Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area

(1)

PENGARUH PASAR MODERN TERHADAP PEDAGANG

PASAR TRADISIONAL DAN MASYRAKAT

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KECAMATAN MEDAN AREA

TESIS

Oleh:

RONALD FREDY SIHOTANG 107003033/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PENGARUH PASAR MODERN TERHADAP PEDAGANG

PASAR TRADISIONAL DAN MASYRAKAT

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KECAMATAN MEDAN AREA

ABSTRAK

Menghadapi persaingan pasar-pasar modern dalam era globalisasi saat ini maka pasar-pasar tradisional dituntut untuk dapat bersaing dengan pasar-pasar modern yang berkembang semakin cepat. Kehadiran pasar modern Thamrin Plaza, dianggap telah menyudutkan keberadaan pasar tradisional Pasar Ramai di Kota Medan. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area tentang pengaruh pasar modern terhadap pedagang pasar tradisional dan masyarakat dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Medan Area. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda rata-rata untuk sampel berpasangan (paired samples test t test) dan analisis deskriptif dengan jumlah sampel responden 79 orang dari 387 orang jumlah populasi. Pengambilan sampel responden berdasarkan purvosive sampling. Kriteria pengambilan sampel adalah pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang telah berjualan sebelum dibangunnya Thamrin Plaza atau yang berjualan di bawah tahun 1989. Hasil penelitian diperoleh bahwa Kondisi sarana/prasarana/fasilitas listrik, air, lantai, kamar mandi/WC, kebersihan, kenyamanan dan keamanan Pasar Modern Thamrin Plaza menunjukkan kondisi yang lebih baik dibanding pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar. Pasar Modern Thamrin Plaza memberikan dampak negatif (perubahan penurunan) terhadap omzet penjualan, keuntungan, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar. Hal ini disebabkan adanya penurunan omzet penjualan, keuntungan, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar sesudah adanya Thamrin Plaza. Perubahan omzet penjualan dan perubahan penjualan fisik berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya Pasar Modern Thamrin Plaza, diversifikasi produk berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya Pasar Modern Thamrin Plaza.

Kata kunci: Pasar Modern, Pasar Tradisional, Masyarakat Sekitar, Sarana/ Prasarana/ Fasilitas, Keuntungan, Omzet dan Jumlah Pegawai


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area. Tesis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Drs. Robinson Tarigan, MRP, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan bimbingan kepada penulis hingga tesis ini selesai.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M,Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak-bapak Dosen Pembanding sekaligus penguji tesis yang telah memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan tesis ini

3. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman


(4)

4. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

5. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan support untuk menyelesaikan pendidikan penulis

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan untuk penyempurnaan tesis ini. Akhirnya atas segala kekurangan dalam penyusunan tesis, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Amiin.

Medan, April 2014 Penulis


(5)

RIWAYAT HIDUP

Ronald Fredy Sihotang lahir di Medan, 12 Oktober 1988, dari pasangan R. SIHOTANG dengan M. Br PANJAITAN, dan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 2000 di SD Santo Thomas I Medan. Pada tahun 2003 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama pada SMP Santo Thomas 3 Medan dan tahun 2006 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Medan. Kemudian pada tahun 2009 menyelesaikan pendidikan di IPDN.

Sejak tahun 2009 sampai sekarang aktif bekerja sebagai PNS di Pemerintahan Kota Medan. Tahun 2010 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PWD).


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Pengertian Pasar ... 14

2.2.1. Pasar Modern... 17

2.2.2. Pasar Tradisional ... 19

2.2.3. Dualisme Pasar Tradisional dan Pasar Modern ... 22

2.2.4. Keuntungan ... 27

2.2.5. Omset Penjualan ... 29

2.2.6. Diversifikasi Produk ... 30

2.3. Pengembangan Wilayah ... 32

2.4. Kerangka Pemikiran ... 34

2.5. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Lokasi Penelitian ... 38

