Prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015
HASIL PENELITIAN
PREVALENSI RINITIS ALERGI PADA MAHASISWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA PADA TAHUN AJARAN 2014/2015
Oleh :
IMELDA JUNAEDI
110100058
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
(2)
LEMBAR PENGESAHAN MAHASISWA T.A 2013/2014
Nama : Imelda Junaedi
NIM : 110100058
Judul : Prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015
Pembimbing Penguji I
!!!!!!!!!!!!(dr.Zuhrial!Zubir!Sp.Pd,!KAI)!!!!! ! !!!!!!!(dr.!Delyuzar,!Sp.PA!(K)) NIP : 195802081985031003 NIP : 196302191990031001
Penguji II
(dr. Rina Amelia , MARS) NIP.197604202003122002
Medan, 19 Desember 2014
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP : 195402201980111001
(3)
HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Hasil Penelitian dengan Judul:
Prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015
Yang dipersiapkan oleh:
IMELDA JUNAEDI
110100058
Laporan Hasil penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke seminar Hasil penelitian.
Medan, 8 Desember 2014 Disetujui,
Dosen pembimbing
(4)
Abstrak
Rinitis alergi (RA) adalah inflamasi dari lapisan mukosa hidung dan memiliki karakteristik gejala nasal berupa rhinorrhea anterior atau posterior, bersin, hidung tersumbat dan/atau gatal pada hidung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada dewasa muda di medan terutama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dan pengumpulan sampel penelitian dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner modifikasi ECRHS. Peneliti mebagikan kuesioner kepada 384 mahasiswa dengan 96 responden tiap tahun angkatan. Hasil pengumpulan data dalam bentuk data primer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yaitu sebesar 41.4% yaitu 159 dari 384 orang. Perempuan (61%%) lebih banyak menderita Rinitis Alergi dibanding laki-laki (39%). Mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 41.3%, sedangkan mahasiswa berkewarganegaraan Malaysia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 42%. Responden Rinitis Alergi yang mempunyai riwayat komorbid atopi lain (Asma dan Eksema) sebesar 32.7% dan responden asma yang mempunyai riwayat keluarga atopi sebesar 55.3%.
Saran kepada pihak universitas adalah memperhatikan kejadian Rinitis alergi pada lingkungan kampus serta mengajak mahasiswa untuk menciptakan keadaan lingkungan yang bersih dan menghindari alergen pencetus seperti debu. Kepada mahasiswa sendiri untuk melakukan penatalaksanaan RA secara benar dan menjaga kesehatan. Kepada peneliti selanjutnya untuk meniliti dan menganalisis faktor yang mempengaruhi RA.
Kata kunci
(5)
Abstract
Allergic Rhinitis is an inflammation of the mucous nasal lining and characterized with nasal symptoms such as anterior or posterior rhinorrhea, sneezing, nasal congestion and/or itching nose.
The purpose of this research is to uncover the Allergic Rhintis prevalence among medical students in University of North Sumatera in academic year 2014/2015.
The research is a descriptive study with cross-sectional approach and used stratified random sampling technique to collect sample. The research used modified ECRHS questionnaire. Researcher collected data on 384 college students with 96 students in every academic level. Data collected in this research is categorized as primary data.
Results of this research shows that Allergic Rhintis prevalence in Faculty of Medicine in University of North Sumatera is 41.4% which is 159 from 384 people. Females (61%) are at higher risk of developing Allergic Rhintis than males (39%). Percentage of Indonesian students that develop Allergic Rhintis is 41.3%, on the other hand, percentage of Malaysian students developing Allergic Rhintis is 42%. The percentage of Allergic Rhintis that have develop other atopic comorbid (Asthma and eczema) is 32.7% and Allergic Rhintis that have family history of atopic diseases is 55.3%.
With this research done, reseacher suggests the university to increase awareness about the number of asthmatics and encourage students to keep the environment clean and keep away from allergen exposures. For the students,the outher suggested to take care of their health condition for preventing and observing the development of Allergic Rhinitis into Asthma disease. For the next researcher, author suggests to investigate and analyze the connection of Allergic Rhinitis and the precipitating factors, Allergic Rhinitis and atopy disease as the comorbid factors, and connection of Allergic Rhinitis with family history of atopic disease
Keywords
Prevalence, College Students, Allergic Rhinitis, Medan City !
(6)
i" ""
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Prevalensi Rhinitis Alergi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015”. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka pembuatan karya tulis ilmiah (KTI) pada pendidikan program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua peneliti serta kepada dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah peneliti, dr. Zuhrial Zubir, SpPD, KAI yang dengan sepenuh hati telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penelitian ini.
Dengan segala rasa hormat, peneliti juga ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Rina Amelia, MARS dan dr. Delyuzar, M.ked(PA), Sp.PA(K) yang telah memberi kritik dan saran yang membangun kepada peneliti dari pembuatan proposal penelitian ini hingga selesainya penelitian ini.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi pelaksanaan, materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, peneliti mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan penelitian ini.
Medan, 8 Desember 2013
(7)
ii" "
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Singkatan ... v
Daftar Gambar ... vi
Daftar Lampiran ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 3
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1.Pengertian Rinitis Alergi ... 5
2.2.Klasifikasi Rinitis Alergi ... 6
2.3.Epidemiologi Rinitis Alergi ... 7
2.4.Faktor Resiko Rinitis Alergi ... 8
2.5.Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Rinitis Alergi ... 9
2.6.Diagnosis Rinitis Alergi ... 10
2.6.1. Anamnesis ... 10
2.6.2. Pemeriksaan Fisik ... 11
2.6.3. Pemeriksaan Penunjang ... 11
2.7.Penatalaksanaan Rinitis Alergi ... 12
2.7.1. Pengendalian Lingkungan dan Pencetus ... 12
2.7.2. Farmakologi ... 12
2.7.3. Imunoterapi ... 13
2.8.Komplikasi Rinitis Alergi ... 13
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 14
3.1.Kerangka Konsep ... 14
3.2.Definisi Operasional ... 15
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 16
(8)
iii" "
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian ... 16
4.2.1.Waktu Penelitian ... 16
4.2.2.Tempat Penelitian ... 16
4.3.Populasi dan Sampel ... 16
4.3.1.Populasi ... 16
4.3.2.Sampel ... 16
4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 17
4.4.1.Data Primer ... 17
4.4.2.Instrumen Penelitian ... 17
4.5.Pengolahan dan Analisa Data ... 18
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 19
5.1.Hasil Penelitian ... 19
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 19
5.1.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Angkatan ... 20
5.1.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Jenis kela- min ... 20
5.1.5. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Kewarganegaraan ... 21
5.1.6. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi ... 21
5.1.7. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain ... 22
5.2.Pembahasan ... 23
5.2.1. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Jenis kela- min ... 23
5.2.2. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Kewarganegaraan ... 24
5.2.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi ... 25
5.2.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain ... 26
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
6.1. Kesimpulan ... 27
(9)
iv" "
DAFTAR PUSTAKA ... 29 LAMPIRAN
(10)
v" ""
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 13-14 tahun berdasarkan kuesioner ISAAC fase 1 dan 3: rata- rata perubahan
prevalensi tahunan ... 6
Tabel 2.2 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 6-7 tahun berdasarkan kuesioner ISAAC fase 1 dan 3: rata – rata perubahan
prevalensi tahunan ... 7
Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 13 Tabel 5.1 Karakteristik Mahasiswa- Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara ... 19
Tabel 5.2 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang Menderita Rinitis Alergi ... 20 Tabel 5.3 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin ... 20
Tabel 5.4 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan 21 Tabel 5.5 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga
yang Memiliki Penyakit Atopi ... 21
Tabel 5.6 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi
(11)
vi" "
DAFTAR SINGKATAN
AAAAI American Academy of Allergy Asthma & Immunology AAIR Allergy, Asthma & Immunology Research
ARIA Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma
ECRHS The European Community Respiratory Health Study
IgE Imunoglobulin E
ISAAC The International Study of Asthma and Allergies in childhood
NARES Non-allergic rhinitis with eosinophilic syndrome RA Rinitis Alergi
RAST Radio Allergo Sorbent Test
SCIT Subcutaneous Immunotherapy
SLIT Sublingual Immunotherapy WHO World Health Organization
(12)
vii" "
DAFTAR GAMBAR
(13)
viii" "
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Penjelasan
Lampiran 2 Lembar Persetujuan
Lampiran 3 Kuesioner ECRHS 2008
(14)
Abstrak
Rinitis alergi (RA) adalah inflamasi dari lapisan mukosa hidung dan memiliki karakteristik gejala nasal berupa rhinorrhea anterior atau posterior, bersin, hidung tersumbat dan/atau gatal pada hidung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada dewasa muda di medan terutama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dan pengumpulan sampel penelitian dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner modifikasi ECRHS. Peneliti mebagikan kuesioner kepada 384 mahasiswa dengan 96 responden tiap tahun angkatan. Hasil pengumpulan data dalam bentuk data primer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yaitu sebesar 41.4% yaitu 159 dari 384 orang. Perempuan (61%%) lebih banyak menderita Rinitis Alergi dibanding laki-laki (39%). Mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 41.3%, sedangkan mahasiswa berkewarganegaraan Malaysia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 42%. Responden Rinitis Alergi yang mempunyai riwayat komorbid atopi lain (Asma dan Eksema) sebesar 32.7% dan responden asma yang mempunyai riwayat keluarga atopi sebesar 55.3%.
