BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Melasma 2.1.1 Definisi
Melasma adalah hipermelanosis yang terjadi pada daerah wajah yang terkena sinar matahari. Melasma muncul sebagai makula hiperpigmentasi simetris
yang dapat konfluen atau belang-belang. Pipi, bibir atas, dagu, dan dahi adalah lokasi yang paling umum tapi kadang-kadang melasma dapat terjadi pada lokasi
yang terkena sinar matahari lainnya Montemarano, 2012. Chloasma adalah istilah sinonim kadang-kadang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan Montemarano, 2012.
2.1.2 Epidemiologi a.
Ras
Orang dari setiap ras dapat dipengaruhi oleh melasma. Namun, melasma jauh lebih sering terjadi pada jenis kulit gelap daripada jenis kulit
cerah dan mungkin lebih sering terjadi pada jenis kulit coklat muda, terutama Hispanik dan Asia, dari wilayah di dunia dengan paparan sinar
matahari yang intens Soepardiman, 2007.
b. Jenis Kelamin
Melasma jauh lebih umum terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Wanita yang terpengaruh adalah 90 dari kasus. Ketika laki-laki yang
terkena, gambaran klinis dan histologis akan identik Montemarano, 2012. Pada pria, melasma dijumpai pada 10 kasus. Di Indonesia, perbandingan
kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1 Soepardiman, 2007.
Universitas Sumatera Utara
c. Usia
Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi mereka Montemarano, 2012. Melasma
tampak pada wanita usia subur dengan riwayat terpapar pajanan sinar matahari dengan intensitas yang lama. Usia 30-44 tahun merupakan insidens
terbanyak Soepardiman, 2007.
2.1.3 Etiopatogenesis
Pada melasma, terjadi hiperpigmentasi akibat peningkatan produksi melanin atau peningkatan proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin
ini terjadi tanpa perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma yang terjadi dalam proses pembentukan melanin dapat berupa peningkatan
produksi melanosom, peningkatan melanisasi melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom dari melanosit
ke keratinosit, serta peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit Laperee, 2008.
Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit
melasma antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan hormon kontrasepsi, dan kosmetik. Peningkatan produksi melanosom disebabkan
karena hormon maupun karena sinar UV. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan
dalam malphigian cell turnover juga dapat terjadi karena pemakaian obat sitostatik Laperee, 2008.
2.1.4 Faktor Resiko
a. Faktor Endokrin
Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain Melanin Stimulating Hormone MSH, ACTH, lipotropin, estrogen, dan
progesterone Damayanti, 2004.
Universitas Sumatera Utara
b. Predisposisi Genetik
Faktor genetik dan ras mempunyai kontribusi bermakna terhadap patogenesis melasma seperti yang diduga pada kejadian melasma familial.
Penyakit ini jauh lebih sering ditemukan pada ras Hispanik, Latin, Oriental, dan Indo-Cina. Faktor predisposisi genetik pada melasma sering dijumpai
pada penderita dengan tipe kulit III-VI Jimbow, 2001.
c. Faktor Paparan Sinar Matahari
Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh dan ini berlaku untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau perburukan
apabila terpapar sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti dijumpai setelah terpapar sinar matahari yang berlebihan dan kondisi melasma akan
membaik selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh kulit yang terpapar dengan sinar terutama sinar UV dapat menyebabkan terbentuknya
singlet oksigen dan radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin
yang berlebihan Montemarano, 2012.
d. Faktor Kosmetik
Bahan kosmetik yang menimbulkan hiperpigmentasimelasma yaitu yang berasal dari bahan yang bersifat iritatif atau photosensitizer misalnya
minyak bergamot, tar, beberapa asam lemak, minyak mineral, petrolatum, lilin tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen diamin, pewangi,
dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan batas tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari Kariosentono,
2002.
e. Faktor Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan meningkatkan pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering
terpapar sinar matahari yaitu obat-obat psikotropik seperti fenotiazin
Universitas Sumatera Utara
klorpromazin, amiodaron, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin, sitostatika, logam berat, arsen inorganik dan obat antikonvulsan seperti hidantoin,
dilantin, fenitoin dan barbiturat Soepardiman, 2007.
2.1.5 Klasifikasi
Melasma dapat dikategorikan sebagai tipe epidermal, tipe dermal, atau tipe dermal-epidermal campuran. Melasma tipe epidermal berarti pigmen melanin
berada di lapisan kulit yang lebih superfisial yang disebut epidermis. Melasma tipe dermal berarti bahwa pigmen berada dalam lapisan kulit yang lebih dalam.
