BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini maka dapat disimpulkan : 1.
Pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2015 lebih banyak mengalami tingkat ansietas ringan
dibandingkan tingkat ansietas sedang dan berat 2.
Kejadian dispepsia fungsional pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2015 tidak terlalu tinggi, dan gejala
yang dialami berupa post prandial syndrome dan epigastric pain syndrome.
3. Terdapat hubungan antara tingkat ansietas dengan kejadian dispepsia
fungsional menjelang ujian pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 2015.
6.2. Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tingkat ansietas dengan kejadian dispepsia dengan jumlah sampel yang lebih banyak
untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat . Terhadap mahasiswa disarankan untuk meluangkan waktu melakukan
kegiatan yang mengurangi dampak negatif dari ansietas seperti liburan, mendengarkan musik, rekreasi, dll.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ansietas
2.1.1. Definisi
Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang
mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman Kaplan and Sadock, 2010. Kecemasan berbeda dengan ketakutan. Dimana cemas merupakan kekhawatiran yang
tidak jelas objeknya, tetapi takut adalah kekhawatiran yang memiliki objek yang jelas Maramis, 2005. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kecemasan adalah respon
terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual Kaplan and Sadock, 2010.
2.1.2. Epidemiologi
Jumlah penderita gangguan kecemasan baik akut maupun kronik diperkirakan mencapai 5 dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2
banding 1 Hawari, 2001.
2.1.3. Tingkat Ansietas
Menurut Stuart dan Laraia 2005, ada empat tingkat kecemasan atau ansietas yang dialami oleh individu, yaitu:
1. Kecemasan ringan
2. Kecemasan sedang
3. Kecemasan berat
4. Panik
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala kecemasan menurut Hawari 2001, yaitu: 1.
Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2.
Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3.
Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4.
Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan 5.
Gangguan konsentrasi dan daya ingat 6.
Keluhan-keluhan somatik.
2.1.5. Dampak Ansietas
Dampak kecemasan yaitu sulit konsentrasi, sulit memilih jawaban yang benar, khawatir, takut, gelisah, dan gemetar saat menghadapi ujian Hawari, 2001.
2.1.6. Skor Ansietas HRS-A Hamilton Rating Scale for Anxiety
HRS-A dikembangkan oleh Dr. M. Hamilton tahun 1959. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, para peneliti tidak melakukan uji validitas dan
reabilitas karena instrumen ini sudah baku Baladewa, 2010. Nursalam 2003 juga telah melakukan uji validitas dan reliabilitas HRS-A. Hasil dari penelitiannya tersebut
didapatkan korelasi dengan HRS-A rhitung = 0,57-0,84 dan rtabel = 0,349. Hasil koefisien reliabilitas dianggap reliable jika r 0,40. Hal ini menunjukkan bahwa HRS-
A cukup valid dan reliabel.
2.2. Dispepsia Fungsional
2.2.1. Definisi
Dalam konsensus Roma III tahun 2006 yang khusus membicarakan tentang kelainan gastrointestinal, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai:
1. Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
nyeri ulu hatiepigastrik, rasa terbakar di epigastrium
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak ada bukti kelainan struktural termasuk didalamnya pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut
3. Keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum
diagnosis ditegakkan Djojoningrat, 2009
2.2.2. Etiologi
Beberapa faktor yang diduga menyebabkan sindroma dispepsia yaitu: 1.
Asam lambung 2.
Dismotilitas lambung 3.
Gastritis dan duodenitis kronis peranan Helicobacter Pylori 4.
Stres psikososial 5.
Faktor lingkungan dan lain-lain makanan, genetik, dan obat-obatan Mudjaddid, 2009
2.2.3. Klasifikasi
Dispepsia fungsional menjadi beberapa subgrup berdasarkan pada keluhan yang paling mencolok atau dominan Djojoningrat, 2001.
a. Dispepsia tipe seperti ulkus ulcer like dispepsia : bila gejalanya seperti terbakar,
dominan nyeri di epigastrium ulu hati terutama saat lapar epigastric hunger pain yang reda dengan pemberian makanan, antasida dan obat antisekresi asam,
disertai nyeri pada malam hari. b.
Dispepsia tipe seperti dismotilitas dismotility like dispepsia : dimana yang lebih dominan adalah keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang.
c. Dispepsia tipe non-spesifik : dimana tidak ada keluhan yang bersifat dominan
Djojoningrat, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional pengaruh dari nervus vagus Sujono, 2002.
2.2.4. Manifestasi klinis
Gejala dispepsia menurut konsensus Roma III: 1.
Epigastric pain, nyeri subjektif, berupa sensasi yang tidak menyenangkan, beberapa pasien merasa terjadi kerusakan jaringan.
2. Postprandial fullness, perasaan yang tidak nyaman seperti makanan
berkepanjangan di perut. 3.
Early satiation, perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh segera setelah mulai makan, tidak sesuai dengan ukuran makanan yang di makan, sehingga makan
tidak dapat diselesaikan. Sebelumnya, kata “cepat kenyang” digunakan, tapi kekenyangan adalah istilah yang benar untuk hilangnya sensasi nafsu makan
selama proses menelan makanan. 4.
Epigastric burning, adalah perasaan subjektif yang tidak menyenangkan dari panas.
Geeraerts and Tack, 2008.
2.2.5. Patofisiologi
Berbagai hipotesis mekanisme telah diaujkan untuk menerangkan patogenesis terjadinya gangguan ini, antara lain:
1. Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional disuga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak
enak diperut Djojoningrat, 2009. 2.
Helicobacter pylori Hp Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan kekerapan H. pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50 dan tidak berbeda bermakna
Universitas Sumatera Utara
dengan angka kekerapan H. pylori pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi H. pylori pada dispepsia
fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku Djojoningrat, 2009.
3. Dismotilitas gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatanpengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum sampai
50 kasus,
gangguanakomodasi lambung
saat makan,
dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaanini dapat ditemukan pada
setengah atau duapertiga kasus dispepsia fungsional.Perlambatan pengosongan
lambung terjadi
pada 25-80
kasus dispepsia
fungsionaldengan keluhan seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati Djojoningrat, 2009.
4. Ambang ransang persepsi
Dinding usus mempunyai berbagi reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik dan nociceptor. Dalam studi tampak kasus dispepsia
mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum.
Bagaimana mekanismenya
masih belum
dipahami Djojoningrat, 2009.
5. Disfungsi otonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrontestinal pada kasus dispepsia Djojoningrat, 2009.
6. Diet dan faktor lingkungan
Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional Djojoningrat, 2009.
7. Psikologis
Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetus keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktil lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres
Universitas Sumatera Utara
sentral. Tapi korelasi antara faktor psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masuh kontroversi Djojoningrat, 2009.
Gangguan psikis dan faktor lingkungan dapat menimbulkan dispepsia fungsional Tarigan, 2001. Faktor psikis dan emosi ansietas dapat mempengaruhi
fungsi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung serta menurunkan ambang
rangsang nyeri. Pasien dispepsia umumnya menderita ansietas, depresi, dan neurotik lebih jelas dibandingkan orang normal Mudjaddid, 2009.
Peran faktor psikososial pada dispepsi fungsional sangat penting karena dapat menyebabkan hal-hal di bawah ini:
1. Menimbulkan perubahan fisiologi saluran cerna
2. Perubahan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul
3. Mempengaruhi karakter dan perjalanan penyakitnya
4. Mempengaruhi prognosis
Mudjaddid, 2009
2.3. Hubungan Dispepsia dengan Ansietas
Faktor psikis dan emosi seperti pada kecemasan dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi
motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung serta menurunkan ambang rangsang nyeri. Pasien dispepsia umumnya menderita ansietas lebih jelas dibandingkan orang
normal Mudjaddid, 2009.
Rangsangan psikisemosi sendiri secara fisiologi dapat mempengaruhi lambung dengan dua cara yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Jalur neurogen: Rangsangan konflik emosi pada kortek serebri mempengaruhi kerja
hipotalamus anterior dan selanjutnya ke nukleus vagus, nervus vagus dan kemudian ke lambung.
2. Jalur neurohumoral: Rangsangan pada kortek serebri diteruskan ke hipotalamus
anterior selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Hormon ini merangsang korteks adrenal dan kemudian menghasilkan hormon adrenal yang
selanjutnya merangsang produksi asam lambung Mudjaddid, 2009
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang