d. Adanya peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pelaksanaan
pengangkatan anak. e.
Adanya orang-orang tertentu yang menganjurkan pengangkatan anak untuk pihak tertentu.
44
Di lain pihak, Djaja S Meliala mengatakan bahwa tujuan pengangkatan anak adalah:
a. Adanya belas kasihan terhadap anak yang terlantar atau anak yang orang tuanya
tidak mampu memeliharanya. b.
Tidak ada anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan memeliharanya kelak di hari tua.
c. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak di rumah maka akan
memperoleh anak sendiri. d.
Untuk menambahuntuk mendapatkan tenaga kerja. e.
Untuk mempertahankan ikatan perkawinan sekaligus untuk mendapatkan kebahagiaan dalam rumah tangga.
f. Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.
45
2. Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Islam
Istilah “Pengangkatan Anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan dari bahasa Inggris “Adoption”, mengangkat seorang anak, yang berarti “mengangkat
anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama
44
Santi Deliyana, Wanita dan Anak Di Mata Hukum, Liberty, Jakarta, 1988, Hal. 29
45
Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak Adopsi di Indonesia, Tarsito, Bandung, Hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
dengan anak kandung”. Pada saat Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw, pengangkatan anak telah menjadi tradisi dikalangan mayoritas masyarakat Arab yang
dikenal dengan istilah “tabanni” yang berarti “mengambil anak angkat” Secara terminologi, tabanni adalah pengambilan anak yang dilakukan oleh
seseorang terhadap anak yang jelas nasab-nya, kemudian anak itu di-nasab-kan kepada dirinya. Dalam pengertian lain, tabbani adalah seseorang baik laki-laki
maupun perempuan yang dengan sengaja me-nasab-kan seorang anak kepada dirinya padahal anak tersebut sudah punya nasab yang jelas pada orang tua kandungnya.
Pengangkatan anak dalam pengertian yang demikian jelas bertentangan dengan Hukum Islam, maka unsur me-nasab-kan seorang anak kepada orang lain yang bukan
nasab -nya harus dibatalkan.
Pengangkatan anak adopsi, tabanni yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri. Anak yang di adopsi disebut “anak angkat”. Peristiwa
hukumnya disebut “pengangkatan anak” dan istilah terakhir yang kemudian dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan untuk mewakili istilah adopsi.
Pengangkatan anak dapat dijumpai dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga.
Pengangkatan anak menurut Hukum Islam mengenal juga istilah nasab keturunan karena pertalian darah yang tidak boleh dihilangkan dari orang tua
kandungnya. Nasab anak angkat tetaplah mengacu kepada ayah kandungnya. Zaid
Universitas Sumatera Utara
tidak dipanggil dengan Zaid bin Muhammad tetapi Zaid bin Haritsah. Jadi, dalam Islam tetaplah dinisbatkan kepada ayah kandungnya.
Dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak juga menyebutkan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud ayat 1, tidak memutuskan
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Dalam Pasal 40 ayat 1 ditegaskan orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak
angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. Menurut hukum formal dalam Islam di Indonesia, pengangkatan anak
mengacu kepada Kompilasi Hukum Islam. Pasal 171 huruf h menjelaskan pengertian tentang anak angkat sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan hak waris anak
angkat berdasarkan Pasal 209 ayat 1 dan 2 KHI yaitu anak angkat dan orang tua angkat masing-masing mendapat harta warisan berupa wasiat wajibah. Jika anak
angkat meninggal dunia maka orang tua angkat secara otomatis berhak mendapatkan harta warisan dari anak angkat tersebut.
Sebaliknya, jika orang tua angkat meninggal dunia, anak angkat berhak juga mendapat wasiat wajibah dari harta warisan tersebut. Wasiat wajibah adalah dimana
seseorang dalam hal ini baik anak angkat maupun orang tua angkat hanya mendapat 13 sepertiga dari harta warisan anak angkatnya maupun orang tua angkatnya.
Namun lebih lanjut dijelaskan oleh wakil ketua Mahkamah Syariah Banda Aceh, Drs. Salahuddin Mahmud
46
, anak angkat tidak mewarisi harta warisan orang tua angkatnya secara faraidh karena didasari pada pertimbangan bahwa seluruh
46
Artikel dari http www.idlo.intbandaacehawareness.HTM, hal. 62, tanggal 27 Mei 2010.
Universitas Sumatera Utara
keperluan dan kebutuhan anak angkat telah dipenuhi dan diurus oleh orang tua angkatnya sehingga anak angkat hanya mendapat wasiat wajibah. Jika dalam
pembagian wasiat wajibah ini, ahli waris dari orang tua angkatnya keberatan dengan wasiat wajibah ini, maka ahli waris dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama
atau Mahkamah Syariah. Karena itu menurutnya, penting dibuatkan wasiat sebelum ayah angkatnya meninggal dunia.
Dalam mengajukan permohonan pengangkatan anak untuk pengesahan anak angkat ke Mahkamah Syariah, syarat-syarat yang diajukan pemohon harus mengacu
kepada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 bahwa pengesahan atau
pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia harus memperhatikan : a.
Syarat dan bentuk surat permohonan yang diajukan. b.
Isi surat permohonan, menyebutkan dasar motif yang mendorong diajukannya permohonan pengesahan pengangkatan anak tersebut. Hal lain juga harus
menunjukkan bahwa permohonan pengesahan pengangkatan anak dilakukan terutama untuk kepentingan si anak yang bersangkutan dan digambarkan
kemungkinan hari depan anak setelah pengangkatan anak terjadi Adapun syarat-syarat bagi calon orang tua angkat atau pemohon adalah :
1. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan
orang tua angkat dibolehkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengangkatan anak yang dilakukan oleh seseorang yang tidak terikat dalam
perkawinan yang sah belum menikah single parent adoption diperbolehkan. Syarat yang harus dipenuhi calon anak angkat adalah:
1. Jika anak yang akan diangkat berada dalam asuhan suatu yayasan sosial harus
dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak dibidang kegiatan pengangkatan anak.
2. Calon anak yang akan diangkat harus juga mempunyai izin tertulis dari Menteri
Sosial atau pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat.
Menurut Hanifah
47
Panitera Mahkamah Syariah Banda Aceh permohonan yang diajukan oleh pemohon dalam pengangkatan anak harus dilengkapi dengan :
1. Surat persetujuan dari orang tua kandung tentang pengangkatan anak tersebut.
2. Fotocopi KTP pemohon
3. Fotocopi buku nikah
4. Surat Keterangan Berkelakuan Baik dari Kepolisian
5. Surat keterangan sehat calon orang tua angkat dari dokter.
6. Surat keterangan yang menyebutkan kemampuan ekonomi calon orang tua
angkat, biasanya surat ini dikeluarkan oleh kepala desa setempat dan mampu atau tidaknya akan dibuktikan dalam persidangan.
7. Akte kelahiran anak
8. Menghadirkan saksi minimal dua orang saksi.
47
Ibid, hal 62
Universitas Sumatera Utara
Ditambahkan oleh advokat Lembaga Bantuan Hukum LBH Anak Banda Aceh, Juwita S.H, penting untuk diingat bahwa agama anak angkat harus sama
dengan agama calon orang tua angkat. Hal itu juga diatur dalam Pasal 39 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyebutkan calon orang tua angkat harus
seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
3. Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat