BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakuka dalam penelitian ini, maka peniliti mengambil kesimpulan dan memberikan saran yang dapat
bermanfaat untuk perusahaan dan penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil Uji – F variabel budaya kerja, lingkungan kerja dan
komitmen organisasi secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap organizational citizenship behavior karyawan
pada PT.Adi Sarana Armada,Tbk Cabang Medan. 2.
Berdasarkan hasil Uji – t maka variabel Budaya Kerja berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap Organizational Citizenship Behavior
pada karyawan PT.Adi Sarana Armada Tbk Cabang Medan. Selain itu variabel Lingkungan Kerja berpengaruh positif dan signifikan secara parsial
terhadap Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT.Adi Sarana Armada Tbk Cabang Medan. Dan variabel Komitmen Organisasi
berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap Organizational
Citizenship Behavior pada karyawan PT.Adi Sarana Armada Tbk Cabang Medan.
3. Berdasarkan hasil uji signifikan secara parsial yang paling dominan
mempengaruhi organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Adi Sarana Armada, Tbk Cabang Medan adalah variabel komitmen organisasi.
4. Dari hasil analisis koefisien determinasi diperoleh nilai R Adjusted Square
R2 sebesar 0,884 hal ini berarti 88,4 variabel OCB dapat dijelaskan oleh variabel Budaya kerja, Lingkungan kerja dan Komitmen organisasi
sedangkan sisanya sebesar 1,2 dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti: Sikap kerja, Tingkat keahlian,
Iklim kerja, Disiplin kerja dan lain sebagainya.
5.2 Saran
Berdasrkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan
a. Sebaiknya budaya kerja di perusahaan harus lebih di perhatikan, karena
dari hasil jawaban responden pada kuesioner yang di sebarkan kepada karyawan PT.Adi Sarana Armada Tbk Cabang medan, karyawan masi
banyak yang melanggar peraturan, dengan masi adanya karyawan melanggar peraturan yang ada dapat mengakibatkan kinerja perusahaan
menurun, karena budaya kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja karyawan.
b. Sikap Komitmen organisasi pada karyawan sangat dibutuhkan oleh
perusahaan PT.Adi Sarana Armada Tbk Cabang Medan dengan sikap komitmen yang tinggi dapat memperkecil tingkat turn over karyawan
sehingga karyawan dapat bertahan di dalam perusahaan dan memiliki rasa cinta yang dalam pada perusahaannya dan bertanggung jawab pada
pekerjaan yang dilakukannya, sehingga kinerja nya juga meningkat dan dapat menguntungkan bagi perusahaan. Maka disarankan kepada Bapak
kepala cabang dapat terus menjaga dan meningkatkan sikap komitmen organisasi karyawannya dengan memberika penghargaan sehingga
karyawan merasa di butuhkan di perusahaan.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Bagi para peneliti selainjutnya yang akan meneliti lebih dalam tentang tema penelitian ini agar dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan dasar
acuan atau sebagai bahan pertimbangan.
Dasar kepribadian untuk OCB ini merefleksikan ciri atau kepribadian karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh.
Yang lebih penting untuk OCB adalah bahwa karyawan harus merasa mereka diperlakukan secara adil,bahwa prosedur dan hasil adalah adil. Perilaku extra-role
dalam organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior OCB, dan orang yang menampilkan perilaku OCB disebut sebagai karyawan yang
baik good citizen. OCB merupakan perilaku yang berkaitan dengan kontribusi di luar peran formal yang ditampilkan oleh seorang karyawan dan tidak mengharapkan
imbalan atau hadiah formal dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas organisasi. Menurut Robbins 2005:203 contoh perilaku yang termasuk kelompok
OCB adalah membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti organisasi,
menghargai peraturan yang berlaku di organisasi, toleransi pada situasi yang kurang idealmenyenangkan di tempat kerja, memberi saran-saran yang membangun di
tempat kerja, serta tidak membuang-buang waktu di tempat kerja. Berdasarkan pengertian yang telah dideskripsikan oleh beberapa peneliti,
maka dapat disimpulkan bahwa, OCB merupakan perilaku extra-role atau perilaku di luar peranan job description yang telah ditentukan oleh perusahaan, timbul karena
adanya sikap prososial dan atas dasar kerelaan pribadi dari karyawan.
