu standar biaya terlebih dahulu.

Dengan adanya suatu penetapan biaya standar yang baik maka diharapkan bahwa biaya yang telah dikeluarkan secara aktual tidak jauh berbeda dengan jumlah yang telah distandarkan. Namun tidak jarang terjadi dalam suatu perusahaan jumlah biaya yang telah dikeluarkan secara aktual, bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Selisih antara biaya sesungguhnya dengan biaya standar disebut dengan penyimpangan biaya (cost variance). Setiap varians yang besar, baik varians yang mengguntungkan atau tidak, harus diselidiki atau dianalisis secara kritis, apakah karena pelaksanaan kerja yang telah menyimpang dari standar atau apakah standar itu sendiri yang salah.

Dengan adanya penyimpangan biaya tersebut, maka perlu diadakan suatu analisa yang lebih jauh untuk mengetahui sebab terjadinya penyimpangan, apakah penyimpangan tersebut masih dapat ditolerir atau tidak. Hal ini perlu untuk menguatkan pengendalian terhadap pegeluaran biaya proses produksi.

Jika biaya aktual lebih tinggi dari biaya standar maka akan memperkecil laba kotor atau mempertinggi harga pokok produksi, sebaliknya apabila biaya


(15)

laba kotor atau memperkecil biaya pokok produksi dari yang seharusnya menurut standar. Dalam hal tersebut haruslah dianalisa terlebih dahulu apakah penyebab dari perbedaan tersebut, apakah karena biaya produksi yang distandarkan terlalu tinggi atau terlalu rendah atau ada penyebab lain.

PT. Gotong Royong Jaya Medan adalah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan industri yang mengolah getah karet menjadi bahan setengah jadi, produk yang dihasilkan dan yang nantinya akan dijual adalah lateks pekat. selain itu perusahaan juga menghasilkan panen buah kelapa sawit (TBS) dan juga biji kakao yang dikeringkan. Khusus untuk pengolahan Lateks Pekat dalam setiap proses produksinya perusahaan tentu memerlukan pengendalian biaya, dan biaya standar dirancang untuk mengendalikan biaya dan sebagai alat untuk menilai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berdasarkan penelitian pendahuluan sementara terdapat selisih biaya yang cukup signifikan antara anggaran/standar dengan biaya yang sesungguhnya terjadi. Atas dasar dari uraian latar belakang masalah diatas penulis terdorong melakukan penelitian dalam penyusunan skripsi yang berjudul “ Penerapan Sistem Biaya Standar Sebagai Alat Pengendalian Biaya Produksi Lateks Pekat Pada PT. Gotong Royong Jaya Medan.

B. Perumusan Masalah

Dalam sebuah penelitian perlu dilakukan suatu rumusan masalah yang akan diteliti agar penelitian tidak meluas pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan tujuan penelitian.


(16)

Adapun yang menjadi perumusan masalah sehubungan dengan kegiatan penelitian ini yaitu : “Apakah sistem biaya standar yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan sudah berfungsi sebagai alat pengendalian biaya produksi Lateks Pekat .”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui bagaimana cara penetapan biaya standar yang dilakukan oleh perusahaan, dan

2. Untuk mengetahui sejauhmana fungsi biaya standar sebagai alat pengendalian biaya produksi lateks pekat

Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah

1. Untuk peneliti, penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmiah dan tambahan ilmu dalam bidang akuntansi biaya khususnya atas biaya produksi.

2. Untuk perusahaan, penelitian ini dapat memberikan gagasan serta saran yang berkaitan dengan sistem biaya standar sebagai bahan masukan bagi manajemen perusahaan.

3. Untuk pihak- pihak lain, penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penelitian selanjutnya.


(17)

D. Kerangka Konseptual

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Sumber: penulis, 2008

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan

Produksi Lateks Pekat

Biaya Produksi Lateks Pekat

Biaya Standar Biaya Aktual

Analisis Varians Varians Biaya


(18)

A. Pengertian dan Manfaat Sistem Biaya Standar

Setiap badan usaha yang bergerak dalam bidang produksi akan mengeluarkan biaya produksi yang menunjang jalannya proses produksi. Perencanaan biaya produksi yang akan dikeluarkan sehubungan dengan proses produksi yang akan dilaksanakan, dapat ditetapkan terlebih dahulu, biaya ini dinamakan dengan biaya standar.

1. Pengertian Sistem

Menurut Mulyadi (2001 : 5) “Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan”. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005 : 7)” bahwa sistem merupakan suatu cara tertentu dan bersifat refetitif untuk melaksanakan suatu atau sekelopok aktivitas”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah perpaduan dari berbagai elemen yang saling bergantung atau menunjang satu sama lain untuk menangani suatu kegiatan yang berulang kali atau yang saling terjadi untuk mencapai suatu tujuan.

2. Pengertian biaya

Menurut Hansen Mowen (2006 : 40) “Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau masa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen


(19)

kas karena sumber non kas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Sedangkan menurut Carter, Usry (2006 : 29) “Biaya adalah nilai tukar, pengeluaran, pengorbanan, untuk memperoleh manfaaat”. Dalam akuntansi keuangan, pengeluaran atau pengorbanan saat ini atau dimasa yang akan datang dalam bentuk kas atau aktiva lain.

Di dalam kegiatan normalnya seperti membuat dan menjual produk, perusahaan tidak terlepas dari pengorbanan atau pengeluaran sumber sumber ekonomi yang dimilikinya. Pengorbanan atau pengeluaran ini lazimn ya disebut sebagai biaya. Tidak jarang pula biaya pengertian biaya ini menjadi kabur apabila dibandingkan dengan beban (exspense) karena kedua istilah ini saling dipergunakan untuk maksud yang sama. Biaya merupakan suatu nilai tukar, prasarat, atau pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat. Sedangkan beban merupakan pengurangan aktiva netto akibat digunakannya jasa-jasa ekonomis untuk menciptakan pendapatan.

Dari uraian diatas dapat dikatakan biaya merupakan sejumlah pengrbanan nilai-nilai ekonomi dan faktor-faktor produksi yang ditujukan untuk satu tujuan, yakni menghasilkan produkadi tertentu dari suatu bahan baku tertentu pula.

3. Pengertian Standar

Dalam bukunya Akuntansi dan analisis biaya, Kartadinata (2000 : 212) menyatakan bahwa “standar adalah suatu norma, suatu kaidah, dan apa saja yang umumnya dianggap normal dapat diterima dan dapat dipergunakan sebagai suatu standar”. Contoh, untuk membuat sebuah lemari dengan bentuk-bentuk desain tertentu secara normal diperlukan delapan bilah papan, maka delapan bilah papan


(20)

dapat digunakan sebagai suatu standar untuk pembuatan sebuah lemari dengan bentuk dan desain tersebut.

Suatu standar harus dilihat sebagai suatu norma yang harus dinyatakan ukuran-ukuran tertentu, seperti sekian kilogram bahan, sekian jam kerja langsung, sekian jam mesin dan seterusnya. Tetapi ukuran-ukuran tersebut mungkin juga menjelaskan mutu atau kualitas yang akan dicapai.

4. Pengertian Sistem Biaya Standar

Setelah menguraikan pengertian dari sistem, biaya dan standar maka dibawah ini akan diberikan pengertian dari sistem biaya standar menurut Carter dan Usry (2005 : 730) “Biaya standar adalah biaya yang telah ditentukan sebelumnya untuk memproduksi satu unit atau sejumlah unit tertentu”. Jadi biaya standar merupakan biaya yang direncanakan untuk suatu produk dalam kondisi operasi sekarang atau yang diantisipasi.

Sedangkan menurut Blocher, Chen dan W. Lin (2001 : 730) “Sistem biaya standar merupakan pengeluaran perusahaan yang ditentukan sebelumnya yang dibutuhkan dalam operasi atau untuk tujuan tertentu”.

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa biaya standar itu adalah biaya yang diperhitungkan secara wajar harus terjadi didalam memproduksi suatu barang atau untuk membiayai kegiatan tertentu dengan asumsi kondisi ekonomi, efisiensi dan faktor-faktor tertentu berjalan normal dan tidak mengalami perubahan yang cukup berarti.


(21)

5. Manfaat Biaya Standar

Suatu sistem biaya standar dapat digunakan dalm hubungannya dengan perhitungan berdasarkan proses maupun pesanan. Biaya standar biasanya lebih dapat beradaptasi dalam lingkungan dengan teknologi yang stabil dam menghasilkan produk yang homogen.

Biaya standar membantu perencanaan dan pengendalian operasi. Biaya standar menberikan wawasan mengenai dampak-dampak yang mungkin dari keputusan atas biaya dan laba. Menurut Carter, Usry (2005.154 Biaya standar digunakan untuk :

a. Menetapkan anggaran

b. Mengendalikan biaya, dengan cara memotivasi karyawan serta mengukur efisiensi operasi

c. Menyederhanakan perhitngan biaya dan mempercepat laporan penyajian biaya

d. Membebankan biaya kepersedian bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi

e. Menetapkan tawaran kontrak dan harga jual.

Standar berguna dalam membuat anggaran. Dengan biaya standar, anggaran untuk volume dan bauran produk apapun dapat dibuat dengan andal dan cepat. Keandalan ditingkatkan karena standar didasarkan pada analisis dari proses produksi. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat anggaran berkurang kaera kebutuhan produksi didokumentasikan dalam standar untuk masing-masing produk.

Pengendalian biaya yang efektif bergantung pada pemahaman manajemen atas proses yang memicu biaya dan memotivasi karyawan yang mengendalikan proses-proses tersebut, biasanya, menyediakan cita-cita kinerja bagi karyawan dan


(22)

sebagai dasar untuk mengevaluasi hasil aktual. Ketika hasil tersedia dalam bentuk laporan varian biaya standar, maka manajer eksekutif dan opersi menjadi lebih sadar akan biaya.

Biaya standar menyederhanakan perhitungan biaya dengan cara mengurangi pekerjaan. Pesanan produksi membutuhkan sejumlah kuantitas produksi standar dan operasi tenaga kerja tertentu, beserta permintaan bahan baku, kartu absen tenaga kerja dan jadwal operasi, dapat dibuat sebelum produksi dan biaya standar dapat dikumpulkan. Ketika proses produksi menjadi lebih terstandarisasi, maka pekerjaan klirikal menurun .