3.2. Jenis Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 40

3.5. Pengumpulan Data ... 40

3.6. Model Analisis Data ... 40

3.7. Definisi dan Batasan Operasional ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1. Hasil Penelitian ... 48

4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 48

4.1.2. Karakteristik Responden ... 52

4.1.3. Sarana, Prasarana dan Fasilitas Pasar Modern dan Pasar Tradisional Pasar Ramai di Kecamatan Medan Area ……….. 56


(7)

4.1.4. Dampak Omset Penjualan, Keuntungan Usaha, Jumlah Pegawai dan Penjualan Fisik Pedagang Pasar Ramai dan Masyarakat Sekitar Akibat

Munculnya Pasar Modern Thamrin Plaza ... 62

4.1.5. Pengaruh Perubahan Omzet Penjualan, Penjualan Fisik dan Diversifikasi Produk terhadap Perubahan Keuntungan Usaha Pedagang Pasar Ramai dan Masyarakat Sekitar Akibat Munculnya Pasar Modern Thamrin Plaza ... 73

4.2. Pembahasan ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1. Populasi dan Sampel Responden .………...

39 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ……… 52 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …………... 53 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir …… 54 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Keluarga ……… 54

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jam Berjualan …………... 55 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha …………... 55 4.7. Kondisi Sarana/Prasarana/Fasilitas Listrik Pasar Tradisional

Pasar Ramai dan Pasar Modern Thamrin Plaza ……… 56 4.8. Kondisi Sarana/Prasarana/Fasilitas Air Pasar Tradisional

Pasar Ramai dan Pasar Modern Thamrin Plaza ……… 57 4.9. Kondisi Sarana/Prasarana/Fasilitas Lantai Pasar Tradisional

Pasar Ramai dan Pasar Modern Thamrin Plaza ……… 58 4.10. Kondisi Sarana/Prasarana/Fasilitas Kamar Mandi/WC Pasar

Tradisional Pasar Ramai dan Pasar Modern Thamrin Plaza … 59 4.11. Kondisi Sarana/Prasarana/Fasilitas Kebersihan Pasar

Tradisional Pasar Ramai dan Pasar Modern Thamrin Plaza … 60 4.12. Kondisi Sarana/Prasarana/Fasilitas Kenyamanan Pasar

Tradisional Pasar Ramai dan Pasar Modern Thamrin Plaza … 61 4.13. Kondisi Sarana/Prasarana/Fasilitas Keamanan Pasar

Tradisional Pasar Ramai dan Pasar Modern Thamrin Plaza … 62

4.14.

Hasil Rekapitulasi Omzet Pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan Masyarakat Sekitar Sesudah dan Sebelum Adanya Pasar Modern Thamrin Plaza ………...

66

4.15.

Hasil Rekapitulasi Keuntungan Pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan Masyarakat Sekitar Sesudah dan Sebelum Adanya Pasar Modern Thamrin Plaza ……….

68

4.16.

Hasil Rekapitulasi Jumlah Pegawai Pedagang Pasar

Tradisional Pasar Ramai dan Masyarakat Sekitar Sesudah dan Sebelum Adanya Pasar Modern Thamrin Plaza ………...


(9)

4.17. Hasil Uji Wilcoxon Match Pair terhadap Pengaruh Pasar Modern terhadap Penjualan Fisik Pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan Masyarakat Sekitar Sesudah dan Sebelum Adanya Pasar Modern Thamrin Plaza ……….

72

4.18. Hasil Kolmogorov – Smirnov Test ………... 75

4.19. Hasil Uji Multikolinieritas ……… 76

4.20. UJi Glesjer ……… 78

4.21. Koefisien Determinasi ……….. 78

4.22. Hasil Uji Simultan ……… 79


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ……… 41

4.2. Normal P-Plot of Regression Standardized Residual………… 73 4.3. Histogram Perubahan Keuntungan Usaha ……… 74 4.4. Grafik scatterplots Perubahan Keuntungan Usaha …………... 77 4.5 Kondisi Pasar Modern Thamrin Plaza dan Pasar Tradisional

Pasar Ramai ………..


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Kuisioner Penelitian ……… 96

2. 3. 4 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.


