Remediasi Pasir Terkontaminasi Dengan Metode Pencucian Kolom Dengan Peningkatan Surfaktan Berbahan Baku Sodium Dodecyl Sulphate (SDS)

(1)

LAMPIRAN A

DATA HASIL PENELITIAN

L. A. 1 PROSES PENCUCIAN ADSORBEN PASIR PUTIH Tabel A.1 Data Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih

Pencucian pH 1 6,7 2 6,8 3 6,9 4 6,9 5 6,9

L. A. 2 PROSES PENGERINGAN ADSORBEN PASIR PUTIH Tabel A.2 Data Proses Pengeringan Pasir Putih

Waktu (menit) Massa Pasir (gram) Waktu (menit) Massa Pasir (gram)

0 150,000 140 128

20 149 160 124

40 145 180 122

60 143 200 119

80 138 220 116

100 135 240 115

120 131 260 115

L.A.3 Data Hasil Removal Efisiensi Dengan Variasi Konsentrasi Surfaktan Tabel A.3 Data hasil removal efisiensi dengan variasi konsentrasi surfaktan dan kecepatan laju alir SDS.

Laju Alir (ml/min) Removal Efficiency (ppm) Removal Efficiency (%) 2 0,8886 6,396469 0,8135 5,855871 1,1415 8,216936


(2)

2 0,8007 5,763732 1,3114 9,439938 1,5666 11,27696 0,981 7,061598 6 0,9908 7,132142 0,9347 6,728313 1,2464 8,972044 1,3906 10,01005 1,27 9,141926 8 0,9949 7,161655 0,7839 5,6428 1,3458 9,687562 1,1784 8,482555 1,2269 8,831676 10 1,1245 8,094564 1,0703 7,704412 1,3676 9,844486 1,1757 8,46312 1,1016 7,929721

L. A. 4 DATA KINETIKA DESORPSI Tabel A.4 Data Kinetika Desorpsi Laju Alir

(ml/min) Pore Volume

Konsenstrasi SDS (cmc)

Removal Efisiensi

(ppm) %RE

4 4 2 2,2376 6,1871

8 1,3481 9,4906


(3)

3

16 0,5684 12,0500

20 0,4543 12,0778


(4)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Pembuatan Larutan (Stock Solution)

Contoh pembuatan larutan multi-sistem dari (Cd(CH3COO)2.2H2O) dengan kondisi sebagai berikut :

Konsentrasi Cd(II) : 50 ppm

Volume : 5 liter

Mr. Cd(CH3COO)2.2H2O : 266.529 g/mol

Ar. Cd : 112.411 g/mol

Untuk membuat larutan Cd(II) 50 ppm maka diperlukan massa masing-masing senyawa sebesar :

Massa Cd (50 mg/L), m = 50 mg/L x 5 Liter m = 250 mg

Massa Cd(CH3COO)2.2H2O yang diperlukan,

m2 = 592,755 mg m2 = 0,593 g

Maka, larutkan 0,593 g Cd(CH3COO)2.2H2O dengan aquadest hingga volume larutan mencapai 5 liter.


(5)

B.2 Perhitungan Kapasitas Adsorpsi

Untuk pH 4,5 dan konsentrasi larutan 50 ppm (Konsentrasi Cd aktual, C0 = 49,2983 mg/L), pada waktu t = 24 jam diperoleh konsentrasi Ct = 11,5166 mg/L dengan volume sampel Cd(II) 50 ppm = 1000 mL dan massa adsorben pasir = 1000g. Sehingga dapat dihitung kapasitas adsorpsi Cd dengan persamaan sebagai berikut :

qt = 37,7817 mg/kg

Kapasitas Cd(II) teradsorpsi di pasir = qt = 37,7817 mg/kg

Maka, Kapasitas Cd(II) teradsorpsi di pasir pada setiap 13 gram sampel(q13) =

= 0,4911 mg

Kapasitas adsorpsi residual, dengan vr = 70ml dan massa sampel 13 gram:

qr =

=

= 0,2034mg

Kapasitas adsorpsi total pasir kontaminasi dengan pengeringan menggunakan oven: +

= 0,4911 mg+0,2034mg = 0,6945

4.1.1 Perhitungan pore volume pada molom remediasi Kalibrasi volume pori molom

Kolom diisi dengan aquadest 10 ml dan diukur sebagai Vo. Kolom diisi dengan aquadest setinggi batas kawat dan diukur volumenya sebagai, V batas bawah kolom (Vb) = 1 ml.

Kolom diisi dengan 13 gr pasir, kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 7ml sampai semua pasir terbasahi, volumenya diukur sebagai volume isian (Vi). Maka didapat volume pada setiap pori pasir (volume pore pasir = Vp)


(6)

Gambar 4.4 Ilustrasi Perhitungan Pore Volume

A. Perhitungan monsentrasi SDS(cmc)

CMC SDS = 8,2 mmol

Berat molekul SDS = 288,372

1 cmc SDS =

Maka 1 cmc SDS adalah sebesar : 2,364 gr/L Jika 0,5 x cmc = 0,5 x 2,364= 1,182 gr/L 2x cmc = 2 x 2,364 = 4,728 gr/ L

B. Perhitungan persen removal efisiensi - remediasi

1. Konsentrasi aktual hasil analisa AAS Cd(II) yang berhasil ter-remove atau terlepas = 1,5666 ppm (1,5666 mg/L)dengan volume sampel yang ditampung = 50 ml maka dapat dihitung kapasitas desorpsi Cd dengan persamaan sebagai berikut :

qr = 0,078330 mg maka, persen removal efisiensi :

vo vi


(7)

(8)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PERCOBAAN

C.1 Hasil Pencucian Adsorben Pasir Putih


(9)

(10)

(11)

Gambar C.3 Kaliberasi Laju Alir SDS


(12)

(13)

Gambar C.4 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih - Adanya Channeling Effect


(14)

(15)

Gambar C.5 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih - Tanpa Channeling Effect

C.6 Eksperimen

Gambar C.6

Eksperimen


(16)

(17)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Y. Hala “Kajian Mekanisme Penjerapan Ion ni2+, cu2+, zn2+, cd2+, dan pb2+ pada Nannochloropsis Salina dalam Medium Conwy.” Disertasi,Sekolah Doktorali Universitas Hassanudin, Makassar, 2013,hal. 6.

[2] Patut Surbakti, 2013. “Analisis Logam Berat cadmium (cd), cuprum (cu), cromium (cr), ferrum (fe), nikel (ni), zinkum (zn) pada Sedimen Muara Sungai Asahan di Tanjung Balai dengan Metode Spektrofotometri Serapan atom (SSA).”Tesis, Sekolah Magister i Universitas Sumatera Utara, 2011, hal. 6.

[3] C.N.N Muligan, R.N.Yong, dan B.F.Gibbs “Remediation Technologies for Metal-Contaminated Soils and Groundwater : an evaluation.”Jurnal engineering geology (2001) vol.60 . department of building, civil and environmental engineering, concordia university, quebec, canada.

[4] Bode Haryanto and Chien-Hsiang Chang, “Removing Adsorbed Heavy Metal Ions from Sand Surfaces via Appying Interfacial Properties of Rhamnolipid”, Journal of Oleo Science Aaaaaa00(2015) 1-8.

[5] Xuhui Mao et al.,. Use of Surfactants for the Remediation of Contaminated soils.” Journal of Hazardous Materials (2014). School of Resource and Environmental Science, Wuhan University, Wuhan 430072, China, hal. 6

[6] Widaningrum, Miskiyah dan Suismono. “Bahaya Kontaminasi Logam Berat dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya.” Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 3 2007 (2013)

[7] Rochyatun, E dan Rozak, A. “Pemantauan Kadar Logam Berat Dalam Sedimen Di Perairan Teluk Jakarta”. Jurnal Makara Sains (2007). Vol. 11 No. 1 April 2007i 28-36.

[8] Mochhammad Azwan Novebrianto, “Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu) dan Protein pada Ikan Nila (oreochromis niloticus linn).Di Keramba Jarring Apung


(18)

[9] Hasrianti, “Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr2+ pada Limbah Cair menggunakan Kulit Singkong”, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar, 2012. [10] Palar, H. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta (2008)i Jakarta. [11] Lahuddin. “Aspek Unsur Mikro dalam Kesuburan Tanah.” Pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesuburan Tanah (2007).Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara

[12] Widowati, W., dkk. “Efek Toksik Logam (2008)”. Yogyakartai Penerbit Andi. Hal. 109- 110, 119-120, 125-126.

[13] Lenny Sri Nopriani. “Teknik Uji Cepat untuk Identifikasi Pencemaran Logam Berat Tanah di Lahan Apel Batu.” Disertasi, Program Doktoral,Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2011. hal.12

[14] Julhim S. Tangio. “Adsorpsi Logam Timbal (Pb) Dengan Menggunakan Biomassa Enceng Gondok (Eichhorniacrassipes).” Jurnal Entropi, Volume VIII, Nomor 1, Inovasi Penelitian, Pendidikan dan Pembelajaran Sains, Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Gorontalo, 2013.

[15] Endang Widjajanti Laksono. “Analisis Daya Adsorpsi Suatu Adsorben.”Makalah PPM (2002)., Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Univ. Negeri Yogyakarta.

[16] Reynold, T. D, “Unit Operations and Process in Environmental

Engineering”,(Californiai Brooks/ Cole Engineering Division Monterey, 1982). [17] Khasanah, “ Adsorpsi Logam Berat. Oseana”, (Jakartai Pewarta Oseanaa, 2009). [18] Castellan, G. W., 1982. Physical Chemistry, Second Edition. McGraw Hill, New

York.

[19] Oscik, J, “Adsorbtion, Edition Cooper”, (New Yorki John Wiley and Sons, 1991). [20] Adamson, A.W, “Physical Chemistry of Surface”, 5th ed. (New Yorki John Wiley

and Sons,1990).

[21] Elliott, H.A, Liberati, M.R, and Huang, C.P, “Competitive Adsorption oh Heavy Metal by Soils”. Journal of Enviromental Quality. 15, (1986), hal 214-219. [22] Mukesh K. Raikwar,et al., “Toxic Effect of Heavy Metals in Livestock Health.


(19)

[23] Elham Farouk Mohamed. “Removal of Organic Compounds form Water by Adsorption and Photocatalytic Oxidation. Institut National Polytechnique de Toulouse (INP Toulouse) ( 2011).

[24] Reza Ansari*, Ali Mohammad-khah and Mansoureh Nazmi, “Application of chemically modified beach sand as low cost efficient adsorbent for dye removal”, Current Chemistry Letters 2 (2013) 215–223.

[25] Dr. Kamar Shah Ariffin (2004)” What is Silica?” Makalah Mineral Perindustrian -EBS 425 .

[26]Dr. Ed McCoy “Golf Course Soil and Water Science” Ohio State University (2011) . [24] Reza Ansari*, Ali Mohammad-khah and Mansoureh Nazmi, “Application of

chemically modified beach sand as low cost efficient adsorbent for dye removal”, Current Chemistry Letters 2 (2013) 215–223.

[25] Bode Haryanto, Jo-Shu Chang and Chien-Hsiang Chang, “Application of

Biosurfactant Surfactin on Coper Ion Removal from Sand Surfaces with Continuous Flushing Technique”, Carl Hanser Publisher, Munich (2014) 1-5.

[26] Bode Haryanto and Chien-Hsiang Chang, “Foam-Enhanced Removal of Adsorbed Metal Ions from Packed Sands with Biosurfactant Solution Flushing”, Journal of The Taiwan Institute Of Chemical Engineers (2014) 2170-2175.

[27] Hao Wang, Jiajun Chen, “Enhanced Flushing of Polychlorinated Biphenyls Contaminated Sands Using Surfactant Foam: Effect of Partition Coefficient and Sweep Efficiency”, Journal of Environmental Sciences 2012, 24(7) 1270–1277.

[28] Anhua Long a,b, Hui Zhang a,, Yang Lei a “Surfactant Flushing Remediation of

Toluene Contaminated soil: Optimization with Response Surface Methodology and Surfactant Recovery by Selective Oxidation with Sulfate Radicals” Separation


(20)

[29] Catherine N. Mulligan , Suiling Wang “Remediation of a Heavy

Metal-Contaminated Soil by a Rhamnolipid Foam” Engineering Geology 85 (2006) 75– 81.

[30] Guangping Fan a,b, Long Cang a, Guodong Fang a, Dongmei Zhou a,⇑ “Surfactant

and Oxidant Enhanced Electrokinetic Remediation of a PCBs Polluted Soil”, Separation and Purification Technology 123 (2014) 106–113.

[31] Venkatesh Chaturvedi, Ashok Kumar” Toxicity of Sodium Dodecyl Sulfate in Fishes and Animals. A Review ” Volumei Ii Issue-2 (2010) School of

Biotechnology, Banaras Hindu University, Varanasi-221 005.

[32] CIR publication (1983). "Final Report on the Safety Assessment of Sodium Lauryl Sulfate and Ammonium Lauryl Sulfate". International Journal of Toxicology.

[33] Marrakchi S, Maibach HI (2006). "Sodium lauryl sulfate-induced irritation in the human face: regional and age-related differences". Skin Pharmacol Physiol.

[34] Dr. Meenu Mangal1*, Dr. Mala Agarwal2 and Davika Bhargava3 ” Effect of Cadmium and Zinc on growth and Biochemical Parameters of Selected Vegetables.” Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry Vol. 2 No. 1 2013

[35] A. Da˛browski “Adsorption _ from theory to practice” Advances in Colloid and Interface Science 93 Ž (2001). 135-224

[36] Mulligan, Catherine N. 2004. Environmental Applications for Biosurfactants. Department Building, Civil and Environmental Engineering, Concordia University, Canada.

[37] Xue Li, dkk. Simultaneous removal of cadmium ions and phenol with MEUF using SDS and mixed surfactants. College of Environmental Science and Engineering, Hunan University, Changsha, China.


(21)

BABBIII

METODOLOMIBPENELITIAN

3.1 LOKASIBDANBWAKTUBPENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 3 bulan.

3.2 BAHAN

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

1. SDS

2. Pasir putih terkontaminasi ion logam Cd

3. Aquades

4. NaOH 5. HCl

6. Cd(CH3COO)2.2H2O

B3.3BBBPeralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propeler, kontainer plastik, shaker, saringan mesh 20, pH meter, gelas ukur, beaker glass 1 Liter, corong,

erlenmeyer, neraca analitik, cawan, termometer, pipet tetes, cutter, statif dan klem.

Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS) adalah alat analisa yang berfungsi untuk

mengukur kandungan logam dan Peristaltic pump digunakan sebagai pengatur laju alir pada kolom pencuci.

B3.4BBBProsedurBPenelitian

3.4.1BProsedurBPreparasiBPasirB(Adsorben) a. PencucianBAdsorbenBPasirB


(22)

2. Setiap 1000 gr pasir putih dicuci dengan 1,2 L air deionisasi sambil diaduk dengan propeller 100 rpm selama 1 jam

3. Effluent cucian dibuang dan ditambahkan air pencuci baru. Dilakukan

sebanyak 3-4 kali sampai pH air pencuci sama dengan pH effluent

Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Adsorben Pasir Putih

b. PengeringanBAdsorbenBPasirB

1. Oven dinyalakan dan ditunggu hingga mencapai suhu 55oC [15]

2. Pasir putih yang telah dicuci yang masih basah ditimbang dan dicatat massanya lalu diletakkan dan diratakan diatas tray oven dialasi aluminium foil.

3. Setiap 20 menit waktu pengeringan, pasir putih yang dialasi aluminium foil ditimbang sampai massanya konstan.

4. Dibiarkan hingga suhu kamar.

5. Kemudian pasir putih diayak dengan ayakan berukuran 20 mesh. Selesai

Mulai

Setiap 1000 gr pasir putih dicuci dengan 1,2 L air deionisasi sambil diaduk dengan propeller 100 rpm selama 1 jam

Pasir putih diperoleh dari Pantai Wisata di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Berdagai, Sumatera Utara, Indonesia.

Effluent cucian dibuang dan ditambahkan air pencuci baru dan diaduk

kembali. Dilakukan sebanyak 3-4 kali sampai pH air pencuci sama dengan


(23)

Gambar 3.2 Flowchart Pengeringan Adsorben Pasir Putih

c. ProsedurBPembuatanBLarutan

Larutan yang perlu disediakan yaitu larutan asam serta larutan basa yaitu larutan 0,1 M HCl 3 Liter dan 0,1 M NaOH 3 Liter. Kedua larutan tersebut digunakan sebagai pelarut logam yang pH-nya 4,5 sebanyak 5 L dari larutan logam Cd2+ dengan konsentrasi 50 ppm dari senyawa Cd(CH

3COO)2.2H2O.

PembuatanBLarutanBPengontrolBpHB:BHClB0,1BMB(1BL)

1. Larutan HCl 37% dipipet sebanyak 8,36 mL

2. Larutan dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL 3. Larutan diencerkan dengan aquadest sampai batas 1000 mL

Selesai

Kemudian pasir putih diayak dengan ayakan berukuran 20 mesh

Setiap 20 menit waktu pengeringan, pasir putih yang dialasi

aluminium foil ditimbang sampai massanya konstan.

Mulai

Oven dinyalakan dan ditunggu hingga mencapai suhu 55°C

Ditimbang dan dicatat massanya lalu diletakkan diatas tray oven dan dikeringkan.


(24)

Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M

d. PembuatanBLarutanBPengontrolBpH:BNaOHB0,1BMB(1BL)

1. Padatan NaOH ditimbang sebanyak 4gr

2. Padatan NaOH dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL 3. Padatan NaOH diencerkan dengan aquadest sampai batas 1000 mL

Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M

e. PembuatanBLarutanBPelarutBdenganBpHB4,5

1. Aquadest sebanyak 5 L dimasukkan ke dalam botol steril

2. Kemudian ke dalam aquadest ditambahkan HCl dan NaOH hingga pH larutan 4,5

Mulai

Larutan HCl 37% dipipet sebanyak 8,36 mL

Selesai

Larutan dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL

Larutan diencerkan dengan aquadest sampai batas 1000 mL

Mulai

Padatan NaOH ditimbang sebanyak 4gr

Selesai

Padatan NaOH dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL


(25)

Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut

f. BPembuatanBLarutanBCd2+

B50Bppm

1. Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L 2. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol steril

3. Kemudian larutan ditambahkan padatan Cd(CH3COO)2.2H2Osebanyak

125 mg

4. Campuran diaduk rata hingga padatan melarut

5. Diambi; 50 ml larutan untuk dianalisa dengan AAS untuk mengkonfirmasi kandungan (ppm) Cd2+BBpada larutan

Mulai

Aquadest sebanyak 5 L dimasukkan ke dalam botol steril

Selesai

Kemudian ke dalam aquadest ditambahkan HCl dan NaOH hingga pH larutan 4,5


(26)

Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+ (50 ppm)

g. MengukurBPengaruhBKonsentrasiBIonBLogamBTerhadapBKemampuan Adsorpsi

1. Larutan Cd2+ 50 ppm sebanyak 100 ml diambil dari botol 2,5 L lalu

dimasukkan kedalam tiap 10 erlenmeyer.

2. Kemudian 100 gram adsorben pasir putih dengan ukuran adsorben tertentu ditambahkan kedalam masing-masing 10 erlenmeyer larutan. 3. Kemudian campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan

pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam.

4. Kemudian didiamkan tanpa pengadukan 24 jam untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi Cd(CH3COO)2.2H2Oterhadap pasir.

5. Seluruh pasir dan larutan diakumulasikan 1000 gram pasir 1000 L larutan untuk menyeragamkan konsentrasi Cd.

6. Lalu 50 mL sampel diambil untuk dianalisis. Selesai

50 ml larutan dianalisa dengan AAS untuk mengkonfirmasi kandungan (ppm) Cd2+

BBpada larutan Kemudian larutan ditambahkan padatan Cd(CH3COO)2.2H2Osebanyak 125 mg

Mulai

Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil

Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol steril


(27)

7. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan

Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS).

8. Kemudian diambil cairan 900ml. 9. Kemudian dikeringkan di dalam oven.

10. Lalu dihitung konsentrasi(ppm) Cd2+ yang terdapat pada pasir :

[2]

qr = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)

C0 = konsentrasi ion logam sebelum teradsorpsi (mg/L)

Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi (mg/L)

V = volume larutan ion logam (L) M = jumlah adsorben, pasir(g)


(28)

Gambar 3.7 Flowchart Mengukur Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Kemampuan AdsorpsiBBBBBBBBBBBB

BBBB

Mulai

Larutan Cd2+ 50 ppm sebanyak 1000 ml diambil dari botol 2,5 L lalu

dimasukkan kedalam tiap 1erlenmeyer

Kemudian campuran diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam

Kemudian 100 gram adsorben pasir putih dengan ukuran adsorben tertentu ditambahkan ke dalam masing-masing 10

erlenmeyer larutan

Kemudian didiamkan tanpa pengadukan 24 jam

Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan

Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)

Lalu nilai qr dihitung

Selesai

Lalu 50 mL sampel diambil untuk dianalisis Seluruh pasir dan larutan diakumulasikan 1000 gram dan 1000

L untuk menyeragamkan konsentrasi Cd.

Diambil cairan 900 ml


(29)

h. BProsedurBPengukuranBPoreBVolume

1. Kolom diisi dengan aquadest 10 ml dan diukur sebagai Vo. Kolom diisi

dengan aquadest setinggi batas kawat dan diukur volumenya sebagai, V batas bawah kolom (Vb) = 1 ml.