2.1.1 Dimensi Organizational Citizenship BehaviorOCB
Penelitian mengenai OCB telah banyak dilakukan, beberapa dimensi OCB dikemukakan secara berbeda-beda di dalam setiap penelitian yang dilakukan. Melalui
dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh peneliti terdahulu perilaku OCB di antara karyawan dapat terdeteksi dengan jelas agar selanjutnya dapat terus dilakukan upaya-
upaya oleh perusahaan untuk menjaga perilaku positif ini. Menurut Organ dalam Asgari 2008: 22 Terdapat lima dimensi dari OCB dikemukakan oleh, yaitu :
a Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam
organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah pada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang
ditanggungnya. Contoh : bersedia membantu mengerjakan laporan milik rekan kerja yang pada hari ini tidak dapat masuk kerja karena sakit atau
bersedia menggantikan tugas rekan kerja untuk sementara pada jam istirahat.
b Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas
karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan tugas. Contoh : seorang karyawan bagian cleaning service
bersedia untuk membantu karyawan lain yang membutuhkan foto copydokumendokumen yang dibutuhkannya.
c Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang
mempunyai tingkatan yang tinggi dalam dimensi ini akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan
bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan. Contoh : Apabila terjadi pergantian
kepemimpinan perusahaan yang baru dan berdampak pada diubahnya sebagian darikebijakan dari kepemimpinan lama yang dirasa kurang sesuai
dengan keinginan karyawan saat ini, karyawan berusaha untuk beradaptasi dengan cepat dan tetap memberikan kinerja terbaik tanpa membicarakan sisi
negatif pemimpin baru dengan karyawan lainnya yang justru akan menurunkan kinerja karyawan lain.
d Courtessy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalahmasalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi itu adalah
orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain. Contoh: selalu menyapa rekan dan memberikan senyuman kepada rekan kerja merupakan
salah satu cara kecil dalam membina hubungan baik dengan sesama rekan kerja. Selain itu, mengadakan pertemuan di luar jam kerja dengan rekan-
rekan kerja yang lain untuk refreshing merupakan salah satu perwujudan dimensi ini.
e Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi. Dimensi ini mengaruh pada tanggung jawab yang diberikan organisasi
kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni. Contoh : mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil
inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau proseduur- prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang
dimiliki oleh organisasi
2.1.2 Motif yang Mendasari Organizational Citizenship BehaviorOCB
OCB memiliki kesamaan dengan perilaku-perilaku lain yang akan muncul dalam kehidupan berorganisasi, yaitu OCB akan muncul dengan dilatar belakangi
oleh beberapa hal, baik itu berasal dari dalam diri karyawan maupun pengaruh dari perusahaan. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi, bahwa manusia
memiliki tiga tingkatan motif, yaitu : a.
Motif berprestasi, keinginan untuk memenuhi sesuatu yang sulit, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standard keistimewaan excellence, mencari
prestasi dari tugas, kesempatan atu kompetisi. b.
Motif afiliasi, keinginan untuk meluangkan waktu dalam aktivitas dan hubungan sosial, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara, dan
memperbaiki hubungan dengan orang lain. c.
Motif kekuasaan, keinginan seorang individu untuk mempengaruhi,
membimbing, mengajar, atau mendorong orang lain untuk berprestasi.
2.1.3 Kontribusi Organizational Citizenship Behavior OCB dalam perusahaan
OCB merupakan perilaku positif karyawan yang bersedia dengan keinginan sendiri untuk melakukan kegiatan prososial, sekalipun itu di luar deskripsi
pekerjaannya dan di luar sistem penghargaan yang diatur oleh perusahaan. Berdasarkan definisi tersebut, tentu OCB memiliki banyak kontribusi baik bagi
hubungan antar karyawan dan bagiefektivitas perusahaan. Beberapa kontribusi OCB bagi perusahaan, yaitu berupa peningkatan produktivitas rekan kerja, peningkatan
produktivitas manajer, menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan, membantu memelihara fungsi kelompok, menjadi
sangat efektif untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kelompok kerja, meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan
karyawan terbaik, meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Menurut Hardaningtyas dalam Budiawan 2012:6 menguraikan kontribusi OCB, sebagai berikut :
a. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
b. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian
tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut.
c. Seiring berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan
akan membantu menyebarkan best practiceke seluruh unit kerja atau kelompok. d.