Saran kepada pihak universitas adalah memperhatikan kejadian Rinitis alergi pada lingkungan kampus serta mengajak mahasiswa untuk menciptakan keadaan lingkungan yang bersih dan menghindari alergen pencetus seperti debu. Kepada mahasiswa sendiri untuk melakukan penatalaksanaan RA secara benar dan menjaga kesehatan. Kepada peneliti selanjutnya untuk meniliti dan menganalisis faktor yang mempengaruhi RA.
Kata kunci
(15)
Abstract
Allergic Rhinitis is an inflammation of the mucous nasal lining and characterized with nasal symptoms such as anterior or posterior rhinorrhea, sneezing, nasal congestion and/or itching nose.
The purpose of this research is to uncover the Allergic Rhintis prevalence among medical students in University of North Sumatera in academic year 2014/2015.
The research is a descriptive study with cross-sectional approach and used stratified random sampling technique to collect sample. The research used modified ECRHS questionnaire. Researcher collected data on 384 college students with 96 students in every academic level. Data collected in this research is categorized as primary data.
Results of this research shows that Allergic Rhintis prevalence in Faculty of Medicine in University of North Sumatera is 41.4% which is 159 from 384 people. Females (61%) are at higher risk of developing Allergic Rhintis than males (39%). Percentage of Indonesian students that develop Allergic Rhintis is 41.3%, on the other hand, percentage of Malaysian students developing Allergic Rhintis is 42%. The percentage of Allergic Rhintis that have develop other atopic comorbid (Asthma and eczema) is 32.7% and Allergic Rhintis that have family history of atopic diseases is 55.3%.
With this research done, reseacher suggests the university to increase awareness about the number of asthmatics and encourage students to keep the environment clean and keep away from allergen exposures. For the students,the outher suggested to take care of their health condition for preventing and observing the development of Allergic Rhinitis into Asthma disease. For the next researcher, author suggests to investigate and analyze the connection of Allergic Rhinitis and the precipitating factors, Allergic Rhinitis and atopy disease as the comorbid factors, and connection of Allergic Rhinitis with family history of atopic disease
Keywords
Prevalence, College Students, Allergic Rhinitis, Medan City !
(16)
1" "
" "
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rinitis alergi (RA) adalah inflamasi dari lapisan mukosa hidung dan memiliki karakteristik gejala nasal berupa rhinorrhea anterior atau posterior, bersin, hidung tersumbat dan/atau gatal pada hidung (ARIA Report, 2008). RA secara klasik didefinisikan sebagai inflamasi dari mukosa nasal yang dimediasi oleh IgE, berkarakteristik bersin, hidung tersumbat, ingus encer, dan hidung gatal (Sheikh, 2014). Gejala lain yang mungkin juga terjadi adalah sefalgia, hiposmia, dan beberapa gejala konjungtiva. Berdasarkan waktu dan lamanya gejala RA, RA dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu RA musiman (hay fever) dan RA yang terjadi sepanjang tahun (perennial). Penyebab RA musiman yang tersering adalah pohon, rumput, lumut, dan jamur; sedangkan tungau debu dan jamur adalah penyebab utama dari RA perennial.
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) juga menyebutkan bahwa prevalensi RA di dunia sekitar 10-15% dari jumlah populasi. Sedangkan menurut American Academy of Allergy Asthma & Immunology (AAAAI) berdasarkan data world health organization(WHO) RA menyerang 10% - 30% populasi di dunia.
RA merupakan penyakit dengan prevalensi tinggi yang menjadi masalah sosial dan medis yang utama pada negara perindustrian dan mempengaruhi sekitar 20% dari keseluruhan populasi. Pada banyak negara berkembang seperti Indonesia, RA telah mengalami peningkatan baik pada orang dewasa maupun anak-anak (Passali et al, 2003).Penelitian di Asia Pasifik pada anak berusia 6-7 tahun dengan kuesioner ISAAC menunjukkan data sebagai berikut: Malaysia 4.2% - 6.2%, Thailand (Bangkok) 13.4%, Jepang 10.6%, Korea 9%, Taiwan 24.2%, dan Indonesia 3.6%.Data juga dikumpulkan pada usia 13-14 tahun dengan angka sebagai berikut: Malaysia 12.5%-19.8%, Thailand (Bangkok)23.9%, China
(17)
2" "
" "
(Beijing) 10.9%, Filipina 11%, Jepang 17.6%, Korea 11.9%, Taiwan 17.8% , Singapura 16.5%, dan Indonesia 4.8%. Dari data diatas, juga dapat disimpulkan bahwa prevalensi RA pada anak berusia 13-14 tahun lebih tinggi daripada anak berusia 6-7 tahun (Wong et al., 2013).
Data prevalensi RA di beberapa kotadi Indonesia adalah sebagai berikut : pada tahun 2008, prevalensi di Jakarta Barat sebanyak 16,4% pada anak usia 13 - 14 tahun dengan kuesioner ISAAC (Zulkifar, 2008); pada tahun 2011, prevalensi di Semarang dengan instrumen penelitian yang sama adalah 30,2% pada anak usia 16-19 tahun (Nugraha, 2011);pada tahun 2010, penelitian di Medan didapatkan sebanyak 61.7% (Nadraja. I, 2010).
Menurut Sheikh (2014),RA lebih sering terjadi pada laki-laki pada usia anak-anak daripada perempuan usia anak-anak. Sedangkan pada dewasa, prevalensi setara antara laki-laki dan perempuan. Sheikh juga menyebutkan RA umumnya diderita oleh anak-anak, remaja, dan dewasa muda, tetapi RA juga dapat terjadi pada semua golongan usia. Prevalensi RA pada anak-anak adalah 40%. Sedangkan dari data Wong et al (2013) menyatakan bahwa prevalensi anak berusia 13-14 tahun lebih tinggi dari anak berusia 6-7 tahun. Namun, sebanyak 80% kasus RA berkembang pada usia 20 tahun dan berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hal ini sesuai dengan data dari beberapa penelitian diatas.
Kota Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Walaupun RA bukan merupakan penyakit yang mengancam hidup (kecuali terjadi bersamaan dengan eksaserbasi asma yang berat ataupun anafilaksis), RA dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya secara signifikan. Selain itu, apabila RA terjadi pada usia dewasa muda tentunya juga akan mempengaruhi tingkat produktivitas penderitanya. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui prevalensi RA pada usia dewasa muda di Kota Medan khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu dari universitas negeri di Sumatera. Dari penelitian sebelumnya dilakukan oleh Nadraja pada tahun 2010 didapatkan prevalensi rinitis alergi sebesar 61,7%
(18)
3" "
" "
dengan instrumen kuesioner yang dibentuk sendiri. Penulis juga sebelumnya telah melakukan survey awal pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara bahwa 6 dari 10 mahasiswa pernah didiagnosa rinitis alergi sebelumnya. Ini membuktikan bahwa tingginya prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa yang merupakan dewasa muda. Maka itu, peneliti berniat untuk melakukan penelitian dengan metode yang berbeda dan waktu pengambilan sampel yang berbeda.
1.2. Rumusan Masalah
Berapakah prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada dewasa muda di medan terutama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
i.Untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015
ii.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015 yang memiliki riwayat keluarga atopi
iii.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015berdasarkan jenis kelamin
iv.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan usia
(19)
4" "
" "
v.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan kewarganegaraan, yaitu Indonesia atau Malaysia
vi.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan keberadaan faktor komorbid penyakit atopi lain
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi subjek penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pengetahuan tentang rinitis alergi pada mahasiswa tahun ajaran 2014/2015. 2. Bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian kesehatan khususnya tentang rinitis alergi.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi kepustakaan, yang berkaitan dengan rinitis alergi.
4. Bagi institusi kesehatan
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembanding dengan hasil penelitian sebelumnya dengan metode yang berbeda.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk tambahan data serta informasi prevalensi rinitis alergi di Indonesia.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dan pedoman untuk penelitian lebih lanjut pada masa yang akan datang.
(20)
5" "
" "
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Rinitis Alergi
Istilah alergi dikenalkan oleh Von Pirquet pada tahun 1906 untuk mendeskripsikan fenomena dari hewan dan manusia yang mengembangkan respon perubahan terhadap substansi asing setelah berulang kali terpapar.Oleh karena itu, istilah alergi menjadi terbatas untuk reaksi imun yang merangsang reaksi membahayakan terhadap substansi yang tidak membahayakan,yaitu “hipersensitivitas” atau “imunitas”.