(12)

PENGARUH PASAR MODERN TERHADAP PEDAGANG

PASAR TRADISIONAL DAN MASYRAKAT

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DI KECAMATAN MEDAN AREA

ABSTRAK

Menghadapi persaingan pasar-pasar modern dalam era globalisasi saat ini maka pasar-pasar tradisional dituntut untuk dapat bersaing dengan pasar-pasar modern yang berkembang semakin cepat. Kehadiran pasar modern Thamrin Plaza, dianggap telah menyudutkan keberadaan pasar tradisional Pasar Ramai di Kota Medan. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area tentang pengaruh pasar modern terhadap pedagang pasar tradisional dan masyarakat dalam pengembangan wilayah di Kecamatan Medan Area. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda rata-rata untuk sampel berpasangan (paired samples test t test) dan analisis deskriptif dengan jumlah sampel responden 79 orang dari 387 orang jumlah populasi. Pengambilan sampel responden berdasarkan purvosive sampling. Kriteria pengambilan sampel adalah pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang telah berjualan sebelum dibangunnya Thamrin Plaza atau yang berjualan di bawah tahun 1989. Hasil penelitian diperoleh bahwa Kondisi sarana/prasarana/fasilitas listrik, air, lantai, kamar mandi/WC, kebersihan, kenyamanan dan keamanan Pasar Modern Thamrin Plaza menunjukkan kondisi yang lebih baik dibanding pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar. Pasar Modern Thamrin Plaza memberikan dampak negatif (perubahan penurunan) terhadap omzet penjualan, keuntungan, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar. Hal ini disebabkan adanya penurunan omzet penjualan, keuntungan, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar sesudah adanya Thamrin Plaza. Perubahan omzet penjualan dan perubahan penjualan fisik berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya Pasar Modern Thamrin Plaza, diversifikasi produk berpengaruh negatif signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya Pasar Modern Thamrin Plaza.

Kata kunci: Pasar Modern, Pasar Tradisional, Masyarakat Sekitar, Sarana/ Prasarana/ Fasilitas, Keuntungan, Omzet dan Jumlah Pegawai


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan ekonomi dari masyarakat sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Kebutuhan akan pasar sebagai tempat transaksi pedagang dan konsumen merupakan akses untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Pasar dapat diartikan sebagai arena distribusi atau pertukaran barang, dimana kepentingan produsen dan konsumen bertemu dan pada gilirannya menentukan kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakatnya. Menurut Ginanjar dalam Kiik (2006) mendefinisikan pasar sebagai tempat untuk menjual dan memasarkan barang atau sebagai bentuk penampungan aktivitas perdagangan.

Pengaruh liberalisasi perdagangan menyebabkan banyak bermunculan ritel dari luar negeri dengan kemampuan kapital yang besar melakukan aktivitasnya di Indonesia, hal ini dapat dilihat dibangunnya pasar modern di berbagai daerah seperti mini market dan plaza. Kondisi ini semakin terasa, setelah dikeluarkannya Keppres No 96/1998 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan tertentu bagi Penanaman Modal. Bagus (2009) mengemukakan keberadaan Keppres ini mengundang retailer asing masuk untuk membuka usahanya di Indonesia, hal ini semakin terasa dengan perubahan gaya hidup masyarakat modern yang serba praktis.

Lahirnya perusahaan retail seperti plaza, mini market dan swalayan dipengaruhi oleh gaya hidup yang modern yang menganut paham hedonisme. Perkembangan bisnis retail ini tanpa adanya peraturan-peraturan yang berlaku


(14)

dapat mempengaruhi perkembangan pasar tradisional, seperti dapat mengurangi pendapatan pedagang pasar tradisional karena dari segi kenyamanan untuk berbelanja, masyarakat lebih cenderung ke pasar modern dari pada pasar tradisional. Menurut Rahayu dan Fitanto (2013) Indonesia merupakan salah satu negara yang telah memasuki era persaingan global, di mana tidak ada batasan dalam setiap individu untuk mengembangkan bisnis baik dalam lingkup kecil, menengah maupun besar. Dengan berkembangnya persaingan global yang tidak bisa dibendung perkembangannya, mengakibatkan usaha-usaha kecil yang kalah bersaing dengan usaha menengah keatas di dunia bisnis.

