termasuk kandungan total iterpen glikosida stevia. Tahun III penelitian diarahkan untuk memperluas variasi morfologi dan genetik olanlet Stevia
hasil Kultur jaringan dan pengujian lapangan.
II. PENDAHULUAN
Di Indonesia gula pasir merupakan komoditas pangan strategis kedua setelah beras Maria, 2009.Masyarakat mengkonsumsi gula sebagai sumber
kalori atau lebih utamanya sebagai bahan pemanis alami makanan dan minuman serta sebagai bahan pengawet. Salah satu sumber bahan pemanis
alami yang banyak digunakan adalah gula yang berasal dari tanaman tebu Sacharum officinarum L.. Setiap tahun tingkat kebutuhan konsumsi gula di
Indonesia mencapai 5,01 juta ton, sedangkan, produksi gula nasional pada tahun 2011 hanya mencapai 2,3 juta ton Muttaqin, 2011. Jumlah produksi
gula pada tahun 2011 tersebut turun drastis dari target produksi sebesar 2,7 juta ton Zuhri, 2011. Ketersediaan sumber gula alami sampai saat ini belum
mampu mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin meningkat.
Industri makanan dan minuman banyak menggunakan pemanis sintetik untuk menekan biaya produksi. Contoh pemanis sintetik yang sering
digunakan adalah siklamat dan sakarin yang diguga bersifat karsionogenik Mubiyanto, 1990. Disisi lain konsumsi gula yang berlebihan terjadi pada
masyarakat golongan menengah ke atas menyebabkan terjadinya masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes dan penyakit lainnya yang ditimbulkan
oleh komplikasi kedua penyakit tersebut. Kekhawatiran masyarakat akibat penggunaan pemanis sintetik dan terjadinyapenyakit-penyakit yang
disebabkan kelebihan mengkonsumsi gula, mengakibatkan masyarakat mencari pemanis alami berkalori rendah Budiarso, 2008.
Penurunan produksi gula tebu dan kekhawatiran masyarakat akibat penyakit terhadap pemanis sintetik, tanaman stevia sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai bahan baku gula pemanis alami, pendamping gula tebu dan pengganti gula sintetik dan aman untuk dikonsumsi. Keunggulan
stevia sebagai bahan pemanis non tebu adalah kelebihan tingkat kemanisan 200 – 300 kali dari gula tebu dengan tingkat tingkat kalori yang sangat
rendah Maudy, dkk., 1992.
135
Perbanyakan stevia dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif adalah dengan mengecambahkan biji namun
stevia memiliki sifat self incompatible, sehingga menjadi kendala untuk
mendapatkan galur murni dan tanaman hasil silangan yang stabil jika diperbanyak secara generatif. Selain itu benih stevia yang terbentuk memiliki
persentase daya berkecambah yang rendah Felippe et al ., 1977. Lee et al.
1979 juga melaporkan bahwa taaman berasal dari benih produktifitasnya lebih rendah dibandingkan dari stek. Truong and Valicek 1999 telah meneliti
bahwa jumlah akar, biomasa tunas dan kandungan stevioside lebih tinggi jika menggunakan bibit yang diperbanyak secara vegetatif. Namun dari jumlah
bibit yang dihasilkan, perbanyakan vegetatif konvensional seperti stek juga terbatas oleh rendahnya jumlah individu yang tersedia secara terus-menerus
dari satu tanaman Sakaguchi and Kan, 1982.Selain itu perbanyakan secara stek juga rentan terhadap kegagalan ketika dilakukan pindah tanam. Saat ini
teknologi kultur jaringan telah menjadi metode alternatif untuk menghasilkan varietas baru melalui pemanfaatan fenomena variasi somaklonal dan
mutagenesis. Multiplikasi tunas pucuk sering digunakan untuk perbanyakan tanaman stevia hasil pemuliaan Handro dkk, 1977; Ferreira and Handro,
1988. Namun metode multiplikasi tunas menghasilkan jumlah planlet terbatas. Hasil ini sejalan dengan hasil yang telah diperoleh di Laboratoium
Pemuliaan Tanaman Unpad data belum dipublikasikan. Cara embriogenesis somatik lebih banyak dikembangkan karena jumlah propagula yang
dihasilkan tidak terbatas dan dapat diperoleh dalam waktu yang singkat Purnamaningsih, 2002. Embrio somatik dapat terbentuk dengan dua cara,
yaitu secara langsung tanpa melewati fase kalus dan secara tidak langsung melewati fase kalus. Pertumbuhan embriogenesis umumnya terjadi pada
beberapa tahap spesifik yaitu induksi, proliferasi, diferensiasi jaringan dan maturasi, serta perkecambahan embrio Williams dan Maheswaran, 1986.
Tahap penting dalam proses embriogenesis somatik adalah induksi kalus embriogenik. Berbagai studi untuk induksi kalus menunjukkan bahwa
zat pengatur tumbuh 2,4-D sering digunakan untuk mencapai tujuan ini. Bespalhok-Filho and Hattori 1997 memperoleh kalus stevia dengan
menggunakan eksplan floret yang dikulturkan pada medium MS dengan penambahan 2,4-D 9.05 dan 18.10 mM dan kinetin 0 sampai 9.29 mM.