OCB meningkatkan produktivitas manajer 1
Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja. 2
Karyawan yang sopan dan menghindari konflik dengan rekan kerja akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen
3 OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan
organisasi secara keseluruhan 4
Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan bagi organisasi.
5 Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan
melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut.
e. OCB membantu menghemat energi sunber daya yang langka untuk memelihara
fungsi kelompok 1
Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moral, dan kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok atau
manajer tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok
2 Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja
akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.
f. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja 1
Karyawan yang menampilakan perilaku civic virtue, seperti menghindari dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan unit kerjanya,
akan membantu koordinasi di antara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi
dalam kelompok. 2
Karyawan yang menampilakan perilaku courtesy, seperti saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain
akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan
g. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
mempertahankan karyawan terbaik 1
Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.
2 Memberi contoh pada karyawan laindengan menampilkan perilaku
sportmanship, misalnya tidak mengeluh karena permasalahanpermasalahan kecil, akan menumbuhkan loyalitas dan
komitmen pada organisasi
2.2 Budaya Kerja
2.2.1 Pengertian Budaya Kerja
Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama,
norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan
budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka dinamakan budaya kerja.
Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.
Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan habituating process pola perilaku tertentu agar tercipta
suatu bentuk baru yang lebih baik. Menurut Nawawi 2003:65 Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan
berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara
moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus
ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Menurut Triguno 2005:13 Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Melaksanakan budaya kerja mempunyai
arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan masa depan.
Menurut
Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja 2006:60 mendefinisikan budaya kerja yaitu, Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran
dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.
Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam khairiyah 2010:34 menerangkan bahwa Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis
yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi. Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.
Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan
dinyatakan dengan menggunakan sarana vehicle tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.
2.2.2 Terbentuknya Budaya Kerja
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam
organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran,
pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja
akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam
mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing
Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-
pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin
atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan
dalam perangkat satuan kerja atau organisasi. Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan
budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi. Cakupan
makna setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:
1 Disiplin yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
2 Keterbukaan, yaitu kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar
dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan. 3
Saling menghargai, yaitu perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
Menurut Triguno 2005:124 unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain: 1.
Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi, dan teknologi.
2. Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features, conformance,
durability, serviceability, aesthetics, perseived quality, value, responveness, humanity, security, dan competency.
3. Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan,
orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terus- menerus.
Menurut Budhi dalam Ndraha 2006:24 budaya kerja dapat dibagi menjadi: a
Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaan sendiri, atau merasa terpaksa melakukan suatu hanya untuk kelangsungan hidupnya
b Prilaku waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-
hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan atau sebaliknya.
Sikap maupun perilaku kerja tersebut terbentuk baik di dalam masyarakat maupun di dalam organisasi atau perusahaan.sudah barang tertentu,warna budaya
kerja sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat makro atau budaya organisasi perusahaanyang bersangkutan.Terkait dengan dengan budaya kerja
merupakan awal terbentuknya budaya perusahaan.
2.2.3 Unsur – unsur Budaya Kerja
Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan
menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus
diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan
teknik-teknik pendukung. Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan
waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan
penyempurnaan dan perbaikan.
Menurut Ndraha 2007:76 budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:
1 sikap terhadap pekerjaan, manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap
pekerjaan. Misalnya, berdasarkan anggapan dasar bahwa kerja itu hukuman,maka timbullah sikap tertentu terhadap kerja. Kerja dipandang
disikapi sebagai siksaan.berbeda halnya jika kerja dianggap sebagai gengsi,dari sini timbul sikap memilih-milih pekerjaan. Sikap terhadap kerja bisa berubah.