Perbedaan ini penting karena melasma epidermal bereaksi lebih cepat terhadap pengobatan Rigopoulos, 2007.
2.1.6 Gambaran Klinis
Lesi melasma tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap dengan pinggir iregular. Distribusi dari melasma biasanya simetris pada wajah dan
menyatu dengan pola retikular. Terdapat tiga pola utama dari distribusi lesi tersebut yaitu sentrofasial 63 yang mengenai daerah pipi, dahi, hidung, di atas
bibir, dan dagu dan merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, malar 21 yang mengenai pipi dan hidung, serta mandibular 16 yang mengenai ramus
mandibular. Melasma tidak mengenai membran mukosa. Jumlah makula hiperpigmentasi berkisar antara satu lesi sampai multipel dengan distribusi
simetris Rigopoulos, 2007.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada melasma tidak diindikasikan, namun dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan fungsi endokrin, tiroid dan
hepatik.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemeriksaan histopatologis
Lesi kulit melasma terlihat jelas berbeda dibanding dengan kulit normal. Terdapat tiga gambaran histopatologis dari pigmentasi yaitu
epidermal, dermal, dan dermal-epidermal campuran. Pada melasma tipe epidermal, yang terlihat berwarna kecoklatan, terdapat peningkatan melanin
di lapisan basal dan suprabasal. Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit dapat diamati seiring dengan meningkatnya transfer melanosom ke
keratinosit. Tipe epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Pada melasma tipe dermal, yang terlihat berwarna abu-abu kebiruan, pigmen
melanin yang diproduksi oleh melanosit epidermal memasuki papilla dermis dan diambil oleh makrofag melanofag yang sering berkumpul di sekitar
pembuluh darah kecil dan berdilatasi. Pada melasma tipe dermal-epidermal campuran, ditandai dengan adanya deposisi pada lapisan dermal maupun
epidermal Rigopoulos, 2007.
c. Pemeriksaan lampu Wood
Berdasarkan lokasi pigmen, melasma terbagi dalam tiga tipe. Klasifikasi sebelum pengobatan sangat penting oleh karena lokasi pigmen
dapat menentukan pengobatan yang akan dipilih. Untuk membantu dalam menentukan lokasi pigmen, maka pasien harus diperiksa dengan
menggunakan lampu Wood sebelum diterapi Rigopoulos, 2007. Lawrens berpendapat bahwa pemeriksaan dengan lampu Wood tidak
dapat membantu meramalkan respon klinis terhadap pengelupasan kulit pada melasma. Hal ini dikarenakan, sebagian besar pasien-pasien melasma
memiliki tipe melasma campuran dermal-epidermal. Pemeriksaan dengan lampu Wood tetap berguna untuk menentukan prognosis dari pengobatan
melasma. Apabila lesi-lesi terlihat lebih jelas dengan pemeriksaan lampu Wood, maka terdapat kesempatan yang lebih baik untuk terjadinya
perbaikan klinis Rigopoulos, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Pada pemeriksaan dibawah lampu Wood, secara klasik melasma dapat diklasifikasikan menjadi :
i. Tipe Epidermal
Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat terang apabila dilihat di bawah lampu biasa dan penilaian dengan lampu Wood
menunjukkan warna yang kontras antara daerah yang hiperpigmentasi dibanding kulit normal. Sebagian besar pasien
melasma termasuk ke dalam kategori ini. Pasien dengan hiperpigmentasi tipe epidermal memiliki respon yang lebih baik
terhadap bahan-bahan depigmentasi Rigopoulos, 2007.
ii. Tipe Dermal
Hiperpigmentasi biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan apabila dilihat dibawah lampu biasa dan dengan lampu
Wood tidak memberikan warna kontras pada lesi. Pada tipe ini, eliminasi pigmen bergantung pada transport melalui makrofag dan
keadaan ini tidak mampu dicapai oleh bahan-bahan depigmentasi Rigopoulos, 2007.
iii. Tipe Dermal-Epidermal Campuran
Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat gelap apabila dilihat dengan lampu biasa. Apabila dilihat dengan lampu Wood,
akan terlihat warna yang kontras pada beberapa daerah lesi sedangkan pada daerah yang lain tidak Rigopoulos, 2007.
