CABAI_DOKUMEN ORIENTASI CLUSTER PENELITIAN

(1)

ORIENTASI PENELITIAN PILAR PANGAN

CLUSTER HORTIKULTURA

KOMODITAS

CABAI (Capsicum annuum)

Koordinator Komoditas

Dr. Neni Rostini

NIP. 1964640216 198902 2001

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

November, 2012


(2)

LEMBAR PENGESAHAN DOKUMEN ORIENTASI CLUSTER PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN TA 2012

Pilar : Pangan

Cluster Penelitian

: Hortikultura

Penyusun : 1. Dr. Neni Rostini / NIP. 1964640216 198902 2001 / Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. 2. Dr. Tomy Perdana, SP.,MM / Lab. Agribisnis

Faperta UNPAD

Kontributor : 1. Prof. Dr. Hersanti/ NIP. 19630303 198701 2001/ Lab. Penyakit Tanaman Faperta UNPAD 2. Yenni Kusandriani, Ir. / NIP. 080 047 216 /

Balitsa

3. Prof. Dr. Jajang Sauman Hamdani / NIP. 19621030 1987 01 1001/ Agronomi Faperta UNPAD

4. Wawan Sutari, SP., MP / NIP. 19720221 199702 1001 / Agronomi Faperta UNPAD 5. Dr. Sudardjat / Lab. Hama Tanaman Faperta

UNPAD

6. Dr. Warid Ali Qosim/ NIP. 19660507 199103 1003/ Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. 7. Anni Yuniarti / NIP. 19600604 198601 2001/

Lab. Tanah Faperta UNPAD

8. Dr. Lia Amalia /Pemuliaan UNWIM

9. Dr. Achmad Zainuddin, MS. / NIP. 19580416 198701 1001 /Lab Kimia MIPA UNPAD

10.Dr. Bambang Nurhadi/ Lab. Pengolahan Hasil Pertanian FTIP UNPAD

11.Dr. Trisna Insan Noor, Ir,DEA/ Lab. Agribisnis Faperta UNPAD

12.

Eddy Renaldi, SP.,ME/ Lab. Agribisnis Faperta UNPAD

Jatinangor, 19 November 2012 Mengetahui dan menyetujui Ketua LPPM

Unpad, Koordinator Penyusun,


(3)

Prof.Dr. Wawan Hermawan, MS


(4)

Daftar Isi

Halaman

pengesahan……… ……

2

Daftar

Isi……… ………..

3

I. Ringkasan………

……….

4

II. Pendahuluan………

………..

5 III. Studi

Literatur……… …………

8

IV. Roadmap

Cluster……… ….

11

V. Kerjasama………

………

16

VI. Fasilitas………

……….

17 VII. Usulan

Narasumber……… ………

18

VIII. Potensi kepemilikan (HKI) dan benefit sharing (nilai ekonomi) produk

penelitian……… ……….

19

IX. Daftar

Pustaka……… ……..


(5)

I. Ringkasan

Kendala produksi cabai adalah serangan penyakit terutama pada musim hujan dan belum terbiasanya petani menyimpan cabai dalam bentuk awetan berupa serbuk atau cabai kering. Budidaya cabai dengan pemakaian pestisida intensif menjadikan budidaya pertanian organik sebagai jalan untuk mengurangi penggunaan pestisida. Capsaicin yang terkandung di dalam cabai dapat dimanfaatkan untuk dijual berupa powder.

Puslitbang Inovasi dan Kelembagan LPPM UNPAD sejak 2010 mengembangkan klaster cabai merah bekerjasama dengan Bank Indonesia, Kementan, Distanpang Jabar dan Garut, AMARTA 2 ACDI VOCA USAID, Syngenta Foundation. Lembaga yang berkontribusi untuk mengembangkan cabai di Garut adalah BRI dan East West Seed.

Fakultas Pertanian UNPAD telah mengajukan empat varietas unggul cabai ke Direktorat Perbenihan Kementan dan sedang proses mendapatkan izin peredaran benih. Pada tahun 2013 akan diajukan permohonan hak PVT untuk keempat varietas tersebut. Perakitan cabai tahan penyakit juga dilakukan oleh peneliti dari UNWIM yang telah mendapatkan generasi BC4 hasil persilangan cabai besar dengan cabai rawit ungu. Lab. pemuliaan UNPAD terutama melakukan perakitan varietas untuk mendapatkan varietas unggul sesuai keinginan pasar yang telah memperoleh biji F3.

Capsaicin sebagai metabolit sekunder yang dimiliki oleh cabai telah diteliti baik di FTIP UNPAD naupun di Kimia MIPA UNPAD.Penelitian FTIP yang bekerjasama dengan alumni dalam enkapsulasi oleoresin capsaicin mulai dikomersialisasi oleh alumni FTIP dan perlu lebih dikembangkan. Kandungan capsaisin cabai varietas Jatinangor 1 mempunyai kandungan capsaisin 45 000 ppm.

Tujuan jangka menengah adalah 1) mendapatkan hak PVT untuk empat varietas yang saat ini sedang dalam proses pendaftaran dan perbanyakan benih dari keempat varietas tersebut,2) Penjajagan HAKI untuk proses enkapsulasi sederhana capsaicin, 3) mendapatkan teknik penyimpanan dan pengawetan cabai, 4) budidaya organic untuk mengurangi penggunaan pestisida, 5) Sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat pengguna, 6) Scale up atau komersialisasi model Klaster Agribisnis Berbasis ”The Triple Helix Model”, 7) Pengembangan Portofolio produk dan pasar cabai merah, dan 8) Pengembangan sistem “value chain finance”


(6)

Tujuan jangka panjang adalah mendapatkan cabai tahan penyakit karena sampai saat ini belum ada cabai yang benar benar tahan penyakit dan cabai dengan hasil dan kandungan capsaicin tinggi. Selain itu menjadikan UNPAD sebagai pusat pengembangan cabai di Jawa Barat khususnya dan Indonesia umumnya.

