BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Superkonduktor
Superkonduktor merupakan suatu material dengan temperatur tertentu yang sangat rendah critical temperature dan nilai hambatan listriknya electrical resistivity
berubah secara drastis menjadi sama dengan nol. Penelitian dalam bidang superkonduktor masih dilakukan sampai sekarang untuk mendapatkan bahan
dengan T
c
mencapai temperatur kamar 20
o
C 293 K Timbangen, 2005. Diawali oleh penemuan sifat superkonduktor pada unsur Hg di tahun 1911
oleh Kamerlingh Onnes dari Universitas Leiden yang telah berhasil mencairkan helium untuk mengkondisikan temperatur rendah hingga 4K atau -269
o
C. Dalam proses pembelajaran sifat listrik dari logam pada temperatur yang sangat rendah
dan diketahui bahwa hambatan suatu logam akan turun ketika didinginkan dibawah temperatur ruang, akan tetapi belum ada yang mengetahui batas bawah
hambatan yang dicapai ketika temperatur mendekati 0K atau nol mutlak. Peristiwa superkonduktivitas ditandai dengan arus listrik yang mengalir pada benda tanpa
adanya hambatan sehingga arus dapat mengalir tanpa kehilangan energi.
Gambar 2.1 Kronologi sejarah material superkonduktor Pia J.R., 2015
Universitas Sumatera Utara
2.2 Karakteristik Superkonduktor 2.2.1 Temperatur Kritis Tc
Material superkonduktor memiliki resistivitas sama dengan nol ρ = 0 di
temperatur rendah. Suatu bahan yang didinginkan di dalam nitrogen cair atau helium cair, maka nilai resistivitas bahan tersebut akan turun seiring dengan
penurunan temperatur. Pada temperatur tertentu, resistivitas material akan turun secara drastis menjadi nol. Fenomena penurunan temperatur menjadi nol ini
disebut dengan temperatur kritis Tc, yaitu terjadinya transisi dari keadaan normal menjadi keadaan superkonduktor.
Gambar 2.2 Grafik hubungan antara resistivitas terhadap temperatur
Pada saat temperatur T T
c
bahan dapat dikatakan berada dalam keadaan normal pada saat bahan tersebut memiliki nilai resistansi listrik. Perubahan ini
dapat menghasilkan bahan menjadi bahan konduktor, bahkan menjadi isolator. Berbanding terbaik jika T T
c
, bahan akan menolak medan yang datang yang disebabkan karena medan luar yang diberikan selalu sama besar dengan
magnetisasi bahan tersebut, yang artinya bahan tersebut merupakan bahan superkonduktor dan nilai resistivitasnya turun drastis menjadi nol. Selain
temperatur, keadaan superkonduktivitas juga tergantung pada beberapa variabel, yaitu medan magnet, dan rapat arus Pikatan, 1989.
2.2.2 Medan Magnet Kritis Hc
Sifat lain dari superkonduktor yaitu bersifat diamagnetisme sempurna. Jika sebuah superkonduktor ditempatkan pada medan magnet, maka tidak akan ada
medan magnet dalam superkonduktor. Hal ini terjadi karena superkonduktor
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan medan magnet dalam bahan yang berlawanan arah dengan medan magnet luar yang diberikan. Efek yang sama dapat diamati jika medan magnet
diberikan pada bahan dalam temperatur normal kemudian didinginkan sampai menjadi superkonduktor. Pada temperatur kritis, medan magnet akan ditolak.
Gambar 2.3 Diamagnetik sempurna Triya, 2014 2.2.3 Rapat Arus Kritis Jc
Bahan logam tersusun dari kisi-kisi dan basis serta elektron bebas. Ketika medan listrik diberikan pada bahan, elektron akan mendapat percepatan. Medan
listrik akan menghamburkan elektron ke segala arah dan menumbuk atom-atom pada kisi. Hal ini menyebabkan adanya hambatan listrik pada logam konduktor.
Pada bahan superkonduktor terjadi juga interaksi antara elektron dengan inti atom. Namun elektron dapat melewati inti tanpa mengalami hambatan dari atom kisi.