Atopi didefinisikan sebagai alergi yang diakibatkan oleh imunoglobulin E (IgE); yang ditandai dengan perkembangan dari IgE spesifik setelah paparan terhadap alergen (antigen) walaupun dalam jumlah kecil pada sebagian besar individu yang memiliki turunan sifat genetik. (Wytske,1991)
Rinitis secara umum didefinisikan sebagai dua atau lebih gejala dari: sumbatan hidung, hidung berair (rhinorrhea), bersin atau gangguan penghiduan selama lebih dari 1 jam dalam sehari. Ada beberapa jenis dari Rinitis, umumnya dibagi menjadi 3 kategori utama: 1) Rinitis infektius 2) Rinitis alergi 3) Rinitis non-alergi. (Martinez, L.,2009)
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut(Soepardi, 2007). Definisi menurut WHO ARIA (allergic rhinitis and its impact on asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.
Sedangkan menurut Kimihiro Okubo (2011) dari Jepang rinitis alergi adalah penyakit alergi tipe I dari mukosa nasal,dengan gejala bersin paroksismal berulang, ingus berair, dan sumbatan hidung. Rinitis alergi sering dikenal sebagai alergi hidung, hipersensitivitas hidung, dan pollinosis.Pollinosis adalah rinitis
(21)
6" "
" "
alergi musiman yang merupakan salah satu dari klasifikasi rinitis alergi. Pollinosis biasanya memiliki komplikasi konjungtivitis alergi.
2.2 . Klasifikasi Rinitis Alergi
Klasifikasi rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya,yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dikenal alergi musiman, hanya ada di negara 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, dan dapat terjadi sepanjang tahun. Penyebab paling sering ialah alergen inhalan dan alergen ingestan. Penyebab tersering pada orang dewasa adalah alergen inhalan.(Soepardi, E.A.,2007)
Pada saat ini yang sering digunakan adalah klasifikasi ARIA berdasarkan waktu terjadinya rinitis alergi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, rinitis alergi berselang (intermittent allergic rhinitis) dan rinitis alergi menetap (persistent allergic rhinitis).Rinitis alergi berselang terjadi <4 hari per minggu atau <4 minggu. Sedangkan rinitis alergi menetap terjadi >4 hari per minggu dan >4 minggu.
ARIA juga mengklasifikasikan rinitis alergi berdasarkan tingkat keparahan yaitu sebagai berikut: rinitis alergi ringan (mild allergic rhinitis) dan rinitis alergi sedang-berat (moderate-severe allergic rhinitis). Pada rinitis alergi ringan, penderita dapat tidur dengan nyenyak, tidak terdapat gangguan aktivitas sehari-hari maupun pekerjaan ataupun sekolah, serta tidak memiliki gejala yang mengganggu.Sedangkan pada rinitis alergi sedang-berat penderita harus memiliki salah satu atau lebih gejala sebagai berikut: tidur yang terganggu, gangguan aktivitas sehari-hari, gangguan pekerjaan ataupun sekolah, serta memiliki gejala yang mengganggu.
(22)
7" "
" "
2.3 . Epidemiologi Rinitis Alergi
Rinitis alergi tersebar di seluruh negara maju maupun negara berkembang.Dengan prevalensi 10-15% dari seluruh populasi dunia menurut
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA).Menurut American Academy of Allergy Asthma & Immunology (AAAAI) berdasarkan dataWorld Health Organization (WHO)rinitis alergi menyerang 10% - 30% populasi di dunia.
Sedangkan di asia pasifik sendiri dilaporkan oleh Wong et al.bahwa pada kelompok dewasa muda, gejala rhinoconjunctivitismenduduki peringkat menengah menurut skala global.Namun, negara dengan prevalensi tertinggi adalah Hongkong dan Thailang (Bangkok).Pada kelompok anak-anak berumur 6-7 tahun, Asia-Pasifik menduduki peringkat ketiga tertinggi untuk kejadian
rhinoconjunctivitis berulang.Berdasarkan pola global, prevalensi penyakit alergi, asma, dan rhinoconjunctivitis lebih tinggi daripada negara berkembang, seperti Korea, Jepang, Hongkong dan Singapura.Prevalensi terendah dari gejala asma dilaporkan pada Negara yang kurang berkembang, seperti Indonesia, beberapa daerah di Negara Malaysia, dan sebagian besar daerah Negara China.
Tabel 2.1 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 13-14 tahun berdasarkan kuesioner ISAAC fase 1 dan fase 3: rata-rata perubahan prevalensi tahunan. (sumber: Wong et al., 2013)
Kota/Negara Rhinoconjunctivitis
Alor Setar 16.3 (-0.06%)
Bangkok 23.9 (+1.41%)
Beijing 10.2 (+0.33%)
Filipina 11.0 (-0.61%)
Chiang Mai 17.2 (+0.26%)
Guangzhou 10.7 (+0.33%)
Hong Kong 22.6 (-0.21%)
Indonesia 4.8(-0.08%)
Jepang 17.6 (+0.34%)
Klang Valley 19.8 (+0.87%)
Kota Bharu 12.5 (+0.46%)
Seoul 11.9 (+0.24%)
Singapura 16.5 (+0.20%)
Taiwan 17.8 (+1.02%)
(23)
8" "
" "
Tabel 2.1 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 6-7 tahun berdasarkan kuesioner ISAAC fase 1 dan fase 3: rata-rata perubahan prevalensi tahunan. (sumber: Wong et al., 2013)
Kota / Negara Rhinoconjunctivitis Alor Setar 4.2 (+0.09%) Bangkok 13.4 (+0.58%) Chiang Mai 6.2 (+0.24%) Hong Kong 17.7 (+0.67%) Indonesia 3.6 (-0.04%) Jepang 10.6 (+0.35%) Klang Valley 6.2 (+0.21%) Kota Bharu 4.2 (+0.06%) Seoul 9.0 (-0.38%) Singapura 8.7 (+0.02%) Taiwan 24.2 (+1.37%)
Mean 10.6 (+0.18%)
Data dari salah satu penelitian terbesar yang dilakukan oleh Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA)menyatakan bahwa prevalensi rinitis alergi di Asia-Pasifik sebesar 8.7%. Hasil tersebut didapatkan dari penelitian yang dilakukan dengan screening terhadap 33.000 keluarga di Australia, China, Hongkong, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Vietnam. Dari screening tersebut ditemukan sejumlah 1.200 orang dewasa dan anak-anak yang didiagnosa dengan Rinitis Alergi. (Wong et al.,2013)
2.4. Faktor Resiko Rinitis Alergi
Penelitian sebelumnya dengan menggunakan instrumen kuesionerthe European Community Respiratory Health Study II ( ECRHS II) menyatakan bahwa insiden rinitis alergi berkurang seiring bertambahnya jumlah saudara, bertambahnya paparan terhadap hewan peliharaan sebelum umur 5 tahun dan bermukim di lingkungan perkebunan. Sedangkan merokok pada saat hamil dan pada masa anak-anak menambah resiko rinitis alergi pada subjek atopi sehingga rinitis alergi akan menetap sepanjang hidupnya. (Matheson dkk., 2011)
Samar Ghazal dkk. (2007) dalam penelitiannya di Negara Pakistan menyatakan bahwa faktor resiko yang berhubungan dengan rinitis alergi adalah sebagai berikut: jenis kelamin perempuan (51,1%) lebih beresiko daripada pria (44,8%) ; sering olahraga (51,4%) lebih beresiko daripada yang tidak berolahraga
(24)
9" "
" "
secara rutin (41,8%) ; perokok pasif (55,4%) lebih beresiko daripada perokok aktif (17,6%).
2.5. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Rinitis Alergi
Mekanisme terjadinya rinitis alergi berkaitan erat dengan reaksi hipersensitivitas tipe I. Reaksi hipersensitivitas tipe I disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen. Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai “reaksi penjamu yang berubah” bila terpajan dengan bahan yang sama untuk kedua kalinya. Urutan kejadian reakti tipe I adalah sebagai berikut:
1. Fase sensitisasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (FcƐ-R) pada permukaan sel mast dan basofil. 2. Fase aktivasi yaitu waktu yang terjadi akibat pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast sebagai aktivitas farmakologik.
Gambar 2.1 Reaksi Tipe I. Antigen memasang sel B untuk membentuk IgE diikat oleh sel mast/basofil melalui reseptor Fc. Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast/basofil. Akibat ikatan antigen-IgE. Sel mast/basofil mengalami degranulasi dan
melepas mediator yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala
(25)
10" "
" "
Rinitis alergi berkaitan dengan inflamasi pada mukosa saluran pernafasan bagian atas (yakni mukosanasalis, tuba eustachius, dan sinus) dan mata. Pada kasus yag berat, pasien juga memiliki gejala sistemik. Interaksi kompleks antara alergen yang terinhalasi atau iritan, imunoglobulin E (IgE), dan mediator inflamasi adalah penyebab dari inflamasi. Individu yang rentan pada rinitis alergi akan menghasilkan IgE spesifik sebagai respon terhadap protein tertentu. IgE menyebabkan sel mast untuk melepaskan berbagai mediator, seperti: histamin, triptase, kimase, kinin, leukotrien, prostaglandin, dan heparin. Mediator inflamasi yang dilepaskan sel mast menyebabkan vasodilatasi segera, kongesi nasal, bersin dan gatal. Mediator - mediator inflamasi tersebut juga menyebabkan pengerahan sel inflamasi lainnya (yakni makrofag, eosinofil, neutrofil, dan limfosit), yang menyebabkan respon lambat yang dapat terjadi dalam beberapa jam atau hari dan adakalanya menyebabkan gejala sistemik (seperti malaise dan kelelahan)(E.T. Bope dan R. D. Kellerman,2013).