Maka sikap terhadap pekerjaan dipengaruhi oleh dua faktor: a
Pengetahuan dan informasi kerja b
Kesadaran akan kepentingan 2
Perilaku ketika bekerjaan, dari sikap terhadap pekerjaan,lahir perilaku saat bekerja.misalnya dari kepercayaan bahwa kerja adalah ibadah,lahir sikap
semangat terhadap suatu pekerjaan. Perilaku terbentuk oleh insentif: reward atau punishment. Tetapi bisa terjadi, bekerja tidak bersal dari sikap terhadap kerja,
misalnya sikap negatif, melainkan dari ketakutankan punishment. Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya
untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari
perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda
nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Setiap nilai- nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan pemimpin lainnya,
bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka. Adapun
indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dapat dikategorikan tiga Yaitu :
1. Kebiasaan
Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan
kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain
yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian position, jika sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau
kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam
keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya
aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan. 2.
Peraturan Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas
pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai
disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran
yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik dalam organisasi perusahaan.
3. Nilai-nilai
Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar
atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu. Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau
dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja. Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada
keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan. Maka penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja
pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas
2.3 Lingkungan Kerja
2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat perlu ketika karyawan melakukan aktivitas bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan kerja
yang baik atau menciptakan kondisi bekerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membantu pengaruh terhadap kegairahan atau semangat
karyawan dalam bekerja. Menurut Nitisemito dalam Sunyoto 2015:34 Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang di bebankan misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan lain-lain. Menurut Sukanto dan
Indriyo dalam Khoiriyah 2009:24 lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi mengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan
tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Menurut Sukanto dan Indriyo dalam Khoiriyah 2009:24 lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi mengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan
tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Berdasarkan pengertian
di atas, ruang lingkup lingkungan kerja adalah:
1 Bahwa lingkungan organisasi tertentu tercermin pada karyawan gaya
kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang demokrasi akan berpengaruh pula terhadap karyawan
2 Lingkungan kerja yang timbul dalam organisasi merupakan faktor yang
menentukan perilaku karyawan. Menurut Sedarmayanti 2001:21 Secara garis besar, jenis lingkungan kerja
terbagi menjadi dua, yaitu Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik:
1 Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat
disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi menjadi
dua kategori yaitu:
a Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti
pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya. b
Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya
temparatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.
Untuk dapat memperkecil penguruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama harus mempelajari manusia, baik mengenal fisik dan tingkah
lakunya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai 2
Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antar tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status yang sama.
Menurut Nitisemito 2000:171 Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Jadi
lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
2.3.2 Faktor- faktor Lingkungan kerja
Setiap perusahaan pasti mempunyai cara atau suatu faktor yang mendukung dari keberhasilan dan kemajuan perusahaan. Menurut Nitisemito dalam Sunyoto
2015:36, beberapa faktor yang berkaitan dengan lingkungan organisasi, yaitu: 1
Hubungan karyawan Dalam hubungan karyawan terdapat dua hubungan, yaitu hubungan sebagai
individu dan hubungan sebagai kelompok.hubungan sebagai individu, motivasi yang diperoleh seorang karyawan datangnya dari rekan-rekan sekerja maupun
atasan. Menjadi sebuah motivasi, jika hubungan karyawan dengan rekan sekerja maupun atasannya berlangsung humoris. Begitu juga dengan
sebaliknya, jika hubungan di antara mereka tidak harmonis, maka akan mengakibatkan kurangnya atau tidak ada motivasi di dalam diri karyawan yang
bekerja. Sedangkan untuk hubungan sebagai kelompok, maka seseorang karyawan akan berhubungan dengan banyak orang, baik secara individu
maupun secara kelompok. Dalam hubungan ini ada beberapa yang mendapatkan perhatian agar keberadaan kelompok ini menjadi lebih produktif,
yaitu: a.
Kepemimpinan yang baik Gaya kepemimpinan seseorang akan sangat berpengaruh pada baik dan
tidaknya dalam pengembangan sumber daya manusia untuk waktu yang akan datang. Seseorang pemimpin yang baik harus benar-benar mengerti
lingkungan sekitarnya, termasuk di dalamnya apa yang diperlukan oleh para karyawan,agar mereka termotivasi untuk lebih giat bekerja.
b. Distribusi informasi yang baik
Distribusi dan pendistribusian informasi yang baik akan dapat memperlancar arus informasi yang diperlukan oleh organisasi atau
perusahaan. Kecepatan melakukan tindakan akan tergantung dari informasi yang cepat dipahami ataukah tidak. Semakin baik distribusi
informasi yang diperoleh, maka akan semakin cepat pula dilakukan tindakan dan bahkan mempercepat pengambilan keputusan
c. Kondisi yang baik
Kondisi kerja yang baik adalah kondisi yang dapat mendukung dalam penyelesaian pekerjaan oleh karyawan. Segenap fasilitas yang diperlukan
dalam mengerjakan atau meyelesaikan pekerjaan bagi karyawan merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau
organisasi. d.
