Pemphigus Vulgaris : Mekanisme Dan Penanggulangannya (Laporan Kasus)

(1)

PEMPHIGUS VULGARIS : MEKANISME DAN

PENANGGULANGANNYA

(LAPORAN KASUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ABDUL HAFIZ BIN MOHAMED NIM: 050600002

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Desember 2008

Pembimbing, Tanda tangan,

(Wilda Hafni Lubis,drg., Msi) (………)


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 04 Desember 2008

TIM PENGUJI

KETUA : Syuibah Lubis, drg.

ANGGOTA : 1. Wilda Hafni Lubis, drg., Msi 2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi kewajiban untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat, cinta dan terima kasih yang dalam penulis persembahkan kepada ayahanda Mohamed bin Mat Saman dan ibunda Paricah@Che Nah binti Daud, Kakanda Khairul Zaki, Nazifah, Faisal, Firdaus dan Azim serta yang dicintai Syathirah Hanim atas segala dukungan dan motivasi, harapan dan doa, serta cinta dan kasih sayang yang melimpah.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, karena itu dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si sebagai Ketua Departemen Penyakit Mulut dan selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan serta saran dalam penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Sp. Pros., Ph.D selaku dosen pembimbing akademis atas bimbingan dan motivasinya selama ini.


(5)

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

4. Teman-teman seperjuangan Izzah, Yani, Putra, Daniel, Mat Nor, Arifah, Balqish, Yana, Yufi, Boh, Roy, Ameg, Kak Jannah, Kak Azee serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dalam penulisan skripsi ini, karena itu penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun untuk menghasilkan yang lebih baik lagi. Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Desember 2008 Penulis

(Abdul Hafiz bin Mohamed) NIM : 050600002


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… HALAMAN PERSETUJUAN……… HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………

KATA PENGANTAR………. iv DAFTAR ISI………... v DAFTAR GAMBAR………... vi

BAB 1 PENDAHULUAN………..… 1.1 Latar belakang... 1.2 Rumusan masalah... 1.3 Tujuan penulisan... 1.4 Manfaat penulisan... 1.5 Ruang lingkup... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...…...………... 2.1 Definisi Pemphigus Vulgaris……… 2.2 Klasifikasi Pemphigus…….………..…….. 2.2.1 Pemphigus Vegetans ………..………

2.2.2 Pemphigus Foliaceus……… 2.2.3 Fogo Selvagem………. 2.2.4 Pemphigus Erythematosus………. 2.2.5 Drug-Induced Pemphigus……… 2.2.6 Pemphigus Paraneoplastik... 2.3 Etiologi, Faktor Predisposisi dan Pathogenesis……….. 2.3.1 Etiologi……….... 2.3.2 Faktor Predisposisi………... 2.3.3 Patogenesis...

iv vi viii 1 1 3 4 4 4 5 5 5 6 6 7 7 7 8 8 8 9 15


(7)

2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosa Banding... 2.4.1 Gambaran Klinis...

2.4.2 Diagnosa banding……….. 2.5 Diagnosis……… 2.5.1 Pemeriksaan Langsung………

2.5.2 Biopsi………

2.5.3 Direct Immunofluorescence……….. 2.5.4 Indirect Immunofluorescence………

2.6 Penanggulangan………. 2.6.1 Perawatan...

2.6.2 Edukasi ...

BAB 3 LAPORAN KASUS...34

BAB 4 PEMBAHASAN………...36

BAB 5 KESIMPULAN...43

DAFTAR PUSTAKA………...45 16 16 19 20 20 20 21 22 22 23 30 34 37 44 46


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

17

18

19

19

21

22 1. Vesikel pemphigus vulgaris yang pecah(*) pada fase awal penyakit

muncul pada jaringan palatum molle yang non-keratin, bersebelahan dengan tuberositas maksilaris (anak panah)………...……… 2. Lesi pemphigus vulgaris fase lanjutan dan telah merebak, meliputi

sebagian besar palatum molle dan mengenai bagian oropharyng..…. 3. Meluas, lepuhan irregular pada daerah retromolar dan bukal yang

telah pecah tapi epitel penutupnya masih melekat... 4. Pada kulit, walaupun kadang-kadang lepuhan yang besar dapat tetap utuh, karena lapisan keratin lebih tebal dari mukosa oral... 5. Tampilan klasik pemphigus vulgaris dibawah mikroskopik dimana satu dari sel epitel terlihat berjauhan antara satu sama lain dan membulat dalam cairan pada lepuhan………….……….. 6. Dalam pemeriksaan immunofluorescence, antibodi yang menyerang ditandai dengan pewarnaan hijau apel di antara atau mengelilingi setiap sel epitel……….………...………


(9)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Penyakit Mulut Tahun 2008

Abdul Hafiz bin Mohamed

Pemphigus Vulgaris: Mekanisme dan Penanggulangannya (Laporan Kasus). viii + 48 halaman

Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang sangat jarang terjadi namun memberikan dampak yang sangat buruk kepada penderita sehingga dapat menyebabkan kematian akibat infeksi yang menyeluruh atau sepsis pada pasien. Mekanisme terjadinya lesi pada pemphigus vulgaris yang dikenali sebagai akantolisis dikaitkan dengan penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk melekatkan antara satu sel dengan sel lain. Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak sehingga gambaran klinis dari pemphigus vulgaris sering dimulai dengan lesi di rongga mulut sehingga dokter gigi mungkin merupakan penemu pertama. Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari lesi yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid.

Penulisan ini merupakan laporan kasus pemphigus vulgaris dimana diduga faktor pemicunya adalah obat hipertensi dan stress. Penatalaksanaan untuk kasus ini adalah dengan pemberian kortikosteroid. Respon penyembuhan terlihat semasa


(10)

perawatan kontrol dilakukan yaitu seminggu setelah pemberian obat dan gejala hilang keseluruhan setelah 2 minggu perawatan.

Lesi awal yang sering muncul di rongga mulut akibat taburan Dsg3 menyebabkan dokter gigi sering berperan sebagai penemu pertama penyakit pemphigus vulgaris, maka dokter gigi haruslah berkompetensi untuk menegakkan diagnosa dan merawat penyakit ini. Perawatan yang paling sering digunakan adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar, maka dokter haruslah mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang pemphigus vulgaris untuk menberi edukasi yang cukup dalam meminimumkan efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi komplikasi dari penyakit ini sendiri.


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Penyakit Mulut Tahun 2008

Abdul Hafiz bin Mohamed

Pemphigus Vulgaris: Mekanisme dan Penanggulangannya (Laporan Kasus). viii + 48 halaman

Pemphigus vulgaris merupakan penyakit autoimun yang sangat jarang terjadi namun memberikan dampak yang sangat buruk kepada penderita sehingga dapat menyebabkan kematian akibat infeksi yang menyeluruh atau sepsis pada pasien. Mekanisme terjadinya lesi pada pemphigus vulgaris yang dikenali sebagai akantolisis dikaitkan dengan penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk melekatkan antara satu sel dengan sel lain. Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak sehingga gambaran klinis dari pemphigus vulgaris sering dimulai dengan lesi di rongga mulut sehingga dokter gigi mungkin merupakan penemu pertama. Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari lesi yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat menyebabkan kematian. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid.

Penulisan ini merupakan laporan kasus pemphigus vulgaris dimana diduga faktor pemicunya adalah obat hipertensi dan stress. Penatalaksanaan untuk kasus ini adalah dengan pemberian kortikosteroid. Respon penyembuhan terlihat semasa


(12)

perawatan kontrol dilakukan yaitu seminggu setelah pemberian obat dan gejala hilang keseluruhan setelah 2 minggu perawatan.

Lesi awal yang sering muncul di rongga mulut akibat taburan Dsg3 menyebabkan dokter gigi sering berperan sebagai penemu pertama penyakit pemphigus vulgaris, maka dokter gigi haruslah berkompetensi untuk menegakkan diagnosa dan merawat penyakit ini. Perawatan yang paling sering digunakan adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar, maka dokter haruslah mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang pemphigus vulgaris untuk menberi edukasi yang cukup dalam meminimumkan efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi komplikasi dari penyakit ini sendiri.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penggunaan berbagai-bagai jenis obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan penyakit-penyakit langka muncul lagi di dunia kesehatan. Gaya hidup masyarakat saat ini yang banyak bergantung kepada obat-obatan seperti d-penisilin dan captopril, jenis serangga dan virus yang bertambah virulensinya serta kasus-kasus kanker baru yang terus bertambah menyebabkan penyakit yang jarang terjadi seperti pemphigus vulgaris muncul. Pemphigus vulgaris adalah penyakit autoimun yang faktor predisposisinya obat-obatan, gigitan serangga atau manifestasi lanjutan dari kanker yang bermanifestasi awal di rongga mulut.1

Pemphigus vulgaris merupakan penyakit yang sangat jarang terjadi, di United Kindom hanya 5 kasus per sejuta orang dilaporkan setiap tahun.2 Namun, ia memberikan dampak yang sangat buruk kepada penderita sehingga dapat menyebabkan kematian akibat infeksi yang menyeluruh atau sepsis pada pasien.3 Penelitian di Inggris menyatakan angka kematian pasien yang tidak mendapat perawatan adalah 3 kali lebih besar berbanding pasien yang mendapat perawatan dengan kortikosteroid.4

Penelitian epidemiologi terhadap 138 orang sampel yang menghidap pemphigus vulgaris di Inggris, usia median bagi penghidap pemphigus vulgaris adalah 71 tahun, berkisar diantara 21 hingga 102 tahun dan 91 orang yaitu 66%


(14)

adalah wanita. Insiden pemphigus vulgaris 7 kasus per sejuta orang pertahun dan terjadi peningkatan sebesar 11% kasus pemphigus vulgaris pertahun.4

Sebuah penelitian lain di pelbagai pusat Rumah Sakit pendidikan di Bulgaria, Brazil, India, Israel, Italy, Spain, dan Amerika pada sampel berjumlah 126 orang pasien pemphigus vulgaris, didapati lesi oral pada pasien Bulgarian kurang yaitu 66% berbanding 92% pada pasien Israel dan 83 % pada pasien Itali. Distribusi penyakit pada kulit dan membrana mukosa sama pada semua pasien dari semua negara yaitu lesi kulit 50% dari pasien, lesi yang melibatkan membrana mukosa ialah 23% dan lesi yang melibatkan kulit dan membrana mukosa adalah 27%.5