2.6. Diagnosis Rinitis Alergi
Rinitis alergi perlu dibedakan dari jenis rinitis yang lain. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat pada umumnya sudah cukup untuk menegakkan diagnosis awal dan memulai terapi. (P.G.Konthen dkk.,2008)
2.6.1. Anamnesis
Gejala utama meliputi: hidung tersumbat, keluar seperti sekret hidung yang encer, bersin – bersin, rasa gatal di hidung, langit – langit, sekitar mata dan telinga. Beberapa penderita mengeluhkan mata merah dan lakrimasi. Gejala nasal dan okuler menjadi petunjuk untuk membedakan rinitis alergi dan rinitis kronis lainnya. Gejala tambahan (sekunder) yang didapatkan pada penderita tertentu meliputi penjalaran inflamasi pada tuba eustachii, telinga tengah, dan sinus paranasalis; mengakibatkan rasa penuh di telinga, gangguan pendengaran, serta nyeri kepala.Postnasal drip dapat menyebabkan nyeri tenggorokan dan batuk kronis. (P.G.Konthen dkk.,2008)
(26)
11" "
" "
Menurut kriteria evaluasi anamnesis ARIA, diagnosis rinitis alergi dapat ditegakkan apabila terdapat gejala utama sebagai hidung berair dengan ingus encer. Gejala utama tersebut dapat bersamaan dengan satu atau lebih gejala sebagai berikut: bersin, sumbatan hidung, gatal pada hidung, atau konjungtivitis (mata merah dan gatal). Apabila seseorang memenuhi kriteria diatas diperlukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk mendapatkan diagnosa pasti Rinitis Alergi. (ARIA, 2008)
2.6.2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi terdapat garis gelap periorbital (allergic shinners) akibat poolingdarah vena kronis. Anak – anak sering kali menggosok – gosok hidungnya dengan telunjuk karena gatal (allergic salute). Konjungtiva tampak kemerahan dengan encer atau gelatinous. Rhinoscopy anterior menunjukkan concha nasalis inferior dan medius pucat dan membengkak disertai eksudat encer. (P.G.Konthen dkk.,2008)
2.6.3. Pemeriksaan penunjang
Bila diagnosis masih diragukan maka pemeriksaan laboratorium diharapkan dapat membantu.
• Tes tusuk kulit
Pemeriksaan ini lebih sensitif dan memungkinkan pemeriksaan dengan alergen lebih bervariasi.
• IgE spesifik (RAST)
Hanya dianjurkan pada penderita dengan dermatitis yang luas atau dermatografisme.
• Pemeriksaan darah tepi
Pada hitung jenis lekosit dan hitung jenis eosinofil terjadi peningkatan eosinofil darah tepi. Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menyaring karena rinitis alergi dapat terjadi tanpa peningkatan eosinofil, sebaliknya didapatkan pada rinitis nin alergi (NARES). (P.G.Konthen dkk.,2008)
(27)
12" "
" "
2.7 . Penatalaksanaan Rinitis Alergi
Pada guideline ARIA dicantumkan beberapa tujuan penatalaksanaan dari rinitis alergi adalah sebagai berikut:
• Tidur yang tidak terganggu
• Kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk pekerjaan dan kehadiran sekolah, tanpa keterbatasan atau gangguan, dan kemampuan untuk sepenuhnya berpartisipasi dalam olahraga dan aktivitas kesenangan
• Tidak ada gejala yang menganggu
• Tidak atau efek samping minimal dari pengobatan rinitis alergi
Penatalaksanaan rinitis alergi terdiri atas 3 kategori utama dari pengobatan, yaitu:
1. Pengandalian lingkungan dan penghindaran alergen 2. Penatalaksanaan secara farmakologi
3. Imunoterapi
2.7.1 Pengendalian Lingkungan dan Penghindaran Alergen
Pengendalian lingkungan dan penghindaran alergen meliputi penghindaran terhadap alergen yang diketahui (substansi spesifik yang dapat merangsang hipersensitivitas yang dimediasi IgE pada pasien) serta penghindaran terhadap alergen non spesifik, misalnya iritan ataupun perangsang. (Sheikh,2013)
2.7.2 Farmakoterapi
Penderita dengan gejala Rinitis Alergi berselang (intermitten) dapat diobati secara adekuat dengan antihistamin oral, dekongestan, atau keduanya bersamaan. Penggunaan rutin dari steroid sediaan semprot tidak dianjurkan untuk penderita dengan gejala Rinitis Alergi kronis. Penggunaan sehari-hari dari antihistamin, dekongestan, atau keduanya dapat dipertimbangkan daripada atau sebagai tambahan dari steroid nasal. Antihistamin generasi kedua (yaitu golongan nonsedatif) biasanya lebih dianjurkan untuk menghindari efek sedatif dan efek samping lainnya. Antihistamin tetes mata (untuk gejala pada mata), intihistamin intranasal sediaan semprot, intranasal cromolyn (mast cell stabilizer), dan
(28)
13" "
" "
kortikosteroid oral jangka pendek (terbatas hanya untuk episode berat dan akut) mungkin juga dapat digunakan sebagai obat simtomatik. (Sheikh,2013)
2.7.3 Imunoterapi (desensitisasi)
Imunoterapi mengandung resiko karena reaksi alergi sistemik berat dapat terjadi. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan resiko dan keuntungan dari imunoterapi dibandingkan resiko dan keuntungan dari pengobatan lainnya. Terdapat beberapa jenis imunoterapi, misalnya Sublingual Immunotherapy (SLIT) dan Subcutaneous Immunotherapy (SCIT)
Indikasi imunoterapi lebih dianjurkan pada penyakit berat, respon yang kurang terhadap pilihan pengobatan lainnya, dan adanya faktor pemberat ataupun
komplikasi. Imunoterapi biasanya dikombinasikan dengan pengobatan
farmakoterapi dan pengendalian lingkungan.
Terdapat juga kontraindikasi dari imunoterapi. Imunoterapi hanya boleh dilakukan oleh individu yang telah terlatih, yang dapat melaksanakan tindakan pencegahan yang tepat, dan seseorang yang berpelengkapan untuk menanggulangi kejadian yang tidak diinginkan. (Sheikh,2013)
2.8. Komplikasi Rinitis Alergi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penederita rinitis alergi bila tidak dilakukan penatalaksanaan secara benar, misalnya: progresi menjadi eksaserbasi asthma, gangguan pertumbuhan fasial, hyposmia, protrusi gigi seri, malocclusion, nasal polyps, efusi telinga tengah (gangguan pendengaran), sinusitis, dan gangguan tidur. (D.A.D.Guzman et al., 2013)
(29)
14" "
" "
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam bentuk penelitian ini adalah :
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
Mahasiswa Prevalensi
Rinitis alergi
Distribusi berdasarkan:
•Jenis kelamin
•Kewarganegaraan
•Riwayat keturunan atopi
•Ada tidaknya comorbid berupa atopi
(30)
15" "
" "
3.2.Definisi Operasional Variabel Defini
Operasional
Alat Pengukuran
Cara Pengukuran
Hasil pengukuran Skala Pengukuran Prevalensi Rinitis Alergi Jumlah mahasiswa yang menderita Rinitis yang dipicu oleh paparan alergen terhadap seluruh mahasiswa. Kuesioner RA ECRHS II
Angket 1. Jumlah penderita Rinitis alergi pada mahasiswa FK USU 2. Distribusi penderita Rinitis Alergi berdasarkan jenis kelamin 3. Distribusi penderita Rinitis Alergi berdasarkan kewarganegaraan 4. Distribusi penderita Rinitis Alergi yang memiliki riwayat keturunan atopi 5. Distribusi penderita Rinitis Alergi berdasarkan ada tidaknya comorbid berupa atopi Numerik
(31)
16" "
" "
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1.Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi Rinitis Alergi pada mahasiswa FK USU tahun ajaran 2014/2015. Distribusi prevalensi Rinitis Alergi berdasarkan jenis kelamin dan kewarganegaraan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross-sectional, yaitu pengamatan terhadap sekumpulan objek dalam kurun waktu tertentu.
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1.Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli - Oktober tahun 2014. 4.2.2.Tempat penelitian
Penelitian akan dilakukan di kampus Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan dan Rumah Sakit Pendidikan FK USU.
4.3.Populasi dan Sampel 4.3.1.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswadi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014.