Sistem pengupahan yang jelas Seluruh karyawan mengerti dan jelas berapa upah yang bakal diterima.
Para karyawan dapat menghitung sendiri jumlah upah yang diterima dengan mudah. Sehingga ini akan menambah tingkat keyakinan para
karyawan terhadap pihak perusahaan, dengan demikian akan dapat menimbulkan saling percaya diantara mereka
e. Tingkat kebisingan lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang tidak tenang atau bising akan dapat menimbulkan pengaruh yang kurang baik, yaitu adanya ketidaktenangan dalam bekerja.
Bagi para karyawan tertentu saja ketenangan lingkungan kerja sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan dan ini dapat meningkatkan
produktivitas kerja f.
Peraturan kerja Peraturan kerja yang baik dan jelas dapat memberikan pengaruh yang
baik terhadap kepuasan dan kinerja para karyawan untuk mengembangkan karier di perusahaan tersebut. Dengan perangkat
peraturan tersebut karyawan akan dituntut untuk menjalankan aktivitasnya guna mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan individu
dengan pasti. Di samping itu karyawan akan lebih termotivasi untuk bekerja lebih baik
g. Penerangan
Dalam hal ini, penerangan bukanlah sebatas pada penerangan listrik, tetapi termasuk juga penerangan matahari. Karyawan memerlukan
penerangan yang cukup, apalagi jika pekerjaan yang dilakukan memenuhi ketelitian
h. Sirkulasi udara
Untuk sirkulasi atau pertukaran udara yang cukup maka pertama yang harus dilakukan yaitu pengadaan ventilasi. Ventilasi harus cukup lebar
terutama pada ruangan-ruangan yang di anggap terlalu panas. Bagi
perusahaan yang merasa pertukaran udaranya kurang atau kepengapan masih dirasakan, dapat mengusahakan pengaturan suhu udara. Cara untuk
mengatur suhu udara sebagai berikut : Ventilasi yang cukup, Pemasangan kipas angin atau AC, Pemasangan Humidifier
i. Keamanan
Lingkungan kerja dengan rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan kenyamanan, di mana hal ini akan dapat memberikan dorongan semangat
untuk bekerja. Keamanan yang dimaksudkan kedalam lingkungan kerja adalah keamanan terhadap milik pribadi karyawan.
Dari penjelasan ini Lingkungan kerja menunjuk hal-hal yang berkaitan dengan struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerjasama, prasarana, dan
imbalan rewardsystem. Jika hal-hal dalam struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerjasama, ketersediaan alat kerja dan imbalan dapat
diwujudkan, maka tidak sulit untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan di tempat tugas. Pada gilirannya, karyawan akan meningkatkan kinerjanya. Hal-hal yang paling
dekat yang dapat dilihat, bahwa semangat kerja karyawan meningkat, kohoesivitas kelompok tinggi, penyelesaian tugas membaik, menurunnya angka absensi
mempengaruhi kinerja karena lingkungan kerja yang baik akan menciptakan kemudahan pelaksanaan tugas. Lingkungan kerja ini sendiri terdiri dari lingkungan
kerja fisik dan non fisik yang melekat dengan karyawan sehingga tidak dapat dipisahkan dari usaha pengembangan kinerja karyawan.