Beberapa perusahaan mengunakan biaya standar untuk perencanaan dan pengendalian. Masukan biaya standar dalam catatan akuntansi meningkatkan efisiensi dan ketepatan dalam pekerjaan klerikal. Penggunaan biaya standar dapat juga menstabilkan biaya produk yang dilaporkan.

Menentukan kontrak dan menetapkan harga jual diperluas oleh suatu sistem biaya standar. Menghitung biaya yang akan terjadi untuk suatu kontrak akan lebih mudah dan lebih andal menggunakan biaya standar, atau jika suatu produk yang unik akan diproduksi. Standar berguna dalam menetapkan harga jual bila standar tersebut adalah standar terkini. Ketika harga pasar dari suatu produk tidak dapat dengan segera diobservasi untuk produk baru atau produk yang berbeda dengan produk pesaing, maka biayaproduk biasanya digukan sebagai titik awal dalam menentukan harga jual.


(23)

B. Jenis-jenis Standar

Berbagai jenis standar yang dapat dipertimbangkan penggunaannya oleh perusahaan harus didasarkan kepada faktor-faktor anggapan sebagai berikut: 1. Faktor tingkat harga

Beberapa konsep tingkat harga yang dapat dipakai untuk menentukan biaya standar adalah:

a. Standar Ideal (Ideal Standard)

Standar Ideal untuk harga mendasarkan anggapan kepada tingkat harga bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik yang paling rendah. Apabila tidak ada perubahan yang lebih besar terhadap keadaan perekonomian, standar ideal ini jarang diubah.

b. Standar Normal (Normal Standard)

Standar Normal untuk tingkat harga mendasarkan anggapan kepada tingkat harga rata-rata yang diharapkan terjadi dalam siklus perusahaan. Standar harga ini umumnya tidak direvisi sebelum skedul perusahaan berakhir.

c. Standar Karen (Current Standard)

Standar Karen untuk tingkat harga mendasarkan anggapan kepada tingkat harga yang diharapkan akan terjadi didalam periode akuntansi pemakaian standar. Standar harga ini akan direvisi dalam periode akuntansi yang bersangkutan apabila terjadi perubahan harga yang besar.

d. Standar Dasar (Basic Standard)

Standar dasar untuk tingkat harga menggunakan anggapan kepada tingkat harga yang diharapkan terjadi pada tahun pertama (permulaan) penggunaan


(24)

standar. Standar tersebut tidak direvisi dengan adanya perubahan tingkat harga pada periode sesudahnya, akan tetapi hanya dihubungkan sejalan dengan indeks harga yang berlaku.

2. Faktor Tingkat Prestasi

Didalam menyusun standar harus didasarkan kepada konsep tingkat prestasi yang akseptabel atau pantas dapat dicapai. Penentuan tingkat prestasi standar dapat dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Standar prestasi teoritis (theoritical performance standar)

Standar prestasi teoritis disebut pula standar ideal atau standar sempurna. Standar ini didasarkan kepada anggapan bahwa semua pelaksana akan dapat bekerja dengan tingkat yang paling efisien. Sehingga tidak terjadi pemborosan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, maupun overhead pabrik sama sekali.

Standar ini tidak memperhitungkan hambatan-hambatan prestasi yang tidak dapat dihindari terjadinya dan akibatnya sangat sulit dicapai oleh para pelaksana. Apabila standar ini dipakai, pada umumnya tidak diharapkan untuk dicapai oleh kegiatan sesungguhnya tetapi bertujuan untuk dapat memperbaiki tingkat efisiensi.

b. Standar prestasi terbaik yang dicapai

Standar prestasi ini didasarkan kepada standar prestisi teoritis dengan memperhitungkan hambatan-hambatan prestasi yang tidak dapat dihindari terjadinya. Standar prestisi ini dapat dicapai oleh para pelaksana yang bekerja dengan efisiensi tinggi, sehingga merupakan tingkat prestasi yang banyak dipakai didalam praktek.


(25)

c. Standar prestasi rata-rata masa lalu

Standar prestasi ini mendasarkan kepada rata-rata prestasi masa lalu untuk menentukan standar prestasi yang akan datang. Standar prestasi ini umumnya relatif mudah dicapai, akan tetapi bukan merupakan alat pengukur prestasi yang baik. Rata-rata prestasi masa lalu umumnya terdapat unsur prestasi yang tidak efisien yang seharusnya tidak dimasukkan di dalam penentuan standar.

d. Standar prestasi normal

Standar prestasi normal didasarkan atas taksiran tingkat prestasi dan efisiensi yang normal dapat dicapai oleh para pelaksana diwaktu yang akan datang, standar prestasi normal ini ditentukan untuk jangka waktu yang relatif panjang dengan mengeliminasi keadaan yang bersifat musiman dan fluktuasi yang bersifat siklikal (cyclical)

3. Faktor Tingkat Produksi

Tingkat produksi yang dapat dipertimbangkan didalam penentuan standar adalah sebagai berikut:

a. Standar kapasitas teoritis

Standar kapasitas teoritis mendasarkan kepada kemampuan produksi suatu departemen atau pabrik pada kecepatan penuh tanpa henti. Pada standar kapasitas teoritis tidak memperhitungkan hambatan-hambatan atau pemberhentian kegiatan produksi yang tidak dihindari, baik yang disebabkan faktor internal atau eksternal perusahaan. Seringkali standar ini disebut standar pada kapasitas penuh (full capacity) atau kapasitas 100%. Standar kapasitas toritis umumnya tidak dipakai sebagai alat menentukan kapasitas produksi standar, hal ini disebabkan standar


(26)

tersebut terlalu tinggi dan tidak mungkin untuk dicapai. Manfaat standar ini untuk menentukan standar tingkat produksi praktis dan normal.

b. Standar kapasitas praktis

Standar kapasitas praktis merupakan salah satu konsep pendekatan jangka panjang. Standar kapasitas praktis didasarkan kepada tingkatan produksi teoritis dikurangi dengan hambatan-hambatan kegiatan produksi yang tidak dapat dihindari karena faktor internal perusahaan, jadi didasarkan pada kegiatan pabrik dengan tingkat efisiensi yang diharpakna dapat dicapai pada kondisi pemakaian standar. Pada standar kapasitas praktis belum mempertimbangkan pengurangan kapasitas karena hambatan yang tidak dapat dihindari dari faktor eksternal perusahaan.

c. Standar kapasitas normal

Standar kapasitas normal juga merupakan konsep pendekatan jangka panjang. Standar kapasitas normal adalah standar kegiatan produksi yang dihitung dari standar kegiatan teoritis dikurangi hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindari baik yang datangnya dari faktor internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Faktor eksternal tersebut misalnya faktor musiman, siklus atau fluktuasi perekonomian yang dapat berpengaruh terhadap penjualan produk perusahaan.

d. Standar kapasitas yang diharapkan

Standar kapasitas yang diharapkan mendasarkan kepada kegiatan produksi yang diharapkan dapat dicapai pada periode akuntansi pemakaian standar, sehingga merupakan pendekatan jangka pendek. Besarnya tingkat produksi yang


(27)

diharapkan dipengaruhi oleh ramalan penjualan pada periode akuntansi yang akan datang dan perubahan persediaan produk yang dikehendaki.

C. Pengertian dan Tujuan Pengendalian

Informasi yang akurat dan tepat sangat diperlukan agar pimpinan dapat terus mengikuti perkembangan operasi maupun kondisi keuangan perusahaan. Untuk itu diperlukan suatu pengendalian sehingga informasi yang diharapkan dapat dipenuhi dan berguna.

Pengendalian menurut Supriono (2000 : 24) adalah “ Proses manajemen yang bertujuan untuk menjamin bahwa setiap bagian organisasi yang berfungsi dengan efisien (berdaya guna) dan efektif (berhasil guna) secara maksimal”.

Sedangkan menurut Usry dan William (2006 : 5) “Pengendalian (control) merupakan usaha sistematis perusahaan untuk mencapai tujuan dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan rencana dan membuat tindakan yang tepat untuk mengkoleksi perbedaan yang penting”.

Dari defenisi di atas dapat dikemukakan bahwa pengendalian merupakan proses umpan balik yang bertujuan agar setiap bagian organisasi berfungsi dengan efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dan dapat dilakukan penyempurnaan tujuan, rencana dan pelaksana.

Sedangkan tujuan dari pengendalian itu sendiri menurut Mulyadi (2001 : 163) adalah sebagai berikut:

“ a. Menjaga kekayaan organisasi


(28)

c. Mendorong efisiensi

d. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”

Dari keterangan diatas, dimana telah dijelaskan pengertian dan tujuan pengendalian dengan jelas, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan baik itu kegiatan menyeluruh dari perusahaan maupun setiap bagian dalam perusahaan terutama dalam kegiatan produksi dalam suatu perusahaan, karena kegiatan produksi bagi sebuah perusahaan industri merupakan kegiatan utama dalam perusahaannya dimana biaya yang digunakan akan lebih besar dari kegiatan lain dalam perusahaan. Untuk itu sangat perlu diadakannya pengendalian yang baik agar tercapainya target atau tujuan perusahaan.

D. Pengertian dan Unsur-Unsur Biaya Produksi 1. Pengertian Biaya produksi

Menurut Henry Simamora (200: 456) ”Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dengan mengkonversikan bahan baku menjadi produk jadi”. Sedangkan menurut Garrison/Noreen (2000 : 49) ”Biaya produksi adalah semua biaya yang terkait dengan pemerolehan atau pembuatan suatu produk yang terdiri dari biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa biaya produksi merupakan keseluruhan jumlah yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang jadi, yang secara langsung terdiri dari biaya produksi bahn langsung dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan biaya tidak langsung dimasukan kedalam overhead pabrik.


(29)

Biaya produksi sering juga disebut biaya pabrikasi atau biaya pabrik (factory

cost). Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan equipmen, biaya bahan baku,

biaya bahan penolong, biaya gali karyawan yang bekerja dalam bagian-bagian, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan proses produksi menurut objek pengeluarannya.