4.3.2.Sampel
Dikarenakan keterbatasan waktu dan kondisi, maka tidak semua populasi dapat diteliti, tetapi akan digunakan sampel sebagai generalisasi dari penelitian. Jumlah sampel yang akan digunakan akan dikira menggunakan formula (Sastroasmoro, 2010):
n=Zα
2
!PQ
(32)
17" "
" "
Keterangan
n = besar sampel
Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan (power)
P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari
Q = 1−P
d = tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki
Perhitungan besar sampel mahasiswa FK USU adalah seperti di bawah ini. n=1,
96²∗0,5!(1−0,5) 0,05²
n=384 orang
Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat ketepatan relatif yang diinginkan sebesar 5%, maka jumlah sampel Universitas Sumatera Utara yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut adalah sebanyak
384. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik stratified random
sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan sama rata pada mahasiswa FK USU secara umum.
a. Mahasiswa T.A. 2011: 1/4 x 384 = 96.
b. Mahasiswa T.A. 2012: 1/4 x 384 = 96.
c. Mahasiswa T.A. 2013: 1/4 x 384 = 96.
d. Mahasiswa T.A. 2014: 1/4 x 384 = 96.
4.4.Teknik Pengumpulan Data
4.4.1.Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Responden akan diberikan kuesioner untuk diisi dan diwawancarai secara singkat. Hasil kuesioner akan dikutip pada hari yang sama.
4.4.2.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner RA ECRHS II (kuesioner terlampir). Dengan jumlah 3 pertanyaan berserta beberapa subpertanyaan penjelas. Pertanyaan pertama dalam kuesioner rinitis alergi dalam ECRHS meliputi gejala
(33)
18" "
" "
alergi hidung yang muliputi gejala rinitis, apakah musiman walaupun tahunan, dan alergen apapun yang berkaitan dengan gejala. Pertanyaan kedua adalah pertanyaan yang sama dengan pertanyaan yang diadopsi oleh ISAAC. Pertanyaan tersebut berfungsi untuk mempertahankan kesamaan dan kepastian terhadap pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan ketiga berfungsi untuk menanyakan riwayat penggunaan obat yang dapat menekan gejala rinitis alergi. Diagnosa rinitis alergi dapat ditegakkan apabila terdapat salah satu “YA” pada pertanyaan nomor 1-3.
Keusioner yang dipakai telah dilakukan validasi terhadap 20 mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia Medan dengan jumlah 10 mahasiswa dan 10 mahasiswi. Data validasi diolah dengan SPSS.
Informed consent akan diberi bersamaan dengan kuesioner tersebut. Pengisian kuesioner oleh mahasiswa akan dipandu oleh peneliti untuk memastikan mahasiswa mengerti maksud dari masing-masing pertanyaan dalam kuesioner.
4.5.Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara akan dikumpulkan dan dianalasis secara deskriptif menggunakan program komputer yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution). Hasil akan disajikansecara deskriptif dalam bentuk tabel distribusi frekuensi gejala Rinitis Alergi berdasarkan riwayat keluarga atopi, usia, jenis kelamin, kewarganegaraan dan ada tidaknya komplikasi asma.
(34)
19" "
" "
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, yang berlokasi di jalan dr.Mansyur No.5 Medan, Indonesia. Fakultas Kedokteran USU diresmikan pada tanggal 20 Agustus 1952 oleh yayasan Universitas Sumatera Utara, yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di kelas kuliah dan tutorial yang terletak pada lantai 1 gedung Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karaktristik Sampel
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, angkatan 2012, angkatan 2013 dan angkatan 2014. Jumlah responden yang terlibat dalam studi ini adalah 96 orang. Sampel dipilih dengan menggunakan metode stratified random sampling. Randomisasi dilakukan dengan menggunakan komputer. Karakteristik sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini.
Tabel 5.1. Karakteristik Mahasiswa Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Angkatan Jumlah
Mahasiswa (orang)
Jumlah Mahasiswi
(orang)
Jumlah Mahasiswa-mahasiswi dalam angkatan (orang)
2011 37 59 96
2012 35 61 96
2013 32 64 96
2014 30 66 96
Sebelum pengambilan data, semua sampel telah diberi penjelasan oleh peneliti tentang penelitian ini. Semua sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang setuju untuk mengikuti penelitian ini dan menandatangani
(35)
20" "
" "
5.1.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan angkatan
Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan angkatan digambarkan pada tabel 5.2. di bawah ini.
Tabel 5.2. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi
Angkatan Jumlah Mahasiswa/i yang menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i yang tidak menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i (orang)
2011 49 (51.0%) 47 (49.0%) 96 (100%)
2012 44 (45.8%) 52 (54.2%) 96 (100%)
2013 35(36.5%) 61 (63.5%) 96 (100%)
2014 31 (32.3%) 65 (67.7%) 96 (100%)
Total 159 (41.4%) 225 (58.6%) 384 (100%)
Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa terdapat 49 mahasiswa/i dari angkatan 2011, 44mahasiswa/i dari angkatan 2012, 35 mahasiswa/i dari angkatan 2013 dan 31mahasiswa/i dari angkatan 2014 yang menderita Rinitis Alergi. Mayoritas penderita Rinitis Alergi adalah mahasiswa angkatan 2011 yaitu sebanyak 51%.
5.1.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi Rinitis Alergiberdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.3. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Mahasiswa/i yang menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i yang tidak menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i (orang)
Laki-laki 62 (39.0%) 72 (32.0%) 13434.9%)
Perempuan 97 (61.0%) 153 (68.0%) 250 (65.1%)
(36)
21" "
" "
Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas penderita rinitis alergi adalah mahasiswi dengan jumlah 97 orang (61%). Namun, mayoritas responden yang tidak menderita rinitis alergi juga berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 153 orang (68%).
5.1.5. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan kewarganegaraan digambarkan pada tabel 5.4. di bawah ini.
Tabel 5.4. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan Jumlah
Mahasiswa/i yang menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i yang tidak menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i (orang)
Indonesia 130 (41.3%) 185 (58.7%) 315 (100%)
Malaysia 29 (42.0%) 40 (58.0%) 69 (100%)
Berdasarkan table 5.4. dapat dilihat bahwa terdapat 130 (41,3%) dari 315 mahasiswa/I Indonesia yang menderita Rinitis Alergi dan 29 (42%) dari 69 mahasiswa/i Malaysia yang menderita Rinitis Alergi.
5.1.6. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi
Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan riwayat keluarga yang memiliki penyakit atopi digambarkan pada tabel 5.5. di bawah ini.
Tabel 5.5. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga yang
Memiliki Penyakit Atopi Riwayat Penyakit Atopi pada Keluarga Jumlah Mahasiswa/i yang menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i yang tidak menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i (orang) Tanpa riwayat keluarga
71 (44.7%) 168 (74.7%) 239 (62.2%)
(37)
22" "
" "
Asma 11 (6.9%) 11 (4.9%) 22 (5.7%)
Eczema 13 (8.2%) 17 (7.5%) 30 (7.8%)
RA & Asma 5 (3.1%) 4 (1.8%) 9 (2.3%)
RA & Eczema 8 (5.0%) 2 (0.9%) 10 (2.6%)
Asma & Eczema 3 (1.9%) 6 (2.7%) 9 (2.3%)
RA, Asma & Eczema
12 (7.5%) 2 (0.9%) 14 (3.6%)
Total 159 (100%) 225 (100%) 384 (100%)
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa mayoritas penderita rinitis alergi memiliki riwayat atopi dalam keluarganya (55,3%). Adapun riwayat penyakit atopi yang tersering pada keluarga penderita rinitis alergi juga adalah rinitis alergi (22,6%).
5.1.7. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain
Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan komorbid penyakit atopi lain digambarkan pada tabel 5.6 di bawah ini.
Tabel 5.6. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain
Komorbid Penyakit Atopi Jumlah Mahasiswa/i yang menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i yang tidak menderita Rinitis Alergi (orang) Jumlah Mahasiswa/i (orang)
Tanpa komorbid 107 (67.3%) 189 (84.0%) 296 (77.1%)
Komorbid Asma 11 (6.9%) 6 (2.7%) 17 (4.4%)
Komorbid Eksema 35 (22.0%) 28 (12.4%) 63 (16.4%)
Komorbid Asma&Eksema 6 (3.8%) 2 (0.9%) 8 (2.1%)
Total 159 (100%) 225 (100%) 384 (100%)
Berdasarkan tabel 5.6. dapat dilihat bahwa terdapat 107 orang mahasiswa/i tidak memiliki komorbid, 11 orang dengan komorbid Asma, 35 orang dengan komorbid Eczema (urtikaria), 6 orang dengan komorbid Asma dan Eczema (urtikaria)
(38)
23" "
" "
5.2. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui prevalensi Rinitis Alergi pada kalangan mahasiswa-mahasiswi tahun ajaran 2011, 2012, 2013, dan 2014 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian dilakukan pada bulan September dan Oktober tahun 2014.
