Diluar Sendi Temporomandibula KELAINAN DAN ETIOLOGI GANGGUAN FUNGSIONAL SENDI

Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository © 2009 yang berasal dari otot adalah penyebab nyeri yang paling sering terjadi pada kepala dan leher. Rasa nyeri pada otot adalah suatu penyakit yang dirasakan menyebar seperti adanya tekanan yang bervariasi, dapat dirasa sebagai berbagai perubahan intensitas tekanan. Rasa nyeri tersebut tidak mudah dilokalisir, dan sulit diidentifikasi oleh pasien. Dengan kata lain, sumber dan lokasi dari nyeri dapat berbeda. Nyeri pada otot di daerah orofasial dipengaruhi oleh kerja fungsional otot selama pengunyahan. 9

2.2.2 Diluar Sendi Temporomandibula

Banyak kontroversi yang berhubungan dengan penyebab kelainan STM. Menurut sejarah, sebagian besar dokter gigi berpendapat bahwa gangguan oklusi sebagai faktor etiologi utama. Kemudian sebagian lain menekankan pada faktor psikologis. Sebagian orang mencoba untuk memperkecil konflik dengan mengusulkan gangguan oklusi dan faktor psikologis berperan dalam pengembangan kelainan STM. 10 Gagasan mengenai etiologi multifaktorial ini menjadi lebih umum lagi diterima pada sekitar tahun 1970-an. Tiga kelompok utama dari faktor etiologi adalah oklusi, neuromuscular, dan psikologis. 10