2.1.8 Diagnosis Banding
a. Riehl’s melanosis
Riehl’s melanosis pertama kali diamati pada tahun 1917. Penyakit ini merupakan hiperpigmentasi pada wajah terutama di dahi dan di daerah
zygomatic dan atau di daerah temporal dan saat ini hampir identik dengan dermatitis kontak berpigmen pada wajah Bleehen, 2004.
Universitas Sumatera Utara
b. Hori’s nevus
Hori’s nevus, juga dikenal sebagai acquired bilateral nevus of Ota-like macules ABNOM atau acquired dermal melanocytosis ADM, timbul
sebagai makula wajah abu-abu kebiruan bilateral. Hori’s nevus terlihat pada 0,8 dari populasi Asia dan biasanya mempengaruhi daerah malar tapi
lateral temples, alae nasi, kelopak mata, dan dahi juga dapat terlibat. Tidak seperti nevus Ota, pigmentasi dalam nevus Hori bersifat didapat dan tidak
melibatkan mukosa. Melasma dan nevus Hori dapat timbul secara bersamaan Lin, 2006.
c. Post-inflammatory hyperpigmentation PIH
Post-inflammatory hyperpigmentation PIH adalah masalah yang sering dihadapi dan merupakan gejala sisa dari berbagai gangguan kulit
serta intervensi terapeutik. Hiperpigmentasi ini dapat dikaitkan dengan berbagai proses penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti
infeksi, reaksi alergi, luka mekanik, reaksi terhadap obat, letusan fototoksik, trauma seperti luka bakar, dan penyakit inflamasi misalnya lichen planus,
lupus eritematosus, dan dermatitis atopik Davis, 2010.
d. Erythema dyschromicum perstans ashy dermatosis
Erythema dyschromicum perstans disebut juga dermatosis ceniciento yang berarti ashy dermatosis karena warna abu-abu kebiruannya. Erythema
dyschromicum perstans ashy dermatosis adalah erupsi kulit yang berbeda dan agak kontroversial yang mungkin lebih baik dianggap sebagai bentuk
lichen planus atau lichen planus actinicus Schwartz, 2013.
e. Minocycline pigmentation
Minocycline adalah antibiotik yang umum digunakan untuk pengobatan jangka panjang acne vulgaris. Efek samping minocycline yang
terdokumentasi dengan baik adalah pigmentasi kulit. Terdapat tiga jenis tipe
Universitas Sumatera Utara
yang berbeda yaitu: Tipe I, pigmen blue-blackabu-abu di muka di daerah jaringan parut atau peradangan yang terkait dengan jerawat; tipe II, pigmen
abu-abu kebiruan pada kulit tungkai bawah dan lengan; tipe III, tersebar warna muddy-brown di daerah paparan sinar matahari. Tipe I dan II
berwarna seperti besi dan melanin terletak di ekstrasel dan dalam makrofag di dermis. Tipe III menunjukkan peningkatan melanin spesifik dalam
keratinosit basal dan dermal melanophages berwarna hanya untuk melanin Geria, 2009.
f. Senile lentigo
Senile lentigo atau age spots merupakan makula hiperpigmentasi kulit yang terjadi dalam bentuk tidak teratur yang muncul paling sering di daerah
kulit terkena sinar matahari seperti pada wajah dan punggung tangan. Senile lentigo adalah komponen umum dari kulit yang menua terlihat paling sering
setelah usia 50 tahun Situm, 2010.
g. Ephelid
Ephelid sering juga disebut freckles yang biasanya diturunkan secara autosomal dominan. Pada ephelid, makula hiperpigmentasi berwarna coklat
terang dan timbul pada kulit yang sering terkena sinar matahari. Pada musim panas, jumlahnya akan bertambah, ukurannya menjadi lebih besar
dan lebih gelap sedangkan pada musim dingin akan berkurang Bleehen, 2004.
2.1.9 Penatalaksanaan
Hasil pengobatan sangat bervariasi antara individu. Pengobatan yang dianjurkan akan sangat tergantung pada jenis melasma, dermal atau epidermal.
Pada beberapa orang dengan epidermal melasma, perbaikan yang cepat dialami dalam waktu 4-8 minggu setelah memulai pengobatan, sementara yang lain
mungkin memakan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan perbaikan. Ini
Universitas Sumatera Utara
mungkin memerlukan waktu untuk merespon terhahap
pengobatan Montemarano, 2012.