Hasil pengolahan data penelitian ini menunjukan prevalensi Rinitis Alergi di fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara sebanyak 41.4%. Hasil ini menunjukan hasil yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rezkiawan (2013) di Universitas Jambi pada tahun 2012 dengan jumlah prevalensi Rinitis Alergi sebanyak 44.9%. Namun, hasil ini sedikit berbeda dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Nadraja pada tahun 2010 yang melaporkan prevalensi Rinitis Alergi sebesar 61.7%. Hal ini dikarenakan penggunaan instrumen yang berbeda dengan jumlah sampel dan metode yang berbeda. Data yang didapatkan pada penelitinan ini menggambarkan angka prevalensi rinitis alergi yang cukup tinggi pada usia sekitar 20 tahun yang merupakan puncak perkembangan Rinitis Alergi menurut Wong (2013).
5.2.1. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin
Pada hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 61.0% penderita Rinitis Alergi merupakan perempuan. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Musmar (2007) yang melaporkan 51.1% dari penderita rhinitis alergi dalam penelitiannya merupakan perempuan dan Khan (2013) melaporkan 60% penderita Rinitis alergi merupakan perempuan. Prevalensi rinitis alergi yang lebih tinggi pada perempuan ini mungkin disebabkan oleh faktor pengaruh hormonal. Shah (2012) menyatakan bahwa tingkat esterogen berhubungan dengan hipereaktivitas dan hipersensitivitas mukosa nasal terhadap histamin. Shah (2012) juga menjelaskan bahwa esterogen dapat menstimulasi produksi Sitokin Th2 dan meregulasi distribusi eosinofil yang dibuktikan dalam percobaan terhadap paparan alergen pada tikus. Oleh sebab itu, hormon seks perempuan berhubungan erat dalam respon antibodi terhadap alergen dan autoantigen.
(39)
24" "
" "
Di sisi lain, Bonds dan Horiuti (2013) melakukan penelitian antara hubungan esterogen dengan penyakit atopi. Bonds dan Horiuti (2013) menyatakan
paparan esterogen lingkungan (xenoestrogens) termasuk bisphenol A dan
phthalates dapat merangsang sensitisasi alergi pada percobaan model hewan dan merangsang perkembangan kelainan atopi pada manusia. Selain dapat merangsang produksi sitokin Th2 dan eosinofil, estrogen juga berperan penting dalam proses diferensiasi sel B menjadi sel plasma yang memproduksi Immunoglobulin E (IgE). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara IL-4 terhadap reseptornya dan penempelan CD40 pada sel B. setelah sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan IgE, IL-4 dan IgE akan
meningkatkan ekspresi dari rantai α dari FcεRI dalam sel mast nasal. Selain itu,
faktor makanan juga berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi. Pengeluaran IgE spesifik oleh sel-sel splenosit akibat rangsangan isoflavon yang terkandung dalam kacang kedelai dapat dibuktikan pada percobaan dengan menggunakan hewan coba.
5.2.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan Walaupun penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor suku dan ras dari mahasiswa Indonesia maupun Malaysia,dapat disimpulkan jumlah prevalensi mahasiswa Indonesia adalah sebesar 41.3%. sedangkan pada Malaysia adalah 42%. Dari data tersebut dapat dilihat perbedaan yang tidak jauh antara prevalensi Rinitis Alergi pada mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Malaysia. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wong (2013) pada anak berumur 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC fase 1 dan 3.Wong melaporkan bahwa prevalensi rinitis alergi di Indonesia adalah sebesar 4,8% dan di Malaysia adalah sebesar 16,2%. Perbedaan ini mungkin diakibatkan oleh perbedaan kuesioner penelitian.
Tamay (2013) menyatakan bahwa sulit menjelaskan perbedaan antara prevalensi dari suatu daerah dengan yang lainnya dikarenakan setiap daerah memiliki keadaan sosial, ekonomi, gambaran geografis yang berbeda, dan pola makan dan hidup yang berbeda. Penyakit alergi seperti asma, rhinitis dan
(40)
25" "
" "
sensitisasi lebih umum pada kelompok tingkat sosioekonomi rendah daripada kelompok dengan tingkat sosioekonomi tinggi. Selain keadaan sosioekonomi adanya faktor paparan alergen di lingkungan juga sangat berperan untuk menimbulkan suatu penyakit alergi. Pola makan tiap daerah yang bervariasi berperan penting dalam resiko penyakit alergi.
Pada penelitian ini perbedaan prevalensi yang tidak begitu jauh antara mahasiswa Indonesia dan Malaysia bisa diakibatkan karena cuaca ataupun iklim daerah Indonesia dan Malaysia tidak berbeda jauh. Namun yang membedakan adalah tingkat sosioekonomi mahasiswa Malaysia dan keadaan gaya hidup perkuliahan di Indonesia menyebabkan prevalensi Rinitis Alergi pada mahasiswa Malaysia sedikit lebih tinggi. Pada survey singkat yang dilakukan peneliti, mahasiswa Malaysia yang aktif kuliah di Indonesia memiliki sosioekonomi yang lebih rendah daripada mahasiswa Indonesia sendiri. Pola makan yang tidak teratur pada mahasiswa Malaysia di Indonesia dan kurangnya kebersihan pada tempat tinggal dibandingkan dengan mahasiswa Indonesia local berpengaruh terhadap kesehatan Mahasiswa Malaysia sendiri yang dapat memicu perkembangan Rinitis Alergi.
5.2.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Riwayat keluarga sangat berpengaruh terhadap prevalensi Rinitis Alergi. Hubungan herediter terhadap penyakit atopi seperti Rinitis Alergi belum sepenuhnya diketahui. Namun hal ini dijelaskan oleh Davila (2009) dalam penelitian genomnya yang memperlihatkan hubungan antara beberapa kromosom yang terkait antara lain kromosom 2, 3, 4 dan 9. Penelitian juga menunjukkan bahwa polimorfisme nukleotida tunggal terlibat dalam gen yang mengkode molekul yang terkait dalam patogenesis Rinitis Alergi. Molekul tersebut meliputi kemokin dan receptornya, interleukin dan reseptornya, eosinofil peroksidase dan leukotriens, dan yang lainnya. Selain itu Davila (2009), Wang (2005) juga menyatakan bawha patogenesis dari penyakit alergi sangat kompleks dan mungkin disebabkan oleh kontribusi dari faktor
(41)
26" "
" "
genetik dan lingkungan, terutama pada fase sensitisasi alergi. Wang (2005) menjelaskan adanya hubungan antara fenotipe dari penyakit alergi (rinitis dan/atau Asma) dengan marker lebih dari 14 pasang kromosom (terdiri dari kromosom 1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 19, dan yang lainnya). Beberapa dari gen ini terlibat dalam respon imun spesifik (terdiri dari HLA-D,
TCR, CD14, toll-like receptors, STAT6) dan diferensiasi sel Th1/Th2; yang
lainnya bekerja dalam gen pengkode respon IgE dan fungsi dari reseptor IgE (IL-4, IL-4R, FcεRIβ,FcеpsilonRI) dan gen terkait dalam proses inflamasi (TNF-γ, IFN-γ, IL-3).
5.2.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain
Penyakit komorbid yang paling banyak pada penderita Rinitis Alergi adalah eksema atau urtikaria pada penderita Rinitis Alergi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuksel (2008) yang melaporkan 43% penderita eksema juga menderita Rinitis alergi. Yuksel (2008) juga menjelaskan bahwa beberapa penelitian di Perancis menyatakan Eksema meningkatkan resiko Asma dan Rinitis. Hal ini dijelaskan dengan adanya kesamaan dasar genetik dari beberapa penyakit atopi tersebut yang memberikan keadaan klinis dalam waktu yang berbeda dalam kurun kehidupan. Kejadian ini disebabkan oleh karakteristik fenotipe gen berbeda pada masing-masing penyakit atopi. Bataille (2007) menambahkan bahwa regio gen pada 11p14, 5p13, 17q21, dan 5p15 memiliki hubungan yang sama dengan beberapa penyakit atopi seperti eksema dan penyakit alergi lainnya.
(42)
27" "
" "
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Prevalensi Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara tahun ajaran 2013/2014 adalah 41.4%.
2. Prevalensi Rinitis Alergi lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Prevalensi Rinitis alergi pada perempuan adalah 61% dan prevalensi Rinitis Alergi pada laki-laki adalah 39%.
3. Prevalensi Rinitis Alergi pada mahasiswa Indonesia adalah 41.3% dan
pada mahasiswa Malaysia adalah 42%.
4. Prevalensi Rinitis Alergi berdasarkan riwayat keluarga atopi adalah 55.3%.
5. Prevalensi Rinitis Alergi berdasarkan komorbid adalah 32.7% dengan
faktor komorbid terbanyak eksema sebesar 22.0%. 6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
1. Kepada pihak universitas agar memperhatikan kejadian Rinitis alergi pada
lingkungan kampus serta mengajak mahasiswa untuk menciptakan keadaan lingkungan yang bersih dan menghindari alergen pencetus seperti debu.