Munculnya pasar modern ini mengakibatkan pasar tradisional mengalami penyusutan pelanggan dan pendapatannya, hal ini disebabkan adanya anggapan dari sebagian kalangan bahwa pasar tradisional itu kotor dan barang yang dijual tidak berkualitas. Jika tidak diimbangi dengan pelayanan dan manajemen yang lebih baik maka pasar tradisional akan mengalami kelesuan dalam aktivitasnya. Fenomena berkembangnya pasar modern dapat terjadi disetiap daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Medan.

Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia dan sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang. Hal ini memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat yaitu masyarakat yang cenderung hidup praktis. Plaza merupakan salah bentuk perbelanjaan modern yang ikut mendukung masyarakat untuk hidup praktis. Salah satu plaza yang ada di Kota Medan adalah Thamrin Plaza yang terletak di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area. Thamrin Plaza sebagai pasar modern berdiri di sebelah pasar tradisional Pasar Ramai yang telah ada sebelum Thamrin Plaza dibangun.


(15)

Keberadaan Thamrin Plaza di sebelah pasar tradisional Pasar Ramai memberikan pengaruh terhadap perekonomian pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang membuka usaha di rumah karena dapat mengurangi keuntungan, omzet dan penjualan fisik dari pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar. Rahayu dan Fitanto (2013) mengemukakan persaingan pasar tradisional dengan retail modern saat ini bisa dikatakan sebagai persaingan global bukan lagi persaingan lokal. Pasar tradisional telah dihadapkan dengan pesaing-pesaing asing. Retail modern kini telah menjamur diberbagai kota atau pedesaan seluruh Indonesia. Selain itu, secara signifikan perkembangan retail modern mendorong pertumbuhan subsektor perdagangan yang dapat mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) suatu wilayah, sehingga dalam hal ini pemerintah daerah akan tertarik untuk mengembangkan pasar modern masuk ke wilayah daerahnya.

Tumbuh pesatnya pasar modernke wilayah pemukiman, berdampak buruk bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada di wilayah tersebut. Keberadaan Thamrin Plaza ini akan memberi pengaruh bagi pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat yang membuka usaha. Banyak pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang membuka usaha kehilangan pelanggan yang dapat mengurangi omzet penjualan. Keberadaan Thmarin Plaza yang jaraknya sangat berdekatan tentu akan memunculkan persaingan dan monopoli di wilayah tersebut. Dari segi harga, Thamrin Plaza sering mengadakan promosi dengan potongan harga yang menarik. Sehingga para konsumen beralih ke Thamrin Plaza tersebut dengan kualitas pelayanan yang lebih baik dari pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang membuka usaha. Hal ini tentu saja membuat harapan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan


(16)

masyarakat yang membuka usaha untuk mencari penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dari keuntungan yang diperoleh mulai berkurang. Keberadaaan Thamrin Plaza dapat memiliki dua sisi yang berbeda. Disatu sisi memberi dampak negatif terhadap kelangsungan usaha pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat yang membuka usaha, namun disisi lain memberi dampak positif dalam mengurangi jumlah pengangguran dengan membuka banyak kesempatan kerja.

Pasar tradisional Pasar Ramai merupakan slum area (kawasan kumuh) sedangkan di Thamrin Plaza bersih dan public service-nya memuaskan. Masyarakat lebih memilih berbelanja di Thamrin Plaza dengan berbagai pertimbangan, seperti kenyamanan, kebersihan, dan kualitas barang. Dewi (2013) mengemukakan kondisi pasar tradisional secara fisik tertinggal dari pasar modern, dikarenakan rendahnya tingkat kesadaran terhadap kedisiplinan, kebersihan dan ketertiban, maupun kurangnya perhatian terhadap pemeliharaan sarana fisik (kondisi lingkungan yang kotor, bau dan becek). Selanjutnya Ekapribadi (2007) menyatakan ada beberapa kelemahan yang dimiliki pasar tradisional. Kelemahan tersebut telah menjadi karakter dasar yang sangat sulit diubah. Faktor desain dan tampilan pasar, atmosfir, tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi pengeluaran, jam operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern.