2. Unsur-Unsur Biaya Produksi

Unsur-unsur biaya produksi pada industri manufaktur menurut Rudianto (2006 : 16) terdiri dari :

a. Biaya bahan baku langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku yang telah digunakan untuk menghasilkan suatu produk jadi tertentu dalam volume tertentu. Misalnya harga beli kain per potong, harga beli kayu per unit meja dan sebagainya. b. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk

membayar pekeka yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Misalnya tukang jahit dalam usaha garmen, tukang kayu dalam aerusahaan mebel, dan lain-lain. Tidak semua pekerja yang terlibat dalam proses produksi selalu dikategorikan sebagai biaya tenaga kerja langsung. Hanya pekerja yang terlibat secara langsung didalam proses menghasilkan produk perusahaan yang dapat dikelompokan sebagai tenaga kerja langsung.

c. Overhead pabrik adalah berbagai macam biaya selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung tetapi juga dibutuhkan dalam proses produksi. Termasuk dalam kelompok biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tenaga kerja lainnya.

1). Biaya bahan penolong (bahan tidak langsung) adalah bahan tambahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Misalnya, kain dan kancing dibutuhkan untuk menghasilkan pakaian, paku dan cat untuk menghasilkan meja tulis da sebagainya. Bahan penolong merupakan elemen bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu produk jadi, tetapi bukan merupakan elemen utama. Tanpa bahan penolong suatu produk tidak akan pernah menjadi produk siap pakai dan siap jual. 2). Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah pekerja yang

dibutuhkan dalam proses menghasilkan suatu barang tetapi tidak terlibat secara langsung didalam proses produksi. Misalnya mandor dari para penjahit, Tukang kayu, Satpam pabrik dan sebagainya. Tenaga kerja penolong merupakan


(30)

tenaga kerja yang tetap dibutuhkan, tetapi bukan merupakan elemen tenaga kerja yang utama dalam suatu produk. Tanpa tenaga kerja penolong, proses produksi terganggu.

3). Biaya pabrikasi lain adalah biaya-biaya tambahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk selain biaya bahan penolong dan biaya tenaga kerja penolong. Seperti, biaya listrik dan air pabrik. Biaya telepon pabrik

E. Penentuan Standar Biaya Produksi

Penentuan standar biaya produksi terbagi kedalam 3 bagian : 1. Penentuan standar biaya bahan baku langsung

Standar biaya bahan baku ini terdiri atas 2 unsur yaitu : a.Standar harga bahan baku

Pada umumnya harga standar bahan baku ditentukan pada akhir tahun dan pada umumnya digunakan selama tahun berikutnya. Tetapi harga standar ini dapat diubah bila terjadi penurunan atau kenaikan harga yang bersifat luar biasa.

b.Standar kuantitas bahan baku

Penentuan standar kuantitas bahan baku dimulai dari penetapan spesifikasi produk, baik mengenai ukuran, bentuk, warna, kareteristik pengolahan produk,maupun mutunya. Dari spesifikasi ini kemudian dibuat kartu bahan baku yang berisi spesifikasi dan jumlah tiap-tiap jenis bahan baku yang akan diolah menjadi produk selesai.

Kuantitas standar bahan baku dapat ditentukan dengan menggunakan : 1) Penyelidikan teknis


(31)

a. Menghitung rata-rata pemakaian bahan baku untuk produk atau pekerjaan yang sama dalam periode tertentu dimasa lalu.

b. Menghitung rata-rata pemakaian bahan baku dalam pelaksaan pekerjaan yang paling baik dan yang paling buruk dimasa lalu. c. Menghitung rata-rata pemakain bahan baku dalam pelaksanaan

kerja yang paling baik.

2. Penentuan Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya tenaga kerja standar terdiri dari 2 unsur yaitu jam kerja standar dan tarif upah standar.

Jam kerja standar dapat ditentukan dengan cara :

a. Menghitung rata-rata jam kerja yang dikonsumsi dalam suatu pekerjaan dari kartu harga pokok (cost sheet) periode yang lalu.

b. Membuat tes-run operasi produksi dibawah keadaan normal yang diharapkan.

c. Mengadakan penyelidikan gerak dan waktu dari berbagai kerja karyawan dibawah keadaan nyata yang diharapkan.

d. Mengadakan taksiran yang wajar, yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan operasi produksi dan produk.

Tarif upah standar dapat ditentukan atas dasar : a. Perjanjian dengan organisasi karyawan.

b. Data upah masa lalu. Yang dapat digunakan sebagai tarif upah standar adalah : rata-rata hitung, rata-rata tertimbang atau median dari upah karyawan yang lalu.


(32)

c. Perhitungan tarif upah dalam keadaan operasi normal. 3. Penentuan Standar Biaya Overhead Pabrik

Penetapan standar overhead pabrik berbeda dengan penentuan standar biaya bahan baku dan standar biaya tenaga kerja langsung karena overhead pabrik tidak memiliki hubungan fungsional dalam artian bahwa volume barang produksi tidak memiliki hubungan secara proporsional dengan biaya pabrik lainnya.

Selain itu penyebab perbedaan ini adalah karena adanya komponen-komponen overhead pabrik yang bermacam-macam. Overhead pabrik meliputi biaya bahan pembantu, tenaga kerja tidak langsung, penyusutan dan lain-lain. Masing-masing jenis overhead pabrik yang membentuk overhead pabrik tersebut berbeda-beda pengaruhnya jika dihubungkan dengan naik-turunnya aktivitas produksi.

Ada yang berhubungan secara proporsional (variabel), ada yang berhubungan secara tidak proporsional (semi variabel) dan ada pula yang tidak berhubungan (tetap). Keadaan yang demikian, bila diinginkan pembandingan antara standar dengan sesungguhnya memerlukan penyesuaian untuk perubahan tingkat kegiatan. Hal ini memerlukan budget fleksibel yang menunjukkan jumlah biaya untuk berbagai tingkat kegiatan (kapasitas).


(33)

Contoh anggaran fleksibel dan penentuan tarif biaya overhead pabrik standar. Tabel 3.1.

Wilton Manufacturing Corporation Departemen Perakitan

Anggaran Fleksibel

Kapasitas 80% 90% 100%

Standar Produksi 3.840 Unit 4.320 Unit 4.800 Unit Jam tenaga kerja langsung 1.280 Jam 1.440 Jam 1.600 Jam

Overhead Pabrik

- Variabel Rp. 3.840 Rp. 4.320 Rp. 4.800

- Tetap Rp. 19.200 Rp. 19.200 Rp. 19.200

Total Overhead Pabrik Rp. 23.040 Rp. 23.520 Rp. 24.000 Sumber : Carter dan Usry, Buku Akuntansi Biaya, Edisi ke 3 buku 2

Dengan asumsi bahwa kolom 100% adalah kapasitas normal, maka tarif Overhead Pabrik standar untuk Departemen Perakitan terdiri dari bagian variabel dan tetap berikut ini:

15,00 Rp. jam 1.600 24.000 Rp langsung kerja tenaga jam pabrik overhead Total 

 perjam tenaga kerja

langsung standar

Pada tingkat 100%, Tarif Overhead Pabrik standar dari Departemen Perakitan terdiri dari bagian variabel dan tetap berikut ini:

jam 1.600 4.800 Rp. langsung kerja tenaga jam variabel pabrik overhead Total

 = Rp. 3,00 tarif overhead pabrik variabel jam 1.600 .200 9 1 Rp. langsung kerja tenaga jam tetap pabrik overhead Total

 = Rp. 12,00 tarif overhead pabrik tetap

Total tarif overhead pabrik

Pada kapasitas normal ………. = Rp. 15,00 perjam tenaga kerja langsung standar


(34)

F. Biaya Standar Sebagai Alat Pengendalian Biaya Produksi

Menurut Usry dan Wiliam (2006 : 5) mengemukakan, “Pengendalian (control) merupakan usaha sistematis peerusahaan untuk mencapai tujuan dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan rencana dan menbuat tindakan yang tepat untuk mengkoreksi perbedaan yang penting”.

Sistem biaya standar dirancang untuk mengendalikan biaya. Sistem biaya standar merupakan suatu sistem akuntansi yang mengolah informasi biaya sedemikian rupa sehingga manajemen dapat mendeteksi kegiatan-kegiatan dalam perusahaan yang biayanya menyimpang dari biaya standar yang ditentukan. Sistem akuntansi biaya ini berfungsi untuk mengetahui fungsi biaya standar sebagai alat pengendalian biaya produksi dengan menganalisis perbandingan antara biaya standar dengan biaya aktual.

Biaya standar sangat diperlukan oleh perusahaan sebagai pengendalian biaya khususnya biaya produksi. Standar harus ditetepkan untuk priode tertentu agar efektif dalam mengendalikan dan menganalisis biaya, lazimnya standar dihitung untuk jangka enam bulan atau dua belas bulan, kendati ada kalanya digunakan pula jangka waktu yang lebih panjang.

Keberhasilan sistem biaya standar tergantung kepada keandalan (reability), ketepatan (accurancy) dan sikap menerima (acceptance) kita terhadap standar tersebut. Kecermatan diperlukan sekali untuk meyakinkan bahwa semua faktor telah dipertimbangkan dalam menetapkan standar. Dalam hal tertentu, sample rata-rata dari catatan beberapa periode yang lalu digunakan sebagai standar. Sekalipun demikian, standar yang paling efektif adalah standar yang ditentukan


(35)

oleh departemen perekayasaan industri berdasarkan hasil telaah yang cermat atas produk dan operasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik sampling yang tepat dan termasuk juga peran serta dari mereka yang akan dinilai berdasarkan standar tersebut.

Pada umumnya apabila pelaksanaan sesungguhnya menyimpang dari standar secara terus menerus dengan jenis penyimpangan yang sama, misalkan tidak menguntungkan, maka biasanya yang kurang tepat adalah standar, dengan petunjuk adanya ketidaktapataan pada pelaksanaannya (pengeluaran biaya sesungguhnya).