II. Pendahuluan

Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Produksi cabai merah di Indonesia mencapai rata-rata 1.100.000 Ton per tahun. Dari tahun 2004-2010 produksi cabe di Indonesia mengalami fluktuasi, dan secara umum menurunan dengan tingkat penuruan rata-rata sebesar 1% per tahun (BPS, 2010). Perubahan iklim yang mengakibatkan curah hujan sangat tinggi dan tingginya tingkat alih fungsi lahan, diperkirakan menjadi penyebab menurunnya produksi cabe di Indonesia. curah hujan hujan tinggi menyebabkan serangan penyakit. Kondisi tersebut berakibat pada kelangkaan produk. Akhirnya, pedagang menaikkan harga di tingkat konsumen akhir. Perkembangan produksi cabe di Indonesia dari tahun 2004-2010 (Gambar 1)

.

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 950,000

1,000,000 1,050,000 1,100,000 1,150,000 1,200,000

Tahun

P

ro

d

u

k

s

i

(T

o

n

)

Gambar 1. Perkembangan Produksi Cabe di Indonesai Tahun 2004-2010 Sumber : BPS, 2010 (Diolah)

Harga cabai umumnya bersifat fluktuatif.Pada saat panen raya, harga cabai cenderung murah. Sebaliknya, pada saat pasokan kurang, harga


(7)

dapat meroket tajam dan meningkat hingga 23 kali lipat. Bahkan, pada Januari 2011 harga cabai di tingkat petani mencapai Rp50.000— Rp60.000/kg.Sementara itu, harga cabai di pasar umum dapat mencapai Rp100.000/kg.Fluktuasi ini terjadi karena cabai merupakan produk sayuran yang mudah rusak dan tidak tahan disimpan dalam waktu lama.Selain itu penyebab fluktuasi harga cabai merah di Indonesia adalah petani tidak melakukan penjadualan tanam yang mampu menghasilkan cabai merah secara konsisten, baik kuantitas maupun kualitas.

Faktor lingkungan, waktu, dan permintaan masyarakat juga ikut berperan dalam fluktuasi harga cabai.Normalnya, harga cabai merah pada tahun 2011 berada pada kisaran Rp. 23. 000 per kg dengan pengembalian modal atau break event point usaha budi daya cabai di tingkat petani mencapai Rp 4.000Rp 5.000 per kg. Biasanya, harga tersebut dapat meningkat tajam pada perayaan hari besar keagamaan karena permintaan melonjak, tetapi ketersediaan cabai di pemasok bersifat tetap atau bahkan menurun. Sebaliknya, saat iklim mendukung, produksi cabai dapat meningkat. Namun, permintaan konsumen tetap, sehingga terjadi penurunan harga..

Walaupun harga berfluktuasi, usaha tani cabai merah tetap menarik karena dengan harga jual cabai merah segar Rp. 6.000,00 per kg, usahatani cabai merah tetap menguntungkan. Menurut website Resmi Kabupaten Tasikmalaya (2009), biaya produksi cabai merah sebesar Rp. 34.368.850,00 dan dalam waktu 6 bulan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 25.731.150,00.

Salah satu bentuk pasar yang mampu memberikan harga relatif stabil pada komoditas cabai merah adalah pasar terstruktur. Kesepakatan kualitas, kuantitas dan atau harga yang tertuang pada perjanijiangan atau kontrak menjadi ciri utama dari pasar terstruktur. Jenis pasar yang termasuk dalam katagori pasar terstruktur adalah industri pengolahan, ekspor, supermarket dan jasa pangan. Industri pengolahan cabai merah merupakan salah satu pasar terstruktur yang memiliki volume permintaan yang cukup besar, salah satunya adalah Heinz ABC yang membelanjakan bahan baku berupa cabai merah sebesar kurang lebih Rp. 50 milyar setiap bulannya.

Karakteristik kualitas cabai merah yang diminta oleh industri pengolahan adalah kandungan capsaisin yang tingg atau tingkat kepedasan yang tinggi serta warna yang relatif tidak berubah setelah dicampur dengan


(8)

bahan lain. Berdasarkan permintaan cabai merah dengan karakteristik tersebut, diperlukan pengembangan varietas cabai merah yang ditujukan untuk target pasar industri pengolahan.

Sejak tahun 2011, tim peneliti dan konsolidator rantai pasok dari Puslitbang Inovasi dan Kelembagaan LPPM UNPAD telah bekerjasama dengan pemerintah, swasta dan lembaga donor dalam pengembangan klaster cabai merah untuk kebutuhan pasar industri pengolahan di Kabupaten Garut. Pihak yang terlibat antara lain, Puslitbang Inovasi dan Kelembagaan LPPM UNPAD, Bank Indonesia, AMARTA2 ACDI VOCA USAID, Syngenta Foundation, East West Seed Indonesia, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut serta Koperasi dan Kelompok Tani di Kabupaten Garut.

Benchmarking kompetensi/capaian tim peneliti cluster cabai adalah penelitian yang melibatkan Balitsa pada tahun 2009 didanai KKP3T Deptan dan komunikasi sesama pemulia cabai di seminar nasional (seminar nasional PERIPI dan PERHORTI pada November 2012), telah dilakukan pula studi komparatif dengan institusi dalam negeriyaitu IPB, Balitsa, perusahaan swasta (PT. East West Seed), Kantor PPVTPP, Direktorat Benih Hortikultura Kementan dan alumni.Dari komunikasi tersebut disimpulkan bahwa penelitian yang sudah dilakukan oleh tim cabai Unpad memiliki tingkat orisinalitas yang tinggi sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut. Puslitbang Inovasi dan Kelembagan LPPM UNPAD sudah sejak 2010 mengembangkan klaster cabai merah bekerjasama dengan Bank Indonesia, Kementan, Distanpang prop jabar dan garut, AMARTA 2 ACDI VOCA USAID, Syngenta Foundation..sekarang sudah banyak lg lambaga yang berkontribusi untuk pengembangan klaster cabai di Garut seperti BRI dan East West Seed.