Wiboonpongse dan Sriboonchitta dalam Dewi (2013) mengemukakan minat masyarakat berkurang untuk berbelanja di pasar tradisional disebabkan kurang berkembangnya pasar tradisional dan juga dipengaruhi oleh minimnya daya dukung karakteristik pedagang tradisional. Uraian tersebut diperkuat dengan


(17)

hasil penelitian Paesoro (2007) yang menyimpulkan penyebab utama kalah bersaingnya pasar tradisional dengan supermarket adalah lemahnya manajemen dan buruknya infrastruktur pasar tradisional, bukan semata-mata karena keberadaan supermarket.

Pasar tradisional Pasar Ramai memiliki keunggulan, seperti terjadi suatu komunikasi yang tidak akan ditemui di pasar modern Thamrin Plaza, yang dicirikan adanya tawar menawar dalam transaksi jual belinya sehingga membuat suatu hubungan tersendiri antar penjual dan pembeli. Sopan santun merupakan strategi dan kunci sukses dari penjual, meskipun tidak mengesampingkan kualitas barang dan harga. Barang dagangan pasar tradisional Pasar Ramai memiliki potensi untuk bersaing dengan pasar modern Thamrin Plaza, seperti kebutuhan sehari-hari sayur dan buah-buahan yang bagus dan segar, bahan pakaian beragam mulai dari yang harganya rendah sampai yang tinggi, sehingga pembeli bisa menyesuaikan dengan budget yang ada. Hal ini akan berbeda dengan pasar modern Thamrin Plaza, dimana harga sudah ditetapkan dan kurang ada komunikasi antara penjual dan pembeli, dengan demikian keberadaan pasar tradisional Pasar Ramai harus dipertahankan karena terdapat nilai-nilai yang tidak terdapat pada pasar modern Thamrin Plaza.

Keberadaan pasar tradisional tidak mungkin ditiadakan karena sebagian besar masyarakat masih berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak memiliki daya beli yang cukup besar untuk terus-menerus berbelanja di pasar-pasar modern. Hilangnya pasar-pasar tradisional akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, seperti bertambahnya pengangguran, menurunnya daya beli akibat tingkat pendapatan per kapita yang semakin kecil, melemahnya sektor-sektor perdagangan informal, terhambatnya


(18)

arus ditribusi kebutuhan pokok, yang pada akhirnya bermuara pada marginalisasi ekonomi pasar tradisional.

Hasil penelitian Suryadarma et al. (2007) dan Rosfadhila (2007), menyimpulkan bahwa supermarket bukanlah penyebab utama kelesuan usaha yang dialami pedagang pasar tradisional. Pasar tradisional di Indonesia masih bergelut dengan masalah internal pasar seperti buruknya manajemen pasar, sarana dan prasarana pasar yang sangat minim, pasar tradisional sebagai sapi perah untuk penerimaan retribusi, menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga mengurangi pelanggan pedagang pasar, dan minimnya bantuan permodalan yang tersedia bagi pedagang tradisional.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa keberadaan pasar modern menjadi dilema karena disatu sisi berdampak positif terhadap perekonomian nasional tetapi disisi lain berpotensi sebagai penyebab dari penurunan pendapatan dan jumlah pedagang di pasar tradisional. Untuk itu perlu dilakukan kajian dengan judul Pengaruh Pasar Modern terhadap Pedagang Pasar Tradisional dan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kecamatan Medan Area.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah :

1. Bagaimana kondisi sarana, prasarana dan fasilitas pasar modern dan pasar tradisional Pasar Ramai di Kecamatan Medan Area ?

2. Bagaimana dampak omzet penjualan, keuntungan usaha, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza ?

3. Bagaimana pengaruh perubahan omzet penjualan, perubahan penjualan fisik dan diversifikasi produk terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang


(19)

tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis kondisi sarana, prasarana dan fasilitas pasar modern dan pasar tradisional Pasar Ramai di Kecamatan Medan Area.

