masing-masing adalah 8,7, 12,4, dan 11,1. Penelitian prevalensi asma pada anak umur 6-7 tahun di kota Bandung sebanyak 4,8 ISAAC, 2013.
1.3. Tipe Asma
Rackemann mengklasifikasikan asma menjadi 2 yaitu asma atopik asma ekstrinsik dan asma non-atopik asma intrinsik. Asma ekstrinsik dicetuskan oleh
faktor dari luar, sedangkan asma instrinsik tidak Pillai, 2011. a
Asma atopik Atopik adalah kecenderungan seseorang menderita penyakit alergi,
seperti rinitis alergi, asma dan eksema. Tipe asma atopik sering dihubungkan dengan peningkatan respon imun terhadap alergen AAAAI, 2014. Pasien asma
umumnya juga menderita penyakit atopik lain, seperti rinitis alergi dan eksema. Sebanyak 80 pasien asma juga menderita rinitis alergi. Akan tetapi, faktor atopi
harus dibarengi dengan faktor lingkungan. Alergen yang memicu sensitisasi umumnya tersusun dari protein yang mempunyai aktivitas protease. Contoh
umum alergen ini adalah tungau Dermatophagoides pteronyssinus, bulu kucing dan anjing, kecoak, rumput-rumputan, dan serbuk bunga serta tikus Barnes,
2012. b
Asma non-atopik Dari sekian penderita asma, kira-kira terdapat 10 mempunyai tes kulit
yang negatif terhadap alergen umum dan konsentrasi serum IgE yang normal. Asma tipe ini muncul sewaktu dewasa adult-onset asthma. Umumnya penyakit
asma ini cenderung persisten. Mekanisme asma intrinsik masih belum begitu jelas.Penelitian terbaru mengasumsikan bahwa terjadi produksi IgE lokal pada
asma intrinsik. Hasil biopsi dari kedua tipe asma ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Barnes, 2012.
1.4. Penyebab asma
a Sistem imun
Dalam hipotesis kebersihan disebutkan bahwa keseimbangan antara limfosit Th1 dan Th2 mempengaruhi respon imun tubuh. Sistem imun dengan
Universitas Sumatera Utara
dominan Th1 dapat mencegah infeksi, sebaliknya pada sistem imun dengan dominan Th2 menyebabkan seseorang menderita penyakit alergi NHLBI, 2007.
Hipotesis ini mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat kebersihan anak pada tahun-tahun awal kehidupannya, semakin tinggipula resiko terjadinya asma pada
anak tersebut. Kebersihan akan mengurangi tingkat paparan anak terhadap agen infeksius, mikroorganisme simbiotik flora usus atau probiotik, dan parasit. Hal
ini akan menghambat pematangan sistem imun alami dan menimbulkan defek pada toleransi imunitas Barnes, 2012. Anak-anak yang mempunyai saudara lebih
tua, hidup di lingkungan yang rentan terpapar infeksi lingkungan pertanian, tempat penitipan anak, terpapar infeksi cacing dan bakteri, dan jarang
menggunakan antibiotik ditemukan mempunyai Th1 yang lebih tinggi dan
insidensi asma cenderung rendah NHLBI, 2007. b Faktor Intrinsik
1
Riwayat keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita asma meningkatkan resiko terjadinya asma pada seseorang Subbarao, 2009. Analisis univariat Werff
2013, mendapati bahwa seseorang dengan adanya riwayat keluarga menderita penyakit atopik beresiko 2,12 kali lebih besar terkena asma dibanding orang
normal. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa gen ORMDL3 berhubungan erat
dengan angka kejadian asma.
2 Gender
Jenis kelamin perempuan diteliti sebagai faktor resiko asma. Lawson 2014 mendapati bahwa perempuan berusia 16-18 tahun beresiko 2,13 kali lebih
besar menderita asma daripada laki-laki. Laporan Wormald 1977 dalam penelitian Choi 2011 menyebutkan bahwa insidensi asma dengan tes kulit positif
terhadap alergen tungau debu rumah tiga kali lebih besar pada laki-laki berumur dibawah 10 tahun dibandingkan dengan insidensi perempuan seusianya.
Tingginya prevalensi asma pada anak laki-laki dikarenakan perkembangan saluran napas yang lambat dibandingkan dengan volum paru. Anak laki-laki lebih rentan
tersensitasi oleh alergen dalam ruangan seperti debu rumah dan bulu kucing. Anak
Universitas Sumatera Utara
perempuan cenderung ditangani ketika penyakitnya memberat Sindrom Yentl. Keadaan berbalik pada populasi berumur dekade ketiga dan keempat. Didapati
bahwa perempuan berusia dekade tiga dan empat 1,5 dan 1,6 kali lebih beresiko terkena asma dibanding laki-laki seusianya. Ini dikarenakan setelah pubertas,
diameter saluran napas dan fungsi paru pada laki-laki lebih dari perempuan seusianya. Diameter saluran napas yang kecil lebih meningkatkan resistensi
saluran napas. Akibatnya, dengan derajat obstruksi yang sama, retensi CO
2
dalam darah lebih awal muncul pada perempuan dibandingkan laki-laki.
3 Etnis
Anak-anak bangsa Afro-Amerika 20 lebih sering terdiagnosa menderita asma dibandingkan bangsa Amerika Latin dalam setahun McDaniel, 2006.
Claudio 2006 mendapati bahwa anak-anak Puerto Rican memiliki prevalensi asma yang lebih tinggi dari anak-anak Amerika Latin OR=2,28, sedangkan
anak-anak Asia memiliki prevalensi yang lebih rendah dari anak-anak Amerika Latin OR=0,604.
4 Usia
Dari hasil penelitian Vega 2008 di Hulvea, Spanyol, prevalensi asma pada anak-anak usia 11-16 tahun tiga kali lipat dari prevalensi orang dewasa umur
20-44 tahun. Sedangkan dari hasil penelitian Lawson pada tahun 2014 menunjukkan bahwa remaja perempuan usia 16-18 tahun memiliki prevalensi
asma lebih tinggi daripada remaja perempuan usia 12-13 tahun. 5
Faktor Hormonal Perempuan yang menarche sebelum umur 12 tahun beresiko 2,08 kali
lipat terkena asma setelah pubertas dibandingkan perempuan yang menarche setelah umur 12 tahun. Resiko terkena asma berkurang sebanyak 7 per tahun
sewaktu periode penggunaan pil kontrasepsi pada wanita dan meningkat 2,29 kali ketika hormone replacement therapy pada wanita postmenopausal Choi, 2011.
6 Obesitas
Camargo et al 1999 yang dikutip Choi 2011 melaporkan bahwa resiko terjadinya asma adalah 2,7 kali lebih besar pada perempuan yang obesitas.
Mekanisme obesitas menyebabkan asma adalah sebagai berikut: 1 faktor
Universitas Sumatera Utara
mekanis-volum paru yang kecil dan diameter saluran napas perifer yang sempit, 2 komorbid GERD, 3 inflamasi sistemik yang disebabkan oleh adipokines – IL-
6, TNF- α dan eotaksin, 4berkurangnya adiponektin-hormon dengan efek anti
inflamasi, 5 hiperesponsif saluran napas disebabkan oleh leptin, yang mempunyai struktur mirip IL-6, dan 6 peningkatan stress oksidatif.
c Faktor lingkungan
1 Infeksi
Infeksi virus yang umum menyebabkan asma adalah RSV dan rhinovirus NHLBI, 2007. Walaupun infeksi virus adalah pemicu umum terjadinya asma
eksaserbasi, masih belum dipastikan bahwa mereka yang menyebabkan asma. Terdapat hubungan antara infeksi virus pada respirasi bayi dan perkembangan
asma, tetapi patogenesis hubungan tersebut masih susah dijelaskan. Bakteri atipikal seperti Mycoplasma dan Chlamydia dianggap mempunyai peran pada
perkembangan asma yang berat Barnes, 2012. 2
Diet Peranan gizi terhadap asma masih menjadi kontroversi. Studi observasi
menunjukkan bahwa pola makan yang kurang antioksidan vitamin C dan vitamin A, magnesium, selenium dan omega-3 diasosiasikan terhadap peningkatan
resiko asma. Tetapi pada studi intervensional tidak ditemukan hubungan ini Barnes, 2012.
3 Polusi udara
Polusi udara, seperti sulfur dioksida, ozon dan hasil pembakaran bahan bakar dipastikan sebagai pemicu asma. Polusi udara luar rumah yang disebabkan
oleh kendaraan bermotor seperti mobil dan truk yang menghasilkan asap karbon monoksida Barnes, 2012. Jerrett 2011 mendapati ada hubungan antara karbon
monoksida dan munculnya asma HR=1,29. Polusi dalam ruangan bersumber dari nitrogen oksida yang dihasilkan tungku dan paparan terhadap rokok. Di
lingkungan kerja, bahan-bahan kimia seperti toluene diisosianat dan trimelitik anhidrid menyebabkan sensitisasi alergen dan mengakibatkan asma Barnes,
2012.
Universitas Sumatera Utara
4 Rokok
Broekema 2009 membandingkan 3 kelompok sampel yang menderita asma, diantaranya 66 orang bukan perokok, 46 sampel yang pernah merokok, dan
35 sampel yang merokok. Hasil pemeriksaan fungsi paru mendapati bahwa sampel perokok dengan asma memiliki FEV
1
yang lebih rendah. Dari pemeriksaan sputum ditemukan sel goblet yang lebih banyak. Sampel yang pernah
merokok juga memiliki ciri-ciri yang sama dengan sampel yang bukan perokok. Kedua sampel tersebut memiliki tingkat proliferasi dan ketebalan epitel yang
sama serta jumlah sel goblet dan sel mast yang serupa. 5
Alergen organik Faktor alergen yang berasal dari hewan peliharaan kurang dapat diteliti
karena pasien asma cenderung untuk tidak memelihara kucing, anjing, atau burung. Svanes 2006 mendapati bahwa penghindaran dari kucing memiliki
faktor protektif OR=0,83. Almqvist 2005 memaparkan bahwa Lanphear 2001 melakukan studi cross-sectional dan mendapati bahwa ada asosiasi hewan
peliharaan berupa anjing dan terjadinya asma OR=24. Hasil penelitian Bener 2004 yang dipaparkan Gorman dan Cook 2009 mendapati bahwa terdapat
asosiasi antara asma dan hewan peliharaan berupa burung. Hewan peliharaan ini diasosiasikan dengan alergi kulit.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Patofisiologi asma