Penelitian di Asia, Iran menunjukkan angka insiden yang tinggi yaitu 10 per sejuta orang pertahun berbanding Finland 7,6 per sejuta orang pertahun dan 6,7 per sejuta orang pertahun di Tunesia namun Jerusalem lebih tinggi dengan 16 per sejuta orang pertahun. Dalam penelitian yang dilakukan ke atas 29 orang dokter spesialis kulit yang mempunyai pengalaman merawat pemphigus vulgaris selama 10 hingga 30 tahun didapati 2 per tiga dari mereka menegakkan diagnosis dengan melakukan pemeriksaan histologi dan secara direct immunofloresensi. Kesemua spesialis ini memulai perawatan dengan kortikosteroid saja ataupun dengan immunosupresor lain yaitu 82,8% menambah adjuvan immunosupresor. Didapati 72,4% responden memulai perawatan dengan dosis lebih dari 1,5 mg/kg/hari sedangkan 50% dokter di Amerika dan United Kindom memulai perawatan dengan 1 mg/kg/hari. Kebanyakan dokter di Iran dan beberapa negara Asian sering memulai perawatan dengan prednisolone dosis tinggi ditambah dengan adjuvan. Seperti negara lain, azathioprine selalu diberikan sebagai immunosupresif kerana murah, effisien dan aman bila


(15)

dikombinasi dengan prednisolon. Enam puluh sembilan persen dari dokter ini mengharapkan tidak perlu lagi penggunaan kortikosteroid dalam perawatan sedangkan hanya 37% spesialis Eropah beranggapan sama. Dilaporkan 79.3% pasien datang mendapatkan perawatan dalam 6 bulan timbulnya gejala, 17,2% diantara 6 bulan sampai setahun dan 3,4% melaporkan lebih dari setahun.6

Penyakit yang mempunyai gejala pada kulit dan juga mulut ini memberikan dampak yang buruk kepada penderitanya. Lesi pada kulit dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi dan infeksi sedangkan lesi pada mulut yang menyakitkan dapat menyebabkan malnutrisi dan memperparahkan dehidrasi akibat konsumsi cairan yang berkurang.2 Lesi pada mulut yang menyakitkan ini pasti dapat menyebabkan pasien tidak mampu menjaga kebersihan mulut dengan optimal sehingga membahayakan gigi dan jaringan periodontal. Dalam usaha memecahkan masalah ini terutama yang berkaitan dengan mulut akibat penyakit ini, maka diharap dokter gigi dapat mendiagnosa, merawat pemphigus vulgaris dan dapat memberikan edukasi dengan informasi yang tepat dan benar pada masyarakat sehingga terhindar dari kematian.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimanakah mekanisme terjadinya pemphigus vulgaris?

2. Hal-hal apakah yang dapat memperberatkan kondisi pasien pemphigus vulgaris?

3. Bagaimana perawatan dan efek samping perawatan pemphigus vulgaris?


(16)

4

4. Hal-hal apakah yang dapat dilakukan oleh penderita pemphigus untuk memperbaiki kondisinya?

1.3 Tujuan penulisan

1. Mengetahui mekanisme terjadinya pemphigus vulgaris.

2. Mengetahui faktor predisposisi yang dapat merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.

3. Mengetahui perawatan yang perlu diberikan serta efek samping perawatan.

1.4 Manfaat penulisan

1. Menambah pengetahuan tenaga kesehatan agar mereka mampu untuk memberikan perawatan dan mengedukasi pasien bagi mendapatkan perawatan lanjutan.

2. Membuka wawasan pemerintah dalam menyediakan fasilitas untuk penelitian dan perawatan penyakit-penyakit yang berbahaya dalam usaha mencapai Indonesia sehat 2010.

1.5 Ruang lingkup

1. Pasien pemphigus vulgaris meliputi pengertian, tipe, patogenesis, gambaran klinis, diagnosa dan perawatan.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pemphigus Vulgaris

Pemphigus vulgaris yang berasal dari bahasa Greek, ‘pemphix’, yang berarti

busa atau lepuhan.3,7,8 Kelainannya berupa penyakit bula atau lepuhan yang kronik di mana antibodi yang bersirkulasi pada pasien melawan sel pada permukaan jaringan yang dikenal sebagai keratosit dan terjadi lepuhan pada kulit dan membrana mukosa. Hal ini diakibatkan oleh hilangnya integritas pada perlekatan interselular yang normal antara epidermis kulit dan epitel mukosa yang berhubungan dengan kehadiran autoantibodi terhadap desmoglein-3. Lepuhan pada pemphigus vulgaris terlihat menyerupai lesi terbakar dan batas keparahannya dari ringan sampai berat sehingga dapat menyebabkan kematian.3

2.2 Klasifikasi Pemphigus

Pemphigus terdiri dari beberapa subklas dan varian yaitu pemphigus vulgaris, pemphigus vegetans, pemphigus foliaceus, fogo selvagam, pemphigus erythematosus,


(18)

Klasifikasi ini secara lebih jelas dapat digambarkan sebagai berikut: - Pemphigus vulgaris

 Pemphigus vegetans

 Drug-induced - Pemphigus foliaceus

 Pemphigus erythematosus

 Fogo selvagem

 Drug-induced - Pemphigus paraneoplastik

2.2.1 Pemphigus Vegetans

Pemphigus vegetans merupakan varian dari pemphigus vulgaris. Lepuhan biasanya berkembang cepat dan memiliki lesi yang besar yang sering berlokalisasi di daerah pangkal paha dan bawah lengan.9

2.2.2 Pemphigus Foliaceus

Sering terjadi pada muka, kulit kepala, dada bagian atas dan perut namun dapat juga mengenai seluruh tubuh. Bula jarang terbentuk, lesi mengandung bercak erytematous dan erosi tertutup oleh keropeng. Penyakit ini terjadi disebabkan serangan autoantibodi terhadap Desmoglein 1.1


(19)

2.2.3 Fogo Selvagem

Gejala klinik dan pemeriksaan secara histologik sama dengan pemphigus foliaceus namun terjadi secara endemik di Brasil tengah bagian selatan. Kondisi pasien membaik apabila keluar dari daerah endemik namun akan mengalami relaps apabila kembali. Terdapat beberapa andaian yang mengaitkan penyakit ini dengan penularan oleh serangga. Lebih dari 1000 kasus baru pertahun muncul di daerah endemik.1

2.2.4 Pemphigus Erythematosus

Terdapat lesi yang erytematous, berkeropeng dan erosif yang berbentuk kupu-kupu di daerah muka, dahi, daerah sternum dan daerah tulang skapula. Secara histologik sama dengan gambaran pada pemphigus foliaceus. Pemphigus erytematous dikaitkan juga dengan penyakit thymomas dan myastenia gravis.1

2.2.5 Drug Induced

Sindromanya sama seperti pada pemphigus vulgaris dan juga pemphigus foliaceus dan dipacu oleh penggunaan obat.1 Obat yang dilaporkan memacu pemphigus terbagi tiga kelompok sesuai struktur kimianya: obat yang mengandung radikal sulfhydryl seperti penisilamin; phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin;

dan obat nonthiol nonphenol, seperti calsium channel bloker, angiotensin converting


(20)

2.2.6 Pemphigus Paraneoplastik

Limphoma, leukemia dan thymomas sering merangsang pembentukan

antibodi pemphigus dan antibodi yang mirip pemphigus. Neoplasma yang sering menyebabkan pemphigus adalah lymphoma, leukemia, sarkoma dan tumor thymus.

Waldenstrom’s makroglobulinemia dan penyakit Castleman’s juga dilaporkan

sebagai pencetus terjadinya pemphigus.

Kebanyakan pasien mempunyai penumpukan antibodi pada kulit dan komponen antibodi (BP230 antigen) pada membrana basalis kulit. Berbeda dengan pemphigus vulgaris antibodi sirkulasi juga berikatan pada epitel kantung kemih. Identitas antigen yang terlibat tidak diketahui namun berat molekulnya adalah 250, 230, 210 dan 190 kd.10 Gambaran klinis biasanya ditandai dengan mukositis yang erosif, konjungtivitis dan bula yang menyeluruh pada kulit. Aktivitas penyakit akan berkurang apabila tumor yang menyebabkannya diangkat secara operasi atau mendapat perawatan kemoterapi.11

2.3 Etiologi, Faktor Predisposisi dan Pathogenesis 2.3.1 Etiologi

Etiologi dari penyakit ini ialah autoimundimana terjadi perikatan antara IgG autoantibodi dengan permukaan sel keratinosit.3,7,8 Dalam beberapa penelitian yang dilakukan dengan cara pewarnaan indirect immunofluorescence, telah ditemukan

autoantibodi di dalam serum penderita pemphigus vulgaris dan ini membuktikan penyakit ini mempunyai kaitan dengan autoimunitas. 8


(21)

2.3.2 Faktor Predisposisi

Para ahli menyatakan kemungkinan adanya faktor eksternal atau faktor lingkungan yang bertindak sebagai pencetus atau faktor predisposisi sehingga penyakit pemphigus vulgaris dapat terjadi, yaitu faktor genetik, psikologik, makanan, endokrin dan biologik, obat dan lingkungan.2,7,12,15

i) Genetik

Telah lama diduga terdapat faktor predisposisi genetik pada pemphigus vulgaris. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit ini muncul lebih banyak pada orang Yahudi Askenazi dibandingkan prevalensi rata-rata. Studi serologi HLA menunjukkan hubungan yang kuat antara kehadiran haplotypes DR4 dan

HLA-DR6 dengan terjadinya pemphigus vulgaris.14

Satu studi antara pasien pemphigus vulgaris yang memiliki HLA-DR4-positif pada bangsa Israel dan non-Israel mendapati ada kemaknaan yang signifikan pada varian DR1 (Dw10) yang diketahui hasil dari reaksi campuran limfosit. Semua pasien bangsa Israel dan 10 dari 14 pasien non-Israel menunjukkan Dw10 positif. Produk polipeptida pada haplotype HLA-DR4 Dw10 ini berbeda dari haplotype

HLA-DR4 yaitu dengan hanya tiga asam amino (ILE-67, ASP-70, GLU-71) pada bagian hypervanable ketiga dari rantai DR1.14

Studi serologik juga telah dilakukan pada pasien pemphigus vulgaris yang mempunyai HLA-DR6-positif. Studi yang mengevaluasi populasi pemphigus orang Israel Yahudi Askenazi, orang Israel bukan Yahudi Askenazi dan orang Australia bukan Yahudi menunjukkan pasien pemphigus vulgaris berbangsa Israel memiliki


(22)

HLA-DR6 dan DQwl positif. Alel ini hanya dijumpai pada semua pasien berbangsa Israel yang menderita pemphigus vulgaris dan tidak dijumpai pada pasien kontrol yaitu penderita non-Israel.14

ii) Psikologik

Hubungan antara sistem imun dan sistem syaraf akan meningkatkan kecenderungan untuk mendapat kelainan psikoneural yang seterusnya dapat mempengaruhi terjadinya penyakit autoimun. Beberapa penelitian dan laporan kasus menunjukkan adanya peranan stres emosional sebagai faktor predisposisi dalam pemphigus. Oleh karena itu, menghindari stres emosional merupakan terapi yang terbaik sehingga obat imunospresif dapat dikurang atau dihentikan.12 Selain itu stres fisik akibat terlalu letih walaupun oleh aktivitas yang menyenangkan dapat merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.2

iii) Endokrin

Kehamilan mempunyai kaitan erat dengan penyakit autoimun demikian juga penyakit imunoblistering, hubungan ini memperparahkan pemphigus vulgaris selama

kehamilan. Kehamilan atau kondisi setelah melahirkan menyebabkan terjadinya

herpes gestationis dan pemphigus pada neonatal. Kondisi tersebut menyebabkan

antibodi pathogenik dapat melewati plasenta menuju ke sasarannya yaitu antigen plasenta berlainan atau antigen kulit pada bayi baru lahir. Peranan hormon seksual, terutama estrogen dalam patogenesis pemphigus vulgaris belum jelas.12


