Manifestasi Klinis Skabies .1 Definisi

Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi terdapatnya tungau, telur, fragmen cangkang telur maupun skibala dari tungau Chosidow 2006. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu dengan dermatoscopy, skin-scraping technique, dan Burrow Ink Tested BIT Leung Miller 2011. Dermatoscopy merupakan cara mengidentifikasi struktur triangular pada tungau khususnya pada bagian anterior, mulut, dan dua buah tungkai depan tungau menggunakan dermatoskop. Cara ini merupakan cara yang paling akurat untuk mendiagnosis, namun harus menggunakan peralatan yang canggih dan kemampuan tenaga medis yang handal. Skin-scraping technique merupakan cara untuk mengidentifikais tungau yang invasif. Skalpel digunakan untuk mengambil bagian kulit yang diduga terdapat tungau, telur, maupun skibala dibawahnya lalu diamati dibawah mikroskop. BIT merupakan cara mengidentifikasi tungau yang paling sederhana, cepat, dan non-invasif yang dapat mengidentifikasi penderita dalam jumlah besar. BIT dilakukan dengan cara meneteskan tinta pada terowongan dan menghapuskannya dengan alkohol. Tinta akan membuat terowongan terisi penuh sehingga terlihat bentuk terowongan pada stratum korneum penderita Leung Miller 2011. 2.2. Pondok Pesantren 2.2.1 Definisi Pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama dan pelajarnya disebut santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum dan agama tetapi dititikberatkan pada agama Islam Haningsih 2008. Terdapat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi skabies cukup tinggi di Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia Ratnasari Sungkar 2014.

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Skabies di Pesantren

Faktor yang berpengaruh terhadap prevalensi skabies diantaranya adalah usia, jenis kelamin, higienitas pribadi yang buruk, pengetahuan yang rendah, kontak dengan penderita, kelembaban dan kepadatan hunian yang tinggi Imartha 2016; Audhah 2012; Hilma Ghazali 2014. Skabies umumnya terjadi pada usia 12-14 tahun dan pada laki-laki dibandingkan perempuan karena perempuan lebih memperhatikan kebersihan diri Audhah 2012; Fauziah 2013; Ratnasari Sungkar 2014. Kebersihan kulit, kebersihan jari dan kuku, kebersihan pakaian, kebersihan handuk, tempat tidur, dan sprei merupakan beberapa faktor yang harus dijaga higenitasnya. Kriteria higenitas pribadi yang baik meliputi mandi dua kali sehari, mengganti pakaian dan pakaian dalam dua kali sehari, tidak menggunakan handuk secara bergantian, dan membersihkan tangan maupun kuku Syafni 2013. Padatnya hunian kamar tidur dalam satu ruangan menyebabkan kontak langsung antar santri menjadi tinggi sehingga memudahkan penularan skabies Ratnasari Sungkar 2014; Audhah 2012. 2.3 Kualitas Tidur 2.3.1 Definisi Tidur merupakan keadaan bawah sadar dimana seseorang dapat dibangunkan dengan diberikan rangsangan sensorik. Tidur merupakan kebutuhan dan proses yang diperlukan untuk membentuk sel tubuh yang baru, memperbaiki sel tubuh yang rusak serta memberi waktu bagi organ untuk istirahat dan menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi Guyton Hall 2008. Kebutuhan tidur yang cukup ditentukan oleh jumlah faktor jam tidur kuantitas tidur dan kedalaman tidur kualitas tidur Wicaksono 2012. Kualitas tidur yang cukup adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak terlihat lelah, gelisah, lesu, apatis, kehilangan konsentrasi, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, sakit kepala, sering menguap atau mengantuk Hidayat 2006.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Kualitas tidur dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, kondisi medis, kondisi lingkungan, kondisi fisik kelelahan, kerja shift, stres emosional, gaya hidup dan kebiasaan, obat-obatan dan zat kimia, serta diet dan kalori Agustin 2012. Gangguan kualitas tidur yang disebabkan oleh kondisi medis salah