2. Kolom diisi dengan 13 gr pasir, kemudian ditambahkan aquadest

sebanyak 7ml sampai semua pasir terbasahi, volumenya diukur sebagai volume isian (Vi). Maka didapat volume pada setiap pori pasir (volume

pore pasir = Vp)

Vp (pore volume) = Vo-Vi – Vb

Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Pore Volume

3.4.2 MengukurBRemovalBEfisiensiBterhadapBVariasiBKonsentrasi SDS

1. Sampel Pasir yang terkontaminasi Cd2+ sebanyak 13 gr dimasukkan

kedalam kolom pencuci

2. Kemudian dicuci dengan 0,5 cmc surfaktan dengan pengontrolan laju alir Mulai

Selesai

Kolom diisi dengan aquadest 10 ml dan dukur sebagai V

o.

Kolom diisi dengan aquadest setinggi batas kawat dan diukur volumenya sebagai, V batas bawah kolom (V

b) = 1 ml.

Diukur vol Maka didapat volume pada setiap pori pasir = V

p (pore volume) = Vo-Vi – Vb

V

p (pore volume) = Vo-Vi – Vb

Kolom diisi dengan 13 gr pasir, kemudian ditambahkan aquadest

sebanyak 7ml sampai semua pasir terbasahi, volumenya diukur sebagai volume isian (V


(30)

4. Lalu sampel diambil hingga 24 pore volume

5. Konsentrasi ion Cd2+ pada effluent dianalisa dengan Atomic Adsorption

Spectroscopy (AAS).

6. Lalu nilai Removal Efisiensi(RE)dihitung

%RE = Persentasi penghapusan logam (%)

qr = Kapasitas adsorpsi ion Cd (II) pada setiap 13 gr pasir (gr/L) qt = Kapasitas desorpsi ion Cd (II) pada masing-masing variasi (gr/L) 7. Kemudian percobaan diulang untuk variasi Konsentrasi SDS(0; 1; 2; 5

cmc)


(31)

Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Removal Efisiensi terhadap Variasi Konsentrasi SDS

3.4.3 B Mengukur B Akumulasi B Removal B Efisiensi B terhadap B Variasi LajuBAlirBSDS

1. Sampel Pasir yang terkontaminasi Cd2+ sebanyak 13 gr dimasukkan

kedalam kolom pencuci

2. Kemudian 2 cmc surfaktan dialirkan dengan pengontrolan variasi laju Mulai

Sampel Pasir yang terkontaminasi Cd2+ sebanyak 13 gr dimasukkan

kedalam kolom pencuci

Kemudian effluent surfaktan ditampung pada beaker glass Kemudian dicuci dengan 0,5 cmc surfaktan dengan pengontrolan

laju alir 2ml/menit kedalam larutan.

Lalu sampel diambil hingga 24 PV

Konsentrasi ion Cd2+ pada effluent dianalisa dengan Atomic

Adsorption Spectroscopy (AAS)

Selesai

Lalu nilai RE dihitung

Apakah ada variasi konsentrasi surfaktan?

(0; 1; 2 ; 5 CMC)

B


(32)

4. Lalu sampel diambil hingga 24 pore volume.

5. Konsentrasi ion Cd2+ pada effluent setelah dianalisa dengan Atomic

Adsorption Spectroscopy (AAS)

6. Lalu nilai Removal Efisiensi(RE) dihitung

[2]

7. Kemudian percobaan diulang untuk variasi Laju Alir SDS. 8. Percobaan dilakukan 2 kali.

Apakah ada variasi

laju alir surfaktan? (2;4;6;8;10

ml/menit) Mulai

Sampel Pasir yang terkontaminasi Cd2+ sebanyak 13 gr dimasukkan

kedalam kolom pencuci

Lalu sampel diambil hingga 24 pore volume. Kemudian 2 cmc surfaktan dialirkan dengan pengontrolan laju

alir 2ml/menit ditambahkan kedalam larutan

Konsentrasi ion Cd2+ pada effluent dianalisa dengan Atomic

Adsorption Spectroscopy (AAS)

B

A

Tidak

Ya

Tidak

A


(33)

Gambar 3.10 Flowchart Mengukur Removal Efisiensi terhadap Laju Alir SDS

3.4.4 BMenghitungBEfisiensiBterhadapBKinetikaBPengambianBSampelBSetiapB4 PoreBVolume

1. Sampel Pasir yang terkontaminasi Cd2+ sebanyak 13 gr dimasukkan kedalam

kolom pencuci.

2. Kemudian 2 cmc surfaktan dialirkan dengan pengontrolan laju alir 2ml/menit ditambahkan ke dalam larutan.

3. Kemudian effluent surfaktan ditampung pada beaker glass.

4. Lalu sampel diambil setiap 4 pore volume hingga 24 pore volume

5. Konsentrasi ion Cd2+ pada effluent setelah dianalisa dengan Atomic

Adsorption Spectroscopy (AAS)

6. Lalu nilai Removal Efisiensi(RE) dihitung

[2] %RE = Persentasi penghapusan logam (%)

qr = Kapasitas adsorpsi ion Cd (II) pada setiap 13 gr pasir (gr/L) qt = Kapasitas desorpsi ion Cd (II) pada masing-masing variasi (gr/L)


(34)

Gambar 3.11 Flowchart Menghitung Efisiensi terhadap Kinetika Pengambian Sampel Setiap 4 Pore Volume

3.5 B Rangkaian B Peralatan BRemediasi B Pasir B Terkontaminasi B dengan B Metode Kolom

Kemudian effluent surfaktan ditampung pada beaker glass Kemudian dicuci dengan 2 cmc surfaktan dengan pengontrolan

laju alir 2ml/menit kedalam larutan.

Lalu sampel diambil setiap 4 pore volume hingga 24 PV

Konsentrasi ion Cd2+ pada effluent dianalisa dengan Atomic

Adsorption Spectroscopy (AAS)

Selesai


(35)

Gambar 3.12 Rangkaian Peralatan Remediasi Pasir Terkontaminasi dengan Metode Kolom

Keterangan Gambar:

Sejumlah surfaktan X cmc dipompakan dengan pompa peristaltik dengan laju alir X ml/menit ke kolom pasir yang berisi pasir terkontaminasi. Kemudian effluent hasil cucian ditampung dan dianalisa dengan AAS untuk meninjau seberapa banyak logam Cd2+ yang tersisihkan dan kemampuan surfaktan dalam menyisihkan logam


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pretreatment Adsorben Pasir Putih

Penelitian ini menggunakan pasir putih sebagai penjerap (adsorben) diperoleh dari pantai wisata di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Pasir putih terlebih dahulu dikeringkan di bawah sinar matahari dan dipisahkan menurut ukuran (mesh) 40 mesh. Setelah kering, pasir putih dicuci dengan aquadest dan dibilas sampai bersih.

Tujuan dari proses pencucian adsorben pasir putih adalah untuk menghilangkan mineral-mineral garam serta kontaminan yang masih melekat pada pasir putih tersebut. Indikator pencucian adalah apabila telah mendapatkan pH air cucian sama dengan pH aquadest sebelum digunakan untuk mencuci.

Gambar 4.1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih

Gambar 4.1 menunjukkan kondisi konstan pH terhadap banyaknya pencucian. Dari proses pencucian diperoleh bahwa untuk dapat menghilangkan kandungan mineral-mineral garam dan kotoran-kotaran yang ada pada pasir putih dibutuhkan 7 kali pencucian sampai pH pencucian menjadi konstan yaitu 6,9.

pH


(37)

Gambar 4.2 Pengeringan Adsorben Pasir Putih

Setelah proses pencucian selesai, pasir putih yang telah dipisahkan menurut ukurannya dikeringkan di dalam oven dengan kondisi operasi pada suhu 60oC. Menurut Revlisia, 2012, pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan. Pengeringan juga disebut dengan penghidratan atau penghilangan sebagian atau keseluruhan uap air dari suatu bahan sampai pada tingkat kadar air tertentu. Dari proses pengeringan diperoleh hasil untuk sampel dengan ukuran 40 mesh yang membutuhkan waktu pengeringan selama 4 jam.

4.2 Penentuan Kapasitas Adsorpsi.

Ukuran adsorben yang ada pada penelitian ini adalah 40 mesh. Proses adsorpsi berlangsung selama 2 jam pengadukan dan didiamkan selama 24 jam pada sistem batch. Tujuan penentuan kapasitas adsorpsi untuk mengetahui besarnya penjerapan ion logam Cd2+ oleh adsorben pasir putih dengan ukuran 40 mesh.

Perhitungan kapasitas adsorpsi pada pasir terkontaminasi yang telah Waktu (menit)


(38)

+

[25] (4.1) Keterangan :

qe = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g) qt = massa logam teradsorpsi pada waktu t (mg/g)

C0 = konsentrasi awal logam (mg/L)

Ce = konsentrasi logam kesetimbangan (mg/L) V = volume larutan (L)

Vr = volume residu larutan pada pasir (L) w = massa adsorben (g)

. Dari hasil analisa di atas dapat dilihat bahwa saat ukuran adsorben 40 mesh memiliki kapasitas adsorpsi pada waktu 2 jam pengadukan dan 24 jam waktu adsorpsi yaitu sebesar 0,694602 pada setiap 13 gram sampelnya serta persentase adsorpsi 23,36%.

Pasir di Indonesia memiliki luas permukaan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa penentuan besarnya luas permukaan pasir putih yang dilakukan di Laboratorium Analisa Instrumental, PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM), diperoleh bahwa luas permukaan spesifik dari adsorben pasir putih adalah sebesar 0,622 m2/gram. Luas permukaan pasir putih di Indonesia lebih besar daripada luas permukaan pasir putih yang terdapat di negara lain. Hal ini dapat dilihat dari luas permukaan spesifik pasir di Taiwan yang diperoleh Haryanto (2015), sebesar 0,17 m2/gram.

Tabel 4.1 Konfirmasi Data Analisa BET Pasir Indonesia

Pasir Analisa AAS (ppm) Analisa BET (m2/gr) Sebelum Terkontaminasi 0 0,6220

Setelah Terkontaminasi 37,718 0,368

Tabel 4.1 menunjukkan adanya Cd (II) yang teradsorpsi dengan didukung oleh konfirmasi analisa BET (Brunaeur Emmet Teller). Dimana terjadi perubahan luas permukaan antara pasir sebelum terkontaminasi Cd (II) dan sesudah terkontaminasi Cd (II).


(39)

Keberadaan atau adsorpsi Cd (II) pada pasir juga dikonfirmasi dengan data analisa FTIR (Fourier Transform Infrared) :

`


(40)

Gambar 4.3 (b) konfirmasi analisa FTIR pasir sesudah terkontaminasi Adanya perubahan gugus fungsi pada permukaan pasir sebelum dan sesudah terkontaminasi ditunjukkan pada gambar 4.3 (a) dan (b). Hal ini didukung oleh konfirmasi analisa FTIR pasir dan tabel FTIR oleh Skoog, Hooler dan Nieaman bahwa ikatan kuat dan kompleks terjadi pada skala gugus 500-1000. Dari hasil konfirmasi analisa ini menunjukkan adanya perubahan panjang gelombang gugus pada skala 500-1000. Hal ini membuktikan bahwa terdapat ion Cd(II) pada pasir atau ion Cd(II) teradsorpsi di pasir.


(41)

4.3 Penentuan Pore Volume, Loading Time dan Channeling Effect 4.3.1 Perhitungan pore volume pada kolom remediasi

Kalibrasi volume pori kolom

Kolom diisi dengan aquadest 10 ml dan diukur sebagai Vo. Kolom diisi dengan aquadest setinggi batas kawat dan diukur volumenya sebagai, V batas bawah kolom (Vb) = 1 ml.

Kolom diisi dengan 13 gr pasir, kemudian ditambahkan aquadest sebanyak 7ml sampai semua pasir terbasahi, volumenya diukur sebagai volume isian (Vi). Maka didapat volume pada setiap pori pasir (volume pore pasir = Vp)

Vp(pore volume) = Vo-Vi– Vb = 10 ml – 7 ml – 1 ml = 2ml

Gambar 4.4 Ilustrasi Perhitungan Pore Volume vo vi


(42)

4.3.2 Loading time

Loading Time atau T loading adalah waktu yang diperlukan SDS untuk menembus pori pasir keluar kolom pencuci.

Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi SDS dan laju alir SDS 4ml/menit terhadap Loading Time

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat pengaruh konsentrasi SDS terhadap laju alir SDS 4 ml/menit dan diperoleh hasil perbandingan antara pencucian dengan air (0 cmc) dan pencucian menggunakan surfaktan. Pengaruh dari sifat permukaan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air sampai 29 nm/m memiliki loading time yang lebih singkat dibandingkan dengan air yang mempunyai tegangan permukaan 72 nm/m.

Larutan surfaktan dengan konsentrasi misell 5x cmc cenderung langsung mengalir keluar tanpa berinteraksi dengan permukaan pasir yang kemudian menghasilkan channelling effect. Molekul air yang mungkin membasahi permukaan pasir kemudian berinteraksi dengan komponen kimia pada permukaan pasir cenderung akan menghambat loading time [26].

Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa semakin besar loading time maka semakin banyak ion Cd (II) yang ter-remove atau tercuci. Hal ini disebabkan semakin besar juga waktu kontak antara ion Cd (II) dan SDS berinteraksi. Hal ini berhubungan dengan ada tidaknya channeling effect pada aliran tersebut [25].


(43)

4.3.3 Channeling Effect

Adanya channeling effect pada aliran larutan pencuci pada medium pasir yang dimampatkan pada kolom pencuci menyebabkan rendahnya area kontak antara larutan pencuci dan permukaan pasir. Akibatnya, kelompok misel hanya dapat berinteraksi dengan beberapa ion Cd (II) yang teradsorpsi dan menghasilkan persentasi removal atau persentasi pencucian yang kecil [25].

4.4 Penentuan Removal Efisiensi Cd2+ dengan Variasi Konsentrasi Surfaktan (SDS)

Data Removal Efisiensi pada variasi konsentrasi Variasi Konsentrasi Surfaktan (SDS) dapat dilihat pada Tabel A.4 (Lampiran A) dan pada Gambar 4.6 dan 4.7

Gambar 4.6 Nilai Removal Efisiensi dengan Variasi Konsentrasi Surfaktan (SDS) pada Laju Alir SDS 4 ml/menit


(44)

Gambar 4.7 Nilai Removal Efisiensi dengan Variasi Konsentrasi Surfaktan (SDS)

Gambar 4.6 dan 4.7 merupakan grafik hubungan removal efisiensi terhadap konsentrasi larutan SDS. Pada konsentrasi larutan Cd2+ 50 ppm pada saat, t0 = 0 menit dan ts= 2 jam hingga tads = 24 jam memiliki kapasitas Cd(II) teradsorpsi di pasir = qt = 37, 7817 mg/kg.

Untuk Kapasitas Cd (II) teradsorpsi di pasir pada setiap 13 gram sampel (q13)= 0,4911 mg. Kapasitas Cd (II) teradsorpsi residu pada setiap 13 gr sampel = 0,2034 mg. Maka, Kapasitas adsorpsi total pasir kontaminasi pada setiap 13 gram pasir dengan pengeringan menggunakan oven:

+

= 0,4911 mg + 0,2034mg = 0,6945

Dengan kapasitas total adsorpsi pada setiap 13 gram pasir yang dicuci tersebut maka diperoleh hasil pencucian untuk setiap variasi laju alir dan konsentrasi SDS tertentu. Data removal efisiensi logam Cd (II) pada pasir putih dengan variasi Konsentrasi SDS dapat dilihat pada Tabel A.5 (Lampiran A).

Dari hasil analisa di atas dapat dilihat pengaruh konsentrasi SDS dan laju alir SDS terhadap removal efisiensi. Diperoleh hasil perbandingan antara


(45)

pencucian dengan air dan pencucian menggunakan surfaktan. Dapat dilihat bahwa pencucian dengan air (0cmc) dengan peningkatan laju air SDS juga meningkatkan removal efisiensi.

Pada saat 0,5 cmc diperoleh data yang fluktuatif. Hal ini disebabkan adanya penambahan jumlah molekul SDS pada permukaan air sehingga mengakibatkan interaksi terhadap pasir semakin rendah. Karena kelompok yang mengandung sulfur dalam molekul SDS, SDS dapat mengikat dengan logam berat dan memfasilitasi dan menginisiasikan desorpsi logam berat dari tanah [28]. Konsentrasi surfaktan merupakan faktor penting yang mempengaruhi efisiensi desorpsi cadmium. Sistem kolom biasanya lebih kompleks karena transportasi kimia meliputi proses fisik dan kimia secara bersamaan [30].

Tetapi pada saat 1 cmc atau misel sudah terbentuk, maka cukup untuk menambah kemampuannya berinteraksi dengan ion logam pada permukaan pasir. Ketika molekul surfaktan meningkat, ellipsoidal atau bola misel, konsentrasi ambang batas surfaktan dimana misel mulai terbentuk disebut konsentrasi kritis misel (CMC). Interaksi misel dengan permukaan hidrofilik dan lapisan inti lipofilik dapat dengan mudah mendesorpsi kontaminan dan secara bersamaan meningkatkan kelarutannya dalam fase air, sehingga lebih meningkatkan desorpsi kontaminan dari pasir [5].

Pada saat 2 cmc, jumlah misel yang berinteraksi dengan ion logam Cd(II) bertambah. Sehingga dapat lebih meningkatkan desorpsi ion logam Cd(II) kontaminan dalam pasir. Tetapi didapat hasil yang fluktuatif terhadap peningkatan laju alir. Hal ini disebabkan oleh adanya channeling effect yang tidak dapat dikontrol pada laju alir SDS tertentu. Channeling effect pada aliran larutan pencuci menyebabkan rendahnya area kontak antara larutan pencuci dan permukaan pasir. Channeling effect merupakan faktor kunci yang membatasi tercapainya efisiensi removal atau pencucian dalam teknik pencucian tanpa busa [26].

Pada saat larutan surfaktan dengan konsentrasi misell 5x cmc jumlah misel yang meningkat menyebabkan peningkatan gaya tolak menolak antara sesama


(46)

akan terus bertambah tetapi ukuran mereka akan hampir tetap konstan [36]. SDS cenderung langsung mengalir keluar tanpa berinteraksi dengan permukaan pasir yang kemudian menghasilkan channelling effect [25]. Menurut Ramamhurti (2013), pada saat konsentrasi SDS melewati CMC menunjukkan pelepasan ion logam yang tidak signifikan.

Menurut Xue Li, dkk (2011), peningkatan surfaktan tidak menyebabkan peningkatan pengikatan yang efisien terhadap ion logam cadmium karena fenomena yang terjadi hanya perubahan bentuk misel dan penambahan jumlah agregat misel. Adanya peningkatan konsentrasi SDS, tolakan kuat terjadi antara permukaan pasir dan molekul surfaktan karena grup/agregat kepala negatif dari surfaktan SDS. Oleh karena itu sebelum mencapai CMC, terjadi peningkatan adsorpsi dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan [36]. Sistem kolom biasanya lebih kompleks karena transportasi kimia meliputi proses fisik dan kimia terjadi secara bersamaan.

Molekul air yang mungkin membasahi permukaan pasir kemudian berinteraksi dengan komponen kimia pada permukaan pasir cenderung akan menghambat loading time [25]. Channeling effect merupakan faktor kunci yang membatasi tercapainya efisiensi removal atau pencucian dalam teknik pencucian tanpa busa [26].

Hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa removal efisiensi fluktuatif terhadap konsentrasi SDS. Hal ini disebabkan adanya Channeling effect pada aliran larutan pencuci menyebabkan rendahnya area kontak antara larutan pencuci dan permukaan pasir. Akibatnya, kelompok misel hanya dapat berinteraksi dengan beberapa ion Cd (II) yang teradsorpsi dan menghasilkan persentasi removal atau persentasi pencucian yang kecil [25].

Fakta-fakta ini menyatakan bahwa pada pH rendah, SDS memiliki kapasitas adsorpsi pasir yang tinggi karena sifat asam dari larutan yang membuat permukaan pasir yang lebih positif dan menyebabkan interaksi permukaan pasir dengan surfaktan anionik (seperti: SDS) tinggi sehingga kapasitas adsorpsi tinggi. Dengan peningkatan konsentrasi surfaktan, adsorpsi pada permukaan partikel pasir meningkat sampai titik jenuh tercapai.


(47)

Keberhasilan penerapan remediasi pasir terkontaminasi dengan metode pencucian surfaktan dipengaruhi oleh dua faktor ilmiah, seperti: potensi molekul surfaktan berinteraksi dan mendesorpsi ion logam pada permukaan pasir dan kemampuan surfaktan terdispersi ke target kontaminan pada area pori [5]. Interaksi antara ion logam dan permukaan pasir akan mempengaruhi karakteristik desorpsi ion logam dalam proses remediasi [4].


(48)

4.5 Penentuan Kinetika Desorpsi

Data kinetika desorpsi logam Cd (II) pada pasir putih pada kumulatif pore volume pada tiap 4 pore volume dapat dilihat pada Tabel A.5 (Lampiran A) dan Gambar 4.8.

Gambar 4.9 Data kinetika Removal Efisiensi pada setiap 4 pore volume

Gambar 4.9 menunjukkan bahwa kenaikan removal efisiensi yang signifikan terjadi 4 pore volume awal sampai 12 pore volume kemudian menurun pada 16 pore volume dan kemudian mencapai konstan. Hal ini disebabkan oleh adanya channeling effect yang lebih dominan terjadi setelah 12 pore volume, sehingga menurunkan interaksi antara misel dengan ion logam Cd(II) pada pasir dan menyebabkan tidak ada lagi logam yang terdesorpsi. Channeling effect pada aliran larutan pencuci menyebabkan rendahnya area kontak antara larutan pencuci dan permukaan pasir.

