hipotensi. Karena DW fisiologis biasanya dihasilkan oleh fungsi ginjal, permeabilitas vaskuler, konsentrasi protein serum, dan regulasi air tubuh dalam
keadaan normal, maka untuk pasien dialisis secara teori adalah lebih rendah untuk mencegah kenaikan IDWG. Di berbagai sentra, penentuan DW ini sering disertai
trial and error, karena penentuannya yang belum baku. Sering hanya melihat gejala overload cairan dan hipertensi post dialisis.
Penghitungan yang akurat terhadap volume cairan tubuh tergantung 3 hal, yaitu 1 Kapasitas cairan kompartemen ekstraseluler ECF dan intraseluler ICF, 2
Jumlah cairan per kompartemen, dan 3 Kandungan zat solut, misalnya natrium, yang mempengaruhi perpindahan cairan antar kompartemen, IDWG, dan
pengeluaran cairan selama dialisis Effendi, 2010. Pada permulaan dialisis, kebanyakan pasien PGK akan berada dalam
keadaan hiperkatabolik berbulan-bulan dikarenakan kronisitas penyakitnya. Pada saat bersamaan, sisa nefron yang masih berfungsi baik akan berusaha untuk
menyeimbangkan kadar garam dan volume cairan. Kegagalan selanjutnya menimbulkan banyak sel yang mengkerut dan terbentuk ruang ekstraseluler yang
lebih luas. Ketika proses dialisis nantinya menurunkan kadar ureum, kenaikan BMI dan cairan ekstraseluler dapat terjadi tanpa terdeteksi. Masalah lain yang
sering timbul ialah terdapatnya fakta bahwa pasien dengan IDWG tinggi selalu DWnya tidak tercapai dan memiliki resiko hipotensi intradialisis yang tinggi,
meskipun terlihat tanpa edema dan tekanan darah selalu normal setelah dialisis silent hypervolemia. Monitoring tekanan darah berkelanjutan selama 12 jam
dikatakan dapat mengurangi kejadian ini. Beberapa biomarker yang terus diteliti untuk membantu menentukan DW
dan keadaan hipervolemia untuk mencegah kenaikan IDWG seperti kadar hormon atrial natriuretic peptide ANP dan kadar cyclic guanidine monophosphate
cGMP yang akan meninggi pada overhidrasi. Begitu pula pemeriksaan bioimpedance BIA
, pengukuran diameter vena cava, monitoring tekanan darah berkelanjutan, yang telah diteliti, apabila keseluruhan modalitas ini digabungkan,
hasilnya lebih bermakna Jaeger,1999.
2.6 IDWG dan Malnutrisi
Kenaikan IDWG karena malnutrisi mengikuti teori underfilling dan sindroma wasting, karena rendahnya kadar albumin pasien. Beberapa survey
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa 40 pasien dengan gagal ginjal mengalami malnutrisi terutama Protein-Energi malnutrisi. Penyebab malnutrisi ini disebabkan oleh
berbagai faktor, dimana tersering penyebabnya adalah intake makanan yang kurang. Indikator status gizi seperti turunnya intake makanan dan massa otot
merupakan salah satu penyebab secara independen terhadap kematian 12 bulan lebih dini. Komplikasi gastrointestinal sering terjadi pada pasien, yang
menyebabkan turunnya intake makanan dan malnutrisi. Pengobatan komplikasi gastrointestinal dapat memperbaiki status gizi pada pasien. Faktor yang
mempengaruhi nutrisi pasien dialisis pada PGK yaitu: selera makanappetite menurun anoreksia, uremia, gastroparesis, pembatasan diet, kehilangan zat gizi
selama dialisis, proses katabolik demam, infeksi, inflamasi kronis, anemia kronis, akumulasi zat toksin, gangguan endokrin resistensi insulin,
hiperglukogenemia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan nilai GFR 50 mLmenit diikuti juga dengan penurunan intake kalori dan energi.
Penyebab malnutrisi lainnya pada pasien gagal ginjal adalah meningkatnya kehilangan zat gizi. Pada pasien dialisis, akan terjadi kehilangan asam amino
sebanyak 6-12 gram, 2-3 gram peptida dan sedikit protein per sesi dialisis. Selama dialisis peritoneal, pasien akan mengalami kehilangan asam amino sebesar 2-4
gram, tetapi pada realitanya kehilangan ini meningkat menjadi 8-9 gramtermasuk 5-6 gram albumin. Pasien dengan peritonitis akan mengalami kehilangan protein
total sebesar 15 gram per sesi dialisis, hingga peritonitis diatasi Rahardjo,2010.
2.7 Asupan Natrium Air
Secara fisiologis, keseimbangan natrium dan volume plasma ekstraseluler diatur oleh ekskresi natrium renal. Saat terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus
GFR, kompensasi ginjal ialah dengan menaikkan fraksi ekskresi natrium FNA Zadeh, 2012, Heimb
ṻrger, 2012 . Namun pada PGK, mekanisme kompensasi ini menurun, sehingga diet rendah garam sekalipun 120-200 mmolhari
terkadang masih menimbulkan retensi natrium. Pada pasien PGK dengan dialisis, asupan natrium berlebih terbukti menaikkan IDWG, resiko hipertensi, edema, dan
gagal jantung . Seiring dengan retensi natrium, PGK juga menimbulkan retensi
cairan. Kelebihan asupan air akan memperberat overload volume dan menaikkan IDWG, dimana air mempengaruhi tonus plasma dan volume sel-sel tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Stimulasi rasa haus dan FNA renal merupakan dua komponen utama dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh Chazot, 2009, Bots, 2004.
2.8 BIO IMPEDANCE ANALYSIS BIA