(23)

iv) Biologik a) Ras

Diduga terdapat hubungan yang erat antara faktor genetik dengan terjadinya pemphigus vulgaris pada setengah kelompok etnik seperti Yahudi Ashkenazi dan orang-orang dari keturunan Mediterranean yang mempunyai prevalensi lebih tinggi.7

b) Jenis Kelamin

Rasio kedua jenis kelamin hampir sama namun pada waktu pubertas, wanita lebih sering mendapat pemphigus vulgaris dibandingkan laki-laki.7

c) Umur

Penyakit ini sering muncul sekitar 50-60 tahun, namun dapat juga muncul pada individu yang lebih tua atau pada anak-anak. Umur pasien di India biasanya lebih muda dibandingkan penghidap pemphigus vulgaris di Eropah.7

v) Lingkungan i) Mikroorganisme

Virus

Faktor pencetus pemphigus vulgaris masih belum jelas namun jika dilihat dari segi penularan varian dari pemphigus vulgaris seperti fogo selvagem, keterlibatan virus diduga memainkan peranan. Laporan terbaru tentang keterlibatan virus herpes dimana pemphigus vulgaris terjadi sewaktu atau setelah infeksi virus


(24)

herpes. DNA virus herpes telah ditemui dengan metode reaksi rantai polymerase pada pasien pemphigus vulgaris.15

Bakteri

Bakteri seperti coagulase positive staphilokokus aureus mampu merangsang

terjadinya pemphigus. Bakteri gram negatif dan bahkan aktinomises juga kemungkinan merupakan pencetus.12

ii) Lingkungan Sosial

Pestisida

Bahan-bahan perkebunan dan pestisida merupakan kelompok terbesar yang terlibat dalam perkembangan penyakit ini. Dalam beberapa literatur dilaporkan banyak kasus yang dirangsang oleh berbagai pestisida di seluruh dunia. Pestisida organoklorin dan organofosfat, yang merupakan pestisida generasi baru mempunyai kaitan erat dengan penyakit ini.

Bagaimana mekanisme kerja pestisida pada kulit masih belum jelas, tetapi dinyatakan bahwa sistem imun telah diaktivasikan melalui kontak atau paparan secara sistemik, menyebabkan generasi autoantibodi menyerang antigen demosomal. Yang menarik ialah, kebanyakkan kasus yang dilaporkan menyebutkan bahwa pasien mendapat paparan pertama kali namun masa paparan terhadap bahan pestisida tersebut panjang dan perkembangan penyakit hanya terjadi setelah paparan berikutnya yang diterima dalam jumlah yang besar.12


(25)

Hamil

Orang yang pernah hamil lebih sering mendapat pemphigus vulgaris.15

Merokok

Dilaporkan bahwa orang yang merokok cenderung kurang mengalami pemphigus vulgaris.15

vi) Obat

Obat yang dilaporkan dapat mencetus terjadinya pemphigus vulgaris dikelompokkan kepada tiga kelompok besar berdasarkan kepada struktur kimianya yaitu obat yang mengandung radikal sulfhydryl seperti penisilamin; mengandung

phenol seperti rifampin, levodopa dan aspirin; dan obat nonthiol nonphenol, seperti

calcium channel blockers, angiotensin converting enzyme inhibitors, NSAIDS,

dipiron dan glibenklamid.2,12 Dalam setengah kasus, pemphigus vulgaris dapat mengalami remisi apabila penggunaan obat ini dihentikan.2

vii) Makanan

Makanan dapat merupakan pencetus dari pemphigus vulgaris yaitu dari golongan phenol, tannins, thiols.12,15

Phenol terdapat pada buah-buahan seperti mangga, pisang, kentang dan

tomat, pada kacangan seperti pistachio serta makanan yang dibakar dan diasap, gula-gula, permen karet, es krim, lada hitam dan susu lembu. Perasa tambahan seperti


(26)

aspartame, sodium benzoate, tartrazine, vanillin, eugenol, asam caffeic, asam cinnamat, vitamin C and E juga dikaitkan dengan terjadinya pemphigus vulgaris.12

Tannins terdapat secara alami pada tumbuhan dan mempunyai sifat biologis

yaitu berikatan dengan permukaan sel stratified skuamous epitelium, penghambat enzim dan menyingkirkan ion metal dan sifat-sifat ini juga dimiliki penisillamin yaitu obat yang terlibat dalam mencetus terjadinya pemphigus. Tannins juga

merupakan bahan utama dalam guarana, pohon yang tumbuh di kawasan Amazon yang digunakan penduduk lokal saat menyediakan minuman yang populer di kalangan masyarakat yang disebut guarana.16 Selain itu, terdapat juga pada kacangan seperti kola, pinang, walnuts, pada buah-buah seperti ubi kayu, cranberi, raspberi,

blackberi, ceri, pisang, apel, pear, anggur, dan alpukat. Minunan seperti teh, mate, jus buah, beer, wines, liquors, kopi dan guarana. Selain itu, perasa tambahan seperti

vanillin, ajowan, coriander, cumin, lada hitam, cabe, rosemary, bawang putih dan

halia juga dapat meransang terjadinya pemphigus vulgaris.12

Penggunaan thiols di seluruh India, terutamanya dalam penggunaan rempah

secara meluas (bawang putih, mustard, cabe, lada hitam, coriander dan biji cumin) bukan hanya untuk masakan namun juga untuk kosmetik. Kebanyakan rempah ini kaya dengan thiols dan isotbiocyanates, bahan dengan struktur kimia (-SH) yang

sama dengan obat yang mencetus pemphigus yaitu penisillamin dan captopril. Minyak urut dan minyak rambut dari mustard merupakan hal yang biasa di India.16 Selain itu, sayur seperti bawang merah, chivedan dan leek juga dapat mencetus

terjadinya pemphigus vulgaris dan sebagian makanan yang tergolong dalam famili allium seperti bawang putih, bawang besar dan leek.2,12


(27)

2.3.3 Patogenesis

Jika terjadi kerusakan pada satu atau lebih desomosomal protein, maka perlekatan antara sel akan hilang yang akan mengakibatkan terbentuknya vesikel yang bila pecah akan berubah menjadi erosi atau ulser. Pada pemphigus vulgaris, terjadinya penumpukan antibodi klas IgG dan juga kerusakan desmosom akibat antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk melekatkan antara satu sel dengan sel lain.15 Ketika antibodi menyerang desmoglein, hubungan interseluler akan rusak dan mengakibatkan hilangnya adhesi antara sel sehingga terbentuk vesikel.17 Epitel oral mengandung jumlah Dsg 3 yang banyak sedangkan kulit mempunyai Dsg 1 dan Dsg 3, maka bila kerusakan terjadi pada Dsg 3 seperti pada kasus pemphigus vulgaris, gejala primer sering terjadi hanya pada mukosa oral sedangkan perlekatan pada kulit masih dapat dipertahankan oleh Dsg 1.15

Autoantibodi merupakan subklas dari IgG dan terdapat bukti terlibatnya autoantibodi terhadap Dsg 3 dalam patogenesis penyakit ini. Dalam suatu penelitian dimana serum IgG antibodi terhadap Dsg 3 yang diperoleh dari penderita pemphigus vulgaris disuntikkan ke tikus uji yang baru lahir, terjadi reaksi pembentukan bula seperti pada pemphigus vulgaris. Hilangnya toleransi terhadap Dsg3 pada sel B dan T merupakan penyebab penting terjadinya pemphigus vulgaris.15

Proses terjadinya akantolisis merupakan proses aktif yang lebih kompleks dari sekadar interaksi sederhana antara antibodi dan molekul perlekatan. Sinyal akibat perlekatan autoantibodi pemphigus vulgaris dengan keratinosit mengaktivasi phospholipase C mengakibatkan peningkatan 1,4,5 trifosfat(IP3) dan diacylglycerol


(28)

(DAG). Terjadi peningkatan kalsium intrasellular hasil pengaktifan IP3 yaitu dengan

perlepasan simpanan kalsium. Perubahan kalsium intrasellular yang dirangsang oleh pemphigus vulgaris sama seperti stimulasi sel keratosit dengan muscarinic agonists

dimana pada sel keratinosit, terdapat reseptor kolinergik fungsional yaitu dari klas

nicotinic dan muscarinic yang berfungsi merangsang perlekatan sel keratinosit.

Antagonis dari reseptor nicotinic dan muscarinic ini merangsang terjadinya

perpisahan sel dan akantolisis dalam percobaan in vitro. Akantolisis terjadi akibat peningkatan kalsium intrasellular mengganggu interaksi perlekatan dengan cara merangsang aliran masuk kalsium pada Nicotinic agonists sedangkan muscarinic

agonists meningkatkan kalsium intrasellular dengan pembebasan simpanan kalsium.13

Peningkatan diacylglycerol (DAG) pula mengaktivasi Protein kinase C(PKC)

dimana Dsg3 akan mengalami phosphorilasi oleh kinase dari PKC dan terpisah dari plakoglobin yaitu komponen dari desmosom. Hal ini mungkin menerangkan kemampuan antibodi pemphigus vulgaris untuk merusakkan Dsg3 dari desmosom.13

2.4 Gambaran Klinis dan Diagnosa Banding 2.4.1 Gambaran Klinis

Gambaran umum dari lesi pemphigus vulgaris ialah munculnya ulser yang menyakitkan, ditandai dengan bula dan vesikel yang sudah pecah dan kemunculan lesi baru bila lesi lama mula membaik. Kira-kira 80 % dari kasus menunjukkan gejala awal muncul di rongga mulut yaitu di bagian bukal dan labial, palatum molle dan

oropharyng dan pada fase lanjut dapat mengenai gingiva dan palatum durum. Vesikel


(29)

menyebabkan terbentuknya ulser yang menyakitkan. Ulser yang terlihat hampir sama seperti pada lesi aphtous namun akan berubah dengan cepat menjadi ulser yang besar dan mempunyai pinggir yang irregular. Bentuk deskuamatif mungkin akan muncul apabila gingiva cekat terlibat. Dengan menggunakan kapas lidi, dapat dilihat tanda Nikolsky.18

Gambar 1: Vesikel Pemphigus vulgaris yang

pecah(*) pada fase awal penyakit muncul pada jaringan palatum molle yang non-keratin, bersebelahan dengan tuberositas maksilari (anak panah).18