Tujuan jangka menengah adalah 1) mendapatkan hak PVT untuk empat varietas yang saat ini sedang dalam proses pendaftaran dan perbanyakan benih dari keempat varietas tersebut,2) Penjajagan HAKI untuk proses enkapsulasi sederhana capsaicin, 3) mendapatkan teknik penyimpanan dan pengawetan cabai, 4) budidaya organic untuk mengurangi penggunaan pestisida, 5) Sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat pengguna, 6) Scale up atau komersialisasi model Klaster Agribisnis Berbasis ”The Triple Helix Model”, 7) Pengembangan Portofolio


(9)

produk dan pasar cabai merah, dan 8) Pengembangan sistem “value chain finance”

Tujuan jangka panjang adalah mendapatkan cabai tahan penyakit karena sampai saat ini belum ada cabai yang benar benar tahan penyakit dan cabai dengan hasil dan kandungan capsaicin tinggi. Selain itu menjadikan UNPAD sebagai pusat pengembangan cabai di Jawa Barat khususnya dan Indonesia umumnya.

III. Studi Literatur

Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan tanaman berdampak pada peningkatan produksi, dan peningkatan kualitas dari suatu komoditas tanaman. Apabila telah dihasilkan varietas unggul baru, besar kemungkinan varietas unggul baru tersebut diperbanyak oleh pihak ketiga. Oleh karena itu diperlukan perlindungan yang sesuai untuk melindungi hak pemulia varietas unggul baru dalam rangka mendorong secara aktif pemuliaan varietas unggul baru berikutnya. Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Pusat Perlidungan Varietas Tanaman, Departemen Pertanian, 2010).Untuk mengembangkan perbenihan nasional berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah telah dilibatkan. Badan Benih Nasional (BBN) yang dibentuk pemerintah pada tahun 1971 merupakan lembaga non struktural yang bertanggungjawab kepada Menteri Pertanian dan bertugas untuk mengembangkan perbenihan nasional. Lembaga tersebut bertugas untuk merencanakan dan merumuskan peraturan mengenai pembinaan produksi dan pemasaran benih serta mengajukan pertimbangan dan persetujuan tentang layak tidaknya suatu varitas benih untuk dipasarkan kepada para petani. Dalam melaksanakannya aspek penelitian dan pemuliaan benih hingga dihasilkan suatu varitas baru secara umum dilakukan dan menjadi tanggungjawab Badan Litbang Pertanian. Sementara itu sertifikasi benih yang merupakan suatu pendekatan untuk mengawasi mutu benih yang dipasarkan, dilakukan oleh Balai/Loka Pengawasan dan sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Sedangkan produksi dan pemasaran benih dapat dilakukan oleh perusahaan pemerintah (BUMN) atau swasta.


(10)

Varitas unggul yang dihasilkan oleh para peneliti sebelum diedarkan harus dilepas secara resmi oleh Menteri Pertanian. Penilaian kelayakan varietas yang akan dilepas dilakukan oleh BBN melalui Tim Penilai Pelepasan Varitas. Penelitian dan pengembangan varietas yang tergolong ‘public variety” seperti padi umumnya ditangani oleh Badan Litbang Pertanian, sementara sektor swasta hanya terlibat dalam pengembangan “commercial variety” seperti jagung hibrida dan sayuran. Dalam produksi dan pemasaran benih, perusahaan pemerintah (BUMN) lebih berperan dibanding sektor swasta.

Persilangan antara Capsicum frutescens L. (cabai rawit) dengan Capsicum annuum L. (cabai merah RS07), telah dilakukan oleh tim peneliti cabai yang dikoordinir oleh Ridwan Setiamihardja di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran yang menghasilkan empatvarietas cabai non-hibrida yang memiliki potensi hasil tinggi dan telah , yaitu Jatinagor 1, Jatinangor 2, Jatinangor 3, dan Jatinangor 5. (Setiamihardja, 1991; Tenaya dkk., 2001; Tenaya dkk., 2003). Keempat varietas unggul cabai tersebut tellah diajukan ke Direktorat perbenihan Kementan dan masih dalam proses untuk mendapatkan surat ijin untuk peredaran benih. Selanjutnya pada tahun 2013 akan diajukan permohonan hak PVT untuk keempat varietas tersebut.

Peningkatan produksi cabai terhambat oleh beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut, antara lain produktivitas rendah, ukuran tidak sesuai pasar, terbatasnya kultivar unggul yang berumur genjah, rasa pedas kurang, serta kemampuan adaptasi yang rendah terhadap cekaman lingkungan, terutama kekeringan, genangan, dan hama penyakit.

Kendala karena rasa kurang pedas, dan hama penyakit merupakan kendala utama yang menghambat produksi cabai. Salah satu usaha untuk pengendalian hama dan penyakit yaitu dengan menanam varietas cabai merah yang tahan terhadap hama dan penyakit. Varietas cabai merah yang tahan terhadap hama dan penyakit sampai saat ini sangat sedikit di pasaran. Untuk mendapatkan varietas tahan tersebut dilakukan persilangan cabai untuk mendapakan rekombinasi gen yang diharapkan.

Sebagian besar spesies Capsicum bersifat menyerbuk sendiri (self pollination) tetapi penyerbukan silang (cross pollination) secara alami dapat terjadi dengan bantuan lebah dengan persentase persilangan berkisar


(11)

7.6-36.8%. Persilangan antar spesies dapat terjadi dengan relatif mudah pada beberapa kombinasi misalkan antara C. annuum x C. chinense, C. frutescens x C. pendulum; akan tetapi sangat sulit untuk kombinasi yang lain, misalkan antara C. annuum x C. frutescens, C. annuum x pubescens dan C. pendulum x pubescens (Greenleaf 1986).