Penyimpangan yang mengguntungakan itu terjadi apabila biaya produksi yang digunakan sesungguhnya lebih rendah dari biaya produksi standar, dan sebaliknya penyimpangan yang merugikan terjadi karena disebabkan oleh jumlah yang dikeluarkan lebih besar dari jumlah yang distandarkan

Penyimpangan yang menguntungkan ini disebut favorable Variance, dan biasanya diberi kode ”m”, penyimpangan yang menguntungakan ini perlu dianalisa karena penyimpangan itu mungkin disebabkan karena biaya produksi yang distandarkan terlalu tinggi, bukan karena perusahaan yang berhasil menekan biaya produksi, akan tetapi masih terjadi penyimpangan hal tersebut, karena kurangnya keefektifan dan keefisienan dalam usaha

Penyimpangan yang merugikan dinamakan Unfavorable Variance, dan biasanya diberi kode ‘tm”, penyimpangan ini tidak selamanya karena pemborosan dalam pemakaian biaya produksi, akan tetapi biaya standar yang ditetapkan terlalu


(36)

rendah dan tidak relevan dengan keadaan dan kondisi perusahaan dan alat-alat produksi yang ada.

Pada bagian berikut ini akan dibahas penyimpangan yang mungkin terjadi pada masing-masing elemen biaya produksi, adapun penyimpangan tersebut adalah:

1. Penyimpangan Biaya Bahan Baku

a. Penyimpangan Harga Bahan Baku (Material price variance)

Penyimpangan harga bahan baku merupakan selisih yang terjadi antara harga bahan baku yang sebenarnya dengan harha bahan baku yang distandarkan yang dapat lebih besar dan dapat lebih kecil. Selisih harga bahan baku dapat dihitung dengan rumus:

SHB = (HS x KS)- (HSt x KS) = (HS – HSt) KS

Dalam hal ini:

SHB = Selisih harga bahan baku

HS = Harga beli sesungguhnya setiap unit bahan baku KS = Kuantitas sesungguhnya yang dibeli

HSt = Harga beli standar setiap unit bahan baku Jika:

HS > HSt maka SHB tidak menguntungkan (Unfavorable) HS < HSt maka SHB menguntungkan (Favorable)

b. Penyimpangan Kuantitas Bahan Baku (Material quantity variance)

Merupakan penyimpangan kuantitas bahan baku yang terjadi karena adanya perbedaan antara pemakaian yang sesungguhnya dengan standar


(37)

pemakaian bahan baku. Selisih kuantitas pemakaian bahan baku dapat dihitung dengan rumus:

SKB = (KS x HSt) – (KSt x HSt) = (KS – KSt) HSt

Dalam hal ini:

SKB = selisih kuantitas bahan baku

KS = kuantitas sesungguhnya yang digunakan HSt = harga beli standar untuk setiap bahan baku KSt = kuantitas standar bahan baku

Jika:

KS > KSt maka SKB tidak menguntungkan (Unfavorable) KS < KSt maka SKB menguntungkan (Favorable)

2. Penyimpangan Biaya Tenaga Kerja Langsung

Selanjutnya penyimpangan ini dapat dianalisa ke dalam dua bentuk penyimpangan yaitu:

a. Penyimpangan tarif tenaga kerja (Labour rate variance)

Penyimpangan tarif upah tenaga kerja merupakan selisih yang terjadi antara biaya-biaya tenaga kerja yang sesungguhnya yang dapat dibebankan pada suatu tarif upah tenaga kerja rata-rata yang lebih tinggi atau lebih rendah dari standar upah tenaga kerja.

Selisih tarif upah langsung dapat dihitung dengan rumus: STU = (TS x JS) – (TSt x JS)


(38)

Dalam hal ini:

STU = selisih tarif upah langsung

TS = tarif upah langsung sesungguhnya setiap jam JS = jam sesungguhnya untuk mengolah produk TSt = tarif standar setiap jam upah langsung Jika:

TS > TSt maka STU tidak menguntungkan (Unfavorable) TS < TSt maka STU menguntungkan (Favorable)

b. Penyimpangan efisiensi tenaga kerja (labour efficiency variance)

Penyimpangan efisiensi tenaga kerja dihitung dengan membandingkan jam kerja yang sesungguhnya terpakai dengan jam kerja standar yang ditetapkan.

Selisih efisiensi upah langsung dapat dihitung dengan rumus: SEUL = (JS x TSt) – (JS x TSt)

= (JS – JSt) TSt Dalam hal ini:

SEUL = selisih efisiensi upah langsung

JS = jam sesungguhnya untuk mengolah produk JSt = jam standar untuk mengolah produk TSt = tarif standar setiap jam upah langsung Jika:

JS > JSt maka SEUL tidak menguntungkan (Unfavorable) JS < JSt maka SEUL menguntungkan (Favorable)


(39)

3. Penyimpangan Overhead Pabrik (Factory overhead variance)

Selisih overhead pabrik ini dapat dianalisa menjadi tiga metode selisih yaitu: a. Metode dua selisih (Two variance method)

Dalam metode analisis dua selisih, selisih biaya overhead pabrik digolongkan menjadi dua macam selisih, yaitu :

1) Selisih terkendali (Controllable variance)

Selisih terkendali adalah selisih yang timbulnya disebabkan oleh perbedaan antara biaya overhead pabrik sesungguhnya dengan anggaran fleksibel biaya overhead pabrik pada kapasitas standar.

Selisih tekendali dapat dihitung dengan menggunakan rumus: ST = BOPS – AFKSt

Dalam hal ini :

ST = Selisih tekendali

BOPS = Biaya ovhead pabrik sesunggunhnya

AFKSt = Anggaran fleksibel biaya overhead pabrik pada kapasitas standar Jika :

BOPS > AFKst maka ST tidak menguntungkan BOPS < AFKst maka ST menguntungkan 2) Selisih volume (Volume variance)

selisih volume merupakan perbedaan yang terjadi antara anggaran fleksibel biaya overhead pabrik pada kapasitas standar dengan total biaya overhead standar atau biaya overhead pabrik yang dibedakan kepada produk melalui perkiraan barang dalam proses.


(40)

Selisih volume dapat dihitung dengan menggunakan rumus: SV = AFKSt – ( KS x T)

Dalam hal ini : SV = selisih volume

AFKSt = anggaran fleksibel biaya overhead pabrik pada kapasitas standar KSt = Kapasitas standar

T = Tarif total biaya overhead pabrik KN = Kapasitas normal

Jika :

KN > KSt maka SV tidak menguntungkan KN < KSt maka SV menguntungkan

b. Metode Tiga Selisih (Three variance method)

Dalam metode analisis tiga selisih, selisih biaya overhead pabrik digolongkan menjadi tiga macam selisih yaitu :

1) Selisih Anggaran

Selisih anggaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus: SA = BOPS – (KN x TT) – (KS x TV)

Dalam hal ini :

SA = Selisih anggaran

BOPS = Biaya overhead pabrik sesungguhnya KN = Kapasitas Normal

TT = Tarif tetap per unit kapasitas TV = Tarif Variabel per unit kapasitas


(41)

Jika :

BOPS > AFKS maka SA tidak menguntungkan BOPS < AKKS maka SA menguntungkan 2) Selisih kapasitas

Selisih ini umumnya disebabkan oleh faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh manajer pabrik, dapartemen atau seksi sehingga tanggungjawab selisih ini umunya berada pada manajemen puncak. Namun jika selisih ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh manajer pabrik, departemen atau seksi sehingga mesin-mesin rusak dan jam sesungguhnya rendah maka tanggungjawab seisih ini berada pada manajer pabrik, dapartemen atau seksi yang bersangkutan. Rumus perhitungan selisih kapasitas adalah sebagai berikut :

SK = AFKS – (KS x T) Dalam hal ini :

SK = Selisih kapasitas

AFKS = Anggaran fleksibel biaya overhead pabrik pada kapasitas sesunngunya

KS = Kapasitas normal

T = Tarif total biaya overhead pabrik 3) Selisih Efisiensi Biaya Ovehead Pabrik

Secara matematis, selisih efisiensi biaya ovehead pabrik dapat dihitung dengan rumus :


(42)

Dalam hal ini:

SEBOP = Selisih efisiensi biaya overhead pabrik

KS = Kapasitas sesungguhnya untuk mengolah produk KSt = Kapasitas standar untuk mengolah produk

T = Tarif total atau tarif standar BOP setiap unit kapasitas Jika :

KS > KSt maka SEBOP tidak menguntungkan KS < KSt maka SEBOP menguntungkan c. Metode empat selisih (Four variance method)

Dalam mtode empat selisih, selisih biaya overhead pabrik digolongkan menjadi empat macam selisih, yaitu :

1. Selisih anggaran 2. Selisih kapasitas

3. Selisih Efisiensi BOP variabel 4. Selisih efisiensi BOP tetap

Metode empat selisih tidak jauh dengan metode tiga selisih, metode empat merupakan pengembangan dari metode tiga selisih, pada metode empat selisih, perhitungan selisih anggaran dan selisih kapasitas sama saja dengan yang ada pada metode tiga selisih, baik itu rumus perhitungan dan sebab terjadinya penyimpangan. Sedangkan analisis selisih efisiensi BOP variabel dan selisih afisiensi BOP tetap digunakan rumus sebagai berikut :

Selisih Efisiensi BOP variabel


(43)

= (KS – KSt) TV Dalam hal ini :

SEBOPV = Selisih efisiensi biaya overhead variabel

KS = Kapasitas sesungguhnya untuk mengolah produk KSt = Kapasitas standar untuk mengolah produk TV = Tarif variabel BOP setiap unit kapasitas Jika :

KS > KSt maka SEBOPV tidak menguntungkan KS < KSt maka SEBOPV menguntungkan Selisih Efisiensi BOP Tetap

SEBOPT = (KS x TT) – (KSt x TT) = (KS – KSt) TT

Dalam hal ini :

SEBOPT = Selisih efisiensi biaya overhead pabrik tetap KS = Kapasitas sesungguhnya untuk mengolah produk KSt = Kapasitas standar untuk mengolah produk TT = Tarif tetap BOP setiap unit kapasitas Jika :

KS > KSt maka SEBOPT tidak menguntungkan KS < KSt maka SEBOPT menguntungkan Contoh:

PT. ABC menggunakan sistem biaya standar. Perusahaan mengolah satu jenis produk melalui satu tahap. Kapasitas normal yang dimiliki perusahaan


(44)

sebanyak 10.000 jam kerja langsung atau sebesar 2.500 unit produk. Besarnya biaya standar untuk mengolah satu unit produk dalam tahun 2000 adalah sebagai berikut:

Biaya Bahan Baku : 2 kg @ Rp. 20 = Rp. 40 Biaya Tenaga Kerja Langsung : 4 jam @ Rp. 12,5 = Rp. 50 Biaya overhead pabrik:

Varibel = 4 jam @ Rp. 10 = Rp. 40

Tetap = 4 jam @ Rp. 5 = Rp. 20 Rp 60

Jumlah Rp. 150

Data biaya produksi dan penjualan dalam bulan Januari tahun 2000 adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan tidak memiliki persediaan produk dalam proses dan persediaan produk selesai pada awal bulan Januari. Selama bulan Januari produk yang dapat diselesaikan sebanyak 2.400 unit. Pada akhir bulan Januari perusahaan tidak memiliki produk dalam proses.

b. Bahan baku yang dibeli dengan kredit dan dipakai selama bulan Januari sebanyak 4.900 kg@ Rp. 19 = Rp. 93.100

c. Biaya tenaga kerja langsung yang terjadi dalam bulan Januari 9.550 jam @ Rp. 12 = Rp. 114.600.

d. Total Biaya Overhead Pabrik sesungguhnya Rp. 145.000.

e. Penjualan produk selesai sebesar 2000 unit @ Rp. 250 = Rp. 500.000

f. Biaya pemasaran yang terjadi Rp. 50.000 dan biaya administrasi Rp. 30.000. Berdasarkan informasi di atas dapat ditentukan:


(45)

a. Selisih Biaya Bahan Baku 1. Selisih Harga Bahan Baku

SHB = (HS – HSt) KS

= (Rp. 19 – Rp. 20) 4900 = Rp. 4.900 menguntungkan 2. Selisih Kuantitas Bahan Baku

SKB = (KS – Kst) Hst

= {4900 – (2400 x 2) x Rp. 20}

= {4900 – 4800} Rp. 20 = Rp. 2.000 merugikan b. Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung

BTKL sesungguhnya = 9550 x Rp. 12 = Rp. 114.600 BTKL standar = 2400 x 4 x Rp. 12,50 = Rp. 120.000 Selisih biaya tenaga kerja langsung (menguntungkan) = Rp. 5.400 1. Selisih Tarif Upah Langsung

STU = (TS – Tst) JS

= (Rp. 12 – Rp. 12,5) 9550 = Rp. 4775 menguntungkan 2. Selisih Efisiensi Upah Langsung

SEUL = (JS – JSt) TSt

= {9550 – (2400 x 4) } Rp. 12,5

= {9550 – 9600) Rp. 12,5 = Rp. 625 menguntungkan c. Selisih Biaya Overhead Pabrik

BOP sesungguhnya = Rp. 145.000

BOP standar = (2400 x 4) x Rp. 15 = Rp. 144.000 Selisih Biaya Overhead Pabrik = Rp. 1.000


(46)

Metode Analisa Dua Selisih

Dalam hal ini hanya diberikan contoh untuk perhitungan biaya overhead pabrik dengan menggunakan metode dua selisih saja.

Selisih terkendali

BOP sesungguhnya = Rp. 145.000

Anggaran Fleksibel pada kapasitas Standar:

Tetap = KN x TT

= 10000 x Rp. 5 = Rp. 50.000 Variabel = KSt x TV

= (2400 x 4) Rp. 10 = Rp. 96.000

= Rp. 146.000

Selisih terkendalikan (menguntungkan) Rp. 1.000

Selisih Volume

Anggaran fleksibel pada kapasitas

Standar = Rp. 146.000

Biaya overhead pabrik standar = (2400 x 4) x Rp. 15 = Rp. 144.000


(47)

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Gotong Royong Jaya Medan yang berlokasi di Jl. Hindu No. 33 Medan dan penelitian ini akan dimulai bulan November 2007.

B. Jenis Data

1. Data Primer, yaitu data yang yang dikumpulkan oleh perorangan atau organisasi yang merupakan objek penelitian dimana data tersebut merupakan data yang belum diolah dan diambil langsung seperti hasil wawancara dan tanya jawab dengan manajemen PT. Gotong Royong Jaya Medan.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi baik berupa publikasi, maupun data olahan perusahaan sendiri, seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi, dan realisasi biaya standar.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Teknik Dokumantasi

Teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap dokumen-dokumen yang ada diperusahaan


(48)

2. Teknik Wawancara

Teknik pengumpulan data melalui tanya jawab langsung dengan bagian yang terkait dengan objek penelitian.

D. Metode Analisa Data

Metode analisis data yang dilakukan untuk menganalisis dalam penulisan ini adalah Deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dimana data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dilapangan kemudian dikumpulkan, diklasifikasikan serta diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan kesimpulan mengenai gambaran yang sebenarnya, serta membandingkanya dengan teori tentang biaya standar.


(49)

A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat dan Struktur Organisasi Perusahaan a. Sejarah Singkat perusahaan

Perusahaan ini adalah berbentuk badan hukum yaitu perseroan terbatas (PT). Perusahaan ini berdiri pada tangga 15 Maret 1961 secaea bersama-sama ngan nama CV. Gotong Royong. Pada mulanya perusahaan ini berkedudukan di Jakarta.

Pada bulan Agustus 1961 perusahaan ini memulai usahanya di Medan. Perpindahan ini didasarkan pada pertimbangan ekonomis, yang mana usaha dari perusahaan ini berada di daerah Sumatera Utara sehingga komunikasi perusahaan dengan kantor dapat berjalan dengan lancar.

Dalam perkembangannya perusahaan ini pada bulan Agustus 1962 dengan akte notaris Ong Kiem Lian, CV. Gotong Royong diubah bentuk badan hukumnya menjadi PT. Gotong Royong Jaya berdomisili di Medan.

Perusahaan ini pada hakikatnya adalah perusahaan dimana saham dari PT ini dimiliki oleh keluarga, yang terdiri dari istri dan anak-anak dari pemilik perusahaan ini. Dimana kepala keluarga bertindak sebagai direktur perusahaan, sedangkan istri dan anak-anak sebagai dewan komisaris dari perusahaan.

Perseroan terbatas ini secara garis besar bergerak dibidang usaha perkebunan karet dengan hak guna atas tanah perkebunan Blangkahan A/B dan


(50)

daerah Sinapur yang terletak di daerah Langkat. Hasil perkebunan ini pada mulanya hanya dijual lokal saja, tetapi sejak bulan Oktober 1963, perusahaan meningkatkan usahanya yang bergerak di bidang ekspor dari hasil perkebunannya. Negara tujuan utamanya adalah Jepang.

Perusahaan ini pada mula berdirinya banyak mengalami kesulitan baik di bidang manajeman, keuangan, pemasaran, maupun skill dalam mengolah karet mencapai standar. Kesulitan-kesulitan perusahaan ini yang baru berdiri dapat diterima apalagi dalam bidang keuangan sulit untuk memperoleh kredit untuk perusahaan pribumi seperti ini.

Dalam perkembangan selanjutnya perusahaan ini mulai menunjukkan aktifitasnya dengan melakukan transaksi ekspor ke Jepang sebesar 20 ton untuk pertama kali, tetapi untuk saat ini kegiatan ekspor tidak lagi dilakukan.

Pada tahun 1967 perkebunan Blangkahan dan Sinapur yang mempunyai areal seluas 958,9 Ha dipertukarkan dengan perkebunan Mendaris A yang mempunyai areal yang lebih luas yaitu 1.869 Ha yang terletak di daerah Deli Serdang – Tebing Tinggi Deli. Perkebunan Mendaris A pada mulanya diusahakan oleh PT. Kartini. Dengan luas kebun yang dikelola perusahaan ini maka kegiatan semakin bertambah dan dapat meningkatkan realisasi ekspornya serta juga dapat meningkatkan mutu serta sistem pengolahan yang baru. Dalam menghadapi saingan karet sintetis, maka pimpinan perusahaan dari perkebunannya dari sistem pengolahannya, mutu slab dan lumps menjadi sistem pengelohan dengan mutu


(51)

joint atau kerja sama KOPAN (Komando Operasi Harapan) pada bulan February 1969.

Pengolahan jenis sheet atau crumb dimana mesin-mesin yang igunakan sebagai alat pengolahan dan sistem pengeringan juga berbeda, serta waktu yang diperlukan relatif singkat. Dengan sistem ini dalam tempo 7 sampai 8 jam saja sudah selesai dan dalam keadaan ready of export. Sistem pengolahan ini jauh lebih cepat dan manfaat yang didapat darinya adalah penghematan waktu dan dapat langsung memenuhi kemampuan ekspor untuk diolah.

Pada tahun 1988 diadakan perluasan usaha dengan mendirikan pabrik sarung tangan dengan kapasitas terpasang 36 juta pos/tahun yang diekspor ke Amerika Serikat dan Eropa, akan tetapi untuk saat ini kegiatan pada pabrik sarung tangan tidak lagi beroperasi.

b. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggungjawab yang berbeda-beda dalam organisasi.

Dengan adanya suatu struktur organisasi yang baik maka diharapkan akan tercapai suatu koordinasi ataupun kerjasama yang baik antar unit-unit maupun untuk menjalankan suatu organisasi dibutuhkan karyawan yang memegang jabatan tertentu dalam organisasi yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan jabatannya. Berikut ini akan diuraikan tugas-tugas dan tanggung


(52)

jawab setiap Bidang pada PT. Gotong Royong Jaya Medan adalah sebagai berikut:

1) Direktur Utama

Sebagai top manajer bertanggungjawab atas segala kegiatan perusahaan dalam usaha mencapai tujuan perusahaan Direktur Utama membuat kebijaksanaa dan langkah-langkah yang akan ditempuh oleh perusahaan sehingga mencapai hasil secara maksimal. Setiap tahunnya Direktur Utama melaporkan kegiatan perusahaan kepada rapar anggota pemegang saham, untuk mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yangtelah ditempuh atau yang telah dijalankan.