Obat-obat yang diresepkan untuk melasma disebut “bleaching” atau depigmentasi yaitu agen yang menyebabkan kulit untuk berhenti membuat
melanin.
a. Agen Depigmentasi
Agen ini menghambat enzim kunci yang terlibat dalam sintesis melanin.
b. Agen Antibiotik
Agen ini menghambat sintesis DNA dan enzim mitokondria untuk mengganggu melanosit hiperaktif. Biasanya melanosit yang berfungsi
tidak terhambat.
c. Retinoid
Agen ini mengatur pertumbuhan dan proliferasi sel.
2.1.10 Pencegahan
Penghindaran sinar matahari adalah langkah yang paling penting dalam mengobati melasma dan mencegah kembalinya melasma. Sinar matahari
merupakan pemicu yang kuat dari pembentukan pigmen pada orang yang rentan terhadap melasma. Hal ini cukup kuat untuk melawan efek dari obat-obatan,
bahkan melalui jendela mobil atau pada hari berawan Montemarano, 2012. Jika penderita akan terkena sinar matahari, maka penderita harus
mengambil langkah-langkah berikut untuk mencegah sinar matahari terkena pada daerah wajah :
a. Memakai topi dengan pinggiran untuk menaungi wajah.
b. Menggunakan payung matahari.
c. Oleskan tabir surya setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
Ketika memilih tabir surya, harus dipertimbangkan hal-hal berikut : a.
Gunakan tabir surya dengan zinc oxide atau titanium dioxide. Formulasi yang micronized dapat berbaur lebih baik dengan kulit
yang lebih gelap. b.
Gunakan tabir surya yang melindungi terhadap sinar UV. c.
Gunakan tabir surya yang terdaftar sebagai SPF 30 atau lebih.
2.1.11 Evaluasi Pengobatan
Evaluasi hasil pengobatan penelitian uji klinis pada melasma dapat dibagi menjadi teknik evaluasi subjektif dan objektif Lawrence, 1997.
a. Teknik evaluasi subjektif
Meskipun mutunya lebih rendah dibanding teknik evaluasi objektif, evaluasi subjektif terutama The Physician’s Global Assessment PGA
merupakan the primary efficacy endpoint untuk mengevaluasi pengobatan terbaru. PGA adalah the primary efficacy endpoint pada uji klinis melasma.
Secara klinis, PGA merupakan pengukuran subjektif yang relevan dari perubahan keparahan pigmentasi selama pengobatan dibandingkan dengan
awal pengobatan Lawrence, 1997. Sistem pengukuran yang paling sering digunakan adalah Melasma Area
and Severity Index MASI score dan pertama kali dipakai oleh Kimbrough- Green et al untuk penilaian melasma. MASI adalah suatu cara untuk
mengukur secara teliti keparahan melasma dan perubahan selama terapi. Skor MASI dihitung pertama sekali dengan menilai area hiperpigmentasi di
wajah. Empat area yang dievaluasi yaitu dahi F, pipi kanan MR, pipi kiri ML, dan dagu C, yang disesuaikan secara berurutan dengan 30, 30,
30, dan 10 dari seluruh wajah Lawrence, 1997. Selain itu, Melasma Severity Scale MSS merupakan sistem skoring
empat tingkat skala kategorik yang menilai keparahan melasma Lawrence, 1997.
Universitas Sumatera Utara
b. Teknik evaluasi objektif
Berbagai teknik evaluasi objektif telah digunakan pada penelitian uji klinis melasma, seperti reflectance spectroscopy, fotografi, fluorescent
video recording dan corneomelametry, dan histologi Lawrence, 1997.
2.1.12 Prognosis
Dermal pigmen mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyembuh daripada epidermis pigmen karena tidak ada terapi yang efektif
mampu menghilangkan pigmen kulit. Namun, pengobatan tidak harus ditahan hanya karena dominan dermal pigmen. Sumber pigmen kulit adalah epidermis,
dan jika epidermal melanogenesis dapat dihambat untuk waktu yang lama, pigmen kulit tidak akan mengisi dan perlahan-lahan akan menyembuh
Montemarano, 2012. Kasus resisten atau rekuren melasma sering terjadi jika penghindaran
terhadap sinar matahari tidak diperhatikan Montemarano, 2012.
2.2 Kualitas Hidup 2.2.1 Definisi