Penelitian untuk mencari cabai tahan penyakit juga dilakukan oleh peneliti dari UNWIM yang saat ini telah mendapatkan generasi BC4 hasil persilangan cabai besar dengan cabai rawit ungu.Hasil persilangan lab pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul sesuai keinginan pasarpun masih dilakukan dan saat ini telah diperoleh biji F3 hasil persilangan untuk mendapatkan cabai merah unggul dengan hasil tinggi.

Selain dengan melakukan persilangan, untuk mengatasi kendala akibat serangan hama dan penyakit adalah dengan melakukan sistem pertanian organik atau dapat disebut juga sistem pertanian terpadu. Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis (Deptan, 2002). Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Pada hasil penelitiaan Mosfiroh, dkk (2009), menunjukkan kadar kapsaisin dari sampel paprika hijau, paprika kuning, paprika merah, cabai tanjung, cabai merah, gendot merah, gendot hijau, cabai keriting hijau, rawit japlak, cabai keriting merah, rawit merah, dan rawit hijau berturut-turut adalah 0,0%; 0,0%; 0,0%; 0,38%; 0,83%; 0,87%; 0,88%; 1,05%; 1,09%; 1,14%; 1,85%; 2,11%. Berdasarkan data tersebut jenis cabai rawit hijau (C.frutencens) memiliki kandungan kapsaisin tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya.Tenaya et al. (2001) yang menyatakan bahwa kandungan kapsaicin tinggi berkorelasi dengan ketahanan terhadap


(12)

antraknosa. Kandungan kapsaicin merupakan salah satukarakter biokimia cabai dan berperan dalam menentukan rasa pedas (Greenleaf, 1986).

Capsaicinoid meliputi capsaicin, dihydrocapsaicin, norcapsaicin, nordihydrocapsaicin, homodihydrocapsaicin, homocapsaicin, nonivamide (Krajewska, 1987). Capsaicin (8-metil–N–vanilil–6-nonenamida) merupakan komponen aktif cabai yang menghasilkan panas dalam cabai. Capsaicin bersifat iritan terhadap mamalia termasuk manusia, dan menimbulkan rasa terbakar dan panas pada jaringan manapun yang tersentuh. Capsaicin mempunyai nilai ekonomis yang tinggi pada bidang farmasi. Semakin tinggi kadar capsaicin maka semakin baik kualitasnya sebagai sediaan farmasi. Selain itu cabai juga mengandung minyak atsiri, yaitu capsicol. Capsicol juga dapat menggantikan fungsi minyak kayu putih, kandungan bioflavonoids yang terdapat dalam cabai dapat menyembuhkan penyakit polio serta menyembuhkan peradangan akibat udara dingin. Dalam bidang farmasi selain untuk meredakan rasa sakit atau nyeri, capsaicin juga dikenal memiliki aktivitas antikanker (Surh, 2002). Berdasarkan penelitian oleh The American Association for Cancer Research, capsaicin diduga dapat membunuh sel kanker prostat dengan menyebabkan terjadinya apoptosis(Mori, 2006). Studi klinik di Jepang dan Cina, menunjukkan bahwa capsaicindapat menghambat pertumbuhan sel leukimia secara langsung (Ito, 2004). Capsaicin juga diujicobakan sebagai obat diabetes oleh peneliti asal Toronto, Canada (Razavi, 2006). Capsaicin mempunyai potensi yang tinggi dalam bidang farmasi sebagai anti kanker, anti artritis dan analgesik di samping turut mempunyai nilai komersil dalam industri makanan (Ramachandra, 2002; Satyanarayana, 2006; Vanisree, 2004). Hasil analisis kandungan kapsaicin empat varietas yang akan dilepas Fakultas Pertanian Unpad masing-masing sebagai berikut: Jatinangor 1 (45 364 ppm), Jatinangor 2 (30 929 ppm), Jatinangor 4 (12 361 ppm), dan Jatinangor 5 (7 953 ppm).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan juga berhasil mengisolasi senyawa metabolit sekunder capsaicin. Pada tahun 1816 telah ditemukan senyawa capsaicin dari isolasi cabai (Monsereenusorn, 1982) dan tujuh senyawa telah diidentifikasi tetapi hanya capsaicin yang memberikan respon panas sekitar 90% 3(Kobata, 1998). Capsaicin merupakan turunan senyawa fenilpropanoid (Govindarajan, 1991; Sudhakar, 1992; Perucka,


(13)

1996) yang memiliki aktifitas biologis yang tinggi, memberikan efek fisiologi dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif (Saria, 1981), juga sebagai antioksidan (Hendersen, 1999).

Capsaicin sebagai metabolit sekunder yang dimiliki oleh cabai telah diteliti oleh beberapa peneliti, baik di FTIP UNPAD naupun di Kimia MIPA UNPAD.Penelitian FTIP yang bekerjasama dengan alumni mengenai enkapsulasi oleoresin capsaicin mengenai capsaisin mulai dikomersialisasi oleh alumni FTIP dan perlu dilanjutkan agar dapat lebih dikembangkan. Kandungan capsaisin dari keempat varietas ini perlu digali karena berdasarkan hasil analisis oleh Balai Basar Pascapanen Cimanggu Bogor, varietas Jatinangor 1 mempunyai kandungan capsaisin 45 000 ppm, sedangkan IPB melepas cabai besar dengan capsaisin 10 000 ppm.

IV. Roadmap Cluster

Capaian (outcome) utama

Tahun 2016 mendapat HAK PVT untuk empat varietas cabai, budidaya organic, pengolahan dan penyimpanan (pengawetan) cabai dan

pemanfaatan capsaisin serta sosialisasi hasil penelitian kepada pengguna.

Kompetensi (tim) peneliti Unpad yang terlibat:

1. Dr. Neni Rostini /NIP. 1964640216 198902 2001 2. Dr. Warid Ali Qosim/ NIP. 19660507 199103 1003 3. Prof. Dr. Hersanti/ NIP. 19630303 198701 2001

4. Prof. Dr. Jajang Sauman Hamdani /NIP. 19621030 1987 01 1001 5. Wawan Sutari, SP., MP / NIP. 19720221 199702 1001

6. Dr. Sudardjat

7. Anni Yuniarti / NIP. 19600604 198601 2001

8. Dr. Achmad Zainuddin, MS. /NIP. 19580416 198701 1001 9. Bambang Nurhadi, STP., MSc. / NIP. 19760602 200003 1003 10.Dr. Tomy Perdana, SP.,MM/NIP. 19731213 199702 1 001 11.Dr. Trisna Insan Noor, Ir,DEA

12.Eddy Renaldi, SP.,ME

Kompetensi institusi luar Unpad yang terlibat

No

. Instansi Kompetensi

1. Yenni Kusandriani, Ir. / NIP. 080 047 216 / Balitsa Lembang

Sumber plasma nutfah cabai dan pemulia

2. Dr. Lia Amalia / NIP. 131785127 /

Unwim Memiliki hasil silangan BC4 antara cabai merah dan cabai rawit ungu


(14)

3. Dirjen HAKI danPPVTPP Permohonan HAKI danHAK PVT 4. Direktorat Benih Hortikultura

dan BPSPTPH Ciganitri Bandung

Perbanyakan dan sertifikasi benih cabai


(15)

Short term

(2010 - 2012) (2013 - 2014)Mid term (2015 - 2016)Long term

Advanced phase

1. Permohonan HAKI 1. Permohonan HAKI

Legalisasi Pendaftaran varietas unggul untuk peredaran benih

 Permohonan HAK PVT  SOP Budidaya organik cabai

 Perbanyakan dan komersialisasi cabai  Pemanfaatan capsaicin

 Permohonan HAKI untuk proses enkapsulasi capsaicin

 Pengawetan / penyimpanan cabai 2.Legalisasi Pendaftaran varietas unggul cabai tahan hama/penyakit dan capsaicin tinggi untuk peredaran benih 2. Sosialisasi hasil penelitian kepada

pengguna 3. Sosialisasi hasil penelitian kepada pengguna

5. Scale up atau

komersialisasi model Klaster Agribisnis

Berbasis ”The Triple Helix Model”

6. Pengembangan Portofolio produk dan pasar cabai merah

7. Pengembangan Sistem Value Chain Finance Development

phase Enkapsulasi oleoresin capsaicin 3. Seleksi hasil persilangan untuk ketahanan hama/penyakit dan capsaicin

tinggi

1.Sosialisasi hasil penelitian kepada pengguna

 Pengujian daya hasil untuk hasil silangan baru

 Análisis capsaicin dan pemanfaatannya

 Bududaya organic untuk cabai

4.Budidaya organik

8. Pengembangan Model Klaster

Agribisnis Cabai Merah berbasis “The Triple Helix Model”


(16)

a. Pengembangan model bisnis dan rantai pasok pada klaster agribisnis cabai merah

b. Pengembangan kemitraan rantai nilai c. Pengembangan rantai nilai dari bibit

sampai pengolahan produk off grade d. Pengembangan sistem manajemen

produksi cabai merah berdasarkan kuota permintaan pasar industri

e. Pengembangan demplot produksi cabai merah dan pengolahan off grade f. Pengembangan kelompok tani wanita

untuk semai cabai merah

Initiation phase

1. Eksplorasi sumber genetic

ketahanan 5.Studi penyimpanan dan pengawetan cabai 2. Studi capsaisin

3.Pemuliaan cabai 4. Studi budidaya organik 9. Inisiasi pengembangan klaster agribisnis cabai merah

a. Pemetaan rantai pasok dan multistakeholder cabai merah

b. Pembentukan Pokja Klaster Cabai Merah c. Pengembangan

kemitraan rantai nilai 10. Pengembangan

percontohan rumah semai 11. Pengembangan

kelembagaan petani dan koperasi

  Pengembangan

Mekanisme/strategi mencapai outcome

 Kerjasama dengan Balitsa melalui KKP3T Deptan

 Kerjasama dengan alumni untuk enkapsulasi

 Permohonan HAKI kepada Dirjen HAKI dan PPVTPP yang difasilitasi oleh UPT HAKI UNPAD

 UNPAD kerjasama dengan Balitsa dan

 Kerjasama dengan dinas terkait dalam uji

multilokasi/uji daya hasil pendahuluan.


(17)

capsaicin.

 Budidaya semi organic cabai

 Seleksi hasil persilangan untuk mendapatkan vcarietas unggul yang dilakukan pemulia di UNPAD, UNWIM dan BALITSA

 Kerjasama dengan Bank Indonesia, AMARTA2 ACDI VOCA USAID

 Dinas Pertanian Daerah

 Kerjasam adengan Heinz ABC dan industry lain

UNWIN melakukan pemuliaan untuk mendapatkan varietas ungul

 Proses pengawetan cabai sederhana

 Budidaya organik cabai

 Bekerjasama dengan instansi terkait untuk sosialisasi hasil penelitian

 Perluasan kerjasama UNPAD dengan Swasta (pasar dan industri) dan

pemerintah serta lembaga internasional lainnya

 Permohonan HAKI kepada Dirjen HAKI dan PPVTPP yang difasilitasi oleh UPT HAKI UNPAD

 Pendaftaran varietas baru

 Bekerjasama dengan instansi terkait untuk sosialisasi hasil penelitian

 Pengembangan Kerjasama dengan Lembaga

Pembiayaan nasional dan Internasional


(18)

V. Kerjasama

Pengembangan penelitian cluster cabai perlu kerjasama dengan instansi seperti tertera pada Tabel berikut :

Kompetensi institusi luar Unpad yang terlibat adalah sebagai berikut: No

. Instansi Kompetensi

1 Yenni Kusandriani, Ir. / NIP. 080

047 216 / Balitsa Lembang Sumber plasma nutfah cabai dan pemulia 2 Dr. Lia Amalia / NIP. 131785127 /

Unwim

Memiliki hasil silangan BC4 antara cabai merah dan cabai rawit ungu

3 Dirjen HAKI danPPVTPP Permohonan HAKI danHAK PVT 4 Direktorat Benih Hortikultura

dan BPSPTPH Ciganitri Bandung Perbanyakan dan sertifikasi benih cabai

Kerjasama yang saat ini telah terjalin dengan Balitsa adalah penelitian yang telah dilaksanakan tahun 2009. Kerjasama dengan PPVTPP dan Direktorat benih selama ini telah terjalin dengan masuknya Dr. Neni Rostini sebagai anggota komisi PVT sejak tahun 2010 dan TP2V di Direktorat Benih Hortikultura sejak 2006. Penelitian dan enkapsulasi capsaicin oleh FTIP telah dilakukan bekerjasama dengan alumni.


(19)

VI. Fasilitas

Fasilitas laboratorium yang diperlukan dalam kegiatan implementasi penelitian cluster cabai tertera pada Tabel di bawah ini.

No

. Nama Alat Kegunaan Keterangan

1. HPLC alat untuk mengukur

kandungan capsaisin Laboratorium LIPA Singaperbangsa 2. Alat pengering cabai Untuk pengawetan

cabai Lab FTIP

3. Alat ektraksi dan enkapsulasi capsaicin

Untuk produksi capsaaicin powdeer

Lab FTIP

Fasilitas kebun percobaan/lapangan yang diperlukan dalam kegiatan implementasi penelitian cluster cabai tertera pada Tabel di bawah ini.

No

. Fasilitas Kegunaan Keterangan

1. Kebun Percobaan Ciparanje Faperta Unpad Perbanyakan benihPercobaan budidaya organik plot percobaan lapangan dan koleksi plasma nutfah

2. Kebun percobaan di sentra produksi cabai di Jawa Barat

Uji multilokasi Syarat untuk mendapatkan varietas unggul Bahan yang diperlukan tetapi tidak tersedia, yang menunjang dalam kegiatan implementasi penelitian cluster cabai tertera pada Tabel di bawah ini.

No

. Nama Alat Kegunaan Instansi

1. Capsaisin standar Untuk mendapat hasil kandungan capsaisin

VII. Usulan Narasumber

Narasumber dari luar Unpad bergelar Doktor dengan identitas: Nama : Dr. Eri Sofiari

Bidang Keahlian : Pemuliaan Tanaman Institusi : Balai Penelitian Sayuran Alamat Instansi : Lembang

No. Telp.

Instansi :

No. HP : +62811232394


(20)

(21)

VIII. Potensi kepemilikan (HKI) dan benefit sharing (nilai ekonomi) produk penelitian

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat "HKI"/Intellectual Property Rights (IPR), yang dihasilkan dari penelitian cluster cabai antara lain :

Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:  Perlindungan varietas tanaman

 Standar Operational Procedure (SOP) terkait dengan paket teknologi budidaya, dan pemanfaatan capsaisin

Benefit sharing (nilai ekonomi) produk penelitian cluster cabai berupa lisensi berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu HKI dalam jangka waktu tertentu.Selain itu juga usaha komersialisasi dapat dilakukan dengan membentuk incubator bisnis. Semua aturan dan kebijakan tentang komersialisasi merupakan tanggung jawab bersama antara tim peneliti, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada


(22)

RENCANA PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013-2016 Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat PILAR : PANGAN

CLUSTER : CABAI

No Tahun Judul Penelitian Dana (Rp) Output

1. 2013 Permohonan hak PVT empat varietas

cabai 60 000 000 Hak PVT untuk empat varietas cabai merah

2. 2013 Permohonan HAKI untuk enkapsulasi

oleoresin capsaicin 50 000 000 HAKI untuk proses enkapsulasi oleoresin capsaicin 3. 2013 Sertifikasi dan produksi benih empat

varietas cabai

50 000 000 Benih empat varietas cabai merah 4. 2013 Perakitan teknologi pengendalian OPT

dalam peningkatan produksi cabai 50 000 000 Teknologi pengendalian OPT pada cabai merah 5. 2013 Pertanian organik dalam peningkatan

produksi cabai 50 000 000 Teknologi Pertanian organic pada cabai merah 6. 2013 Penggunaan naungan paranet dan

vegetasi dalam peningkatan produksi cabai pada musim hujan

50 000 000 Teknologi peningkatan produksi cabai merah pada cabai merah

7. 2013 Seleksi cabai tahan antraknos dan kualitas buah unggul dari hasil persilangan

50 000 000 Genotip hasil seleksi yang berpotensi tahan antraknos dan kualitas buah unggul

8. 2013 Aplikasi proses minimal dalam

penanganan cabai merah segar 50 000 000 Teknologi penanganan cabai merah segar 9. 2013 Proses enkapsulasi oleoresin cabai

dengan teknologi pengeringan vakum sederhana dengan variasi bahan pengisi

50 000 000 Teknologi Proses enkapsulasi oleoresin cabai dengan teknologi pengeringan vakum sederhana 10. 2013 Pengembangan model klaster agribisnis

cabai merah 50 000 000 500 petani terlibat kluster cabai UNPAD

11. 2013 Proses agroindustrialisasi agribisnis cabai


(23)

12. 2013 Uji multilokasi dan uji kebenaran varietas beberapa calon vartietas cabai


(24)

IX. Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi. 2009. http://www.hortikultura.deptan.go.id/index.php?

option=com_wrapper&Itemid=238, diakses November 2012

Deptan. 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diakses melalui http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/, November 2012

Direktorat Jendral Hortikultura. 2008. www.hortikultura.deptan.go.id. Rata-rata hasil tanaman sayuran di Indonesia. Diakses November 2012 Greenleaf, W.H. 1986. Pepper breeding. p. 67-134. InM.J. Basset (ed).

Breeding Vegetables Crops. AVIPublishing Co, Conecticut.

Hendersen D.E., Slickman A.M., (1999) “Quantitative HPLC determination of the antioxidant activity of capsaicin on the formation of liquid hydroperoxides of linoleic acid: a comparative study against BHT and melatonin”, J. Agric. Food Chem. 47: 2563–2570.

