2.3.2 Faktor Predisposisi
Para ahli menyatakan kemungkinan adanya faktor eksternal atau faktor lingkungan yang bertindak sebagai pencetus atau faktor predisposisi sehingga
penyakit pemphigus vulgaris dapat terjadi, yaitu faktor genetik, psikologik, makanan, endokrin dan biologik, obat dan lingkungan.
2,7,12,15
i Genetik
Telah lama diduga terdapat faktor predisposisi genetik pada pemphigus vulgaris. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit ini muncul lebih banyak pada orang
Yahudi Askenazi dibandingkan prevalensi rata-rata. Studi serologi HLA menunjukkan hubungan yang kuat antara kehadiran haplotypes HLA-DR4 dan HLA-
DR6 dengan terjadinya pemphigus vulgaris.
14
Satu studi antara pasien pemphigus vulgaris yang memiliki HLA-DR4-positif pada bangsa Israel dan non-Israel mendapati ada kemaknaan yang signifikan pada
varian DR1 Dw10 yang diketahui hasil dari reaksi campuran limfosit. Semua pasien bangsa Israel dan 10 dari 14 pasien non-Israel menunjukkan Dw10 positif.
Produk polipeptida pada haplotype HLA-DR4 Dw10 ini berbeda dari haplotype HLA-DR4 yaitu dengan hanya tiga asam amino ILE-67, ASP-70, GLU-71 pada
bagian hypervanable ketiga dari rantai DR1.
14
Studi serologik juga telah dilakukan pada pasien pemphigus vulgaris yang mempunyai HLA-DR6-positif. Studi yang mengevaluasi populasi pemphigus orang
Israel Yahudi Askenazi, orang Israel bukan Yahudi Askenazi dan orang Australia bukan Yahudi menunjukkan pasien pemphigus vulgaris berbangsa Israel memiliki
Universitas Sumatera Utara
HLA-DR6 dan DQwl positif. Alel ini hanya dijumpai pada semua pasien berbangsa Israel yang menderita pemphigus vulgaris dan tidak dijumpai pada pasien kontrol
yaitu penderita non-Israel.
14
ii Psikologik
Hubungan antara sistem imun dan sistem syaraf akan meningkatkan kecenderungan untuk mendapat kelainan psikoneural yang seterusnya dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit autoimun. Beberapa penelitian dan laporan kasus menunjukkan adanya peranan stres emosional sebagai faktor predisposisi dalam
pemphigus. Oleh karena itu, menghindari stres emosional merupakan terapi yang terbaik sehingga obat imunospresif dapat dikurang atau dihentikan.
12
Selain itu stres fisik akibat terlalu letih walaupun oleh aktivitas yang menyenangkan dapat
merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.
2
iii Endokrin
Kehamilan mempunyai kaitan erat dengan penyakit autoimun demikian juga penyakit imunoblistering, hubungan ini memperparahkan pemphigus vulgaris selama
kehamilan. Kehamilan atau kondisi setelah melahirkan menyebabkan terjadinya herpes gestationis dan pemphigus pada neonatal. Kondisi tersebut menyebabkan
antibodi pathogenik dapat melewati plasenta menuju ke sasarannya yaitu antigen plasenta berlainan atau antigen kulit pada bayi baru lahir. Peranan hormon seksual,
terutama estrogen dalam patogenesis pemphigus vulgaris belum jelas.
12
Universitas Sumatera Utara
iv Biologik a Ras
Diduga terdapat hubungan yang erat antara faktor genetik dengan terjadinya pemphigus vulgaris pada setengah kelompok etnik seperti Yahudi Ashkenazi dan
orang-orang dari keturunan Mediterranean yang mempunyai prevalensi lebih tinggi.
7
b Jenis Kelamin
Rasio kedua jenis kelamin hampir sama namun pada waktu pubertas, wanita lebih sering mendapat pemphigus vulgaris dibandingkan laki-laki.
7
c Umur
Penyakit ini sering muncul sekitar 50-60 tahun, namun dapat juga muncul pada individu yang lebih tua atau pada anak-anak. Umur pasien di India biasanya
lebih muda dibandingkan penghidap pemphigus vulgaris di Eropah.
7
v Lingkungan
i Mikroorganisme
Virus
Faktor pencetus pemphigus vulgaris masih belum jelas namun jika dilihat dari segi penularan varian dari pemphigus vulgaris seperti fogo selvagem,
keterlibatan virus diduga memainkan peranan. Laporan terbaru tentang keterlibatan virus herpes dimana pemphigus vulgaris terjadi sewaktu atau setelah infeksi virus
Universitas Sumatera Utara
herpes. DNA virus herpes telah ditemui dengan metode reaksi rantai polymerase pada pasien pemphigus vulgaris.