2.4 Komitmen Organisasi
2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi sering didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi,
suatu keyakinan tertentu,dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Menurut Luthnas dalam sutrisno 2010:292, Komitmen juga dapat
didefinisikan sebagai jaminan dan janji baik secara eksplisit maupun implisit dari berlangsungnya hubungan antara partner dalam pertukaran tingkat keterlibatan
psikoligis anggota pada organisasi tertentu. Upaya mencapai tujuan organisasi dengan kemampuan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan ketertarikan
untuk tetap menjadi bagian organisasi. Komitmen ditentukan oleh variabel personal dan variabel organisasi, variabel personal meliputi usia,masa jabatan dalam organisasi
dan disposisi individu.sedangkan variabel organisasional meliputi rancangan tugas pekerjaan dan gaya kepemimpinan supervisor. Menurut Griffin 2005:46, komitmen
organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki
komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi. Dengan kata lain, komitmen organisasi ini merupakan sikap loyalitas pegawai
terhadap organisasinya dan juga merupakan suatu proses mengekspresikan perhatian dan partisipasinya terhadap organisasi
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Menurut Steers dalam Sopiah 2008:4
menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain : 1.
Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
rekan sekerja 3.
Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang
organisasi. Menurut Minner dalam Sopiah 2008:7 mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan antara lain : 1.
Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan 3.
Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi
terhadap karyawan
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam
organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan
2.4.3 Teori-teori dasar komitmen
Menurut Moreland dkk dalam Sutrisno 2010: 298, ada beberapa teori yang menjelaskan dasar-dasar motivasional munculnya komitmen individu dalam
organisasi, yaitu:
a Teori sosialisasi kelompok
Menurut model ini, baik kelompok maupun individu melakukan proses evaluasi dalam hubungan bersama dan membandingkan value-nya dengan
hubungan yang selama ini berlangsung. Dalam evaluasi ini perubahan perasaan akan berpengaruh terhadap komitmen yang dimiliki individu.
Semakin tinggi perasaan positif semakin besar juga komitmen organisasinya
b Teori pertukaran sosial
Orang dapat berpartisipasi dalam beberapa hubungan secara simultan, sehingga nilai relatif pada suatu hubungan juga dipengaruhi relationship
yang lain sesuai partisipasi. c
Teori kategorisasi Diri
Membahas berbagai fenomena kelompok seperti pembentukan kelompok, konformitas, penyimpangan dalam pengambilan keputusan, dan kelompok.
d Teori Identitas
Teori ini menawarkan perspektif lain pada komitmen dan perannya dalam kelompok sosial.yaitu, peran sosial yang merupakan representasi dari suatu
harapan tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku dan peran sosial yang merupakan representasi dari suatu harapan
tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku Allen dan Mayer dalam Greenberg dan Baron 2003:76 mengemukakan tiga
dimensi komitment organisasi adalah: 1
Komitmen afektif affective comitment: Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang
karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapan-
harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu
organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang berkeinginan melakukannya. Pegawai yang mempunyai komitmen afektif yang
kuat tetap bekerja dengan perusahaan karena mereka menginginkan untuk bekerja di perusahaan itu.
2 Komitmen berkelanjutan continuence commitment:
Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau
benefit. Konsep side-bets orientation yang menekankan pada sumbangan seseorang yang sewaktu-waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan
organisasi. Tindakan meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang beresiko tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka
tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari gantinya. Komitmen berkelanjutan juga dapat di artikan suatu komitmen
yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus
dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan need to
3 Komitmen normatif normative commiment:
Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu. Tindakan tersebut merupakan hal benar
yang harus dilakukan. Komitmen normatif juga dapat diartikan sebagai komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi
keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk
bertahan dalam organisasiought to.
Maka kesimpulan komitmen organisasi yaitu komitmen organisasi merupakan hal penting bagi organiasi, terutama untuk menjaga kelangsungan dan pencapai
tujuan. Namun untuk memperoleh komitmen yang tinggi diperlukan kondisi- kondisi yang memadai untuk mencapainya.
2.5 Penelitian terdahulu
Ringkasan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1
No Penelitian
Judul Hasil Penelitian
1. Yunanda
2014 Pengaruh Lingkungan Kerja
Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Perum Jasa
Tirta I Malang Bagian Laboratorium Kualitas Air
1 Terdapat pengaruh langsung antara lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan. 2 Terdapat pengaruh langsung antara kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan.. 3 Terdapat pengaruh langsung antara lingkungan
kerja terhadap kepuasan kerja karyawan. t.4 Terdapat pengaruh tidak
langsung antara lingkungan kerja terhadap kinerja melalui kepuasan
kerja karyawan.