Misel surfaktan yang semakin lama semakin kaku membuat misel lebih sulit terdispersi di pasir dan berinteraksi dengan ion logam. Hal ini akan menghasilkan aliran channeling effect yang menyebabkan rendahnya area kontak antara larutan pencuci dengan permukaan pasir [25]. Sistem kolom biasanya lebih kompleks karena transportasi kimia meliputi proses fisik dan kimia secara bersamaan [30].


(49)

BABBV

KESIMPULANBDANBSARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh antara lain sebagai berikut : 1. Dari hasil analisa diperoleh hasil removal logam terbesar terdapat pada

saat konsentrasi SDS 2 cmc sebesar 11,27%. Hasil removal logam terkecil terdapat pada saat konsentrasi SDS 0,5 cmc sebesar 5,64%. Konsentrasi surfaktan merupakan faktor penting yang mempengaruhi efisiensi desorpsi ion logam cadmium.

2. Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa persen removal emisiesi terbesar terdapat pada saat loading time terbesar yaitu 37s dengan nilai 11,27%. Semakin besar loading time maka waktu kontak antara ion Cd (II) dan SDS berinteraksi akan semakin lama.

3. Pada konsenterasi SDS 0,5 cmc memiliki persen removal terkecil yaitu 5,6 % dengan loading time 19s. Adanya channeling emmect yang dominan pada laju alir larutan SDS tertentu akan menghasilkan loading time yang juga fluktuatif. Channeling emmect pada aliran larutan pencuci pada kolom pencuci menyebabkan rendahnya area kontak antara larutan pencuci dan permukaan pasir.

5.2 SARAN

Adapun saran yang perlu dilakukan penelitian lanjutan seperti:

1. Disarankan untuk penelitian lebih lanjut menggunakan busa (moam) untuk mendapatkan efisiensi removal yang lebih baik pada proses remediasi/ pencucian.

2. Disarankan untuk terlebih dahulu melakukan studi eksperimental tentang RTD (Residence Time Distribution) agar tidak terjadi channeling emmect pada aliran.

3. Disarankan untuk menggunakan jenis surfaktan yang lain untuk membandingkan efisiensi pencucian dan interaksinya dengan logam


(50)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Logam Berat

Pencemaran logam berat di lingkungan merupakan masalah serius karena kelarutan dan mobilitasnya menimbulkan toksisitas dan ancaman bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia [6]. Logam-logam berat tersebut berasal dari aktifitas manusia seperti buangan rumah tangga, buangan sisa industri yang tidak terkontrol yang mengalir ke perairan dan pembakaran hidrokarbon dan batu bara diantaranya ada yang melepaskan senyawa logam berat ke udara kemudian bercampur dengan air hujan dan mengalir juga ke perairan. Logam berat merupakan istilah yang digunakan untuk unsur-unsur transisi yang mempunyai massa jenis atom lebih besar dari 6 g/cm3 . Merkuri (Hg), timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan stronsium (Sr) adalah contoh logam berat yang berupa kontaminan yang berasal dari luar tanah dan sangat diperhatikan karena berhubungan erat dengan kesehatan manusia, pertanian dan ekotoksikologinya [7].

Penumpukan logam berbahaya pada tumbuhan juga beresiko pada manusia dan hewan [8]. Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Makin tinggi kandungan logam dalam perairan akan menyebabkan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut [9].

Adapun dampak negatif logam Cd dalam tubuh manusia yaitu dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, kerusakan ginjal dan hati [10]. Oleh karena itu, logam berat berbahaya ini dapat mengganggu kehidupan organisme di lingkungan jika keberadaannya melampaui ambang batas.


(51)

Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan (non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa komplek bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi [11]

Logam berat berdasarkan sifat racunnya dapat dikelompokkan menjadi empat golongan [12] yaitu :

a. Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian ataupun gangguan kesehatan yang pulih dalam waktu yang lama. logam-logam tersebut adalah Hg, Pb, Cd, Cr dan As.

b. Moderat. yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik dalam waktu yang relatif lama. logam-logam tersebut adalah Ba, Be, Cu, Au, Li, Mn, Se, Te, Co dan Rb.

c. Kurang beracun. logam ini dalam jumlah besar menimbulkan gangguan kesehatan. logam-logam tersebut adalah Al, Bi, Co, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Ag, Ti dan Zn.

d. Tidak beracun. yaitu tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Logam-logam tersebut adalah Na, Al, Sr dan Ca.

Logam berat dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan kegunaannya bagi kesehatan [13], yaitu:

Esensial : Cu, Zn, Co, Cr, Mn dan Fe, logam ini juga disebut mikronutrien (zat yang diperlukan tubuh tetapi dalam jumlah yang sangat kecil) dan beracun jika diminum melebihi persyaratan.

Non esensial : Ba dan Zr. Rendah racun : Sn dan Al. Sangat beracun : Hg, Pb dan Cd.


(52)

2.1.1 Logam Berat Pencemar a. Kadmium (Cd)

Kadmium murni merupakan logam lembut berwarna perak keputih-putihan. Ciri-ciri fisik dari kadmium adalah nomor atom 48, atom berat 112.411, elektronegatif 1.5 kristal ionik radius (kepala negara valence) 0,97, potensi ionisasi 8.993, pada keadaan oksidasi +2, elektron konfigurasi Kr 4d1 5S2, densitas 8,64 g/cm3, titik leleh 320.9 °C dan titik didih 765 °C pada 100 kPa. Biasanya ditemukan dalam bentuk mineral yang dikombinasikan dengan unsur-unsur lain seperti oksigen (kadmium oksida), klorin (kadmium klorida) atau belerang (kadmium sulfat, kadmium sulfida) [14]. Logam kadmium adalah bahan yang bersifat karsinogen. Organ tubuh yang menjadi sasaran keracunan Cd adalah ginjal dan hati.

Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Menurut badan dunia FAO/ WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 mg per kg berat badan. Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan olahan, makanan yang berasal dari perairan, pipa air, kopi, teh, pembakaran batubara dan rokok merupakan sumber Cd yang utama., hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara[15]. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Laegreid (1999) dalam Charlene (2004), pemasukan Cd melalui makanan adalah 10-40 mg/ hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh.

Penambahan kadmium (Cd) pada tanah terjadi melalui penggunaan pupuk fosfat, pupuk kandang, dari buangan industri yang menggunakan bahan bakar batubara dan minyak dan buangan inkineratur (tanur) [16]. Toksisitas Cd ini dipengaruhi karena adanya interaksi antara Cd dan gugus sulfhidril(-SH) dari protein yang menyebabkan terhambatnya aktivitas enzim [14].


(53)

Tabel 2.1 Ambang Batas Racun Yang Ditoleransi / Asupan Aman Logam Berat

Logam

Berat Batas Beracun Asupan yang Disarankan / Asupan Aman

Arsen 3 mg/hari selama 2-3 minggu 15 - 25 μg/hari (dewasa)

Kadmium 200 μg/kg berat basah 15 -50 μg/hari dewasa, 2 -25 μg/hari anak

Timbal >= 500 μg/L (Darah) 20 - 280 μg/hari dewasa, 10 - 275 μg/hari anak

Seng 150 μg/hari 15 μg/hari

2.2 Adsorpsi

Adsorpsi (penyerapan) merupakan suatu proses pemisahan dimana komponen dari suatu fase fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-partikel kecil zat penyerap dilepaskan pada adsorpsi kimia yang merupakan ikatan kuat antara penyerap dan zat yang diserap sehingga tidak mungkin terjadi proses yang bolak-balik. Interaksi yang terjadi akan menyebabkan sifat- sifat logam mengalami modifikasi atau perubahan. Menurut kekuatan interaksinya, ada 2 tipe adsorpsi yaitu adsorpsi fisik (phisisorpsi) dan adsorpsi kimia (khemisorpsi). Dalam adsorpsi fisik kekuatan ikatan antara molekul yang diadsorpsi dan permukaan sangat lemah, atau tipe Van der Waals. Energi yang berasosiasi dengan ikatan tersebut relatif lemah. Sebaliknya dalam adsorpsi kimia ikatan sangat berperan dan merupakan resultan dari suatu transfer atau suatu penempatan elektron dalam reaksi antara adsorbat dan adsorben . Kekuatan ikatan dalam khemisorpsi menjadi lebih penting dibandingkan pada phisisorpsi. Keadaan molekul dari adsorbat akan berbeda dari keadaan awalnya. Atom permukaan mempunyai suatu karakter elektronik tidak jenuh dengan kehadiran beberapa kekosongan (valensi bebas). Pembentukan lapisan sempurna dari molekul yang diadsorpsi secara kimia memungkinkan menjenuhkan secara sempurna pada daerah kekosongan.


(54)

yang diadsopsi terurai menjadi molekul lain yang lebih kecil. Sebaliknya dikatakan adsorpsi molekuler bila molekul yang diadsorpsi tidak mengalami disosiasi [17]. Adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki konsep yang lebih sederhana dan juga ekonomis. Proses adsorpsi yang paling berperan adalah adsorben [18].

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorpsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme adsorpsi adalah agitasi, karakteristik adsorbat, ukuran molekul adsorbat, pH larutan, temperatur dan waktu kontak [19].

1. Agitasi

Jika agitasi yang terjadi antara partikel karbon dengan cairan relatif kecil, permukaan film dari liquid sekitar partikel akan menjadi tebal dan difusi film akan terbatas. Kecepatan pengadukan juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben. Semakin besar kecepatan pengadukan, maka akan semakin besar juga konstanta adsorpsinya. Hal ini disebabkan oleh lapisan film pada adsorben mengalami penipisan maka adsorban akan dapat menembus lapisan filmnya (Drastinawati dan Zultiniar, 2013).

Dalam proses adsorpsi, apabila kecepatan pengadukan kecil, maka adsorban akan sulit menembus lapisan film yang berada di antara permukaan adsorben dan difusi filmnya. Apabila kecepatan pengadukan sesuai, maka akan menaikkan film difusinya sampai ke titik pori difusi (Asip, dkk., 2008).

2. Karakteristik adsorban

Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik terpenting dari adsorban. Ukuran partikel adsorban mempengaruhi tingkat adsorpsi yang terjadi. Tingkat adsorpsi meningkat seiring mengecilnya ukuran partikel. Total kapasitas adsorpsi tergantung pada total luas permukaan dimana ukuran partikel adsorban tidak berpengaruh besar pada total luas permukaan adsorban.


(55)

3. Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul merupakan bagian yang penting dalam adsorpsi karena molekul harus memasuki micropore dari partikel adsorban untuk diadsorpsi. Tingkat adsorpsi biasanya meningkat seiring dengan semakin besarnya ukuran molekul dari adsorbat. Kebanyakan limbah terdiri dari bahan-bahan campuran sehingga ukuran molekulnya berbeda-beda. Pada situasi ini akan memperburuk penyaringan molekul karena molekul yang lebih besar akan menutup pori sehingga mencegah jalan masuknya molekul yang lebih kecil.

4. Waktu Kontak

Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan setimbang pada proses penyerapan ion logam oleh adsorban hanya beberapa menit saja [20]. Jumlah zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorban merupakan proses untuk mencapai kesetimbangan karena laju adsorpsi juga diikuti dengan proses desorpsi. Pada saat mula-mula reaksi, proses adsorpsi lebih dominan daripada proses desorpsi sehingga proses adsorpsi berlangsung cepat.

Pada akhir-akhir mencapai keadaan setimbang, peristiwa adsorpsi juga cenderung mengalami perlambatan proses penyerapan pada keadaan setimbang namun hal ini tidak terlihat secara makroskopis. Pada setiap jenis adsorban yang digunakan, waktu untuk mencapai saat setimbang berbeda-beda. Perbedaan waktu untuk mencapai keadaan setimbang dikarenakan jenis interaksi yang terjadi antara adsorban dan adsorbat. Secara umum, waktu untuk mencapai kesetimbangan melalui mekanisme secara fisika (physisorption) lebih cepat bila dibandingkan dengan mekanisme secara kimia (chemisorption) [21].

Adsorpsi secara fisika, interaksi antara adsorban dan adsorbat terjadi melalui pembentukan ikatan yang lebih kuat bila dibandingkan dengan mekanisme secara kimia. Mekanisme secara kimia diawali dahulu dengan mekanise fisika, yaitu pada partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorban melalui gaya Van der waals atau juga melalui ikatan hidrogen, kemudian diikuti mekanisme secara kimia dengan


(56)

5. Keasaman (pH)

Tingkat keasaman atau pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi. Untuk mencapai pH optimum dalam proses adsorpsi ditandai dengan jumlah maksimum yang dapat diserap adsorban adalah ditetapkan melalui uji laboratorium. Keasaman (pH) akan mempengaruhi sisi aktif biomassa serta berpengaruh pada mekanisme adsorpsi ion logam. Pada pH yang rendah, proses adsorpsi ion logam juga semakin rendah atau lambat. Hal ini dikarenakan pada kondisi asam, gugus fungsi yang terdapat pada adsorban terprotonasi sehingga terjadi pengikatan ion hidrogen (H+) dan ion hidronium [20]. Sementara itu ion-ion logam dalam larutan sebelum teradsorpsi oleh adsorban terlebih dahulu mengalami hidrolisis dan menghasilkan proton [23].

Dalam kondisi pH rendah (<7) permukaan adsorban akan bermuatan positif sehingga mengalami tolakan antara pemukaan adsorban dengan ion logam akibatnya proses adsorpsi menjadi lambat dan rendah. Sementara itu pada pH tinggi (>7), maka proses adsorpsi relatif tinggi, hal ini dikarenakan komplek hidrokso logam (MOH+) yang akan terbentuk di dalam larutan lebih banyak, demikian juga permukaan adsorban akan bermuatan negatif sehingga melepaskan proton sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik menarik yang menyebabkan peningkatan adsorpsi [24].

2.4 Mekanisme Adsorpsi

Proses adsorpsi molekul adsorbat dari fasa cair ke permukaan adsorben melibatkan tahapan sebagai berikut:

∑ Transfer massa molekul adsorbat ke seluruh lapisan batas eksternal dari partikel padat.

∑ Transportasi molekul adsorbat dari permukaan partikel ke dalam bagian aktif dengan difusi dalam pori berisi cairan dan berpindah keseluruh permukaan padat dari pori-pori.

∑ Adsorpsi molekul terlarut pada bagian aktif pada permukaan bagian dalam dari pori-pori.

∑ Setelah molekul terserap, dapat berpindah ke permukaan pori melalui difusi permukaan [25].


(57)

2.5 Kinetika Adsorpsi

Jumlah adsorbat yang diserap dalam mg/g pada waktu t dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

[24] Dimana Co dan Ct masing-masing adalah konsentrasi adsorbat mula-mula dan

pada waktu t tertentu dalam mg/L. V adalah volume larutan adsorbat dalam ml dan m adalah massa adsorben dalam mg .

2.6 Pasir

Partikel pasir dibentuk dari pecahan kristal magma beku dan batuan metamorf atau dari batu pasir yang sudah ada. Berdasarkan kandungan mineralnya, pasir umumnya terdiri dari kuarsa, Feldspar, Mika dan kapur (kalsit, dolomit dll). Klasifikasi dari mineral partikel dapat disebut pasir berdasarkan ukurannya. Menurut skema klasifikasi United States Department of Agriculture (USDA), partikel pasir berada pada rentang diameter antara 0,05-2.0 mm. Dengan demikian, bahan mineral yang disebut pasir dapat bervariasi tergantung pada skema klasifikasi yang digunakan [25].

Juga ada, subkategori partikel pasir terutama untuk skema USDA, yaitu pasir sangat halus berkisar 0,05-0,1 mm, pasir halus berkisar dari 0,1-0.25 mm, pasir sedang (medium) berkisar 0.25-0.5 mm, pasir kasar berkisar dari 0,5-1,0 mm, dan pasir sangat kasar berkisar 1.0-2,0 mm. Untuk memahami tentang tren adsorpsi logam dengan menggunakan pasir, pertimbangan hubungan antara jenis ion logam yang akan diserap dengan silika dan feldspar (komponen pasir) akan sangat membantu. Silika (SiO2)

memiliki struktur yang terdiri dari tiga rangkaian dimensi tetrahedron yang tidak terbatas. Setiap atom silikon membentuk empat ikatan tunggal dengan empat atom oksigen yang terletak di empat penjuru tetrahedron [26].


(58)

fungsional pada permukaan, yang tidak melibatkan fase atau air cair molekul antara ion dan permukaan . Pasir alam mungkin memiliki pori makro dan mesopori, dan porositas sebagian besar dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk biji-bijian, dan bentuk batuan [5].

Porositas dapat diklasifikasikan menjadi porositas antar-partikel dan porositas intraparticle. Pori-pori menyebabkan tidak hanya luas permukaan yang besar, tetapi juga tingginya selektivitas adsorpsi [5]. Interaksi antara ion logam dan permukaan pasir akan mempengaruhi karakteristik desorpsi ion logam dalam proses remediasi [5]. Pasir dengan ion logam teradsorpsi disusun oleh proses adsorpsi dan kemudian dikeringkan untuk memungkinkan ion logam untuk berinteraksi dengan permukaan pasir terutama melalui interaksi inner-sphere.

Permukaan kelompok fungsional dari silikat memainkan peran penting dalam proses adsorpsi. Pada bagian ini atom oksigen terikat pada lapisan silika tetrahedral dan kelompok hidroksil berkaitan pada tepi tiap unit dari struktur silikat. Kelompok fungsional ini menyediakan bagian permukaan untuk penyerapan logam transisi dan logam berat secara kimiawi. Permukaan kelompok fungsional ini dapat direpresentasikan sebagai berikut:

[12].

Dimana S merupakan atom pusat (Si atau Al) pada penyerapan yang dilakukan oleh permukaan silikat. Permukaan kelompok hidroksil berdisosiasi dalam air dan berfungsi sebagai basa Lewis terhadap kation logam (Mn+). Seperti bagian terdeprotonasinya (satu atau mungkin dua) yang membentuk senyawa kompleks dengan ion logam berat sebagai berikut:


(59)

2.7 Surfaktan

Surfaktan adalah molekul amphiphilic memiliki kedua ekor hidrofobik dan kepala hidrofilik. Ketika dilarutkan dalam air pada konsentrasi rendah, molekul surfaktan ada, yang berperan sebagai monomer [27]. Sebagai jenis senyawa amfifilik memiliki konstanta dielektrik rendah dan viskositas lebih tinggi dari air, surfaktan dapat meningkatkan kelarutan senyawa organik dengan menurunkan tegangan antarmuka serta oleh solubilisasi misel [28]. Struktur molekul yang unik dari surfaktan memungkinkan untuk meningkatkan kelarutan kontaminan dalam tanah, terutama untuk senyawa organik hidrofobik[5].

Surfaktan dapat meningkatkan desorpsi polutan dari tanah, dan memacu proses bioremediasi organik dengan meningkatkan bioavailabilitas polutan [5]. Selain kemampuan yang tinggi untuk desorb kontaminan, surfaktan harus memiliki CMC lebih rendah dan aktif dengan dosis kecil sebagai larutan pencuci, untuk mengurangi biaya proses perbaikan dan selanjutnya memastikan ekonomi dari proses keseluruhan [5] .

Struktur molekul surfaktan, yang mengatur sifat-sifat surfaktan, adalah faktor dominan untuk karakteristik adsorpsi. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, monomer akan dikelompokkan ke dalam kelompok, yang disebut '' misel ''. Konsentrasi pada saat pengelompokkan '' misel '' ini dikenal sebagai CMC [5].

Menurut (Mulligan, 2004), Jika surfaktan ditambah melebihi CMC, maka jumlah misel akan terus bertambah tetapi ukuran mereka akan hampir tetap konstan. Untuk perubahan konsentrasi dibawah CMC, maka sifat fisik seperti: tegangan permukaan, tegangan antar muka, adsorpsi, dan daya bersih akan terjadi perubahan.

2.7.1 SDS

Sodium lauril sulfat (SLS), natrium laurilsulfate atau natrium dodesil sulfat (SDS atau Nads) (C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionik yang digunakan di banyak


(60)

rendah dibandingkan dengan kationik dan nonionic [30]. Molekul ini memiliki ekor 12 atom karbon, yang melekat pada kelompok sulfat, memberikan sifat molekul amfifilik diperlukan dari deterjen. SLS adalah surfaktan yang sangat efektif dan digunakan dalam setiap tugas yang memerlukan penghilangan noda berminyak dan residu [31].

Misalnya, ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dengan produk industri termasuk minyak pelumas mesin, pembersih lantai, dan sabun cuci mobil. Hal ini digunakan dalam konsentrasi yang lebih rendah dengan pasta gigi, shampoo, dan busa cukur.Natrium dodesil sulfat (SDS, CH3(CH2)11SO4Na), surfaktan anionik dengan

konsentrasi kritis misel (CMC) dari 8 mM, adalah tingkat nutrisi yang baik dan mudah terurai oleh tanah atau mikroorganisme air.

Seperti semua surfaktan deterjen (termasuk sabun), natrium lauril sulfat menghilangkan minyak dari kulit, dan dapat menyebabkan kulit dan iritasi mata. Konsentrasi misel kritis (CMC) dalam air murni pada 25 ° C adalah 0,0082 M, dan jumlah agregasi pada konsentrasi ini biasanya dianggap menjadi sekitar 62. Fraksi misel ionisasi (α) adalah sekitar 0,3 ( atau 30%) [32].

2.8 Remediasi Logam Berat pada Pasir terkontaminasi

Remediasi/pencucian pasir dapat digunakan sebagai metode untuk menghilangkan kontaminan [29]. Dalam praktis remediasi, karena kontaminan melekat pada permukaan partikel pasir dan biasanya memiliki kelarutan dalam air yang rendah juga bersifat aditif seperti asam, surfaktan dan agen chelating sering ditambahkan ke dalam cairan pencuci untuk melarutkan kontaminan dari pasir.

Interaksi antara ion logam dan permukaan pasir akan mempengaruhi karakteristik desorpsi ion logam dalam proses remediasi [4]. Efisiensi removal diperoleh dengan menggunakan surfaktan anionik populer, natrium dodesilsulfat (SDS), larutan SDS. Keberhasilan penerapan remediasi pasir terkontaminasi dengan metode pencucian surfaktan dipengaruhi oleh beberapa faktor ilmiah, seperti: potensi molekul surfaktan berinteraksi dan mendesorpsi ion logam pada permukaan pasir dan kemampuan surfaktan terdispersi ke target kontaminan pada area pori [5].


(61)

Potensi misel surfaktan dalam menghilangkan ion logam pada permukaan media pasir yang terkontaminasi (Mulligan, 2005).

Gambar 2.1 Interaksi Sodium Dodecyl Sulfatedengan Ion Logam (Mulligan, 2005).

Kontaminan pasir dimobilisasi, oleh larutan pencuci (misalnya pembentukan misel dengan bantuan larutan pencuci) atau melalui interaksi kimia [5]. Kekhawatiran tentang toksisitas surfaktan terutama timbul dari surfaktan sisa dalam tanah setelah mencuci tanah jika mereka tidak mudah terurai. Kehadiran berlebihan surfaktan dalam sistem air dan tanah dapat mempengaruhi ekosistem merugikan karena aktivitas biologis surfaktan. Surfaktan anionik dapat mengikat makromolekul bioaktif seperti peptida, enzim, dan DNA, mengubah fungsi biologis mikroorganisme [32].

Teknik pencucian dapat dicapai dengan sangat baik dengan menggunakan agen yang bisa meningkatkan batas desorpsi antara pasir- logam. Sebuah teknik remediasi yang efektif untuk situasi tersebut adalah metode pencucian larutan surfaktan (Martel dan Gelinas, 1996;. Lee et al, 2002, 2005). Beberapa kelebihan dan keuntungan mengenai pencucian tanpa busa (tanpa foam), misalnya, gradien tekanan yang


(62)

sedikit energi untuk mencapai remediasi. Namun, remediasi dengan surfaktan membutuhkan konsumsi besar surfaktan dengan efisiensi penyisihan rendah.

2.9 Rangkaian Percobaan Remediasi Logam Berat pada Pasir Terkontaminasi dengan Kolom

Gambar 2.2 Rangkaian Percobaan Remediasi Logam Berat pada Pasir Terkontaminasi dengan Kolom

Keterangan Gambar:

Sejumlah surfaktan X cmc dipompakan dengan pompa peristaltik dengan laju alir X ml/menit ke kolom pasir yang berisi pasir terkontaminasi. Kemudian effluent hasil cucian ditampung dan dianalisa dengan AAS untuk meninjau seberapa banyak logam Cd2+ yang tersisihkan dan kemampuan surfaktan dalam menyisihkan logam Cd2+ .


(63)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pencemaran logam berat di lingkungan merupakan masalah serius karena kelarutan dan mobilitasnya menimbulkan toksisitas dan ancaman bagi kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia [1]. Logam-logam berat tersebut berasal dari aktifitas manusia seperti buangan rumah tangga, buangan sisa industri yang tidak terkontrol yang mengalir ke perairan dan pembakaran hidrokarbon dan batu bara diantaranya ada yang melepaskan senyawa logam berat ke udara kemudian bercampur dengan air hujan dan mengalir juga ke perairan.

Adanya logam berat di perairan, berdampak negatif dan berbahaya, baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat (PPLH-IPB, 1997) yaitu:

1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan).

2. Dapat terakumulasi dalam organisme, termasuk kerang dan ikan, serta akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut.

3. Mudah terakumulasi pada sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Selain itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen berpotensi menjadi sumber pencemar sekunder dalam rentang waktu tertentu.

Hembusan angin yang kuat juga dapat mengangkat debu, pasir, bahkan material yang lebih besar ke muara. Makin kuat hembusan angin maka daya angkutnya akan semakin kuat. Semua material batuan yang terendap dalam muara yang diangkut oleh air


(64)

Remediasi/pencucian pasir dapat digunakan sebagai metode untuk menghilangkan kontaminan [3]. Dalam praktis remediasi, karena kontaminan melekat pada permukaan partikel pasir dan biasanya memiliki kelarutan air rendah juga bersifat aditif seperti asam, surfaktan dan agen chelating sering ditambahkan ke dalam cairan pencuci untuk melarutkan kontaminan dari pasir.

Keberhasilan penerapan remediasi pasir terkontaminasi dengan metode pencucian surfaktan dipengaruhi oleh beberapa faktor ilmiah, seperti: potensi molekul surfaktan berinteraksi dan mendesorpsi ion logam pada permukaan pasir dan kemampuan surfaktan terdispersi ke target kontaminan pada area pori [4].

Adanya larutan SDS, memungkinkan tipe interaksi inner-sphere menjadi interaksi tipe outer-sphere dan logam terdesorpsi ke larutan surfaktan karena adanya pengaruh mekanik dari aliran. Ion logam yang terdesorpsi kemudian berinteraksi dengan misel surfaktan pada area interpartikel pori.

Surfaktan adalah kelompok bahan kimia amfifilik yang mengandung kedua hidrofilik dan bagian hidrofobik dalam struktur molekul secara bersamaan. Struktur molekul yang unik dari surfaktan memungkinkan untuk meningkatkan kelarutan kontaminan dalam pasir terkontaminasi, terutama untuk senyawa organik hidrofobik [5].


(65)

Beberapa Penelitian Remediasi Pasir Terkontaminasi Dengan Surfaktan yang telah dilakukan disajikan pada tabel 1.1 :

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu Remediasi Pasir Terkontaminasi Dengan Surfaktan No. Peneliti Judul Hasil

1. Anhua Long a,b, Hui Zhang a,⇑, Yang Lei a (2014)

Surfactant flushing remediation of toluene contaminated soil.

Molekul surfaktan menyerap pada permukaan PAH sebagai hemimicelles, menyebabkan tolakan antara kelompok, grup kepala molekul surfaktan dan partikel tanah, yang memicu pemisahan kontaminan.

2. Chenju Liang,

Cheng-Lin Hsieh(2015)

Evaluation of Surfactant Flushing for Remediating EDC-tar Contamination

Pencucian merupakan metode yang efektif dan ekonomis.

3 Bode Haryanto, Chien-Hsiang Chang (2014)

Foam-enhanced removal of adsorbed metal ions from packed sands with

biosurfactant solution flushing

Adanya larutan SDS,

memungkinkan tipe interaksi inner-sphere menjadi interaksi tipe outer-sphere dan logam terdesorpsi ke larutan surfaktan karena adanya pengaruh

mekanik dari aliran. 4 Xuhui Mao Rui

Jiang Wei Xiao Jiaguo Yu (2014)

Use of Surfactants for the Remediation of Contaminated soils: A Review

Surfaktan dapat meningkatkan desorpsi polutan dari tanah, dan memacu proses

bioremediasi.

Hasil beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan logam berat dari pasir terkontaminasi berhasil terdesorpsi dengan metode pencucian dengan


(66)

Interaksi antara ion logam dengan permukaan pasir akan mempengaruhi sifat dan tahap proses desorpsi ion logam dalam proses remediasi [4]. Beberapa faktor ilmiah yang layak dipertimbangkan dalam remediasi pasir terkontaminasi adalah potensi molekul surfaktan berinteraksi dan mendesorpsi ion logam pada permukaan pasir dan kemampuan surfaktan terdispersi ke target kontaminan pada area pori.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah:

1. Bagaimana pengaruh konsentrasi SDS terhadap pencucian/remediasi pasir terkontaminasi logam Cd2+.

2. Bagaimana pengaruh Laju alir SDS terhadap logam berat yang terdesorpsi dari pasir terkontaminasi logam Cd2+.

3. Bagaimana pengaruh pengambilan effluent setiap 4 pore volume terhadap removal logam yang dicuci. Menghitung kinetika pencucian pasir terkontaminasi Cd2+.

1.3 TUJUAN PENILITIAN

Penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari pengaruh konsentrasi SDS terhadap pencucian/remediasi pasir terkontaminasi logam Cd2+.

2. Mempelajari pengaruh laju alir SDS terhadap pencucian/remediasi pasir terkontaminasi logam Cd2+.

3. Mempelajari pengaruh pengambilan pengambilan effluent setiap 4 pore volume terhadap removal logam yang dicuci. Menghitung kinetika pencucian pasir terkontaminasi Cd2+.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah

1. Memberikan informasi tentang kemampuan pasir mengadsorpsi logam Cd2+pada kasus studi ini.

2. Memberikan informasi tentang kemampuan surfaktan dalam mendesorpsi logam Cd2+kontaminan.


(67)

3. Memberikan informasi tentang teknologi remediasi dengan surfaktan pada kolom pencuci.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Penelitian ini terdiri dari dua tahap: kontaminasi pasir dan pencucian pasir. Bahan baku utama yang digunakan adalah pasir putih yang diperoleh dari Pantai Wisata pasir di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Berdagai, Sumatera Utara. Dan Larutan ion logam Cd2+ (cadnium) diperoleh dari pembuatan larutan Cd2+ 50 ppm dari padatan Cd(CH3COO)2.2H2O. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propeler, kontainer kaca, shaker, saringan mesh 20, pH meter, gelas ukur, beaker glass 1 Liter, corong, erlenmeyer, kolom pencuci, neraca analitik, cawan, termometer, pipet tetes, cutter, statif dan klem.

3. Variabel – variable pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Proses ini dilakukan pada saat pencucian dengan memvariasikan : 1) Variabel tetap :

A. Variabel tetap untuk kontaminasi pasir : a) Ukuran mesh pasir : 20 mesh b) Berat pasir : 100 gram c) pH : 4,5 [4] d) Kecepatan pengadukan : 100 rpm [4] e) Lama pengadukan : 2 jam [4] f) Konsentrasi Larutan : 50 ppm g) Suhu : 25 °C (298 K) h) Volume larutan : 100 mL [4]


(68)

2) Variabel berubah : Konsentrasi SDS dan Laju Alir a) Konsentrasi SDS : 0; 0,5; 1; 2; 5 cmc

b) Laju Alir: 2, 4, 6, 8, 10 ml/menit 4. Analisa yang dilakukan :

a. Analisa Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS) b. Analisa pH dengan menggunakan pH meter.

c. Analisa berat sampel menggunakan neraca analitik.

d. Analisa luas permukaan adsorben menggunakan SAA dengan analisa BET


(69)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan desorpsi dan interaksi antara pasir putih yang terkontaminasi ion logam (Cd2+) 50 ppm dengan variasi konsentrasi SDS dan Variasi Laju Alir SDS pada larutan SDS dengan pH 7. Konsentrasi SDS yang digunakan adalah 0; 0,5; 1; 2; dan 5 cmc. Variasi kecepatan aliran SDS yang digunakan adalah 2, 4, 6, 8, dan 10 ml/menit. Penelitian ini terbagi menjadi 2 tahap, yaitu perlakuan awal dengan melakukan kontaminasi pasir yang diawali dengan pencucian dan pengeringan hingga kondisi yang seragam. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran potensi kapasitas adsorpsi dengan system batch adsorption. Tahap Kedua dilakukan tahap remediasi atau pencucian dengan SDS untuk meninjau kemampuan desorpsi dan interaksi antara SDS dan Pasir putih yang terkontaminasi (Cd2+). Pengaruh konsentrasi SDS dalam me-remove atau mencuci ion logam (Cd2+) terlihat fluktuatif, disebabkan oleh adanya Channeling effect yang tidak dapat dikontrol. Hasil removal terbesar terdapat pada saat konsenterasi SDS 2 cmc dengan laju alir SDS 4 ml/menit, sebesar 11,27%. Pengaruh variasi Laju alir signifikan hanya pada saat 0 cmc atau belum ada penambahan SDS, menunjukkan proses remediasi dipengaruhi oleh konsenterasi SDS jika adanya Channeling Effect yang tidak dapat dikontrol. Pengambilan sampel setiap 4 pore volume atau kinetika desorpsi menunjukkan hasil yang konstan setelah 12 pore volume sampai 16 pore volume, ini menunjukkan adanya channeling effect yang dominan pada 12 pore volume sampai 24 pore volume.

Kata kunci : adsorpsi, pasir putih, ion kadmium (Cd2+), remediasi, Channeling effect


(70)

ABSTRACT

This study aims to determine the ability of desorption and the interaction between the white sand contaminated with metal ions (Cd2+) 50 ppm with various concentrations of SDS and the SDS Flow Rate Variations on SDS solution at pH 7. The concentration of SDS used is 0; 0.5; 1; 2; and 5 cmc. Variations in flow velocity SDS used is 2, 4, 6, 8, and 10 ml / min. This study is divided into two steps: pretreatment by sand contamination that begins with washing and drying until the conditions are uniform. Then proceed with the measurement of the adsorption capacity potential by batch adsorption system. Second Stage performed remediation phase or washing with SDS to review the desorption capabilities and interaction between SDS and white sand is contaminated (Cd2+). Effect of SDS concentration in removing metal ions or washing the metal ion (Cd2+) looks volatile, caused by the channeling effect that can not be controlled. The removal results contained in the current The concentration SDS 2 SDS cmc with a flow rate of 4 ml / min, 11.27%. Effect of flow rate variation was significant only at the time of 0 cmc or no addition of SDS, suggesting remediation process is influenced by the SDS The concentration if their Channeling Effect that can not be controlled. Sampling every four pore volume or desorption kinetics shows constant returns after 12 pore volumes of up to 16 pore volumes, this indicates that the dominant channeling effect on 12 pore volumes of up to 24 pore volumes.

Keyword : adsorption, white sands, cadmium ion (Cd2+), remediation, channeling effect


(71)

REMEDIASI PASIR TERKONTAMINASI DENGAN

METODE PENCUCIAN KOLOM DENGAN

PENINGKATAN SURFAKTAN BERBAHAN

BAKU SODIUM DODECYL SULPHATE

(SDS)

SKRIPSI

Oleh

SAMUEL SITORUS

110405086

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK


(72)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

Remediasi Pasir Terkontaminasi dengan Metode Pencucian Kolom dengan Peningkatan Surfaktan Berbahan Baku Sodium Dodecyl Sulphate

(SDS)

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila di kemudian hari terbukti bahwa ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2016

Samuel Sitorus NIM. 110405086


(73)

(74)

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Remediasi Pasir Terkontaminasi dengan Metode Pencucian Kolom dengan Peningkatan Surfaktan Berbahan Baku Sodium Dodecyl Sulphate (SDS)” sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kemampuan SDS berinteraksi dan me-remove ion logam berat yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi permasalahan pencemaran logam berat yang sering terdapat pada sedimentasi bebatuan dan badan air.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen pembimbing penelitian ini, Bapak Bode Haryanto, S.T, MT, Ph.D.

2. Dosen penguji penelitian, Bapak Prof. Dr. Ir., M. Turmuzi, MS dan Bapak Ir. Bambang Trisakti, MT.

3. Koordinator Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Ibu Ir., Renita Maurung, M.T.

4. Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Eng. Ir., Irvan, M.Si.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna untuk itu adanya kritik serta saran yang membangun sangat diperlukan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi penulis dan para pembaca.

Medan, Agustus 2016 Penulis


(75)

DEDIKASI

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih karuniaNya dan berkat penyertaan Tuhan yang selalu senantiasa menjaga dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Sungguh Tuhan Maha Kasih, Maha Baik, dan Maha Murah Hati. Terima kasih Tuhan buat kasihMu yang selalu menyertai aku dalam setiap pekerjaan dan sepanjang kehidupanku.

Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (SI) pada jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah: “Remediasi Pasir

Terkontaminasi dengan Metode Pencucian Kolom dengan peningkatan Surfaktan Berbahan Baku Sodium Dodecyl Sulphate (SDS)”.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua saya yaitu Ayahku Rudy M. O Sitorus dan Ibuku Reni Hutagaol yang selalu sabar dan tabah mendidik dan membimbing penulis hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Budi baik Ayah dan Ibu akan selalu penulis kenang sampai akhir hayat penulis. Forever Love You My Parents. 2. Ketiga saudara saya, yaitu Eunike Sitorus, Jonathan Sitorus, dan Tora Sebastian

Sitorus , yang telah memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan studi. Doa penulis selalu beserta kalian semua.

3. Bapak dan Ibu dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak memberikan banyak ilmu selama penulis kuliah.

4. Para pegawai administrasi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(76)

6. Sahabat-sahabat penulis, yaitu teman-teman mahasiswa Teknik Kimia terutama angkatan 2011 dan adek-adek mahasiswa Teknik Kimia USU lainnya yang tidak dapat saya ucapkan satu persatu, terima kasih atas dukungan moril yang diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

Semoga Tuhan selalu memberkati kita semua. Menyadari akan keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis dan juga keterbatasan waktu, saya merasa bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi menyempurnakan tugas akhir ini.

Medan, Agustus 2016


(1)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Interaksi Sodium Dodecyl Sulphate dengan Ion Logam 18 Gambar 2.2 Rangkaian Percobaan Remediasi Pasir Terkontaminasi 19 Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Adsorben Pasir Hitam 21 Gambar 3.2 Flowchart Pengeringan Adsorben Pasir Hitam 22 Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M 23 Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M 23 Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut dengan pH 4,5 24 Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+(50 ppm) 25 Gambar 3.7 Flowchart Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap

Kemampuan Adsorpsi 27

Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Pore Volume 28

Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Removal Efisiensi terhadap Variasi

Konsentrasi SDS 30

Gambar 3.10 Flowchart Mengukur Removal Efisiensi terhadap Variasi

Laju Alir SDS 32

Gambar 3.11 Flowchart Menghitung Efisiensi terhadap Kinetika Sampel

Setiap 4 Pore Volume Konsentrasi SDS 33

Gambar 3.12 Rangkaian Peralatan Remediasi Pasir Terkontaminasi dengan

Metode Kolom 34

Gambar 4.1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 35 Gambar 4.2 Proses Pengeringan Adsorben Pasir Putih 36 Gambar 4.3 (a) Konfirmasi Analisa FTIR pasir sebelum Terkontaminasi 38 Gambar 4.3 (b) Konfirmasi Analisa FTIR pasir setelah Terkontaminasi 39

Gambar 4.4 Ilustrasi Perhitungan Pore Volume 40

Gambar 4.5 Pengaruh Konsentrasi SDS dan Laju Alir SDS 4 ml/menit

terhadap Loading Time 41

Gambar 4.6 Nilai Removal Efisiensi dengan Variasi Konsentrasi SDS

Pada Laju Alir 4 ml/Menit 42

Gambar 4.7 Nilai Removal Efisiensi dengan Variasi Konsentrasi SDS 43 Gambar 4.8 Interaksi Surfaktan (SDS) dengan Ion Logam Cd2+ 46


(2)

xiv

Gambar 4.9 Data Kinetika Removal Efisiensi pada Setiap 4 pore volume 47

Gambar C.1 Pencucian Pasir Putih yang Akan Digunakan Sebagai Adsorben 60

Gambar C.2 Kontaminasi Adsorben Pasir Putih dengan ion logam Cd(II) 61

Gambar C.3 Kaliberasi Laju Alir SDS 62

Gambar C.4 Proses Remediasi Pasir Putih - Adanya Channeling Effect 63

Gambar C.5 Proses Remediasi Pasir Putih - Tanpa Channeling Effect 64

Gambar C.6 Eksperimen 65

Gambar C.7 Botol Sampel Untuk Uji Di Alat AAS 66


(3)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Beberapa Hasil Penelitian Yang Memanfaatkan Pasir Sebagai

Adsorben 3

Tabel 2.1 Ambang Batas Logam Berat yang Ditoleransi/ Asupan Aman 10 Tabel 4.1 Konfirmasi Data Analisa BET Pasir Indonesia 37 Tabel A.1 Data Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 53 Tabel A.2 Data Proses Pengeringan Adsorben Pasir Putih 53 Tabel A.3 Data Hasil Removal Efisiensi dengan Variasi Konsentrasi SDS dan

Laju Alir SDS 53

Tabel A.4 Data Kinetika Desorpsi 55


(4)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

L. A. 1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 53

L. A. 2 Proses Pengeringan Adsorben Pasir Putih 53

L. A. 3 Data Hasil Removal Efisiensi Dengan Variasi Konsentrasi Surfaktan 53

L. A. 4 Data Kinetika Desorpsi 55

L. B. 1 Pembuatan Larutan ( Stock Solution) 56

L. B. 2 Perhitungan Kapasitas Adsorpsi 57

L. B. 3 Perhitungan Pore Volume Pada Kolom Remediasi 57

L. B. 3. A Perhitungan Konsentrasi SDS 58

L. B. 3. B Perhitungan Persen Removal Efisiensi 58

Lampiran C Dokumentasi Percobaan 60


(5)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

AAS Atomic Adsorption Spectroscopic

pH Power of Hydrogen

ppm Part Per Million


(6)

xviii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Cd(CH3COO)2.2H2O Kadmium Asetat Dihidrat mg

C Karbon

O Oksigen

% Persen

HCl Asam klorida ml

NaOH Natrium Hidroksida gr

H2O Air ml

H+ Ion hidrogen

Q Berat Cd yang terjerap oleh satu gram

sampel mg/g

w Berat sampel yang digunakan gr

C0 Konsentrasi larutan Cd awal ppm

Ct Konsentrasi larutan Cd pada waktu t ppm

t waktu menit/ jam

V Volume larutan Cd yang digunakan ml

y Absorbansi

x Konsentrasi larutan ppm