Ketika elektron melewati kisi, inti yang bermuatan positif menarik elektron yang bermuatan negatif dan mengakibatkan elektron bergetar. Jika ada dua buah
elektron yang melewati kisi, elektron kedua akan mendekati elektron pertama karena gaya tarik dari inti atom-atom kisi lebih besar.
Gambar 2.4 Keadaan superkonduktor atom kisi pada logam Ghuna U., 2015.
Universitas Sumatera Utara
Rapat arus kritis meningkat seiring menurunnya temperatur di bawah temperatur kritis sesuai dengan persamaan,
�
� =
� �
�
−� �
�
2.1 Nilai threshold arus dimana medan magnet disebabkan arus itu sendiri
sebanding dengan medan magnet kritisnya F.B. Silsbee, 1916. Pada suatu konduktor silinder, arus I mengalir di tengah konduktor. Pada jarak r dari garis aliran arus,
terdapat medan magnet tangensial =
2
2.2 dan arus kritis menurut hipotesis Silsbee pada silinder dengan jari-jari a dinyatakan
dalam
�
= 2 �
�
2.3 sehingga besarnya rapat arus Jc dapat ditentukan dengan
�
=
2
�
�
2.4 pada waktu yang sama, Laboratorium Leiden juga melakukan studi pengaruh
tempertur terhadap medan kritis pada timah dengan hasil W.Tuyn, 1926.
�
� =
�
1 −
� �
�
2
2.5
2.3 Jenis – Jenis Superkonduktor
Superkonduktor dapat dibedakan berdasarkan temperatur kritis dan medan magnet kritis.
Berdasarkan temperatur kritisnya superkonduktor dibagi menjadi 2 jenis, yaitu superkonduktor temperatur tinggi High Temperature Superconductor
– HTS dan superkonduktor temperatur rendah Low Temperature Superconductor - LTS.
Sedangkan superkonduktor berdasarkan medan magnet kritis yakni, Superkonduktor tipe I, dan Superkonduktor II.
2.3.1 High Temperature Superconductor HTS
Superkonduktor temperatur tinggi High Temperature Superconductor –
HTS adalah superkonduktor yang memiliki temperatur kritis di atas temperatur nitrogen cair 77 K sehingga sebagai pendinginnya dapat digunakan nitrogen cair
Windartun, 2008. Pada tahun 1987, kelompok peneliti di Alabama dan Houston yang dikoordinasi oleh K.Wu dan P. Chu, menemukan superkonduktor YBa
2
Cu
3
O
7-x
dengan Tc = 92 K. Ini adalah suatu penemuan yang penting karena untuk pertama kali didapat superkonduktor dengan temperatur kritis di atas temperatur nitrogen cair,
Universitas Sumatera Utara
yang harganya jauh lebih murah daripada helium cair. Pada awal tahun 1988, ditemukan superkonduktor oksida 11 Bi-Sr-Ca-Cu-O dan Tl-Ba-Ca-Cu-O berturut-
turut dengan Tc = 110 K dan 125 K Sukirman dkk., 2003.
2.3.2 Low Temperature Superconductor LTS
Superkonduktor temperatur rendah Low Temperature Superconductor - LTS merupakan superkonduktor yang memiliki temperatur kritis di bawah temperatur
nitrogen cair 77 K. Sehingga untuk memunculkan superkonduktivitasnya, material tersebut menggunakan helium cair sebagai pendingin Windartun, 2008. Adapun
contoh dari superkonduktor temperatur rendah adalah Hg 4,2 K, Pb 7,2 K, niobium nitride 16 K, niobium-3-timah 18,1 K, Al
0,8
Ge
0,2
Nb
3
20,7 K, niobium germanium 23,2 K, dan lanthanum barium tembaga oksida 28 K Pikatan, 1989.
2.3.3 Superkonduktor Tipe I
Pasangan elektron bergerak sepanjang terowongan penarik yang dibentuk ion-ion logam yang bermuatan positif. Akibat dari adanya pembentukan pasangan
dan tarikan ini arus listrik akan bergerak dengan merata dan superkonduktivitas akan terjadi. Superkonduktor yang berkelakuan seperti ini disebut superkonduktor
jenis pertama yang secara fisik ditandai dengan efek Meissner, yakni gejala penolakan medan magnet luar asalkan kuat medannya tidak terlalu tinggi oleh
superkonduktor. Bila kuat medannya melebihi batas kritis, gejala superkonduktivitasnya akan menghilang. Maka pada superkonduktor tipe I akan
terus – menerus menolak medan magnet yang diberikan hingga mencapai medan
magnet kritis. Kemudian akan berubah kembali ke keadaan normal.
2.3.4 Superkonduktor Tipe II
Abrisokov mendasarkan teorinya pada kerapatan pasangan elektron yang dinyatakan dalam parameter keteraturan fungsi gelombang. Abrisokov dapat
menunjukkan bahwa parameter tersebut dapat mendeskripsikan pusaran vortices dan bagaimana medan magnet dapat memenetrasi bahan sepanjang terowongan
dalam pusaran-pusaran ini. Lebih lanjut ia pun dengan secara mendetail dapat memprediksikan jumlah pusaran yang tumbuh seiring meningkatnya medan
magnet. Teori ini merupakan terobosan dan masih digunakan dalam pengembangan dan analisis superkonduktor dan magnet. Superkonduktor tipe II
Universitas Sumatera Utara
akan menolak medan magnet yang diberikan. Namun perubahan sifat kemagnetan tidak tiba-tiba tetapi secara bertahap. Pada suhu kritis, maka bahan akan kembali
ke keadaan semula. Superkonduktor Tipe II memiliki suhu kritis yang lebih tinggi dari superkonduktor tipe I.
2.4 Magnesium Diboride MgB
2
MgB
2
merupakan material superkonduktor terdiri dari dua unsur logam yang mempunyai perilaku superkonduktor dengan temperatur kritis ~39K diatas
helium cair, dengan rapat arus kritis yang tinggi sebesar 106-107 Acm
2
dan medan magnet 0 pada temperatur rendah. Struktur kristal MgB
2
adalah Hexagonal Closed Pack HCP
, termasuk dalam sistem kristal heksagonal dengan golongan ruang P6mmm J. Nagamatsu, 2001.
Gambar 2.5 Struktur kristal MgB
2
G. Fuchs, 2002 MgB
2
merupakan bahan intermetalik dengan bahan anisotropik superkonduktor tipe II dan merupakan material superkonduktor temperatur
rendah. MgB
2
dapat disintesis dengan berbagai bagian, yang paling sederhana adalah dengan reaksi temperatur tinggi antara boron dan magnesium bubuk
dengan pembentukan dimulai pada 650 ° C. C. Larbalestier, 2001.
Gambar 2.6 Diagram Fasa MgB
2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Parameter material superkonduktor MgB
2
Buzea, 2001
Parameter Nilai
Tc 39
– 40 K Kisi Heksagonal
a = 0.3086 nm; b = 0.3524 nm Densitas teoretis
2.55 gcm
3
Koef. Tekanan -1.1
– 2 KGpa Densitas pembawa muatan
1.7 – 2.8 x10
23
holescm
3
Efek isotop α
B
+ α
Mg
= 0.3 – 0.02
Medan kritis bawah H
c1
0 = 27 – 48 mT
Medan ireversibelitas H
irr
0 = 6 – 35 T
Panjang koherensi ξab = 3.7 – 12 nm
ξc = 1.6 – 3.6 nm Kedalaman penetrasi
0 = 85 – 180 nm Energy gap
Δ0 = 1.8 – 7.5 meV Temperatur Debye
Θ
D
= 750 – 880 K
Rapat arus kritis Jc4.2K,0T 10
7
Acm
2
Jc4.2K,4T = 10
6
Acm
2
Jc4.2K,10T 10
5
Acm
2
Jc25K,0T 5 ×10
6
Acm
2
Jc25K,2T 105 Acm
2
Properti sangat tergantung pada komposisi dan proses fabrikasi yang dilakukan. Sampel dengan pengotor yang diakibatkan oleh oksida pada batas kristal, berbeda
dengan sampel tanpa oksida. M. Eisterer, 2007.
2.5 Carbon Nanotubes CNT