136
Pada 9.05 mM 2,4-D telah berhasil menginduksi kalus embriogenik, tetapi tahap perkecambahan embriogenesis belum dapat diperoleh. Menurut Riyadi
dan Tirtoboma 2004 penambahan 2,4-D pada medium MS pada penelitian embrio somatik tanaman kopi menunjukkan hasil yang baik pada tingkat
pengadaan embrio dibanding dengan perlakuan tanpa 2,4-D. Hal ini menunjukkan, penambahan 2,4-D pada medium MS dapat mempengaruhi
terbentuknya kalus yang embriogenik. Selain itu, embriogenesis somatik juga dapat terjadi dengan penambahan Naphthalene Acetic Acid NAA.Pardal et
al. 2004 bahwa, penggunaan NAA mampu menginduksi terjadinya embriogenesis somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio
somatik yang dihasilkan relatif normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet, tetapi jumlahnya sedikit. Pada tanaman stevia, Wada et al., 1981
telah memperoleh embrio somatik dengan menggunakan sitokinin. Beberapa ZPT lain seperti Zeatin, Thiadozuron, dan DIECA memungkinkan untuk
menstimulasi proses embryogenesis. Studi penggunaan hormon untuk proses embryogenesis somatik sangat beragam. Hal ini dapat terjadi karena
perbedaan jenis, asal dan ukuran eksplan, serta kualitas zat pengatur tumbuh.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Universitas Padjadjaran penggunaan eksplan daun dan tangkai
daun stevia yang berasal dari Vietnam dan genotif lokal menunjukkan bahwa perbanyakan melalui proses organogenesis menghasilkan jumlah planlet
terbatas. Oleh karena itu metode embriogenesis somatik menjadi strategi penting untuk memperoleh jumlah propagul dalam jumlah besar dalam waktu
relatif singkat. Kalus telah berhasil diperoleh dengan menggunakan 2,4-D yang ditambahkan pada medium MS, namun jumlah kalus yang embriogeneik
masih belum diperoleh. Tahap perkecambahan pada proses embriogenesi stevia menjadi penting untuk diteliti untuk memperoleh jumlah bibit stevia
yang besar per satuan waktu. Tahap pendewasaan menurut Purnamaningsih 2002 diperlukan media dengan auksin rendah. Penggunaan media auksin
rendah bisa dilakukan dengan mengunakan media MS yang ditambahkan dengan ABA dengan konsentrasi tertentu. Tahap selanjutnya yaitu
perkecambahan yaitu fase dimana embrio somatic membentuk tunas dan akar. Media yang digunakan pada tahap ini menurut bebagai penelitian yaitu
137
media rendah atau tanpa zat pengatur tumbuh. Tahap terakhir yaitu hardening yaitu aklimatisasi bibit embrio somatik dari ruang kultur ke
lapangan. Pertumbuhan kalus embrio somatik pada setiap tanaman tentu memiliki perbedaan baik pada tahap pembentukan maupun pada
penggunaan media. Melalui studi penggunaan jenis, konsentrasi zat pengatur tumbuh dan periode kultur, diharapkan dapat diketahui tahapan dan
komposisi media terbaik untuk memperoleh embrio via embriogenesis somatik
Stevia rebaudiana Bertonii M. Selian itu program pemuliaan dapat dikembangkan untuk memproleh varietas baru melalui pemuliaan
in vitro. Tujuan tahun pertama penelitian adalah adalah memperoleh embrio
via embriogenesis somatik, sedangkan tujuan tahun kedua adalah aklimatisiasi planlet dan uji lapangan untuk menganalisis karakter agro-
morfologi dan komponen hasil stevia hasil proses embriogenesis somatik. Kegunaan dan luaran hasil penelitian pada tahun berjalan adalah :
a. Metode memperoleh embrio somatik eksplan daun stevia genotif lokal
dan asal vietnam b.
Embrio somatik darigenotif lokal dan asal vietnam c.
Dua skripsi mahasiswa S1 d.
Pengajuan paten metode embriogenesis somatik e.
Hasil penelitian digunakan sebagai materi pembelajaran berupa tutorial
project based learning mata kuliah Rekayasa Tanaman III, Luaran pada tahun ke-2 adalah:
a. Uji penampilan fenotifik agro-morfologi dan komponen hasil tanaman
hasil embriogenesis somatik stevia pada dua lahan percobaan kawasan petani stevia.
b. Publikasi ilmiah korelasi evaluasi karakter agro-morfologi dan
komponen hasil tanaman hasil embriogensis somatik stevia dan induknya
Luaran tahun ke-3 dan ke-4 akan diperoleh: a. Somatic Embryo Genesis SE Tanaman Stevia
b. Planlet Stevia dengan keragaman morfologi dan genetic tinggi
III. STUDI LITELATUR