Lesi oral merupakan bula yang sering pecah terutama saat didiagnosis. Lesi ini berbeda dengan ulser traumatik dan lesi aphtous dimana dasar dari lesi pemphigus vulgaris tidak konkaf dan biasanya kurang menyakitkan.19

Bula jarang cenderung mendapat infeksi sekunder namun dapat membesar sehingga berdiameter 4 cm dan berjumlah banyak sehingga dapat memenuhi seluruh mukosa oral.Sering juga terdapat tanda Nikolsky. Bula dapat muncul pada permukaan manapun pada rongga mulut atau oropharyng namun paling sering muncul pada


(30)

bagian bukal, palatal dan gingiva. Lesi yang terjadi pada kulit sama, kecuali pada kulit lebih berkeratin sehingga bula berada dalam bentuk yang utuh.19

Pada kasus pemphigus paraneoplastik, manifestasi oralnya sering disertai erythema multiform atau bula lichen planus yang parah serta lebih resisten terhadap perawatan.19

Gambar 2 : Lesi pemphigus fase lanjutan dan telah merebak, meliputi sebagian besar palatum molle dan mengenai bagianoropharyng . 18

Varian pemphigus yang jarang terjadi yaitu pemphigus vegetans juga muncul pada mukosa oral dengan gambaran bula yang lebih kecil dan berisi pus yang sering muncul pada batas vermilion bibir.19


(31)

Gambar 3 : Meluas, lepuhan irregular pada daerah retromolar dan bukal yang telah pecah tapi epitel penutupnya masih melekat.19

Gambar 4: Pada kulit, walaupun kadang-kadang lepuhan yang besar dapat tetap utuh, karena lapisan keratin lebih tebal dari mukosa oral.19

2.4.2 Diagnosa banding

Herpes simplex, bullous pemphigoid, dermatitis herpetiformis, erythema multiforme, dan lichen planus merupakan penyakit yang mempunyai gejala klinis yang sama dengan pemphigus vulgaris dimana kesemua penyakit ini memiliki lesi yang kelihatan sama yang erupsi pada bagian oropharyng dan kulit. 20


(32)

Penyakit Darier’s juga boleh didiagnosa bandingkan dengan pemphigus vulgaris kerana jika dilakukan test Tzanck, kedua-dua penyakit ini memiliki sel akantolisis yang dikenali sebagai sel Tzanck.19.

Pemphigoid, epidermolysis bullosa acquisita, eosinophilic granuloma, infeksi

parasitik dan traumatic eosinophilic ulcer memiliki lesi vesikoulseratifnya yang

mengandung sel radang kronik maupun akut, termasuklah eosinofil. Kehadiran eosinofil pada lesi vesikuloulseratif merupakan suatu hal yang unik pada pemphigus vulgaris tetapi dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit ini.19

2.5 Diagnosis

Banyak penyakit yang merusak perlekatan antara sel yang disebabkan oleh autoimun, mungkin juga memiliki manifestasi sistemik dan sangat sukar untuk dibedakan secara klinis. Ciri klinis seperti tanda Nikolsky tidaklah spesifik untuk penyakit ini saja. Karena itu ,selain dari pemeriksaan klinis, pengambilan riwayat penyakit dan anamnese, pemeriksaan biopsi, histopatologi dan immunologi yang baik merupakan hal yang diindikasikan.

2.5.1 Pemeriksaan Langsung

Pemeriksaan langsung secara visual dilakukan dengan cara operator memeriksa gejala klinis yang terdapat pada rongga mulut dan kulit.2

2.5.2 Biopsi


(33)

bula setelah kulit atau mukosa dianastesi dengan injeksi anastesi lokal. Sampel kemudiannya diperiksa secara histologis dibawah mikroskop untuk melihat adakah sel terpisah antara satu sama lain.2

2.5.3 Direct Immunofluorescence

Sampel diperiksa di laboratorium untuk melihat kehadiran autoantibodi yang berkaitan. Jika terdapat autoantibodi tersebut, direct immunofluorescence pada

mukosa di bagian tepi lesi akan menunjukkan corak yang menyerupai renda atau

chicken-wire pattern dari penumpukan yang mengelilingi setiap epitel sel spinous.

Immunoglobulin yang sering bertumpuk adalah dari golongan IgG. Setengah pihak menyatakan bahwa direct immunofluorescence dapat dipercayai dan merupakan

metode diagnosis yang tidak invasif.19

Gambar 5: Tampilan klasik pemphigus vulgaris dibawah mikroskopik dimana satu dari sel epitel terlihat berjauhan antara satu sama lain dan membulat dalam cairan pada lepuhan.19


(34)

Gambar 6: Dalam pemeriksaan immuno-fluorescence, antibodi yang menyerang ditandai dengan pewarnaan hijau apel di antara atau mengelilingi setiap sel epitel.19

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencampurkan spesimen jaringan mukosa yang dibiopsi dengan beberapa siri immunoglobulin. Immunoglobulin ini telah ditandai dengan bahan fluoresense (fluorochrome) yang digunakan untuk

menunjukkan kehadiran autoantibodi yang melekat pada sel jaringan pasien.18

2.5.4 Indirect Immunofluorescence

Test ini dilakukan dengan mengukur jumlah autoantibodi di dalam darah.2 Dalam indirect immunofluorescence ini, serum pasien akan dicampur dengan jaringan

kontrol untuk mengidentifikasi kehadiran dan konsentrasi antibodi sirkulasi.18

2.6 Penanggulangan

Perawatan bertujuan untuk mengontrol penyakit dan mencegah infeksi dari lesi yang melepuh. Jika dibiarkan tanpa diobati, pemphigus vulgaris dapat


(35)

menyebabkan kematian. Pemphigus vulgaris tidak dapat sembuh sempurna dimana bila telah dirawat pun, serangkaian remissi dan relaps dapat terjadi.

2.6.1 Perawatan

i) Perawatan Konvensional a) Kortikosteroid

Kortikosteroid Sistemik

Biasanya perawatan dilakukan dengan pemberian steroid dalam bentuk tablet seperti prednison. Steroid mengurangi inflamasi dengan cara menekan sistem kekebalan tubuh. Dosis tinggi biasanya diperlukan pada peringkat pertama. Kadang-kadang ini diberikan dengan suntikan sebagai tindakan pertama. Dosis dikurangi bila lesi melepuh telah berhenti terbentuk. Tujuannya adalah untuk menemukan dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan gejala dimana dosis yang diperlukan bervariasi antara pasien.21

Pada sebagian kasus dalam tempoh laten, penghentian pemberian steroid tablet dari waktu ke waktu dapat dilakukan dan tablet dapat diberikan kembali jika gejala muncul. Dalam beberapa kasus, dosis steroid yang tinggi diperlukan untuk mengendalikan penyakit ini dan ini dapat menimbulkan efek samping. Efek samping dari steroids terkadang serius, terutama jika penggunaan steroids dosis tinggi dilakukan untuk waktu yang lama. Misalnya, pasien lebih rentan terhadap infeksi tertentu jika menggunakan steroid dosis tinggi secara berkepanjangan.21


(36)

Kortikosteroid Topikal

Steroid topikal kadang-kadang digunakan pada kulit yang melepuh di samping perawatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk menjaga dosis steroid tablet agar lebih rendah. Obat kumur steroid atau sprays kadang-kadang digunakan untuk membantu merawat mulut yang mengalami lepuhan.21

Mekanisme Kerja Kortikosteroid

Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menghambat sistem imun ialah dengan cara: 17

- Menghambat profilerasi sel T, imunitas sel T dependen dan pengkodean ekspresi gen sitokin yaitu IL-1, IL-2, IL-6, interferon α dan TNF- α. - Menghambat transkripsi gen IL-2.

- Menimbulkan efek anti inflamasi berupa efek antiadhesi yang menghambat pergerakan sel inflamasi dari sirkulasi ke jaringan.

Indikasi, Kontraindikasi dan Dosis.

Kortikosteroid diindikasikan sebagai obat pilihan untuk pemphigus vulgaris.14 Pada perawatan pemphigus, kortikosteroid bersifat live saving.25 Perawatan awal

sering dengan kortikosteroid karena ia efektif dan bekerja lebih cepat berbanding perawatan lain dimana kortikosteroid bekerja dengan menekan sistem imun tubuh.2 Terapi topikal saja tidak mampu untuk mengobati penyakit ini karena penyakit ini


(37)

merupakan penyakit autoimun sistemis maka pengobatan haruslah diberi secara sistemik.14

Dosis prednison 1-2 mg/kg/BB secara oral atau parenteral menimbulkan efek

immunosupresif pada limfoid, neutrofil dan monosit. Dosis lebih besar dari 2 mg/kg/BB tidak meningkatkan efek terapi, tetapi meningkatkan efek samping obat.

Apabila terapi bertujuan untuk mengatasi keadaan yang dapat mengancam pasien, misalnya pemphigus maka dosis awal harus cukup besar. Bila dalam beberapa hari belum terlihat efeknya maka dosis dapat dilipatgandakan. Dalam hal ini dokter haruslah dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan bahaya akibat penyakit itu sendiri.25 Kebanyakan pasien dapat dirawat dengan prednison dengan dosis 1-2 mg/kg/BB dan dikurangi bagi mendapatkan dosis terendah. Pengurangan dilakukan relatif cepat pada awalnya yaitu dikurangi 5-10 mg perminggu tetapi bila dosis mencapai 40 mg perhari, proses pengurangan dosis dilakukan dengan lebih lambat yaitu dengan regimen selang hari (alternate-day regimen). Pengurangan dosis

dilakukan sehingga mencapai dosis 40 mg, dan 0 mg pada hari berikutnya.14

Kontraindikasi absolut kortikosteroid tidak ada tetapi kondisi-kondisi seperti diabetes melitus, tukak peptik, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem vaskular merupakan kontraindikasi relatif karena efek samping dari kortikosteroid namun hal ini dapat diabaikan terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien seperti pemphigus vulgaris. Dalam hal ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan keuntungan sebelum obat diberikan. Namun harus diberi perhatian pada kondisi ini, pemeriksaan ulang setelah penggunaan selama beberapa hari atau beberapa minggu perlu dilakukan.25


(38)

Efek Samping Kortikosteroid

Seperti obat-obat lain, kortikosteriod juga memiliki risiko efek samping dan kadang kadang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Pada awal penggunaan, efek samping yang mungkin dialami ialah pusing, mual, sakit perut, letih atau gangguan tidur. Ini disebabkan tubuh sedang menyesuaikan diri dengan obat yang diambil.23 Jika penggunaan kortikosteroid pada dosis tinggi, efek samping

dapat berupa meningkatnya tekanan pada bola mata atau glaukoma, retensi cairan yang dapat menyebabkan kaki membengkak, peningkatan tekanan darah, perubahan mood dan pertambahan berat badan dengan penumpukan lemak pada bagian perut, muka dan belakang leher. 21,24

