Latar Belakang Prevalensi Asma Pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahunajaran 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asma dikenal sebagai suatu penyakit kronis dengan gejala klinis yang bervariasi dan rekuren NHLBI, 2007. Gejala klinis asma yang khas adalah sesak napas yang berulang dan suara mengi wheezing. Gejala ini bervariasi pada tiap- tiap orang berdasarkan tingkat keparahan dan frekuensi WHO, 2014. Gejala asma lain yang tidak khas berupa batuk produktif terutama pada malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan RISKESDAS, 2013.Pada saat serangan asma, permukaan dari saluran bronkus membengkak, sehingga mengakibatkan saluran udara menjadi sempit dan menurunkan volume udara yang masuk ke paru. WHO, 2014 Penyebab pasti penyakit asma masih belum diketahui secara jelas WHO, 2014. Tetapi, faktor resiko umum yang mencetuskan asma yaitu udara dingin, debu, asap rokok, stress, infeksi, kelelahan, alergi obat dan alergi makanan RISKESDAS, 2013. Asma tidak bisa disembuhkan, tetapi dengan tatalaksana yang tepat, asma dapat terkontrol dan kualitas hidup terjaga. WHO, 2014 Sampai saat ini, penyakit asma masih sulit didefinisikan secara pasti. Hal ini dikarenakan kurangnya faktor inklusi dan spesifisitas gejala penyakit itu sendiri. Studi epidemiologi mengalami kesulitan untuk melakukan screening akibat masalah tersebut. Beberapa studi epidemiologi menggunakan metode kuesioner untuk mengestimasi angka kejadian asma, salah satunya adalah ISAAC . Kuesioner ISAAC The International Study of Asthma and Allergies in Childhood fase I adalah kuesioner pertama yang memberikan keseragaman dalam pengambilan data, terlepas dari masalah perbedaan kultur dan bahasa Pizzichini, 2005.Studi ini mempelajari asma dalam rentang umur 6-7 tahun dan 13-14 tahun penduduk di total 98 negara, termasuk Indonesia ISAAC, 2013. Penelitian ISAAC fase III tahun 2001-2002 di Indonesia terdapat pada tiga pusat, yaitu di Bali, Bandung dan Semarang. Pada ketiga kota tersebut, Universitas Sumatera Utara prevalensi anak usia 13-14 tahun yang pernah menderita asma masing-masing sebanyak 8,7, 12,4 dan 11,1. Penelitian prevalensi asma pada anak umur 6-7 tahun hanya dilakukan pada kota Bandung, yaitu sebanyak 4,8 ISAAC, 2013.Menurut Yunus 2001, prevalensi asma pada siswa SLTP usia 13- 14 tahun se-Jakarta Timur adalah sebesar 8,9. Pada studi anak SLTP dengan kuesioner ISAAC di kota Semarang oleh Widodo 2004, didapatkan prevalensi anak yang pernah menderita asma sebesar 5,4. Sastrawan 2008 juga melakukan penelitian dengan kuesioner ISAAC di Desa Tenganan dan mendapatkan prevalensi asma sebesar 7 dengan proporsi perempuan lebih tinggi dari laki-laki 7:4. Penelitian tahun 2008 pada 12 SLTP di Jakarta Timur mendapati prevalensi asma sebesar 13,4.Rosamarlina, 2010 Studi epidemiologi lain yang menggunakan kuesioner tervalidasi dan telah dipakai untuk studi pada beberapa negara adalah ECRHS The European Community Respiratory Health Survey. Studi ECHRS memfokuskan penelitian pada wilayah Eropa, dan tidak mencakup negara berkembang. Studi ini mempelajari asma dengan lingkup penduduk berusia 20-44 tahun Beasley, 2003. Prevalensi asma di Swedia pada tahun 1998 dan 2008 masing-masing adalah 6,3 dan 7,8 Bjerg, 2011. Penelitian menggunakan kuesioner ECRHS di luar Eropa pernah dilakukan oleh Ishizuka 2011 mendapati sebanyak 13,2 dari 584 mahasiswa di Jepang dengan rentang umur 18-24 tahun yang mempunyai gejala wheezing, dada sesak, napas pendek dan batuk selama setahun terakhir. Mahboub 2012 mendapati 8,6 laki-laki dan 11,8 perempuan dari 702 responden umur 20-44 tahun di Uni Emirat Arab menderita asma. Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 7,8, diikuti Nusa Tenggara Timur 7,3, D.I. Yogyakarta 6,9, dan Sulawesi Selatan 6,7. Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah terdapat di Lampung 1,6, Riau 2,0 dan Bengkulu 2,0. Provinsi Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4.Menurut Oemiati 2010, prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32. Prevalensi tertinggi penyakit asma di Universitas Sumatera Utara Indonesia terletak di provinsi Gorontalo 7,23 dan terendah di provinsi NAD sebesar 0,09. Prevalensi asma di Sumatera Utara didapati sebesar 1,82. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Asma merupakan penyakit yang mengancam hidup. Penyakit asma menyebabkan disabilitas sebesar 1 penduduk dunia per tahun. 1 dari 250 orang di dunia meninggal karena asma Masoli, 2004. Selain itu, apabila asma terjadi pada usia dewasa muda akan mempengaruhi tingkat produktivitas penderita. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui prevalensi asma pada usia dewasa muda di Kota Medan khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu dari universitas negeri di Sumatera. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti didapati bahwa 1 dari 20 mahasiswa mempunyai riwayat asma. Ini membuktikan bahwa tingginya prevalensi asma pada mahasiswa yang merupakan dewasa muda. Oleh karena itu, peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi asma pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara T.A. 20142015.

1.2. Rumusan Masalah