2. Dwi Agung
Nugroho Arianto 2013
Pengaruh kedisiplinan, lingkungan kerja dan budaya
kerja terhadap kinerja tenaga pengajar
budaya kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Budaya kerja yang kuat dapat menciptakan suasana kerja yang
kondusif sehingga kualitas kerja akan meningkat dan merupakan kunci
No Penelitian
Judul Hasil Penelitian
keberhasilan bagi suatu organisasi, di mana keberhasilan organisasi menjadi
satu indicator kepuasan kerja karyawan
3. Yohanas Oemar
2013 pengaruh budaya kerja,
kemampuan kerja dan komitmen organisasi terhadap
organizational citizenship behavior OCB pegawai pada
BAPPEDA Kota Pekanbaru Budaya organisasi berpengaruh positif
dan signifikansecara parsial terhadap organizational citizenship behavior
OCB pegawai pada Bappeda Kota Pekanbaru. Kondisi ini menunjukkan
jika budaya organisasi meningkat maka OCB pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru
juga mengalami peningkatan, demikianpula sebaliknya,
Kemampuan kerja berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap
organizational citizenship behavior OCB pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru
4. Arum Darmawati.
Lina Nur Hidayati. Dyna Herlina S.
2013 Pengaruh
kepuasan kerja, komitmen organisasi terhadap
organizational citizenshipbehaviorOCB
karyawan karyawan bagian Tata Usaha FISE UNY
Penelitian ini menemukan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap variabel OCB.
5. Emmanuel
Majekodunmi Ajala
2012 The influence of workplace
environment workers,Welfare,performance
and productivity Poor and unsafe workplace environment,
result in significant losses for workers, their families, and national economy. A
conducive workplace environment that aid the performance of work
automatically improves productivity improved or adequate lighting improves
productivity, fewer rejects, enhanced safety, lower insurance premiums, better
morale and increased customer satisfaction. A good workplace
communication will involve employees in the development and implementation of
healthy workplace practices, virile employees, enthusiastic employers and
sustenance of the organization.
No Penelitian
Judul Hasil Penelitian
6. Darmawan Riana
2011 Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi budaya kerja pada pegawai di PT.Jamsostek
Persero Cabang Bali I Faktor-faktor yang mempengaruhi
budaya kerja pegawai pada PT. Jamsostek Persero Cabang Bali I terdiri
dari tiga faktor yaitu :1 Faktor 1 yang terdiri dari 13 variabel antara lain
kemampuan untuk memberikan ide kepada
anggota, kemampuan
untukberpartisipasi dengan
anggota,kemampuan untuk mendelegasikan kepada anggota,
visioner, agen perubahan, gaji
7. Akinyele Samuel
Taiwo 2010
The influence of work environment on workers
productivity: A case of selected oil and gas industry in Lagos,
Nigeria This research has provided an insight
into the influence of work environment on workers productivity.
The finding indicates that 42.63 of the respondents were of the opinion
that work environment is poor as to enhance their productivity. 70.49 of
the respondents were of the opinion that high pay, conducive and better
work environment are the factors that can lead to improvement in workers’
productivity and 3.28 of the
respondents did not know how to improve their productivity. 63.30 of
the respondents experience stress,
8. Yutaka Ueda
2006 Organizationalcitizenship
behavior in aJapanese organization: The effects of job
involvement,
organizational commitment, and collectivism
his research revealed that OCB was influenced by individual factors in a way
that was similar to the findings of past research, even when data collected from
Japanese employees was used. First, job involvement was related to civic virtue
and helping behavior.Job involvement included positive behavior orientation
toward improving job performance. Attending meetings or conferences as an
act of civic virtue is a typical way to get information necessary to improve one’s
job performance. Positive attitude towards one’s job is also considered to
No Penelitian
Judul Hasil Penelitian
interact with positive attitudes towards coworkers, particularly in a work
environment like a Japanese organization, which emphasizes harmonious human
relationships
9. Sumarno
2005 Pengaruh komitmen organisasi
dan gaya kepemimpinan terhadap hubungan antara
partisipasi anggaran dan kinerja manajerial
bahwa a terdapat pengaruh dan hubungan negatif yang kuat antara
partisipasi anggaran dan kinerja manajerial, bpengaruh komitmen
organisasi terhadap hubungan partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial adalah positif dan signifikan
2.6 Kerangka Konseptual