15
Bakteri
Bakteri seperti coagulase positive staphilokokus aureus mampu merangsang terjadinya pemphigus. Bakteri gram negatif dan bahkan aktinomises juga
kemungkinan merupakan pencetus.
12
ii Lingkungan Sosial
Pestisida
Bahan-bahan perkebunan dan pestisida merupakan kelompok terbesar yang terlibat dalam perkembangan penyakit ini. Dalam beberapa literatur dilaporkan
banyak kasus yang dirangsang oleh berbagai pestisida di seluruh dunia. Pestisida organoklorin dan organofosfat, yang merupakan pestisida generasi baru mempunyai
kaitan erat dengan penyakit ini. Bagaimana mekanisme kerja pestisida pada kulit masih belum jelas, tetapi
dinyatakan bahwa sistem imun telah diaktivasikan melalui kontak atau paparan secara sistemik, menyebabkan generasi autoantibodi menyerang antigen demosomal. Yang
menarik ialah, kebanyakkan kasus yang dilaporkan menyebutkan bahwa pasien mendapat paparan pertama kali namun masa paparan terhadap bahan pestisida
tersebut panjang dan perkembangan penyakit hanya terjadi setelah paparan berikutnya yang diterima dalam jumlah yang besar.
12
Universitas Sumatera Utara
Hamil
Orang yang pernah hamil lebih sering mendapat pemphigus vulgaris.
15
Merokok
Dilaporkan bahwa orang yang merokok cenderung kurang mengalami pemphigus vulgaris.
15
vi Obat
Obat yang dilaporkan dapat mencetus terjadinya pemphigus vulgaris dikelompokkan kepada tiga kelompok besar berdasarkan kepada struktur kimianya
yaitu obat yang mengandung radikal sulfhydryl seperti penisilamin; mengandung phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin; dan obat nonthiol nonphenol, seperti
calcium channel blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors, NSAIDS, dipiron dan glibenklamid.
2,12
Dalam setengah kasus, pemphigus vulgaris dapat mengalami remisi apabila penggunaan obat ini dihentikan.
2
vii Makanan
Makanan dapat merupakan pencetus dari pemphigus vulgaris yaitu dari golongan phenol, tannins, thiols.
12,15
Phenol terdapat pada buah-buahan seperti mangga, pisang, kentang dan tomat, pada kacangan seperti pistachio serta makanan yang dibakar dan diasap, gula-
gula, permen karet, es krim, lada hitam dan susu lembu. Perasa tambahan seperti
Universitas Sumatera Utara
aspartame, sodium benzoate, tartrazine, vanillin, eugenol, asam caffeic, asam cinnamat, vitamin C and E juga dikaitkan dengan terjadinya pemphigus vulgaris.
12
Tannins terdapat secara alami pada tumbuhan dan mempunyai sifat biologis yaitu berikatan dengan permukaan sel stratified skuamous epitelium, penghambat
enzim dan menyingkirkan ion metal dan sifat-sifat ini juga dimiliki penisillamin yaitu obat yang terlibat dalam mencetus terjadinya pemphigus. Tannins juga
merupakan bahan utama dalam guarana, pohon yang tumbuh di kawasan Amazon yang digunakan penduduk lokal saat menyediakan minuman yang populer di
kalangan masyarakat yang disebut guarana.
16
Selain itu, terdapat juga pada kacangan seperti kola, pinang, walnuts, pada buah-buah seperti ubi kayu, cranberi, raspberi,
blackberi, ceri, pisang, apel, pear, anggur, dan alpukat. Minunan seperti teh, mate, jus buah, beer, wines, liquors, kopi dan guarana. Selain itu, perasa tambahan seperti
vanillin, ajowan, coriander, cumin, lada hitam, cabe, rosemary, bawang putih dan halia juga dapat meransang terjadinya pemphigus vulgaris.
12
Penggunaan thiols di seluruh India, terutamanya dalam penggunaan rempah secara meluas bawang putih, mustard, cabe, lada hitam, coriander dan biji cumin
bukan hanya untuk masakan namun juga untuk kosmetik. Kebanyakan rempah ini kaya dengan thiols dan isotbiocyanates, bahan dengan struktur kimia -SH yang
sama dengan obat yang mencetus pemphigus yaitu penisillamin dan captopril. Minyak urut dan minyak rambut dari mustard merupakan hal yang biasa di India.
16
Selain itu, sayur seperti bawang merah, chivedan dan leek juga dapat mencetus terjadinya pemphigus vulgaris
dan sebagian makanan yang tergolong dalam famili allium seperti bawang putih, bawang besar dan leek.
2,12
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Patogenesis