(43)
28" "
" "
2. Kepada mahasiswa sendiri agar melakukan penatalaksanaan Rinitis Alergi yang tepat dan menjaga kondisi kesehatan guna mencegah perkembanan rinitis alergi menjadi asma.
3. Kepada peneliti berikutnya agar meneliti dan menganalisis lebih lanjut hubungan antara Rinitis Alergi dan faktor-faktor pencetusnya, Rinitis alergi terhadap komorbid penyakit atopi, serta hubungan Rinitis alergi terhadap riwayat keluarga penyakit atopi.
(44)
29" "
" "
DAFTAR PUSTAKA
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma, 2008. ARIA Guidelines.http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_08_View_WM.pdf.25 Mei 2014 (14:00)
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma, 2008. ARIA Reports.http://www.whiar.org/docs/ARIA-Report-2008.pdf.25 Mei 2014 (14:02)
American Academy of Allergy Asthma & Immunology,2014. Allergy Statistics. http://www.aaaai.org/about-the-aaaai/newsroom/allergy-statistics.aspx. 25 Mei 2014 (14:00)
Baratawijaya, K.G., 2002. Imunologi Dasar. Edisi kelima. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Bataille.M.G. et al., 2008. Evidence for Linkage of a New Region (11p14) to Eczema and Allergic Disease. Hum Genet. 122(6):605-614.
Bonds.R.S., dan Midoro-Horiuti.T., 2013. Estrogen Effects in Allergy and Asthma. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 13(1):92-99.
Bope, E.T., dan Kellerman, R.D., 2013. Conn’s Current Therapy. Elsevier Saunders Health Sciences. Philadelphia.
Burney, P., dan Jarvis,D., 1998. The ECRHS II main questionnaire. The European Community Respiratiory Health Survey. http://ecrhs.org. 25 Mei 2014 (09.00) Davila.I., Mullol.J., Ferrer.M., Bartra.J., Cuvillo,A.D., Montoro.J., Jauregui.I.,
Sastre.J., dan Valero.A., 2009. Genetic Aspects of Allergic Rhinitis. J Investig Clin Immunol., 19(1):25-31.
Fokkens, W.J., 1991. The Pathogenesis of Allergic Rhinitis, Cellular Aspects with Special Emphasis on Langerhans Cells. Tesis. Erasmus University.Rotterdam
(45)
30" "
" "
Ghazal, S., Musmar, M., dan Minawi, W.A. 2007. Prevalence of Allergic Rhinitis and it’s Risk Factors Among An-Najah University Students - Nablus, Pakistan. Middle East Journal of Family Medicine, 5(5): 55-58.
Khan.M., Khan.M.A., Shabbir.F., Rajput.T.A., 2013. Association of Allergic Rhinitis with Gender and Asthma. J Ayub Med Coll Abbottabad. 25(1):120-122.
Martinez, L., 2009. Non-Allergic Rhinitis. Skripsi. Dept. of Otolaryngology, University of Texas Medical Branch. Texas.
Matheson, M.C., Dharmage, S.C., Abramson, M.J., Walters, E.H., Sunyer, J., Marco, R., Leytnaert, B., Heinrich, J., Jarvis, D., Norback, D., Raherison, C., Wjst, M., dan Svanes, C., 2011. Early-life risk factors and incidence of rhinitis: Results fromthe European Community Respiratory Health Study— aninternational population-based cohort study. The Journal of Allergy and Clinical Immunology, 128 (4) : 816-823.
Musmar.S.G., Musmar.M., dan Minawi.W.A., 2007. Prevalence of Allergic Rhinitis and it’s Risk Factors Among An-Najah University Students-Nablus, Pakistan. Middle East Journal of Family Medicine., 5(4/5):55-58.
Nadraja, I, 2010. Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Okubo, K., Kurono, Y., Fujieda, S., Ogino, S., Uchio, E., Odajima, H., Takenaka, H., dan Baba, K., 2011. Japanese Guideline for Allergic Rhinitis. Allergology International, 60:171-189.
Passali, D., Bellussi, L., Damiani, V., Passali, G.C., Passali, F.M., Celestino, D., 2003. Allergic rhinitis in Italy: epidemiologyand definition ofmost commonly
(46)
31" "
" "
used diagnostic and therapeuticmodalities. Acta Otorhinolaryngol Ital 2003, 23:267-264
Rezkiawan, D., Fadlan, I., dan Taher, A., 2013. Prevalensi Gejala Rinitis Alergi Mahasiswa Prodi Kedokteran Universitas Jambi Angkatan 2010-2012. Skripsi.
Universitas Jambi. Jambi.
Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2013. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi keempat. CV.Sagung Seto, Jakarta.
Shah.S., 2012. Hormonal Link to Autoimmune Allergies. International Scholarly Research Network. 2012:1-5.
Sheikh, J., 2014. Allergic Rhinitis, Medscape.http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview. 25 May 2014 (14:15)
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
The European Community Respiratory Health,2014. ECRHS II questionnaire. www.ecrhs.org/quests.htm. 2 Juni 2014 (08:00)
Wang.D.Y., 2005. Risk Factors of Allergic Rhinitis: Genetic or Environmental?
Therapeutics and Clinical Risk Management. 1(2):115-123.
Wong, G.W.K.,Ting,F.L., andKo, F.W.S., 2013. Changing Prevalence of Allergic Diseases in the Asia-Pacific Region. Allergy Asthma Immunol Res., 5(5):251-257.
(47)
32" "
" "
Yuksel.H., Dinc.G., Sakar.A., Yilmaz.O., Yorgancioglu.A., Celik.P., dan Ozcan.C., 2008. Prevalence and Comorbidity of Allergic Eczema, Rhinitis, and Asthma in a City in Western Turkey. J Investig Allergol Clin Immunol. 18(1):31-35.
(48)
33" "
" "
LAMPIRAN I
LEMBAR PENJELASAN
Dengan hormat,
Saya, Imelda Junaedi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) angkatan 2011. Saat ini, saya sedang menjalankanpenelitian dengan judul “Proposal Penelitian dengan Judul: Prevalensi rhinitisalergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara padaTahun 2014”. Penelitian ini dilakukan sebagai syarat pendidikan di FakultasKedokteran USU.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk melihat prevalensi rhinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2014.Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan Saudara untuk
menjadipartisipan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, saya akan meminta Saudarauntuk mengisi kuesioner penelitian. Proses pengambilan data akan dipandu dandilakukan dengan wawancara. Jika Saudara bersedia, Saudara saya persilahkanmenandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelawan Saudara.Identitas pribadi Saudara sebagai partisipan akan dirahasiakan dan semuainformasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila terdapathal yang kurang dimengerti, Saudara dapat bertanya langsung pada saya ataudapat menghubungi saya di nomor 081361699100. Atas perhatian dan kesediaanSaudara menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
(49)
34" "
" "
Imelda Junaedi LAMPIRAN II
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama :
Tempat/Tanggal Lahir:
Alamat :
telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti mengenai penelitian ini yang berjudul “Prevalensi rhinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2014”. Oleh karena itu, saya menyatakan BERSEDIA menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Demikianlah persetujuan ini saya sampaikan dengan sukarela dan tanpaada paksaan dari pihak manapun.
Hormat Saya,
(50)
35" "
" "
Lampiran III
KUESIONER ECRHS 2008
Nama
:
NIM
:
Tanggal Lahir
:
Jenis Kelamin
:
Kewarganegaraan :
Lingkarlah opsi jawaban yang sesuai pada tabel dibawah ini:
PERTANYAAN OPSI
JAWABAN 1. Apakah anda memiliki alergi hidung, termasuk Rinitis
Alergi? YA TIDAK
a. Pada usia berapakah ketika anda pertama kali
mengalami rinitis alergi (___ ___) tahun
2. Apakah anda pernah memiliki masalah dengan bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat ketika anda tidak mengalami demam atau flu?
YA TIDAK
a. Apakah anda memiliki gejala bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat ketika anda tidak mengalami demam atau flu pada 12 bulan terakhir?
YA TIDAK
b. Apakah gejala hidung ini disertai dengan rasa gatal
pada hidung atau mata berair? YA TIDAK
3. Apakah anda sedang menggunakan pengobatan untuk
mengobati kelainan hidung? YA TIDAK
a. Apakah anda menggunakan obat semprot hidung
untuk pengobatan dari kelainan hidung? YA TIDAK
(51)
36" "
" "
ii.) Sudah berapa lamakah anda menggunakan jenis dari obat semprot hidung ini?
iii.) Apakah anda menggunakan nasal spray ini pada
12 bulan terakhir? YA TIDAK
b. Apakah anda menggunakan pil, kapsul, atau tablet
sebagai berikut untuk pengobatan kelainan hidung? YA TIDAK i.) Nyatakan nama obat (bila ada)
ii.) Apakah anda menggunakan pil, kapsul, atau tablet
ini pada 12 bulan terakhir? YA TIDAK
4. Apakah anggota keluarga dekat anda memiliki riwayat atopi (salah satu atau lebih dibawah ini) ? a. Alergi hidung
b. Asma c. Alergi kulit
(keterangan: lingkar pada opsi di atas bila ada)
YA TIDAK
5. Apakah anda sendiri memiliki riwayat atopi (salah satu atau lebih dibawah ini)?
b. Asma c. Alergi kulit
(keterangan: lingkar pada opsi di atas bila ada)
YA TIDAK
(52)
37# #
LAMPIRAN IV
Uji Validitas
Correlations
NO1 NO2 NO2A NO2B NO3 NO3A NO3A3 NO3B NO3B2 NO4 NO5 TOTAL
NO1
Pearson Correlation 1 .435 .105 .390 .435 .157 .105 .279 .780** .419 .892** .629** Sig. (2-tailed) .055 .660 .089 .055 .508 .660 .234 .000 .066 .000 .003 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO2
Pearson Correlation .435 1 .509* .285 1.000** .764** .509* .642** .663** .764** .286 .807** Sig. (2-tailed) .055 .022 .223 .000 .000 .022 .002 .001 .000 .222 .000 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO2A
Pearson Correlation .105 .509* 1 .034 .509* .667** 1.000** .793** .454* .667** .145 .513* Sig. (2-tailed) .660 .022 .888 .022 .001 .000 .000 .044 .001 .541 .021 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO2B
Pearson Correlation .390 .285 .034 1 .285 .050 .034 .183 .390 .302 .285 .581** Sig. (2-tailed) .089 .223 .888 .223 .833 .888 .440 .089 .196 .223 .007 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO3
Pearson Correlation .435 1.000** .509* .285 1 .764** .509* .642** .663** .764** .286 .807** Sig. (2-tailed) .055 .000 .022 .223 .000 .022 .002 .001 .000 .222 .000 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO3A
Pearson Correlation .157 .764** .667** .050 .764** 1 .667** .840** .419 .688** .218 .632** Sig. (2-tailed) .508 .000 .001 .833 .000 .001 .000 .066 .001 .355 .003 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO3A3
Pearson Correlation .105 .509* 1.000** .034 .509* .667** 1 .793** .454* .667** .145 .513* Sig. (2-tailed) .660 .022 .000 .888 .022 .001 .000 .044 .001 .541 .021 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO3B
Pearson Correlation .279 .642** .793** .183 .642** .840** .793** 1 .572** .840** .336 .749** Sig. (2-tailed) .234 .002 .000 .440 .002 .000 .000 .008 .000 .147 .000 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO3B2
Pearson Correlation .780** .663** .454* .390 .663** .419 .454* .572** 1 .681** .663** .821** Sig. (2-tailed) .000 .001 .044 .089 .001 .066 .044 .008 .001 .001 .000 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO4
Pearson Correlation .419 .764** .667** .302 .764** .688** .667** .840** .681** 1 .491* .860** Sig. (2-tailed) .066 .000 .001 .196 .000 .001 .001 .000 .001 .028 .000 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
NO5
Pearson Correlation .892** .286 .145 .285 .286 .218 .145 .336 .663** .491* 1 .567** Sig. (2-tailed) .000 .222 .541 .223 .222 .355 .541 .147 .001 .028 .009 N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
TOTAL
Pearson Correlation .629** .807** .513* .581** .807** .632** .513* .749** .821** .860** .567** 1 Sig. (2-tailed) .003 .000 .021 .007 .000 .003 .021 .000 .000 .000 .009
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
(53)
38# #
Uji Reabilitas
Reliability Statistics Cronbach's AlphaN of Items
.805 12
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
NO1 34.7500 34.092 .612 .788 NO2 34.7000 33.168 .820 .778 NO2A 34.5000 35.632 .573 .797 NO2B 34.8500 34.871 .448 .795 NO3 34.7000 33.168 .820 .778 NO3A 34.6000 34.463 .664 .789 NO3A3 34.5000 35.632 .573 .797 NO3B 34.5500 34.366 .776 .787 NO3B2 34.7500 32.934 .829 .777 NO4 34.6000 33.516 .873 .780 NO5 34.7000 34.537 .556 .791 TOTAL 19.2000 11.853 .939 .909
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
NO1 1.6500 .48936 20 NO2 1.7000 .47016 20 NO2A 1.9000 .30779 20 NO2B 1.5500 .51042 20 NO3 1.7000 .47016 20 NO3A 1.8000 .41039 20 NO3A3 1.9000 .30779 20 NO3B 1.8500 .36635 20 NO3B2 1.6500 .48936 20 NO4 1.8000 .41039 20 NO5 1.7000 .47016 20 TOTAL 17.2000 2.80225 20
(54)
39# #
LAMPIRAN V
nama# J.KELAMIN# diagnosis# R.KEL# komorbid# KWN#
MS# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#Asthma# Normal# Malaysia# JS# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Asthma# Normal# Malaysia# KK# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Malaysia# C# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma#&#Eczema# Normal# Indonesia# SS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# IV# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# AB# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# TAN# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia# C# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# komorbid#Asthma# Indonesia# AA# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# HP# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# RT# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# KBG# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# L# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# FR# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma# Normal# Malaysia# ACN# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Eczema# Indonesia# PA# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# YH# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# APT# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# ARS# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia# ARN# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# R# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Eczema# Normal# Indonesia# KN# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia# FB# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# Normal# Indonesia# DF# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# SY# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# RF# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Eczema# Indonesia# ROTP# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# NNG# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# SCS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# GT# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# YH# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# LA# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# GP# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# Normal# Indonesia# RR# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# RSA# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# A# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Asthma# komorbid#Asthma# Indonesia# LSS# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Eczema# Indonesia# A2# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# WTC# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# MAZ# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
(55)
40# #
MT# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# TSA# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# VRP# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#Eczema# Normal# Indonesia# JHS# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# JS# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# TS# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# MI# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#Eczema# komorbid#Asthma# Indonesia# R# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# ES# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# PRJD# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# CS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# S# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# komorbid#Eczema# Malaysia# ND# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# Normal# Indonesia# SBM# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# TFD# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Eczema# Normal# Indonesia# JS# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# A# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# PA# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Asthma#&#Eczema# Indonesia# S# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# SA# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Eczema# Indonesia# RM# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# TY# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# DH# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# FRA# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# R# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# komorbid#Eczema# Indonesia# VR# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# PNS# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# komorbid#Asthma#&#Eczema# Indonesia# S# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# komorbid#Eczema# Indonesia# FR# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# RP# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Asthma# Normal# Indonesia# LT# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia# LY# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# RYP# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# GNH# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma#&#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia# SD# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma# Normal# Indonesia# A# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# MD# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# K# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma#&#Eczema# komorbid#Eczema# Malaysia# DSM# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# N# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Malaysia# SSS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# NNN# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Eczema# Malaysia# JM# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# NR# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# NAM# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia#
(1)
SS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia#
ZFH# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
MDA# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
MRE# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia#
SYL# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
NK# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia#
NS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
LZF# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia#
GFA# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia#
D# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# komorbid#Eczema# Indonesia#
JAM# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
JT# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
SNH# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia#
C# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
HHL# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma# komorbid#Asthma# Indonesia#
AS# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Asthma# Normal# Indonesia#
DSM# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia#
YT# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# Normal# Indonesia#
DA# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
MK# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
SS# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia#
DS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
TMU# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia#
IAS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
TP# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#Asthma# Normal# Indonesia#
MN# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
(2)
LAMPIRAN VI
diagnosis
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Rhinitis Allergi 159 41.4 41.4 41.4
Normal 225 58.6 58.6 100.0
Total 384 100.0 100.0
jeniskelamin * diagnosis Crosstabulation Count
diagnosis Total
Rhinitis Allergi Normal
jeniskelamin
Laki-Laki 62 72 134
Perempuan 97 153 250
(3)
kwarganegaraan * diagnosis Crosstabulation
Count
diagnosis Total
Rhinitis Allergi Normal kwarganegaraan
Indonesia 130 185 315
Malaysia 29 40 69
Total 159 225 384
komorbidatopi * diagnosis Crosstabulation
Count
diagnosis Total
Rhinitis Allergi Normal
komorbidatopi
Normal 107 189 296
komorbid Asthma 11 6 17
komorbid Eczema 35 28 63
komorbid Asthma & Eczema 6 2 8
(4)
riwayatkeluarga * diagnosis Crosstabulation
Count
diagnosis Total
Rhinitis Allergi Normal
riwayatkeluarga
tanpa riwayat keluarga 71 168 239
Riwayat keluarga RA 36 15 51
Riwayat keluarga Asthma 11 11 22
Riwayat keluarga Eczema 13 17 30
Riwayat keluarga RA & Asthma
5 4 9
Riwayat keluarga RA & Eczema
8 2 10
Riwayat keluarga asthma & Eczema
3 6 9
Riwayat keluarga RA & Asthma & Eczema
12 2 14
(5)
(6)