Efek samping yang diakibatkan oleh penggunaan kortikosteroid jangka panjang pula dapat berupa katarak, gangguan elektrolit, peningkatan gula darah yang dapat mencetus atau memperparahkan diabetes, meningkatnya risiko infeksi, berkurangnya kalsium dari tulang yang dapat mengakibatkan patah tulang dan osteoporosis, gangguan menstruasi, penghasilan hormon dari kelenjar adrenal ditekan, berlaku penipisan kulit, sering terjadi lebam dan penyembuhan yang lambat.21,24 Selain itu dapat juga menyebabkan berkurangnya massa otot atau

myopathy dan kemungkinan mengalami pendarahan dan perforasi pada pasien yang

memiliki tukak peptik.2,25

b) Adjuvan

Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid. Terapi ini biasanya mempunyai onset yang lambat yaitu antara 4 hingga 6 minggu,


(39)

karena itu adjuvan sering digunakan sebagai terapi pemeliharaan. Terapi adjuvan konvensional ini termasuk pelbagai agen immunosupresif seperti azathioprine,

mycophenolate mofetil, methotrexate, cyclophosphamide, chlorambucil,

cyclopsorine.22

c) Bedah

Dalam beberapa kasus pemphigus paraneoplastik, bedah pengangkatan tumor mungkin dapat memperbaiki dan menurunkan gejala penyakit ini.14

ii) Perawatan Eksperimental a) IVIG

IVIG ialah hasil pemecahan dan pemurnian darah yang didapat dari plasma 1000 sehingga 15.000 donor yang sehat. Yang mengandung konsentrasi IgG yang tinggi dan mempunyai berbagai antibodi yang mampu menyerang antibodi patogen, antigen asing dan antigen tubuh pasien sendiri. Walaupun mekanismenya masih belum jelas namun IVIG dihubungkan dengan penurunan yang cepat dari paras serum antobodi patologik pada pasien pemphigus vulgaris.22

b) Plasmapheresis

Plasmapheresis merupakan suatu proses dimana plasma dikeluarkan dari darah dengan menggunakan alat pemisah sel. Sel darah dan plasma yang sehat dikembalikan kepada pasien yang sedang menjalani perawatan. Disebabkan antibodi


(40)

terdapat di dalam plasma maka plasmapheresis berguna dalam membuang antibodi patogen.22

c) Imunoadsorption (IA)

IA mengandung plasma pasien yang dikumpul yang kemudian dialirkan melalui kolum penyerap untuk membuang kompleks imun sirkulasi dan IgG. Kemudian, hasil saringan dikembali ke hasil saringannya ke pasien. 4 seri kasus dan 2 laporan kasus telah melaporkan keberhasilan merawat pasien pemphigus vulgaris. Pengambilan terapi imunosupresif bersamaan perawatan ini menunjukkan hasil klinis yang baik disamping penurunan IgG autoantibodi yang menyerang desmoglein. Terbaru, kombinasi antara perawatan ini dan rituximab menghasilkan remisi jangka panjang. Penelitian membuktikan, penggunaan perawatan ini berada dalam batas aman.22

d) Extracorporeal Photochemotherapy (ECP)

Dalam ECP, yang juga dikenali sebagai photopheresis, sel darah putih pasien

dikumpul (leukapheresis), dipaparkan pada 8-methoxypsoralen, dipancarkan dengan

cahaya ultraviolet-A dan kemudian dimasukkan kembali ke pasien. Mekanisme

perawatan ini adalah dengan menghambat antibodi patologik yang dihasilkan oleh limfosit B. Terdapat dua seri kasus dan dua laporan kasus yang melaporkan penggunaan perawatan ini untuk pasien pemphigus vulgaris. Dari sembilan pasien yang dirawat pada suatu penelitian, semua pasien yang mendapat perawatan ini


(41)

menunjukkan perbaikan gambaran klinis yang signifikan dan tidak menunjukkan efek samping.22

e) Rituximab

Rituximab ialah monoklonal autobodi chimeric murine/human IgG1

anti-CD20 yang menyerang limfosit B yang belum dan yang sudah matang yang

bertanggungjawab menyebabkan terjadinya sitotoksik akibat antibodi dan apoptosis.

Rituximab mengurangkan sirkulasi sel B yang menyebabkan terhalangnya proses pematangan sel ini kepada bentuk sel plasma yang mampu menghasilkan antobodi. Banyak laporan kasus yang menyatakan rituximab merupakan perawatan yang efektif untuk pemphigus vulgaris. Penelitian terbesar yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa dari 14 pasien, 12 pasien mengalami remisi total setelah 3 bulan mendapatkan perawatan satu siklus rituximab. Rituximab juga efektif bila digunakan bersama IVIG.22

f) Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-á) Antagonists

TNF-á antagonists mungkin bermanfaat dalam perawatan pemphigus vulgaris

karena dalam penelitian yang dilakukan, dibuktikan bahwa TNF-á mempunyai hubungan yang erat dengan terjadinya akantholisis. Dua laporaan kasus melaporkan keberhasilan perawatan dengan infliximab dan dua lagi laporan kasus melaporkan

perbaikan gambaran klinis pasien pemphigus vulgaris dengan penggunaan etanercept.


(42)

g) Agonis Kolinergik

Para peneliti menyatakan kemungkinan keterlibatan asetilkolin (ACTH) dan reseptornya dalam proses akantholisis. Hanya dua penelitian klinis dijalankan dan dalam seri penelitian yang melibatkan enam orang pasien dengan pemphigus vulgaris aktif, tiga mengalami perbaikan klinis dengan penggunaan cholinergic agonist

pyridostigmine bromide (Mestinon®, Valeant Pharmaceuticals). Dua dari pasien ini

mampu bertahan dalam kondisi laten dengan pyridostigmine bromide saja sedangkan

satu pasien yang lain dapat menghentikan ketergantungan kepada obat untuk terus berada dalam keadaan remisi.22

2.6.2 Edukasi

Menjadi tanggungjawab seorang dokter yang merawat untuk memberikan edukasi yang tepat dalam usaha membantu pasien untuk meningkatkan tahap kesehatan dengan cara memberikan petunjuk tentang hal yang harus dilakukan dan hal yang perlu dielakkan. Selain komplikasi penyakit, efek samping perawatan juga harus diberi perhatian serius. Perawatan yang paling populer dan sering diberikan kepada pasien pemphigus vulgaris adalah kortikosteroid, sejenis obat yang sangat berguna dan berkesan namun juga mempunyai efek samping yang sangat besar,24 maka dokter harus memberikan pasien edukasi yang cukup dalam meminimumkan efek samping dari perawatan serta hal-hal lain yang membantu pasien menghadapi komplikasi dari penyakit ini sendiri.

Anjuran diet dan gizi yang baik dapat membantu tubuh menyembuhkan dan memerangi penyakit. Namun, beberapa makanan mungkin akan membuat gejala


(43)

bertambah buruk atau memicu timbulnya penyakit pemphigus vulgaris. Berhati-hati dengan pengambilan makanan yang tampaknya menyebabkan reaksi pada kulit dan hindarilah makanan tersebut. Label pada semua makanan hendaklah dibaca untuk memastikan agar tidak mengandung bahan yang dapat menyebabkan suatu reaksi.

Untuk mengurangi risiko osteoporosis akibat perawatan dengan kortikosteroid, pengambilan gizi yang kaya dengan kalsium seperti susu, keju dan yogurt serta pengambilan vitamin D dan suplemen kalsium dapat mengurangi efek samping perawatan.2

Hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian ketika perawatan dengan kortikosteroid ialah mempertahankan berat badan dengan mengkonsumsi diet tinggi protein dan rendah karbohidrat dan lemak. Penggunaan garam dikurangi bila timbul udem yang diakibatkan oleh retensi cairan.2

Konsumsi makanan yang mengandungi potassium seperti buah-buahan, bayam, kentang dan kacang karena kortikosteroid akan menurunkan kadar potassium. Selain buah-buahan, sayuran dan kacang juga dapat mengurangi kadar kolestrol. Jika pasien sadar bahwa diet yang dikonsumsi kurang bergizi, pasien mungkin perlu mendapatkan suplemen dibawah pengawasan dokter.2

Jika pemphigus vulgaris aktif di dalam mulut, agak sukar untuk mengkonsumsi diet. Namun, diet yang bergizi tetap penting maka pasien dapat mengkonsumsinya dalam bentuk cairan dan jika perlu diisap menggunakan pipet. Penggunaan obat kumur anastetik sebelum makan dapat mengurangkan rasa sakit dan jika tenggorokan atau mulut sakit, es krim atau menghisap es batu dapat mengurangkan rasa sakit.2


(44)

Walaupun tidak mudah, namun olahraga rutin dapat membantu untuk otot dan sakit sendi bagi mempertahankan kekuatan otot dan mengurangi risiko osteoporosis.2,24

Terdapat sebagian anggota masyarakat yang tidak percaya dengan perawatan medis dan memilih perawatan alternatif. Belum ada bukti bahwa perawatan alternatif mampu merawat pemphigus vulgaris bahkan dapat menyebabkan dampak yang lebih buruk. Pasien dinasehatkan supaya tidak menggunakan perawatan herba cina dan herba barat karena masalah utama dengan perawatan herba ialah obat ini bekerja dengan cara meningkatkan sistem imun sedangkan dalam mencegah pemphigus vulgaris hal yang perlu dilakukan ialah menekan sistem imun. Menolak perawatan dari dokter bermaksud meningkatkan risiko pemphigus vulgaris menjadi semakin aktif dan tidak terkontrol.2

Namun ada beberapa nasehat yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek samping perawatan contohnya melakukan masase dan akupuntur. Jika erosi pada kulit sudah hilang, masase mungkin merupakan cara yang aman untuk membantu masalah sakit pada sendi dan otot akibat pengobatan dengan kortikosteroid. Akupuntur dikatakan mampu membantu masalah muntah, kesakitan dan efek samping dari perawatan. Hindari perawatan dengan jarum jika lesi masih aktif namun elektro-akupuntur mungkin saja dapat dilakukan namun harus tetap meneruskan perawatan yang telah disarankan oleh dokter secara rutin. Selain itu jika pasien merasa mual, teh jahe mungkin membantu menghilangkan rasa mual . Dokter juga dapat memberikan resep pil anti-emetik.2


(45)

33

Kebersihan mulut sangat penting untuk dijaga walaupun lesi yang menyakitkan mungkin ada di dalam mulut. Penggunaan sikat gigi lembut untuk anak-anak dan pasta gigi untuk gigi sensitif untuk mengelakkan rasa nyeri akibat pasta gigi yang mempunyai rasa yang keras. Lima belas menit sebelum menyikat gigi, kumur-kumur dengan obat kumur-kumur yang mengandungi anastesi untuk mengurangi rasa nyeri semasa menyikat gigi.2

Pasien juga perlu diingatkan bahawa pemphigus vulgaris merupakan penyakit kronik yang dapat terjadinya relaps. Ini bermakna, pasien pemphigus vulgaris mungkin akan mengalami flare-up pada suatu ketika. Sebagian flare-up mungkin

serius dan pasien harus segera menemui dokter yang merawatnya agar dosis obat dinaikkan untuk sementara waktu jika perlu. Apabila flare-up sudah terkontrol,

dokter akan menurunkan kembali dosis obat. Kadang-kadang istirahat dan mengelakkan faktor pencetus dapat meredakan flare-up yang ringan.2