Ito, K; Nakazato T, Yamato K et al. (2004) "Induction of apoptosis in leukemic cells by homovanillic acid derivative, capsaicin, through oxidative stress: implication of phosphorylation of p53 at Ser-15 residue by reactive oxygen species". Cancer Research, 64, 3: 1071–1078.

Krajewska, A.M., and J.J. Powers. 1987. Gas chromatographic determination of capsaicinoids in green capsicum fruits. J.Assoc. Anal. Chem. 70 (5): 926−928.

Kobata, K., Todo, T., Yazawa, S., Iwai, K., & Watanabe, T. (1998). “Novel capsaicinoid-like substances, capsiate and dihydrocapsiate, from the fruits of a nonpungent cultivar, CH- 19 sweet, of pepper (Capsicum annuum L.)”. Journal of Agricultural & Food Chemistry, 46: 1695±1697.

Musfiroh, dkk. 2009. ANALISIS KAPSAISIN PADA EKSTRAK ETANOL BEBERAPA JENIS BUAH CABAI (Capsicum sp.). Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor

Monsereenusorn Y, Kongsamut S, Pezalla PD, (1982), CRC Crit. Rev. Food Sci. Nutr., 10: 321–339.

Mori, A; Lehmann S, O'Kelly J et al. (2006) "Capsaicin, a component of red peppers, inhibits the growth of androgen-independent, p53 mutant prostate cancer cells". Cancer Research 66, 6: 3222–3229.

Perucka, I. (1996). Efect of 2-chloroethylphpsphonic acid on phenylalanine ammonia lyase activity and formation of capsaicinoids in hot pepper fruits.Acta Physiologie Plantarum, 18: 7±12.

Ramachandra Rao, S. & G.A. Ravishankar. (2002). Plant cell cultures: Chemical factories of secondary metabolites. Biotechnol. Adv. 20: 101-153.

Razavi R, Chan Y, Afifiyan FN, Liu XJ, Wan X, Yantha J, et al (2006) "TRPV1+ sensory neurons control beta cell stress and islet inflammation in autoimmune diabetes." Cell. 15;127(6):1123-35.

Saria, A., Lembeck, F., & Skofitsch, G. (1981). Determination of capsaicin in tissues and separation of capsaicin analogues by high-performance liquid chromatography. Journal of Chromatography, 201, 41±46.

Satyanarayana, M. (2006). Capsaicin and Gastric Ulcers. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 46 (4): 275-328.

Setiamihardja, R. 1991. Seleksi bahan tetua untuk ketahanan terhadap penyakit antraknos pada Capsicum anuum L. Jurnal Agrikultura 2: hal 1-8.


(25)

Sudhakar, T., Ravishankar, G. A., & Venkataraman, L. V. (1992). Separation of capsaicin from phenylpropanoid compounds by high-performance liquid chromatography to determine the biosynthetic status of cells and tissues of Capsicum frutescens Mill. in vivo and in vitro. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 40: 2461±2463.

Surh, Y.J., (2002). More than spice: capsaicin in hot chili peppers makes tumor cells commit suicide, J. Natl. Cancer Inst. 94: 1263–1265.

Tenaya, I.M. Narka., R. Setiamihardja., dan S. Natasasmita. 2001. Hubungan kandungan kapsaisin, fruktosa, dan aktivitas enzim peroksidase dengan penyakit antraknos pada persilangan cabai rawit x cabai merah. Zuriat 12 (1) : hal 73-83.

Tenaya, I.M. Narka., R. Setiamihardja., A. Baihaki., dan S. Natasasmita. 2003. Heritabilitas dan aksi gen kandungan fruktosa, kandungan kapsaisin, dan aktivitas enzim peroksidase pada hasil perslangan antarspesies cabai rawit x cabai merah. Zuriat 14 (1) : hal 26-34.

Vanisree, M., Chen-Yue, L., Shu-Fung., L., Nalawade, S.M.,Lin,C.Y. & HsinSheng, T. 2004). Studies on the production of some important secondary metabolites from medicinal plants by plant tissue cultures. Bot. Bull.Acad.Sin. 45: 1-22.


(1)

(2)

VIII. Potensi kepemilikan (HKI) dan benefit sharing (nilai ekonomi) produk penelitian

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat "HKI"/Intellectual Property Rights (IPR), yang dihasilkan dari penelitian cluster cabai antara lain :

Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:  Perlindungan varietas tanaman

 Standar Operational Procedure (SOP) terkait dengan paket teknologi budidaya, dan pemanfaatan capsaisin

Benefit sharing (nilai ekonomi) produk penelitian cluster cabai berupa lisensi berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu HKI dalam jangka waktu tertentu.Selain itu juga usaha komersialisasi dapat dilakukan dengan membentuk incubator bisnis. Semua aturan dan kebijakan tentang komersialisasi merupakan tanggung jawab bersama antara tim peneliti, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada


(3)

RENCANA PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013-2016 Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat PILAR : PANGAN

CLUSTER : CABAI

No Tahun Judul Penelitian Dana (Rp) Output

1. 2013 Permohonan hak PVT empat varietas

cabai 60 000 000 Hak PVT untuk empat varietas cabai merah

2. 2013 Permohonan HAKI untuk enkapsulasi

oleoresin capsaicin 50 000 000 HAKI untuk proses enkapsulasi oleoresin capsaicin 3. 2013 Sertifikasi dan produksi benih empat

varietas cabai

50 000 000 Benih empat varietas cabai merah 4. 2013 Perakitan teknologi pengendalian OPT

dalam peningkatan produksi cabai 50 000 000 Teknologi pengendalian OPT pada cabai merah 5. 2013 Pertanian organik dalam peningkatan

produksi cabai 50 000 000 Teknologi Pertanian organic pada cabai merah

6. 2013 Penggunaan naungan paranet dan vegetasi dalam peningkatan produksi cabai pada musim hujan