2.2.2.1 Gigi-geligi

Oklusi dapat didefinisikan sebagai hubungan kontak statik antara tonjol-tonjol gigi atau permukaan kunyah dari gigi geligi atas dan bawah. 15 Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah satu faktor penyebab yang sangat sering ditemui pada pasien-pasien disfungsi STM yang terjadi oleh berbagai macam Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository © 2009 sebab antara lain tumpatan restorasi yang terlalu tinggi atau rendah, perawatan ortodontik yang kurang memperhatikan keseimbangan fungsional oklusi atau perubahan bidang oklusal akibat hilangnya satu gigi atau lebih. Mardjono 1989 menemukan bahwa bukan hilangnya gigi yang penting dalam proses patologis ini, melainkan akibat-akibat yang timbul pada gigi-gigi tetangga atau lawannya. Gigi-gigi tetangga yang hilang secara bertahap akan mengalami perubahan posisi, bergeser kearah diastema dan miring, sedang gigi antagonisnya akan mengalami ekstrusi. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kurve oklusal berubah bentuk, lengkung menjadi bergelombang sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Benturan- benturan akan terjadi setiap kali mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan secara tidak disadari, pasien merubah lintasan bukatutup mandibula atau menarik mandibula ke posisi akhir yang enak. Perubahan lintasan ini menyebabkan perubahan posisi mandibula bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot-otot berubah ada yang aktif dan ada yang kurang aktif. Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot terlampaui maka akan timbul kelelahan pada otot dan menimbulkan spasme yang oleh pasien dirasakan sebagai nyeri bila otot berfungsi. Begitu juga halnya dengan kondilus, ketidakseimbangan ini menyebabkan posisi mandibula terungkit sehingga posisi kondilus juga berubah satu kondilus berada pada posisi superior dan yang lain pada posisi inferior. 4 Kebiasaan mengunyah pada satu sisi juga merupakan penyebab terjadinya disharmoni oklusi seperti mengunyah pada sisi kiri tidak nyaman, maka pasien akan memindahkan rahang bawah ke kanan dan melakukan pengunyahan sebelah kanan. Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository © 2009 Gangguan sendi terjadi pada diskus sebelah kiri dengan terdengarnya keletuk sendi pada saat membuka dan menutup mulut Kaplan, 1991. 12 Penyimpangan pada oklusal seperti maloklusi menunjukkan adanya suatu hubungan yang salah antara rangka dengan gigi. Maloklusi ini dapat disebabkan oleh karena keturunan, penelanan yang salah, kebiasaan menghisap atau faktor gigi itu sendiri. Faktor keturunan berpengaruh terhadap maloklusi, gigi insisivus yang berjejal, dan gigi diastema. Pola kebiasaan menghisap atau gigitan silang posterior dan anterior dapat mengarah pada maloklusi seperti open bite anterior, open bite posterior dan protrusi bimaksilar. Faktor yang berasal dari gigi itu sendiri seperti kehilangan gigi atau perawatan gigi yang tidak baik dapat menyebabkan kemiringan, protrusi, dan rotasi gigi tetangganya. 16 Bila maloklusi tidak terlalu parah, maka keserasian oklusal dapat dipenuhi dan oklusi dapat berfungsi normal. Bila oklusi berfungsi dengan baik antara gigi dan sendi maka otot akan bekerja dengan ringan. 16 Maloklusi dapat menyebabkan fase menutup mulut tidak sempurna. Maloklusi yang membentuk ketidakserasian antara gigi dengan sendi ini disebut maloklusi fungsional. Ketidakserasian oklusal pada maloklusi fungsional memerlukan penyesuaian yang berlebih dari otot untuk mempertahankan fungsi yang normal. Kemampuan penyesuaian otot ini bervariasi tiap individu. Saat stress dampaknya dapat mengakibatkan disfungsi rahang bawah. Beberapa penderita dapat menyesuaikan adanya maloklusi fungsional yang parah tanpa gejala stress. Penderita Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository © 2009 lainnya dapat mengalami gejala disfungsi rahang bawah yang parah karena kelainan oklusal yang kecil. 16 2.2.2.2 Otot Kunyah Kelainan otot dari STM menjadi keluhan yang paling umum terjadi pada pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot adalah kelainan fungsi tubuh dan rasa sakit. Kasus sederhana kelainan STM jenis ini adalah disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan pada otot tersebut. Penyebab umumnya seperti mengunyah permen karet secara terus-menerus, kebiasaan menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan kasus STM bukan merupakan kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat disebabkan karena infeksi peradangan, dan trauma yang menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot sehingga otot tidak bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit yang dikenal sebagai myofacial pain syndrom. 17 Pada akhir tahun 1950-an, Schwartz dkk menemukan bahwa ada pergeseran perhatian dari faktor oklusi menjadi peranan otot-otot kunyah. Menurut Schwartz dkk 1975, rasa nyeri pada atau di dekat sendi disebabkan oleh fungsi yang tidak terkordinasi atau tidak harmonis dari otot-otot mandibula. 11 Mekanisme terjadinya perubahan aktivitas otot, masih dalam perdebatan. Yemm 1976 tidak menemukan bukti bahwa maloklusi dapat menimbulkan hiperaktivitas otot melalui mekanisme reflek walaupun banyak yang mendukung pendapat klinis kontemporer tersebut. 11 Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository © 2009 2.2.2.3 Psikologis Adanya faktor psikologis pada etiologi beberapa kelainan STM sekarang telah ditemukan dan menimbulkan hipotesa yang mengatakan emosi, tingkah laku dan kepribadian merupakan penyebab utama dari sindrom rasa sakit-disfungsi. Psikolog Freud klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi mungkin merupakan reaksi perubahan mulut dan otot, karena sifatnya yang ekspresif, bekerja sebagai fokus tegangan emosi. Jadi, konflik ini dikeluarkan dalam bentuk kebiasaan parafungsional seperti bruksism dan aktivitas otot lain yang tidak normal. 2,11 Walaupun telah dilakukan usaha untuk meneliti kepribadian turunan yang mungkin berhubungan dengan penderita rasa sakit-disfungsi, masih sedikit bukti yang diperoleh bahwa orang tersebut merupakan kelompok tertentu Rugh dan Solberg 1976. Kepribadian turunan biasanya dianggap bersifat permanen tetapi tingkah laku juga dipengaruhi oleh keadaan emosi jangka pendek seperti cemas, takut dan marah. Banyak ahli yang menemukan bahwa pasien dengan gangguan STM lebih cemas daripada kelompok kontrol. Emosi sangat sering terlihat pada wajah misalnya gembira, sedih, cemas, frustasi, takut dan marah semuanya dapat dicatat oleh otot ekspresi wajah dan berhubungan erat dengan otot kunyah. Rugh dkk 1976 telah membuktikan bahwa pasien dengan penyakit STM memberi respon terhadap tekanan emosi berupa kenaikan aktivitas otot masseter dan temporal. Hal ini dapat berupa ketegangan otot yang besar atau aktivitas parafungsional oromuskular. 11 Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository © 2009 Hasil penelitian tersebut tampaknya dapat mendukung teori psiko-fisiologi yang diperkenalkan oleh Laskin 1969 yang mengatakan bahwa kejang otot kunyah merupakan faktor utama yang berpengaruh pada gejala sindrom rasa sakit-disfungsi. Penyebab yang paling umum adalah kelelahan otot yang disebabkan oleh kebiasaan mulut yang kronis yang sering merupakan mekanisme untuk mengurangi tegangan. 11 Semua orang biasanya terkena tekanan emosi, tidak hanya pada keadaan tertentu saja, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kesulitan finansial, pribadi, dan sosial hanya merupakan contoh yang dialami setiap orang. Tetapi, hanya sejumlah kecil masyarakat yang memiliki kelainan STM dan hal tersebut menyebabkan tumbuhnya konsep dari spesifikasi respon. Individu mungkin memiliki respon fisiologi khusus terhadap keadaan yang menimbulkan tekanan sehingga kebiasaan parafungsional mungkin hanya merupakan mekanisme tertentu dari individu untuk menetralkan ketegangan tersebut. 10,11 Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif, 2007. USU Repository © 2009

BAB 3 PERAWATAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN

OKLUSI Keberhasilan perawatan STM pada sebagian besar keadaan tergantung pada etiologi dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis. Cara perawatan yang rasional diarahkan untuk menghilangkan beban yang berlebih pada sendi, terutama dengan mengurangi aksi otot yang berlebihan serta abnormal. Adapun, perawatan STM yang dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Perawatan secara konservatif 2. Perawatan secara operatif 11 Cara perawatan tersebut hanya suatu pedoman karena ada beberapa tehnik perawatan yang mengikut sertakan lebih dari satu bidang ilmu. Perawatan dari setiap keadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas juga perlu dipertimbangkan. Lingkungan klinik pendidikan yang ramai tidak baik untuk merawat penderita kelainan STM. Bila perawatan dilakukan di rumah sakit, maka