Selain itu dukungan dari segi psikologis dari ahli keluarga dan orang-orang terdekat juga sangat perlu dan mereka tidak seharusnya menjauhkan diri kerana penyakit ini bukanlah penyakit yang menular.2


(46)

BAB 3

LAPORAN KASUS

Seorang pasien, lelaki, usia 34 tahun, pekerjaan guru olahraga swasta, datang ke departemen Ilmu Penyakit Mulut pada tanggal 16 Februari 2008 dengan keluhan terdapat luka dan keropeng yang muncul berulang dan kambuhan pada bibir bawah, pasien telah mengalami hal ini selama 1 tahun, diawali dengan sariawan, diobati dengan antibiotika tetapi tidak sembuh. Pasien mengeluh sering mengalami sariawan pada mulut terutama pada bibir. Pasien tidak demam, pernah 3 kali ke dokter kulit atas masalah yang sama 6 bulan sebelumnya, dikatakan mengalami alergi namun tidak sembuh setelah perawatan. Satu bulan yang lalu pasien ke dokter gigi dan dirujuk ke departemen Ilmu Penyakit Mulut Universitas Sumatera Utara. Gusi tidak pernah bengkak. Luka sakit jika mulut kering dan tidak terlalu sakit jika basah, saat bicara dan ketawa dapat menyebabkan pendarahan. Tidak terdapat luka lain di tubuh. Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan darah. Pasien makan teratur, sejak luka pasien sering minum susu IgG dengan tujuan mengurangi sakit. Pasien suka makan daging dan tidak suka makan buah. Jam tidur pasien cukup dan pasien tidak berkontak dengan bahan-bahan berbahaya seperti cat dan lain-lain. Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi yang diderita sejak umur 29 tahun dan mengkonsumsi obat namun jenis obat yang digunakan tidak diketahui.


(47)

Pada pemeriksaan ekstra oral terdapat krusta dan eritematous di bibir bawah. Pada pemeriksaan intra oral didapati kebersihan mulut pasien kurang baik dan terdapat deskuamasi pada bagian gingiva. Terdapat juga ulser yang memiliki dasar yang tidak konkaf. Selain itu terdapat sebiji bula yang masih utuh dan memiliki tanda Nikolsky positif.

Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa biopsi di departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU pada tanggal 22 Februari dan hasilnya adalah suatu keratinizing skuamousa sel karsinoma. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan IgG dan pemeriksaan darah lengkap di PRAMITA Lab dan dari pemeriksaan IgG ini didapati kadar IgG tinggi 1588mg/dL mendekati nilai tertinggi dan perlu diwaspadai, sedangkan normal (700-1600 mg/dl). Tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan darah lengkap

Sebagai pendapat kedua, pada tanggal 25 Februari 2008 telah dilakukan biopsi ulang di praktek Dokter Spesialis-Konsultan Patologi Anatomi dan hasil yang diterima adalah proses inflamasi.

Berdasarkan anamnese, gambaran klinis dan pemeriksaan patologis maka ditegakkan diagnosa Pemphigus Vulgaris.

Perawatan yang diberikan yaitu tablet Prednison 5mg 3x2, obat oles (mengandung antibiotik Kemicitine 1 gr, antialergi Avil 0,25 gr, Lanolin 2,5 gr,

Vaseline ad 25 gr) yang digunakan pada lesi ulser yang masih aktif di dalam mulut dan obat kumur yaitu Tanflex (benzydamine HCl 1,5mg) yang memiliki efek anastesi lokal, antiinflamasi, antimikrobial bertujuan mengurangi rasa sakit yang diolesi pada keropeng di bibir supaya keropeng menjadi lembut dan dapat dilepaskan selapis demi


(48)

36

selapis. Edukasi yang diberikan kepada pasien adalah supaya menyeimbangkan nutrisi makanan dan melakukan olahraga yang seimbang.

Gambar 7 : Krusta pada bibir bawah pasien sudah menunjukkan pembaikan

Pada kunjungan ke-2 pada tanggal 5 Maret 2008, dilakukan kontrol dan didapati krusta pada bibir bawah pasien sudah menunjukkan pembaikan, tidak dijumpai lagi vesikel atau bula dan keluhan sakit sudah tidak ada lagi. Diskuamasi pada gusi juga sudah berkurang. Dosis prednison 5 mg diturunkan menjadi 3x1. Penggunaan obat kumur Tanflex dan obat oles diteruskan. Edukasi seperti minggu pertama diberikan.

Pada kunjungan ke-3 pada tanggal 12 Maret 2008, didapati krusta sudah tidak terlihat lagi dan proses penyembuhan berlaku dengan baik. Dosis Prednison 5 mg dikurangkan lagi menjadi 2x1. Edukasi diberikan dan pasien dirujuk ke bagian periodontal untuk diskeling pada tanggal 19 Maret.


(49)

BAB 4

PEMBAHASAN

Anamnese berguna untuk mendapatkan informasi berdasarkan keluhan pasien. Anamnese yang dilakukan oleh klinisi pada kasus ini sudah mengarah kepada gejala klinis dan faktor pencetus terjadinya suatu penyakit. Namun bila klinisi sudah menduga kemungkinan penyakit ini adalah pemphigus vulgaris, seharusnya klinisi lebih mengarahkan lagi anamnese ke arah yang berhubungan dengan faktor pencetus terjadinya penyakit ini agar diagnosis dapat ditegakkan. Anamnese lain yang mungkin harus ditanya adalah berhubungan dengan stress emosi dan fisik, jenis makanan yang dapat menyebab pemphigus seperti bawang dan rempah. Selain itu perlu ditanya juga jenis obat antihipertensi yang digunakan karena obat angiotensin

converting enzyme inhibitors merupakan salah satu obat yang merangsang terjadinya

pemphigus vulgaris.

Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnese dan gambaran klinis. Pada kasus ini terdapat beberapa tanda klinis yang sangat mirip dengan gejala dari pemphigus vulgaris yaitu terdapat krusta dan eritematous di bibir bawah pada pemeriksaan ekstra oral sedangkan pada pemeriksaan intra oral terlihat deskuamasi pada bagian ginggiva serta terdapat sebiji bula yang masih utuh dan menunjukkan tanda Nikolsky. Ulser terbentuk apabila vesikel pecah dan dasar dari ulser tidak konkaf. Namun tanda klinis ini masih dapat didiagnosa bandingkan dengan bullous pemphigoid, dermatitis herpetiformis, erythema multiforme, dan lichen planus.


(50)

Stres fisik akibat terlalu letih walaupun oleh aktivitas yang menyenangkan dapat merangsang terjadinya pemphigus vulgaris.2 Penulis menduga faktor pencetus terjadinya pemphigus vulgaris pada pasien ini disebabkan penggunaan obat hipertensinya yaitu angiotensin converting enzyme inhibitors atau penghambat ACE25

ditambah keletihan akibat pekerjaan pasien sebagai guru olah raga. Kelompok ubat dari golongan penghambat ACE seperti kaptopril dan enalapril yang memiliki gugus thiol sering dikaitkan dengan terjadinya pemphigus vulgaris. Mekanisme terjadinya dapat diterangkan melalui beberapa hipotesis yaitu obat ini dapat mengganggu kerja enzim seperti keratinocyte transglutaminase yang akhirnya menyebabkan hilang

perlekatan antara sel. Mekanisme lain ialah dengan mengaktivasi enzim proteolitik seperti plasminogen aktivator, berikatan dengan DSG membentuk neoantigen yang akan merangsang respon imun serta berikatan dengan antigen pemphigus yang mengakibatkan terganggu fungsi normalnya dan kesemua hal ini akan menyebabkan terjadinya akantolisis

Bila obat hipertensi dari golongan angiotensin converting enzyme inhibitors

disini berperan sebagai pencetus maka dianjurkan supaya pasien menghubungi dokter penyakit dalamnya dan meminta untuk menukar dengan obat yang tidak termasuk dalam golongan obat yang mampu sebagai pencetus pemphigus vulgaris seperti golongan obat diuretik, α-blocker dan β-blocker. Penggantian juga dapat dilakukan dengan pemberian antihipertensi tambahan seperti vasodiladator langsung, adrenolitik sentral dan penghambat saraf adrenergik.25 Selain itu, pasien juga perlu banyak istirahat untuk mengurangi stres fisik.


(51)

Pada kasus ini klinisi melakukan pemeriksaan biopsi ulang karena meragukan hasil yang didapat pada pemeriksaan pertama. Hasil berbeda yang didapati dari dua pemeriksaan ini biopsi mungkin merupakan kesalahan intepretasi dimana pada pemeriksaan pertama gambaran mikroskopiknya berupa pembesaran inti pleomorfik kromatin kasar dan gambaran inilah yang menyebabkan kesimpulan yang diambil adalah keratinizing skuamous sel karsinoma sedangkan pada pemeriksaan biopsi kedua dinyatakan walaupun memang terjadi pembesaran inti pada beberapa sel namun masih berada dalam batas normal dan tidak konfirmatif untuk malignansi. Ini menolak pendapat pertama dan menegakkan diagnosa proses inflamasi dimana pada kedua pemeriksaan biopsi terdapat proses inflamasi sedangkan pada pemeriksaan pertama tampak massa keratin dengan latar belakang smear sel-sel radang limfosit sedangkan pada pemeriksaan kedua didapati sediaan terdiri dari infiltrasi berat sel-sel radang dan terdapat banyak makrofag. Kehadiran sel radang hanya memberikan gambaran terjadinya proses inflamasi namun untuk menegakkan diagnosis pemphigus vulgaris, seharusnya pada pemeriksaan mikroskopik, harus disertakan laporan bahwa terdapat perpisahan antara sel akibat kehadiran sel radang atau terlihatnya sel Tzanck / akantolisis untuk menegakkan diagnosa pemphigus vulgaris. Selain itu, untuk menegakkan dengan pasti diagnosa pemphigus vulgaris, perlu dilakukan pemeriksaan direct immunofluorescence dari hasil biopsi dimana adanya autoantibodi

dapat dilihat dengan gambaran khusus yaitu corak yang menyerupai renda atau

chicken-wire pattern dari penumpukan yang mengelilingi setiap epitel sel.19 Penulis


(52)

biopsi sebelumnya memberikan hasil yang berbeda untuk memastikan pemeriksaan biopsi yang mana yang benar.

Selain itu dilakukan juga pemeriksaan IgG dan hematologi lengkap di PRAMITA Lab. Pemeriksaan IgG menunjukkan kadar IgG tinggi namun masih dalam batas normal. Kadar IgG yang tinggi sesuai dengan gambaran pemphigus vulgaris namun tidak dapat dipastikan IgG ini normal atau IgG yang patogen karena tidak dilakukan pemeriksaan indirect immunofluorescence dimana pada pemeriksaan

ini, serum pasien akan dicampur dengan jaringan kontrol untuk mengidentifikasi kehadiran dan konsentrasi antibodi sirkulasi.18 Peningkatan IgG dalam darah juga mungkin dapat dikaitkan dengan penggunaan susu tinggi IgG oleh pasien dan ini mungkin dapat menimbulkan hasil pemeriksaan yang false positive. Klinisi

melakukan pemeriksaan hematologi lengkap untuk melihat kelainan dalam darah terutama eosinophil untuk mengetahui apakah diagnosis dokter kulit benar yaitu pasien mengalami alergi. Penulis setuju dengan tindakan ini karena hasil dari pemeriksaan darah lengkap yang normal ini dapat mengeliminasikan kemungkinan beberapa penyakit yang memiliki tanda kelainan pada pemeriksaan darah lengkap contohnya alergi yang mungkin dapat didiagnosa bandingkan karena gambaran klinis yang mirip pada kasus ini.

Penegakan diagnosis pada kasus ini dilakukan berdasarkan pertimbangan, pada anamnese terdapat beberapa faktor pada pasien yang dapat mencetus terjadinya pemphigus vulgaris, gambaran klinis yang sangat mirip dengan gejala pemphigus vulgaris namun hasil pemeriksaan biopsi yang tidak menyertakan kehadiran sel Tzank menyebabkan hasil dari pemeriksaan ini tidak mendukung.


(53)

Perawatan dengan kortikosteroid merupakan perawatan yang paling sering dan populer untuk pemphigus vulgaris yang bertujuan mengurangi inflamasi dengan cara menekan sistem kekebalan tubuh. Pemberian Prednison 5 mg merupakan perawatan yang tepat dan dapat mengendalikan gejala pada pasien ini namun pemberian dosis tidak sesuai dengan perawatan standard untuk pemphigus vulgaris. Pengobatan awal dengan Prednison 5 mg 3x2 menyebabkan total dosis perhari menjadi 30 mg dan dosis ini agak rendah dibandingkan dengan dosis yang seharusnya diberikan. Dosis ini dianggap rendah terutama karena klinisi tidak menggunakan terapi adjuvan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi yaitu 60-180 mg perhari diindikasikan untuk kasus pemphigus vulgaris.

Terapi adjuvan berguna untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid. Terapi adjuvan konvensional ini termasuk berbagai agen immunosupresif seperti

azathioprine, mycophenolate mofetil, methotrexate, cyclophosphamide, chlorambucil,

cyclopsorine..22 Klinisi tidak menggunakan terapi adjuvan dalam merawat kasus ini.

Penulis berpendapat terapi adjuvan perlu diberikan terutama apabila dosis kortikosteroid yang digunakan rendah untuk membantu meningkatkan efek terapi kortikosteroid. Dalam sebuah penelitian retrospektif yang melibatkan 48 pasien

pemphigus vulgaris, 31% pasien dari kelompok yang hanya menggunakan 40-100mg/hari prednison meninggal akibat komplikasi penyakit dan 50% pasien dari

kelompok yang menggunakan lebih dari 100mg/hari prednison juga meninggal akibat efek samping perawatan itu sendiri. Kematian tidak dilaporkan pada kelompok yang menggunakan 40 mg prednison selang sehari(alternate-day regimen) dan


(54)

kasus ini berperan untuk mengurangi efek samping kortikosteroid serta membantu kerja kortikosteroid sehingga gejala penyakit dapat dikontrol.26

Pada kasus ini pemberian obat oles (yang mengandung antibiotik Kemicitine 1 gr, antialergi Avil 0,25 gr, Lanolin 2,5 gr, Vaseline ad 25 gr) pada lesi ulser yang masih aktif di dalam mulut membantu mengurangi gejala. Obat kumur yaitu Tanflex (benzydamine HCl 1,5mg) yang memiliki efek anastesi lokal, antiinflamasi, antimikrobial telah mengurangi krusta yang terdapat pada bibir

Edukasi yang diberikan oleh klinisi untuk kasus ini adalah supaya menyeimbangkan nutrisi makanan dan melakukan olahraga yang seimbang. Pasien juga diminta untuk mengurangi makan daging, mengurangi susu IgG dan memperbanyakkan memakan buah-buahan dan sayur serta dirujuk ke bagian periodontal untuk diskeling. Pasien perlu diberi edukasi dalam usaha mengurangi efek samping perawatan yaitu penggunaan kortikosteroid yaitu dengan melakukan olahraga rutin untuk membantu masalah otot dan sakit sendi, untuk mempertahankan kekuatan otot dan mengurangi risiko osteoporosis.2,24 Selain itu pemberian gizi yang kaya dengan kalsium seperti susu, keju dan yogurt serta pemberian vitamin D dan suplemen kalsium juga dapat mengurangi osteoporosis. Untuk mengelakkan pertambahan berat badan akibat kortikosteroid, pasien dapat mempertahankan berat badan dengan mengkonsumsi diet tinggi protein dan rendah karbohidrat dan lemak. Untuk lesi aktif di dalam mulut yang sakit, pasien dapat mengkonsumsi makanan dalam bentuk cairan dan jika perlu diisap menggunakan pipet atau menggunaan obat kumur anastetik sebelum makan.2 Pasien memiliki kebersihan mulut yang tidak baik maka perlu diberi edukasi supaya penyikatan gigi dilakukan dengan menggunakan


(55)

43

sikat gigi lembut untuk anak-anak dan pasta gigi untuk gigi sensitif menghindari rasa nyeri akibat pasta gigi yang mempunyai rasa yang keras. Lima belas menit sebelum menyikat gigi, kumur-kumur dengan obat kumur yang mengandungi anastesi berguna untuk mengurangkan rasa nyeri ketika menyikat gigi.2 Hanya satu arahan kinisi yang kurang sesuai yaitu tidak ada literatur yang menyatakan hubungan penggunaan protein pada jumlah yang besar dengan terjadinya pemphigus vulgaris bahkan untuk mengurangi efek samping dari perawatan pemhigus vulgaris, pasien dianjurkan untuk diet tinggi protein.


(56)

BAB 5

KESIMPULAN

Pemphigus vulgaris memiliki gejala klinis seperti terdapat krusta dan eritematous di bibir bawah, bentuk deskuamatif dapat muncul pada gingiva cekat, lesi tidak konkaf dan sering terdapat tanda Nikolsky. Peningkatan kadar IgG juga sering ditemui dalam pemeriksaan darah. Pemeriksaaan biopsi menunjukkan terjadinya proses inflamasi sehingga terjadi perpisahan antara sel dan terlihat sel Tzanck. Faktor pencetus mungkin akibat obat-obatan tertentu dan stres fisik yang dialami. Walaupun pemeriksaan laborotarium yang dilakukan tidak benar-benar memberikan hasil yang mendukung tegaknya diagnosis dengan pasti, namun hasil anamnese yang sesuai, kekhasan gejala yang ditemui serta data dari pemeriksaan IgG yang membantu membuatkan penulis menyetujui bahwa kasus ini merupakan kasus pemphigus vulgaris. Faktor pemicu pada kasus ini diduga karena penggunaan obat antihipertensi dan stress fisik.

Penatalaksanaan kasus ini dengan kortikosteroid yaitu Prednison 5 mg tenyata merangsang terjadinya remisi yang cepat dimana gejala hilang secara menyeluruh dan tidak ada keluhan efek samping sepanjang kontrol. Mekanisme prednison yang bekerja menekan sistem imun menyebabkan berkurangnya autoantibodi yang bertanggungjawab dalam patogenesis penyakit ini sekaligus menurunkan gejala.

Dengan mengetahui karakteristik lesi pemphigus vulgaris, pemeriksaan laborotarium yang perlu dilakukan serta penanggulangan dengan prednison dapat memberi petunjuk bagi dokter gigi bila menghadapi kasus ini tentang bagaimana cara


(57)

45

mendiagnosis serta perawatan yang perlu dilakukan. Edukasi supaya pasien menghindari faktor pencetus serta menyadari bahwa penyakit ini dapat mengalami

flare-up jika pengobatan dihentikan tanpa pengawasan dokter. Selain itu pasien juga

perlu menjaga kondisi tubuh untuk mencegah terjadinya flare-up serta mengurangi efek samping dari perawatan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas B, Johnson RA, Klauswoff, Suurmond D. Color atlas and synopsys

of clinical dermatology, common and serious disease. New York. Mc

Graw-Hill., 2000: 94-7.

2. Lowe S, Watts MJ, Harman K, Chalmers J, Williams HC. Pemphigus

vulgaris.

<http://www.bad.org.uk/public/leaflets/bad_patient_information_gateway_lea flets/pemphigus> (29 Agustus 2008)

3. Moore E, House F, Dorfman J, Gerber M, Fogarty M, Cowie R. Pemphigus

vulgaris: the blistering oral and skin lesions of vesiculbullous PV.

<http://autoimmunedisease.suite101.com/article.cfm/pemphigus_vulgaris> (29 Agustus 2008)

4. Langan SM, Smeeth L, Hubbard R, Fleming KM, Smith CJP, West J. Bullous

pemphigoid and pemphigus vulgaris – incidence and mortality in the UK: population based cohort study. BMJ 2008; 337: 180-7.

5. Brenner S, Tur E, Shapiro J, Ruocco V, D’avino M, Ruocco E. Pemphigus

vulgaris: environmental factors. Occupational, behavioral, medical and qualitatives food. Int. J Derm 2001; 40: 562-9.

6. Samadi Z, Gorouhi F, Davari P, Firooz A. Think globally, act locally: expert

opinions from Asian on the diagnosis and treatment of pemphigus vulgaris.

Indian J Med Sci. 2007; 61(3), 144-51.

7. Zeina B, Ali M, Mansoor S. Pemphigus vulgaris. <http://www.emedicine.com/DERM/topic319.htm> (30 Augustus 2008) 8. Chan PT. Review on pathogenesis of pemphigus. Hong Kong Dermatology &

Vepereology Bulletin 2002; 10(2): 62-8.

9. Crescent Healthcare, Inc. Pemphigus and pemphigoid. <http://www.crescenthealthcare.com/patient_Pemphigus.htm> (23 November 2008).

10.Dahl MV. Clinical immunodermatology. 2nd. ed., St. Louis: C.V Mosby Co., 2001: 225-31.


(59)

11.Kerdel FA, Jimenez–Acosta F. Dermatology just the facts. New York: Mc Graw Hill, 2000: 141-3.

12.Brenner S, Mashiah J, Tamir E, Goldberg I, Wohl Y. Pemphigus: An acronym

for a disease with multiple causes.

<http://www.pemphigus.org/index.php?option=com_content&view=article&c atid=27:medial-articles&id=44:pemphigus-an-acronym-for-a-disease-with-multiple-causes&Itemid=100081> (28 Oktober 2008)

13.Kalish RS. Pemphigus vulgaris: the other half of the story. J.Clin.Invest 2000; 106(12): 1433-5.