50 000 000 Teknologi peningkatan produksi cabai merah pada cabai merah

7. 2013 Seleksi cabai tahan antraknos dan kualitas buah unggul dari hasil persilangan

50 000 000 Genotip hasil seleksi yang berpotensi tahan antraknos dan kualitas buah unggul

8. 2013 Aplikasi proses minimal dalam

penanganan cabai merah segar 50 000 000 Teknologi penanganan cabai merah segar 9. 2013 Proses enkapsulasi oleoresin cabai

dengan teknologi pengeringan vakum sederhana dengan variasi bahan pengisi

50 000 000 Teknologi Proses enkapsulasi oleoresin cabai dengan teknologi pengeringan vakum sederhana 10. 2013 Pengembangan model klaster agribisnis

cabai merah 50 000 000 500 petani terlibat kluster cabai UNPAD

11. 2013 Proses agroindustrialisasi agribisnis cabai

merah 50 000 000 500 petani berperan dalam industrialisasi agribisnis cabai


(4)

12. 2013 Uji multilokasi dan uji kebenaran varietas beberapa calon vartietas cabai


(5)

IX. Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi. 2009. http://www.hortikultura.deptan.go.id/index.php?

option=com_wrapper&Itemid=238, diakses November 2012

Deptan. 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diakses melalui http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/, November 2012

Direktorat Jendral Hortikultura. 2008. www.hortikultura.deptan.go.id. Rata-rata hasil tanaman sayuran di Indonesia. Diakses November 2012 Greenleaf, W.H. 1986. Pepper breeding. p. 67-134. InM.J. Basset (ed).

Breeding Vegetables Crops. AVIPublishing Co, Conecticut.

Hendersen D.E., Slickman A.M., (1999) “Quantitative HPLC determination of the antioxidant activity of capsaicin on the formation of liquid hydroperoxides of linoleic acid: a comparative study against BHT and melatonin”, J. Agric. Food Chem. 47: 2563–2570.

Ito, K; Nakazato T, Yamato K et al. (2004) "Induction of apoptosis in leukemic cells by homovanillic acid derivative, capsaicin, through oxidative stress: implication of phosphorylation of p53 at Ser-15 residue by reactive oxygen species". Cancer Research, 64, 3: 1071–1078.

Krajewska, A.M., and J.J. Powers. 1987. Gas chromatographic determination of capsaicinoids in green capsicum fruits. J.Assoc. Anal. Chem. 70 (5): 926−928.

Kobata, K., Todo, T., Yazawa, S., Iwai, K., & Watanabe, T. (1998). “Novel capsaicinoid-like substances, capsiate and dihydrocapsiate, from the fruits of a nonpungent cultivar, CH- 19 sweet, of pepper (Capsicum annuum L.)”. Journal of Agricultural & Food Chemistry, 46: 1695±1697.

Musfiroh, dkk. 2009. ANALISIS KAPSAISIN PADA EKSTRAK ETANOL BEBERAPA JENIS BUAH CABAI (Capsicum sp.). Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor

Monsereenusorn Y, Kongsamut S, Pezalla PD, (1982), CRC Crit. Rev. Food Sci. Nutr., 10: 321–339.

Mori, A; Lehmann S, O'Kelly J et al. (2006) "Capsaicin, a component of red peppers, inhibits the growth of androgen-independent, p53 mutant prostate cancer cells". Cancer Research 66, 6: 3222–3229.

Perucka, I. (1996). Efect of 2-chloroethylphpsphonic acid on phenylalanine ammonia lyase activity and formation of capsaicinoids in hot pepper fruits.Acta Physiologie Plantarum, 18: 7±12.

Ramachandra Rao, S. & G.A. Ravishankar. (2002). Plant cell cultures: Chemical factories of secondary metabolites. Biotechnol. Adv. 20: 101-153.

Razavi R, Chan Y, Afifiyan FN, Liu XJ, Wan X, Yantha J, et al (2006) "TRPV1+ sensory neurons control beta cell stress and islet inflammation in autoimmune diabetes." Cell. 15;127(6):1123-35.

Saria, A., Lembeck, F., & Skofitsch, G. (1981). Determination of capsaicin in tissues and separation of capsaicin analogues by high-performance liquid chromatography. Journal of Chromatography, 201, 41±46.

Satyanarayana, M. (2006). Capsaicin and Gastric Ulcers. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 46 (4): 275-328.

Setiamihardja, R. 1991. Seleksi bahan tetua untuk ketahanan terhadap penyakit antraknos pada Capsicum anuum L. Jurnal Agrikultura 2: hal 1-8.


(6)

Sudhakar, T., Ravishankar, G. A., & Venkataraman, L. V. (1992). Separation of capsaicin from phenylpropanoid compounds by high-performance liquid chromatography to determine the biosynthetic status of cells and tissues of Capsicum frutescens Mill. in vivo and in vitro. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 40: 2461±2463.

Surh, Y.J., (2002). More than spice: capsaicin in hot chili peppers makes tumor cells commit suicide, J. Natl. Cancer Inst. 94: 1263–1265.

Tenaya, I.M. Narka., R. Setiamihardja., dan S. Natasasmita. 2001. Hubungan kandungan kapsaisin, fruktosa, dan aktivitas enzim peroksidase dengan penyakit antraknos pada persilangan cabai rawit x cabai merah. Zuriat 12 (1) : hal 73-83.

Tenaya, I.M. Narka., R. Setiamihardja., A. Baihaki., dan S. Natasasmita. 2003. Heritabilitas dan aksi gen kandungan fruktosa, kandungan kapsaisin, dan aktivitas enzim peroksidase pada hasil perslangan antarspesies cabai rawit x cabai merah. Zuriat 14 (1) : hal 26-34.

Vanisree, M., Chen-Yue, L., Shu-Fung., L., Nalawade, S.M.,Lin,C.Y. & HsinSheng, T. 2004). Studies on the production of some important secondary metabolites from medicinal plants by plant tissue cultures. Bot. Bull.Acad.Sin. 45: 1-22.