Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat

Ditambahkan oleh advokat Lembaga Bantuan Hukum LBH Anak Banda Aceh, Juwita S.H, penting untuk diingat bahwa agama anak angkat harus sama dengan agama calon orang tua angkat. Hal itu juga diatur dalam Pasal 39 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyebutkan calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.

3. Pengangkatan Anak Dalam Hukum Adat

Ambil anak, kukut anak, anak angkat adalah suatu perbuatan hukum dalam konteks hukum adat kekeluargaan keturunan. Apabila seorang anak telah dikukut, dipupon, diangkat sebagai anak angkat maka dia akan didudukkan dan diterima dalam posisi yang dipersamakan, baik secara biologis maupun sosial yang sebelumnya tidak melekat pada anak tersebut. Ter Haar sebagaimana dikutip oleh Muderis menyatakan “…..bahwa dengan jalan suatu perbuatan hukum, dapatlah orang mempengaruhi pergaulan yang berlaku sebagai ikatan biologis dan tertentu dalam kedudukan sosialnya, sebagai contoh dapat disebutkan kawin ambil anak atau inlijfhuwelijk. Kedudukan yang dimaksud membawa dua kemungkinan yaitu: a. sebagai anak, sebagai anggota keluarga melanjutkan keturunan, sebagai ahli waris yuridis. b. sebagai anggota masyarakat sosial dan menurut tata cara adat, perbuatan pengangkatan itu pasti dilakukan dengan terang dan tunai 48 .” 48 Ter Haar, dalam Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, 1981, hal. 29. Universitas Sumatera Utara Pendapat B. Ter Haar tersebut secara jelas menyetakan bahwa seorang anak yang telah diangkat sebagai anak angkat melahirkan hak-hak yuridis dan sosial baik dalam aspek kewarisan, kewajiban nafkah dan perlindungan anak, perkawinan dan sosial kemasyarakatan. Pengangkatan anak pada masyarakat hukum adat dapat dilakukan dengan cara: 1. Tunaikontan artinya bahwa anak tersebut dilepaskan dari lingkungannya semula dan dimasukkan kedalam kerabat vang mengadopsinya dengan suatu pembayaran benda-benda magis, uang danatau pakaian. 2. Terang artinya bahwa adopsi dilaksanakan dengan upacara-upacara dengan bantuan para kepala kesukuan, ia harus terang diangkat ke dalam tata hukum masyarakat. Dalam hukum waris adat, anak angkat menerima hak-hak dan kewajiban sebagai ahli waris layaknya anak kandung baik materiil maupun immaterial. Benda- benda materiil misalnya rumah, sawah, kebun dan sebagainya sedangkan yang termasuk harta benda immaterial misalnya gelar adat, kedudukan adatnya dan martabat keturunan. Khusus masalah pengangkatan anak mempunyai sifat yang sama antara berbagai daerah hukum meskipun karakteristik dari masing-masing daerah tertentu mewarnai kebhinekaan cultural suku bangsa Indonesia, antara lain : Universitas Sumatera Utara 1. Tidak ada ketentuan tentang batas umur dan siapa saja yang boleh mengangkat anak. Hal ini berdasarkan keterangan yang diperoleh dari hukum adat yang berlaku dibeberapa daerah. 2. Pada umumnya di dalam masyarakat adat Indonesia tidak membedakan antara anak laki-laki atau perempuan kecuali beberapa daerah yang masyarakatnya menganut garis keturunan laki-laki patrilineal 3. Sehubungan dengan umur anak untuk dijadikan sebagai anak angkat adalah berbeda-beda. 4. Pengangkatan anak pada masyarakat adat berbeda-beda dapat dilakukan terhadap keluarga dekat, luar keluarga atau orang asing. 5. Pengangkatan anak harus terang maksudnya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat. Surojo Wignodipuro 49 , menyebutkan bahwa adopsi dalam hal ini harus terang artinya wajib dilakukan dengan upacara adat dengan bantuan kepala adat. Kedudukan hukum anak yang diangkat sama dengan anak kandung dari pada suami istri yang mengangkatnya sedangkan hubungan kekeluargaan dengan orang tua sendiri secara adat menjadi putus seperti yang dikenal di daerah Gayo, Lampung, Nias dan Kalimantan. Adapun kekuatan hukum pengangkatan anak menurut hukum adat dapat dilihat dari beberapa putusan Pengadilan Negeri antara lain pada yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 516 KSip1968, menurut hukum adat yang berlaku di 49 Ibid, hal. 46 Universitas Sumatera Utara Sumatera Timur, anak angkat tidak mempunyai hak mewarisi harta peninggalan orang tua angkatnya. Ia hanya memperoleh hadiah atau hibah dari orang tua angkat selagi hidup. Pengadilan Negeri Pangkalan Bun Kalimantan Tengah Nomor 051871Pdt menyatakan bahwa pengangkatan anak secara adat belum mempunyai kekuatan hukum sepanjang belum disahkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Dan keputusan Pengadilan Negeri Tenggarong Kalimantan Timur Nomor P11973Pdt.Tenggarong menyatakan bahwa dalam penyerahan pemberian anak angkat diperlukan beberapa orang saksi.

C. Tata Cara Permohonan Pengangkatan Anak Dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung SEMA Republik Indonesia Terhadap hasil penelusuran Mahkamah Agung RI yang menemukan adanya fakta-fakta bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur, tata cara menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan permohonan pengangkatan dinilai belum mencukupi sehingga oleh Mahkamah Agung menganggap masih perlu mengeluarkan surat edaran untuk menyempurnakan surat edaran sebelumnya yang mengatur tentang tata cara dan pemenuhan syarat-syarat pada saat pengajuan permohonan pengangkatan anak. Selain hukum acara perdata yang berlaku terhadap tata cara dan syarat-syarat pengangkatan anak secara teknis telah diatur dalam SEMA Nomor 6 Tahun 1983 Universitas Sumatera Utara tentang penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979 tentang pengangkatan anak 50 . Prosedur pengangkatan anak baik antar WNI atau antar WNI dan WNA akan dijelaskan lebih lanjut lagi Bentuk permohonan secara tulisan dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya dengan dibubuhi meterai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi tempat tinggal anak yang akan diangkat.

1. Tata Cata Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak Antar Warga

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Tabanni (Pengangkatan Anak) Menurut Fikih Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2 78 131

Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

5 114 133

Tinjauan tentang pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan pencabulan menurut undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

0 7 62

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 DAN PROSES PERADILAN ANAK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA.

0 1 9

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN PEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM BAGI ANAK HASIL FERTILISASI IN VITRO MELALUI IBU PENGGANTI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002.

0 0 1

PERLIDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP AKIBAT PEMBERIAN VAKSINASI DALAM PROGRAM IMUNISASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 2 122

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI

0 0 13

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI

0 0 13