14.Muller S, Stenly JR. Pemphigus vulgaris and pemphigus foliaceus <http://www.uoregon.edu/~sshapiro/Pemphigus/DiagnosisAndTreatmentsFor Pemphigus.html> (28 Oktober 2008)

15.Scully C, Shallacombe SJ. Pemphigus Vulgaris: Update on Etiopathogenesis,

oral manifestation and management. Crit Rev Oral Biol Med 2000; 13(5):

397-408.

16.Roucco V, Brenner S, Ruocco E. Pemphigus and diet: does a link

Exist?<http://www.pemphigus.org/index.php?option=com_content&view=arti

cle&catid=27:medial-articles&id=50:pemphigus-and-diet-does-a-link-exist&Itemid=100081> (28 Augustus 2008)

17.Saraventi, Auerkari EI, Aspek imunologis pada pemphigus vulgaris, IJD 2005; 12(1): 19-23.

18.Sciubba JJ. Oral mucosal diseases in the office setting: Part II: Oral lichen

planus, pemphigus vulgaris, and mucosal pemphigoid.<http://www.agd.org/publications/articles/?ArtID=2013>

(28 Oktober 2008)

19.Anonymous. Pemphigus Vulgaris. <http://www.maxillofacialcenter.com /BondBook/mucosa/pv.html> (28 Oktober 2008)

20.Anonymous. Pemphigus vulgaris: A short rewiew for the practitioner <http://www.medscape.com/viewarticle/560623_4> (28 Oktober 2008)

21.Anonymous. Pemphigus Vulgaris symptom, diagnosis and treatment: patien

<http://www.privatehealth.co.uk/diseases/skin-disorders/pemphigus-vulgaris/> (28 Oktober 2008)

22.V. Prajapati, P.R Mydlarski. Advances in pemphigus therapy < http://www.skintherapyletter.com/2008/13.3/2.html > (28 Oktober 2008)


(60)

48

23.Anonymous. Corticosteroid-oral side effect, medical uses and drug interaction <http://www.medicinenet.com/corticosteroids-oral/article.htm> (28 Oktober 2008)

24.Harm RW, Berge KG, Hagen PT, Litin SC, Sheps SG. Prednisone and other corticosteroids: balance the risks and benefits <http://www.mayoclinic.com/health/steroids/HQ01431> (28 Oktober 2008)

25.Arini Setiawati, Zunilda S. Bustamin. Antihipertensi. Dalam Farmakologi dan terapi Edisi 4. Amir Syarif, Azalia Arif, Hendra Utama, Rianto Setiabudy, Sukarno Sukarban ed. Jakarta. Farmakologi Fakultas UI, 2005: 320-22.

26.Mourellou O. The treatment of pemphigus vulgaris: Experience with 48 patients seen over an 11-year old period. Br J Dermatol 1995; 133: 83-7.


(1)

43

sikat gigi lembut untuk anak-anak dan pasta gigi untuk gigi sensitif menghindari rasa nyeri akibat pasta gigi yang mempunyai rasa yang keras. Lima belas menit sebelum menyikat gigi, kumur-kumur dengan obat kumur yang mengandungi anastesi berguna untuk mengurangkan rasa nyeri ketika menyikat gigi.2 Hanya satu arahan kinisi yang kurang sesuai yaitu tidak ada literatur yang menyatakan hubungan penggunaan protein pada jumlah yang besar dengan terjadinya pemphigus vulgaris bahkan untuk mengurangi efek samping dari perawatan pemhigus vulgaris, pasien dianjurkan untuk diet tinggi protein.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN

Pemphigus vulgaris memiliki gejala klinis seperti terdapat krusta dan eritematous di bibir bawah, bentuk deskuamatif dapat muncul pada gingiva cekat, lesi tidak konkaf dan sering terdapat tanda Nikolsky. Peningkatan kadar IgG juga sering ditemui dalam pemeriksaan darah. Pemeriksaaan biopsi menunjukkan terjadinya proses inflamasi sehingga terjadi perpisahan antara sel dan terlihat sel Tzanck. Faktor pencetus mungkin akibat obat-obatan tertentu dan stres fisik yang dialami. Walaupun pemeriksaan laborotarium yang dilakukan tidak benar-benar memberikan hasil yang mendukung tegaknya diagnosis dengan pasti, namun hasil anamnese yang sesuai, kekhasan gejala yang ditemui serta data dari pemeriksaan IgG yang membantu membuatkan penulis menyetujui bahwa kasus ini merupakan kasus pemphigus vulgaris. Faktor pemicu pada kasus ini diduga karena penggunaan obat antihipertensi dan stress fisik.

Penatalaksanaan kasus ini dengan kortikosteroid yaitu Prednison 5 mg tenyata merangsang terjadinya remisi yang cepat dimana gejala hilang secara menyeluruh dan tidak ada keluhan efek samping sepanjang kontrol. Mekanisme prednison yang bekerja menekan sistem imun menyebabkan berkurangnya autoantibodi yang bertanggungjawab dalam patogenesis penyakit ini sekaligus menurunkan gejala.

Dengan mengetahui karakteristik lesi pemphigus vulgaris, pemeriksaan laborotarium yang perlu dilakukan serta penanggulangan dengan prednison dapat memberi petunjuk bagi dokter gigi bila menghadapi kasus ini tentang bagaimana cara


(3)

45

mendiagnosis serta perawatan yang perlu dilakukan. Edukasi supaya pasien menghindari faktor pencetus serta menyadari bahwa penyakit ini dapat mengalami flare-up jika pengobatan dihentikan tanpa pengawasan dokter. Selain itu pasien juga perlu menjaga kondisi tubuh untuk mencegah terjadinya flare-up serta mengurangi efek samping dari perawatan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas B, Johnson RA, Klauswoff, Suurmond D. Color atlas and synopsys

of clinical dermatology, common and serious disease. New York. Mc Graw-Hill., 2000: 94-7.

2. Lowe S, Watts MJ, Harman K, Chalmers J, Williams HC. Pemphigus

vulgaris.

<http://www.bad.org.uk/public/leaflets/bad_patient_information_gateway_lea flets/pemphigus> (29 Agustus 2008)

3. Moore E, House F, Dorfman J, Gerber M, Fogarty M, Cowie R. Pemphigus

vulgaris: the blistering oral and skin lesions of vesiculbullous PV. <http://autoimmunedisease.suite101.com/article.cfm/pemphigus_vulgaris> (29 Agustus 2008)

4. Langan SM, Smeeth L, Hubbard R, Fleming KM, Smith CJP, West J. Bullous

pemphigoid and pemphigus vulgaris – incidence and mortality in the UK: population based cohort study. BMJ 2008; 337: 180-7.

5. Brenner S, Tur E, Shapiro J, Ruocco V, D’avino M, Ruocco E. Pemphigus

vulgaris: environmental factors. Occupational, behavioral, medical and qualitatives food. Int. J Derm 2001; 40: 562-9.

6. Samadi Z, Gorouhi F, Davari P, Firooz A. Think globally, act locally: expert opinions from Asian on the diagnosis and treatment of pemphigus vulgaris. Indian J Med Sci. 2007; 61(3), 144-51.

7. Zeina B, Ali M, Mansoor S. Pemphigus vulgaris.

<http://www.emedicine.com/DERM/topic319.htm> (30 Augustus 2008)

8. Chan PT. Review on pathogenesis of pemphigus. Hong Kong Dermatology &

Vepereology Bulletin 2002; 10(2): 62-8.

9. Crescent Healthcare, Inc. Pemphigus and pemphigoid.

<http://www.crescenthealthcare.com/patient_Pemphigus.htm> (23 November 2008).

10.Dahl MV. Clinical immunodermatology. 2nd. ed., St. Louis: C.V Mosby Co., 2001: 225-31.


(5)

11.Kerdel FA, Jimenez–Acosta F. Dermatology just the facts. New York: Mc Graw Hill, 2000: 141-3.

12.Brenner S, Mashiah J, Tamir E, Goldberg I, Wohl Y. Pemphigus: An acronym

for a disease with multiple causes. <http://www.pemphigus.org/index.php?option=com_content&view=article&c atid=27:medial-articles&id=44:pemphigus-an-acronym-for-a-disease-with-multiple-causes&Itemid=100081> (28 Oktober 2008)

13.Kalish RS. Pemphigus vulgaris: the other half of the story. J.Clin.Invest 2000; 106(12): 1433-5.

14.Muller S, Stenly JR. Pemphigus vulgaris and pemphigus foliaceus

<http://www.uoregon.edu/~sshapiro/Pemphigus/DiagnosisAndTreatmentsFor Pemphigus.html> (28 Oktober 2008)

15.Scully C, Shallacombe SJ. Pemphigus Vulgaris: Update on Etiopathogenesis, oral manifestation and management. Crit Rev Oral Biol Med 2000; 13(5): 397-408.

16.Roucco V, Brenner S, Ruocco E. Pemphigus and diet: does a link

Exist?<http://www.pemphigus.org/index.php?option=com_content&view=arti

cle&catid=27:medial-articles&id=50:pemphigus-and-diet-does-a-link-exist&Itemid=100081> (28 Augustus 2008)

17.Saraventi, Auerkari EI, Aspek imunologis pada pemphigus vulgaris, IJD 2005; 12(1): 19-23.

18.Sciubba JJ. Oral mucosal diseases in the office setting: Part II: Oral lichen

planus, pemphigus vulgaris, and mucosal pemphigoid.<http://www.agd.org/publications/articles/?ArtID=2013>

(28 Oktober 2008)

19.Anonymous. Pemphigus Vulgaris. <http://www.maxillofacialcenter.com

/BondBook/mucosa/pv.html> (28 Oktober 2008)

20.Anonymous. Pemphigus vulgaris: A short rewiew for the practitioner

<http://www.medscape.com/viewarticle/560623_4> (28 Oktober 2008)

21.Anonymous. Pemphigus Vulgaris symptom, diagnosis and treatment: patien

<http://www.privatehealth.co.uk/diseases/skin-disorders/pemphigus-vulgaris/> (28 Oktober 2008)

22.V. Prajapati, P.R Mydlarski. Advances in pemphigus therapy


(6)

48

23.Anonymous. Corticosteroid-oral side effect, medical uses and drug interaction <http://www.medicinenet.com/corticosteroids-oral/article.htm> (28 Oktober 2008)

24.Harm RW, Berge KG, Hagen PT, Litin SC, Sheps SG. Prednisone and other

corticosteroids: balance the risks and benefits <http://www.mayoclinic.com/health/steroids/HQ01431> (28 Oktober 2008)

25.Arini Setiawati, Zunilda S. Bustamin. Antihipertensi. Dalam Farmakologi dan terapi Edisi 4. Amir Syarif, Azalia Arif, Hendra Utama, Rianto Setiabudy, Sukarno Sukarban ed. Jakarta. Farmakologi Fakultas UI, 2005: 320-22.

26.Mourellou O. The treatment of pemphigus vulgaris: Experience with 48