2) Direktur

Direktur bertugas sebagai pembantu Direktur Utama dalam melaksanakan tugasnya sebagai top manajer, dan juga sebagai pengganti Direktur Utama ketika Direktur Utama tidak berada di tempat.

3) Kepala-kepala Bagian

a) Kepala Bagian Administrasi/Personalia mempunyai tugas sebagai berikut, yaitu:

(1) Mengatur surat-surat masuk dan keluar di dalam perusahaan baik dalam bidang perkebunan maupun bidang pabrik Sekretariat Direksi.

(2) Mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah kepegawaian pada umumnya.


(53)

(3) Mengatur urusan administrasi lainnya yang erat hubungannya dengan kelancaran administrasi perusahaan.

(4) Bertanggungjawab atas segala urusan administrasi keuangan perusahaan kepada Direktur Utama.

b) Kepala Bagian Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut, yaitu: (1) Melaporkan pertanggungjawaban administrasi keuangan kepada

Direktur Utama pada saat tertentu.

(2) Menginventariskan transaksi-transaksi, baik itu di perkebunan atau di kantor pusat.

c) Kepala Bagian Pembukuan mempunyai tugas sebagai berikut, yaitu: (1) Mengatur pembukuan pemasukan dan pengeluaran uang yang

telah digariskan oleh perusahaan.

(2) Membuat laporan keuangan kepada Direktur Utama tentang neraca serta laba rugi perusahaan.

d) Kepala Bagian Marketing, bertugas :

(1) Mengatur administrasi marketing atau hal-hal lain yang erat hubungannya dengan penjualan karet antara lain masalah L/C dengan bank penggudangan, pengangkutan dan lainnya.

(2) Mengatur pengiriman karet yang akan dipasarkan kepada konsumen.

(3) Melaksanakan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan transaksi-transaksi pemasaran kepada Direktur Utama.


(54)

e) Kepala Bagian Perlengkapan, bertugas :

(1) Merencanakan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan, baik keperluan pabrik serta kebutuhan perusahaan lainnya.

(2) Mencari dan membeli barang-barang dn alat serta perlengkapan lainnya sesuai dengan perencanaan tersebut.

(3) Mengatur administrasi distribusi barang-barang kepada perkebunan.

4) Manajer-manajer Perkebunan

a) Manajer Perkebunan Mendaris A, bertugas :

(1) Memimpin dan mengelola kebun Mendaris A mulai dari masalah penanaman dan peremajaan pokok karet, pemupukan, penderesan karet, serta pengaturan karyawan dalam usaha meningkatkan produksi karet di perkebunan Mendaris A tersebut.

(2) Melaporkan pertanggungjawaban segala kegiatan yang dilakukan dalam perkebunan tersebut kepada Direktur Utama atau Direktur. b) Manajer Perkebunan Malem Dagang, bertugas :

(1) Memimpin dan mengelola kebun Malem dagang mulai dari masalah penanaman dan peremajaan pokok karet, pemupukan, penderesan karet, serta pengaturan karyawan dalam usaha meningkatkan produksi karet di perkebunan Malem Dagang tersebut.


(55)

(2) Melaporkan pertanggungjawaban segala kegiatan yang dilakukan dalam perkebunan tersebut kepada Direktur Utama atau Direktur. (3) Disamping itu Direktur Utama juga meminta

pertanggungjawaban dari kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin pabrik.

Dari uraian di atas jelas bahwa Direktur Utama sebagai top manajer perusahaan mengkoordinasikan semua Kepala Bagian yakni Manajer perkebunan Mendaris A, Malem Dagang serta Pimpinan pabrik. Untuk kelancaran tugas Direktur Utama dibantu oleh staff ahli yang dapat menunjang kebijaksaan pimpinan dengan perencanaan. Dengan demikian sistem organisasi yang dianut oleh perusahaan ini adalah sistem organisasi garis dan staff. Struktur organisasi PT. Gotong Royong Jaya Medan dapat dilihat dilampiran.

c. Jenis-Jenis Kegiatan pada PT. Gotong Royong Jaya Medan

PT. Gotong Royong Jaya Medan adalah perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, dimana perusahaan tersebut memiliki kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1) Pembibitan

Kegiatan pembibitan ini dilakukan sendiri oleh karyawan perusahaan. Dimana, bibit didapat dengan membeli di balai pembibitan baik itu bibit kelapa sawit, bibit karet maupun bibit kakao. Bibit yang sudah dibeli tersebut ditanam di dalam polybag. Setelah itu dalam jangka waktu yang diperlukan dapat ditanam. Untuk bibit kelapa sawit jangka waktu yang diperlukan yaitu 1


(56)

sampai dengan 1 ½ tahun. Sedangkan untuk bibit karet dan bibit kakao hanya memerlukan jangka waktu 6 sampai dengan 8 bulan karena dilakukan dengan cara okulasi.

2) Penanaman baru atau peremajaan tanaman

Kegiatan ini terbagi menjadi dua bagian, antara lain:

a) Konversi yaitu menanam kembali tanaman dengan jenis tanaman yang

lain.

b) Replanting yaitu menanam kembali tanaman dengan jenis tanaman yang

sama.

2) Pemeliharaan tanaman Kegiatan ini terdiri atas :

a) Pembersihan areal dari gulma-gulma atau rumput pengganggu. b) Pemeliharaan tanaman dari hama dan penyakit.

c) Pemeliharaan jalan di sekitar areal perkebunan. 3) Panen dan pengumpulan hasil

Kegiatan ini dilakukan apabila sudah tiba waktu untuk memanen hasil-hasil dari perkebunan. Buruh yang melakukan panen kelapa sawit disebut dengan “pendodos”, sedangkan buruh yang melakukan panen pada tanaman karet disebut dengan “penderes”.

4) Pengolahan dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi

Kegiatan ini dilakukan hanya pada tanaman karet. Dimana, getah karet diolah menjadi latex dan cuplump. Sedangkan tanaman kelapa sawit hanya


(57)

menghasilkan buah sawit segar (TBS) yang tidak perlu diolah lagi dan tanaman kakao menghasilkan biji kakao yang kemudian dikeringkan.

5) Penjualan

Kegiatan ini hanya dilakukan untuk lokal saja. Dimana hasil dari perkebunan baik yang telah diolah maupun tidak dijual ke perusahaan lain dalam bentuk kontrak per satuan dan per D.O. Perusahaan yang menerima hasil dari perkebunan, antara lain: PT. PSL (Prima Sauhur Lestari) dan PT. Mitra Agung Sawita Sejati.


(58)

Lateks Kebun Orvangan Tank

Bak Sedimentasi

Mesin Centrifuser Latex

Tangki

Campur Bak Pengipasan

Tangki Timbang

Tangki Penyimpanan

Ekspor

Bak Pengumpulan

Bak Serum Secunder

Bak Pengendalian Limbah KKK > 28% VFA < 0,05

NH3 : HA : 0,5 – 0,7% LA : 0,4 – 0,5% TZ 25% = 1,0 cc/ltr, Lateks Kebun DAP 10% = 1 ml/ltr lateks kebun (MA) TZ 25% = cc/ltr lateks pekat

Sumber : Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Gambar 4.1


(59)

2. Penentuan Standar Biaya Produksi Lateks Pekat a. Standar Biaya Bahan baku

Pabrik lateks pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan menetapkan biaya standar berdasarkan pengalaman masa lalu dan meramalkan untuk masa yang akan datang. Biaya standar ditetapkan setiap awal tahun dan pada setiap akhir tahun biaya standar dibandingkan dengan biaya produksi yang sebenarnya terjadi.

Untuk lebih memperjelasnya, pabrik lateks pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan menetapkan standar bahan baku sebagai berikut:

1) Standar Harga Bahan Baku Per Kilogram

Bahan baku dari lateks pekat adalah lateks kebun, lateks kebun sering juga disebut getah susu yang dihasilkan dari tanaman karet. Harga yang diharapkan untuk 1 kg lateks kebun adalah Rp. 7.500. Untuk tahun 2006 perusahaan meramalkan akan terjadi kenaikan harga sebesar 6%. Jadi standar harga bahan baku lateks kebun untuk 1 kg adalah.

Harga yang diharapkan Rp. 7.500 Ramalan kenaikan harga (6%) 450 Standar harga bahan baku per kg Rp. 7.950 2) Standar Kuantitas Bahan Baku (Pemakaian Dalam Produk)

Standar kuantitas bahan baku ditentukan berdasarkan kerjasama antar bagian produksi dan bagian administrasi dengan memperhatikan laporan biaya bahan baku pada tahun lalu. Penentuan standar kuantitas bahan baku juga dipengaruhi oleh standar mutu dari bahan baku tersebut.


(60)

Standar bahan baku lateks kebun untuk 1000 kg akan menghasilkan 440 kg lateks pekat (efisiensi lateks pekat adalah 44%). Dengan demikian untuk menghasilkan 1 ton (1000 kg) lateks pekat akan diperlukan sebanyak 2.273 kg lateks kebun atau 1 Kg output lateks pekat = 2,273 bahan baku lateks kebun.

Untuk tahun 2006 pabrik lateks pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan merencanakan memproduksi sebanyak 362.000 kg. Maka standar bahan baku yang diperlukan akan tampak seperti dibawah ini:

Tabel 4.1

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Standar Biaya Bahan Baku

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006 Rencana

Produksi (kg)

Bahan baku yang diperlukan Harga per kg (Rp)

Total Biaya (Rp)

Jenis Jumlah (kg)

362.000 Lateks kebun 822.727,3 7.950 6.540.682.035 Sumber: Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan

b. Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja yang secara langsung terlibat dalam memproduksi lateks pekat. Tenaga kerja langsung akan menerima upah yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Seperti halnya biaya bahan baku, maka biaya tenaga kerja langsung terdiri dari unsur pemakaian jam kerja langsung dan unsur tarif upah tenaga kerja langsung. Asisten pabrik menetapkan jam kerja standar dengan


(61)

Penetapan tarif upah perjam tenaga kerja langsung pada pabrik lateks pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan ditetapkan berdasarkan tingkat kecakapan karyawan dan pengalaman pengupahan dimasa yang lalu, namun tarif upah dapat berubah sesuai dengan keadaaan ekonomi.

Perusahaan telah menetapakan jumlah produksi untuk tahun 2006 adalah 362 000 lateks pekat, berdasarkan pengalaman masa lalu rencana kerja untuk menghasilkan 362.000 kg lateks pekat adalah selama 330 hari, jumlah tenaga kerja yang secara langsung terlibat dalam proses produksi adalah 26 orang dengan jam kerja yang diharapkan pada setiap pekerjannya adalah 7 jam/hari Upah harian untuk setiap tenaga kerja adalah Rp. 45.420 per hari. Jadi :

Jumlah produksi 1 kg =

000 . 362

26 7 330 x x

Berarti 1 kg lateks pekat = 0,166 jam per kg

Atau 1 jam kerja langsung dapat menghasilkan lateks pekat sebanyak :

1 jam kerja langsung =

jam kg 060 . 60 000 . 362

= 6,03 kg per jam Sedangkan untuk tarif upah standar, dengan upah sebesar Rp. 45.420 per hari.

Maka tarif upah standar per jam kerja adalah : Rp. 45.420 : 7 jam = Rp. 6.488,6 per jam

Dengan demikian untuk tahun 2006 standar biaya tenaga kerja pabrik lateks pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan akan tampak seperti dibawah ini:


(62)

Tabel 4.2

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung

Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2006

Rencana Kerja (Jam) Tarif Upah / Jam (Rp) Total Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp)

60.060 6.488,6 389.705.316

Sumber: Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan

c. Standar Overhead Pabrik

Overhead pabrik dalam perusahaan ini terdiri dari berbagai jenis biaya produksi, selain biaya pemakaian bahan baku dan upah langsung. PT. Gotong Royong Jaya Medan membedakan overhead pabrik atas overhead variabel dan tetap . Dimana biaya tersebut digolongkan atas:

1) Overhead Pabrik Variabel, terdiri dari: (a) Reperasi dan pemeliharaan mesin (b)Bahan bakar : HSD (solar)

(c) Bahan kimia pendukung : amoniak, cuka getah, TMTD, NH3, 2 NOc (d)Biaya PLN

2) Overhead Pabrik Tetap (a) Penyusutan mesin (b)Upah tidak langsung.

Adapun penentuan standar tarif biaya tidak langsung tersebut di tetapkan dengan rumus sebagai berikut:

Tarif overhead pabrik / jam =

mesin kerja jam Anggaran

overhead Anggaran


(63)

Standar overhead pabrik pada pabrik latek pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan untuk tahun 2006 dengan rencana produksi 362.000 kg diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 4.3

Pabrik latek pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Anggaran Overhead Pabrik

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006 Biaya Reperasi dan Pemeliharaan Mesin

Biaya Bahan Bakar / Pelumas Biaya Bahan Kimia Pendukung Biaya PLN

Biaya Penyusutan Mesin Biaya Upah tidak langsung

Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 18.520.000 27.025.000 2.152.000 10.114.000 9.890.000 17.145.000

Jumlah Overhead Variabel Jumlah Overhead Tetap Overhead Total Rp. Rp. Rp. 57.811.000 27.035.000 84.846.000 Sumber: Pabrik Latek Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan

Dengan demikian dapat dihitung overhead pabrik per jam yaitu:

perjam Rp jam Rp 68 , 412 . 1 . 060 . 60 000 . 846 . 84 . 

Sedangkan standar overhead pabrik per kilogram (kg) yaitu:

perjam Rp jam Rp 90 , 239 . 000 . 362 000 . 846 . 84 . 

Sebagai kesimpulan, standar biaya produksi lateks pekat untuk tahun 2006 adalah sebagai berikut:


(64)

Tabel 4.4

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Standar Biaya Produksi

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006 Standar Biaya Bahan Baku

Standar iaya Tenaga Kerja Standar Overhead

Total Standar Biaya Produksi

Rp. Rp. Rp. Rp. 6.540.682.035 389.705.316 84.846.000 7.015.233.351 Sumber: Pabrik Latek Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan

Realisasi Biaya Produksi 1. Realisasi Biaya Bahan Baku

Realisasi biaya bahan baku Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 4.5

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Realisasi Biaya Bahan Baku

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006 Produksi

aktual (Kg)

Bahan Baku yang Diperlukan

Harga per Kg (Rp)

Total Biaya (Rp) Jenis Jumlah

Aktual (kg)

358.000 Latek kebun 895.000 8.250 7.383.750.000 Sumber: Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan


(65)

2. Realisasi Biaya Tenaga Kerja

Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung dapat dilihat dibawah ini: Tabel 4.6

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Realisasi Biaya Tenaga Kerja Langsung

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006

Aktual Kerja (jam) Tarif Upah/Jam (Rp) Total Biaya Tenaga Kerja Langsung (Rp)

54.600 7.287,5 397.897.500

Sumber: Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan

3. Realisasi Overhead Pabrik

Realisasi Biaya Tidak Langsung dapat dilihat dibawah ini: Tabel 4.7

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Realisasi Overhead Parik

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006 Biaya Reperasi dan Pemeliharaan Mesin

Biaya Bahan Bakar / Pelumas Biaya Bahan Kimia Pendukung Biaya PLN

Biaya Penyusutan Mesin Biaya Upah tidak langsung

Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. 24.521.000 37.887.000 3.770.000 12.767.000 9.890.000 17.145.000

Jumlah overhead pabrik variabel Jumlah overhead pabrik tetap Overhead pabrik total

Rp. Rp. Rp. 78.945.000 27.350.000 105.980.000


(66)

Dengan demikian Realisasi Biaya Produksi Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8

Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan Realisasi Biaya Produksi

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006 Biaya Bahan Baku

Biaya Tenaga Kerja Langsung Overhead Pabrik

Total Biaya Produksi

Rp. Rp. Rp. Rp. 7.383.750.000 397.897.500 105.980.000 7.887.627.500

Sumber: Pabrik Latek Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan

Dengan membandingkan biaya standar dengan biaya aktual, analisis yang dilakukan PT. Gotong Royong Jaya Medan terhadap biaya produksi lateks pekat dilaporkan sebagai berikut :

Tabel 4.9

Pabrik Lateks Padat PT. Gotong Royong Jaya Medan Laporan Biaya Produksi

Untuk Tahun yang Berakhir 31 Desember 2006

Biaya Produksi Standar Realisasi Selisih Biaya bahan baku

Biaya upang langsung Biaya tidak langsung

6.540.682.035 389.705.316 84.846.000 7.466.250.000 397.897.500 105.980.000 925.567.965 8.192.184 21.134.000 Total 7.015.233.351 7.970.127.000 954.894.149 Sumber: Pabrik Lateks Pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan


(67)

3. Penyimpangan Biaya Standar Sebagai Alat Pengendalian Biaya Produksi Lateks Pekat

a. Penyimpangan Biaya Bahan Baku

Seperti telah disebutkan sebelumnya standar pada kondisi normal untuk 1000 kg lateks kebun akan menghasilkan 440 kg lateks pekat (efisiensi lateks pekat adalah 44%). Dengan demikian untuk menghasilkan 1 ton (1000 kg) lateks pekat akan diperlukan sebanyak 2.273 kg lateks kebun atau 1 Kg output lateks pekat = 2,273 bahan baku lateks kebun. Maka standar untuk menghasilkan 362.000 kg lateks pekat yang direncanakan dibutuhkan 822.727.3 kg lateks kebun. Tetapi pada realisasinya, produksi aktual hanya sebanyak 358.000 kg lateks pekat dengan bahan baku yang terpakai sebanyak 895.000 kg lateks kebun, sementara harga yang diharapkan untuk 1 kg lateks kebun sebesar Rp. 7.950 / kg ternyata harga sesungguhnya sebesar Rp. 8.250 / kg. Jadi penyimpangan biaya bahan baku tersebut dapat dihitung :

Penyimpangan biaya bahan baku terdiri dari: 1) Penyimpangan harga bahan baku

Penyimpangan harga bahan baku ini dilakukan dengan cara mencari selisih harga pembelian menurut standar dengan harga pembelian sesungguhnya dikalikan dengan kuantitas sebenarnya.

Rumus:

Penyimpangan = (harga beli sesungguhnya – harga beli standar) x kuantitas sesungguhnya


(68)

= Rp. 268.500.000 (tm) 2) Penyimpangan kuantitas bahan baku

Penyimpangan kuantitas bahan baku dilakukan dengan mencari selisih jumlah bahan baku yang sebenarnya digunakan dengan kuantitas bahan baku menurut standar dikalikan dengan harga pembelian bahan baku standar.

Standar kuantitas pemakaian bahan baku yang seharusnya menurut standar : 358.000 kg x 2.273 kg = 813.734 kg

Persamaan:

Penyimpangan = (Jumlah pemakaian bahan baku sesungguhnya – Jumlah menurut standar) x Harga beli standar

Penyimpangan = (895.000 kg – 813.734 kg) x Rp. 7.950 = Rp. 646.064.700 (tm)

Dari kedua penyimpangan tersebut diatas yaitu penyimpangan harga bahan baku dan penyimpangan kuantitas bahan baku maka total dari penyimpangan biaya bahan baku adalah sebagai berikut:

Penyimpangan harga bahan baku Penyimpangan kuantitas bahan baku Total penyimpangan (tm)

Rp. Rp. Rp.

268.500.000 (tm) 646.064.700 (tm) 914.564.700 (tm)

b. Penyimpangan Biaya Tenaga Kerja Langsung

Standar jam kerja untuk menghasilkan 362.000 kg lateks pekat pada kondisi normal adalah 60.060 jam (1 kg = 0.166 jam) dengan tarif upah Rp.6.448.6 / jam. Tetapi realisasinya, dengan produksi aktual sebanyak


(69)

358.000 kg lateks pekat, jam kerja aktual yang terpakai hanya sebanyak 54.600 jam sementara tarif upah aktual sebesar Rp. 7.287.5 / jam. Jadi penyimpangan biaya tenaga kerja langsung dapat dihitung :

Penyimpangan biaya tenaga kerja terdiri dari 1) Penyimpangan Tarif Upah

Penyimpangan yang terjadi akibat adanya perbedaan tarif upah yang sesungguhnya dengan tarif upah standar dikalikan dengan jumlah jam kerja: Persamaan:

Penyimpangan = (Tarif upah sesungguhnya – Tarif upah standar) x jumlah jam kerja terpakai

Penyimpangan = (Rp. 7.287,5 – Rp. 6.488,6) x 54.600 jam = Rp. 43.619.940 (tm)

2) Penyimpangan Jam Kerja Efisiensi

Untuk perhitungan ini terlebih dahulu diketahui jumlah jam kerja yang terpakai, jumlah jam kerja ini dapat diketahui dari laporan mandor pabrik. Perhitungan penyimpangan jam kerja efisiensi adalah jumlah jam kerja tepakai dikurangi jam kerja standar dikalikan tarif upah standar.

Jam kerja standar = 358.000 x 0,166 jam = 59.428 jam Persamaan:

Penyimpangan = (Jumlah jam kerja sesungguhnya – Jumlah jam kerja standar) x tarif upah standar

Penyimpangan = (Rp. 54.600 – 59.428 jam) x Rp. 6.488,6 = Rp. 31.326.960 (m)


(70)

Jadi total penyimpangan tarif upah dan penyimpangan jam kerja efisiensi adalah:

Penyimpangan tarif upah

Penyimpangan jam kerja efisiensi Total penyimpangan BTK

Rp. Rp. Rp.

43.619.940 (tm) 31.326.960 (m)

12.292.180 (tm)

c. Penyimpangan Overhead Pabrik

Untuk menghitung penyimpangan biaya tidak langsung, maka sebaiknya terlebih dahulu dihitung tarif biaya tidak langsung.

Standar kapasitas normal adalah 60.060 jam (362.000 kg) dengan biaya-biaya:

- Variabel = Rp. 57.811.000 - Tetap = Rp. 27.035.000 Rp. 84.846.000 Maka dapat dihitung:

1. Tarif overhead pabrik = Rp Rp.1.412,68/kg

060 . 60 000 . 846 . 84 . 

2. Tarif overhead pabrik variabel = Rp Rp.962,55/kg

060 . 60 000 . 811 . 57 . 

3. Tarif overhead pabrik tetap = Rp Rp.450,13/kg

060 . 60 000 . 035 . 27 .  Standar hours dapat dihitung sebagai berikut:

Jam kerja standar adalah : jam kg kg jam / 166 , 0 000 . 362 060 . 60 


(1)

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya dan hasil pembahasan dari data biaya produksi yang ada pada PT. Gotong Royong Jaya Medan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. PT. Gotong Royong Jaya Medan menerapkan sistem biaya standar sebagai alat pengendalian biaya produksi lateks pekat dimana biaya standar ditetapkan berdasarkan pengalaman masa lalu dan peramalan dimasa yang akan datang. Dimana biaya standar ditetapkan diawal tahun dan pada akhir tahun dibandingkan dengan biaya aktual. Namun penerapan sistem biaya standar ternyata belum berfungsi secara maksimal sebagai alat pengendalian biaya produksi lateks pekat, hal ini disebabkan perusahaan belum melakukan analisis varian secara maksimal.

2. berdasarkan analisis selisih (analysis variance) terhadap biaya produksi lateks pekat ditemukan penyimpangan, maka dapat disimpulkan bahwa : a. Pada biaya bahan baku terjadi penyimpangan yang tidak

menguntungkan pada harga bahan baku sebesar Rp. 268.500.000,- disebabkan adanya fluktuasi mata uang asing yang sulit diperkirakan sebelumnya sehingga mempengaruhi kenaikan harga bahan baku. Untuk kuantitas bahan baku yang digunakan terjadi penyimpangan yang tidak menguntungkan sebesar Rp. 646.064.700,- disebabkan


(2)

penggunaan kualitas bahan baku yang berbeda, hasil panen yang tidak optimal sehingga persahaan membeli bahan baku dari Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sementara kualiitas dari bahan baku tersebut tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan sehingga berakibat turunya tingkat efisisensi perubahan dari lateks kebun menjadi lateks pekat sebesar 44% turun menjadi 40%.

b. Pada biaya tenaga kerja langsung, terjadi penyimpangan yang tidak menguntungkan pada tarif upah tenaga kerja sebesar Rp. 43.619.940,- disebabkan karena adanya kenaikan tarif upah dai Rp. 6.488,6 per jam menjadi Rp.7.287,5 per jam untuk setiap pekerjanya. Sedangkan pada jam kerja efisiensi terjadi penyimpangan yang menguntungkan sebesar Rp. 31.326.960,- hal ini disebabkan karena jumlah jam kerja yang terpakai lebih sedikit dari yang distandarkan. Perusahaan menambah pengawasan secara ketat pada setiap tenaga kerja sehingga hasil dari penggunaaan jam kerja menjadi kecil.

c. Pada overhead pabrik terjadi penyimpangan yang tidak menguntungkan sebesar Rp. 22.027.253,- disebabkan karena perusahaan belum berproduksi mencapai kapasitas normal yang ditetapkan dan kenaikan harga dari elemen-elemen biaya tidak langsung yang sulit diantisipasi.

3. Dari keseluruhan perhitungan analisa penyimpangan yang terjadi, maka total penyimpangan biaya produksi lateks pekat PT. Gotong Royong Jaya Medan selama tahun 2006 sebesar Rp.948.884.933,- dimana biaya standar


(3)

ternyata selalu cenderung lebih kecil dari biaya aktual yang berarti bahwa sifat penyimpangan tidak menguntungkan.

B. Saran

Diakhir penulisan ini penulis akan mencoba untuk memberikan saran yang mungkin akan bermanfaat bagi perusahaan dalam usahanya untuk mencapai laba yang optimal, antara lain:

1. Penetapan biaya standar hendaknya dilakukan dalam jangka waktu pendek karena keadaan atau situasi ekonomi yang senantiasa mengalami perubahan.

2. Dari analisis biaya produksi yang dilakukan penulis memberikan sedikit saran yaitu:

a. Adanya penyimpangan yang tidak menguntungkan pada biaya bahan baku langsung disebabkan pemakaian kualitas bahan baku yang kurang baik dari yang telah di standarkan. Perusahaan hanya dianjurkan untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam proses perencanaan produksi dan pemakaian serta pengeluaran barang dan melakukan analisa atas teknik produksinya. Pengawasan mutu produk oleh quality control departemen harus lebih ditingkatkan sehingga dengan adanya penghematan dalam penggunaan bahan tidak mengurangi kualitas produk yang dihasilkan.

b. Dengan adanya penyimpangan yang tidak menguntungkan pada biaya tenaga kerja langsung. Diharapkan perusahaan dapat mengoptimalkan


(4)

sumber daya manusia yang ada dan menggunakan jumlah tenaga kerja yang paling optimal dalam proses produksi. Pembagian tugas yang dapat dimengerti dan ruang lingkup kerja yang jelas harus dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari kesalahan dalam pengalokasian biaya tenaga kerja langsung.

c. Adanya penyimpangan yang merugikan pada overhead pabrik, hal ini bisa disebabkan karena perusahan tidak mencapai kapasitas maksimalnya dalam menghasilkan output, sehingga pembebanan biaya overhead perunitnya menjadi besar. Maka diharapkan perusahaan harus mencapai kapasitas maksimal agar pembebanan biaya overhead pabrik sesuai dengan yang diharapkan.

3. Dengan adanya penyimpangan biaya yang cukup besar pada tahun 2006 atas biaya produksi lateks pekat maka dalam penetapan biaya standar pada tahun berikutnya diharapkan sebaiknya dilakukan secara cermat dan teliti dengan meningkatkan dan menjalin koordinsi serta kerjasama dalam organisasi untuk menekan sekecil mungkin penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Carter, Wiliam K dan Milton F. Usry, 2006. Akuntansi Biaya, Edisi Ketigabelas, Buku I, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Edward J. Blocher, Kung H. Chen Dan Thomas W. Lin, 2001. Manajemen Biaya, Buku 2, Edisi Pertama, PT. Salemba Embat Patria, Jakarta

Garrison, R, H dan Norren. E. W, 2000. Akuntansi Manajerial, Jilid I, Terjemahan A. Totok Budi Santoso, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Hansen, Don R. dan Maryane M. Mowen, 2006. Akuntansi Manajemen, Edisi Tujuh, Buku Kedua, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Kartadinata, Abas, 2000. Akuntansi dan Analisis Biaya Suatu Pendekatan

Terhadap Tingkah Laku Biaya, Cetakan ketiga, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Mulyadi, 2001. Sistem Akuntansi, Cetakan ke tiga, Jakarta, Salemba Empat.

Mulyadi, 2001. Akuntansi manajemen : Konsep Manfaat dan Rekayasa, Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Robert N. Anthony dan Govindarajan. Vijay, 2005. Sistem Pengendalian

Manajemen, Buku I, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Rudianto, 2006. Akuntansi Manajemen : Informasi Untuk Pengambilan

Keputusan Manajemen, PT. Grasindo, Jakarta.

Simamora, Henry, 2000. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jilid Kedua, Cetakan Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Supriyono, RA, 2000. Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian Biaya

Serta Pembuatan Keputusan ,Buku II, Edisi Kedua, Cetakan Kedelapan,

Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Umar, Husein, 2004. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi Baru, Cetakan Keenam, PT. Raja Grafindo Persad, Jakarta.

Fakultas Ekonomi Sumatera Utara, Departamen Akuntansi, 2004. Buku Petunjuk


(6)

DEWAN KOMISARIS

DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR

KABAG: KEUANGAN

KABAG: PEMASARAN

KABAG: PEMBUKUAN

ADM/ PERSONALIA

KABAG: PERLENGKAPAN

PABRIK SARUNG TANGAN/ PABRIK LATEX PEKAT

KEBUN MENDARIS-A/

PABRIK

KEBUN MALEM DAGANG

Ass. AFD I Ass. AFD II Ass. TEKNIK/

PCR

Ass. PABRIK/