2. Menganalisis dampak omzet penjualan, keuntungan usaha, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza.

3. Menganalisis pengaruh perubahan omzet penjualan, perubahan penjualan fisik dan diversifikasi produk terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama menyangkut ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah pedesaan dan perkotaan.

2. Bagi Pemerintah Kota Medan penelitian ini berguna dan bermanfaat dalam menyangkut kebijakan mengenai pasar modern dan pasar tradisional.

3. Penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi para peneliti lain yang berminat melakukan kajian dan menindaklanjuti penelitian sejenis.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh pasar modern terhadap pasar tradisional telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, diantaranya Putra (2004) mengenai “Pengaruh Pengembangan Pasar Modern terhadap Kehidupan Pasar Tradisional di Pusat Pasar Medan (Studi Kasus di Pusat Pasar Medan)”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keberadaan pasar modern (Medan Mall) mempengaruhi variasi pendapatan pedagang tradisional di Pusat Pasar Medan. Setelah adanya Medan Mall, pendapatan pedagang menjadi berkurang/menurun. Selain itu terdapat beberapa perbedaan antara pasar modern (Medan Mall) dengan pasar tradisional di Pusat Pasar Medan, yakni menyangkut perbedaan dalam hal fasilitas berbelanja, kenyamanan berbelanja serta kualitas barang yang diperjualbelikan. Perbedaan-perbedaan ini diasumsi memberi pengaruh terhadap pengunjung di pasar tradisional Pusat Pasar Medan, akibatnya daya jual pedagang pasar tradisional di Pusat Pasar Medan menjadi lemah.

Penelitian lain dilakukan oleh Suryadharma, et al, (2007) mengenai “Impact of Supermarkets on Traditional Markets and Retailers in Indonesia's Urban Centers”. Studi ini mengukur dampak supermarket pada pasar tradisional di daerah perkotaan di Indonesia secara kuantitatif dengan menggunakan metode

differencein-difference (DiD) dan metode ekonometrik, serta secara kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Penelusuran melalui metode kuantitatif secara statistik tidak menemukan dampak signifikan pada pendapatan


(21)

dan keuntungan, tetapi terdapat dampak siginifikan supermarket pada jumlah pegawai pasar tradisional. Temuan-temuan kualitatif menunjukkan bahwa kelesuan yang terjadi di pasar tradisional kebanyakan bersumber dari masalah internal pasar tradisional yang memberikan keuntungan pada supermarket.

Aryani (2011) melakukan studi penelitian mengenai “Efek Pendapatan Pedagang Tradisional dari Ramainya Kemunculan Minimarket di Kota Malang”. Penelitian ini bertujuan mengkomparasikan jumlah pendapatan para pedagang di pasar tradisional sebelum dan sesudah munculnya minimarket di Kota Malang serta mengetahui permasalahan yang dihadapi pedagang di pasar tradisional berkaitan dengan keberadaan minimarket. Penelitian ini dilakukan di 6 pasar di Kota Malang. Responden terbagi menjadi dua yaitu responden pedagang dan responden pembeli. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 66% responden pedagang menyatakan keberadaan minimarket berpengaruh terhadap penurunan pendapatannya. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan para pedagang di pasar tradisional sebelum dengan sesudah munculnya minimarket. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi lesunya pasar tradisional antara lain munculnya keberadaan minimarket, pesaing lain seperti pedagang sayur keliling/mlijo dan toko pracangan, kondisi pasar tradisional yang kurang baik.

Fadhilah (2011) melakukan studi mengenai Dampak Minimarket terhadap Pasar Tradisional (Studi Kasus di Ngaliyan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak kehadiran minimarket terhadap pasar tradisional Ngaliayan dan strategi yang dilakukan pedagang pasar tradisional untuk menghadapi persaingan dengan minimarket. Metode analisis yang digunakan adalah kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian


(22)

berdasarkan data yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan pasar modern (Minimarket) disekitar pasar Ngaliyan memberikan dampak negatif, terutama kepada para pedagang kelontong yang mayoritas daganganya tersedia juga di pasar modern (minimarket).

Wijayanti (2011) melakukan studi tentang Analisis Pengaruh Perubahan Keuntungan Usaha Warung Tradisional dengan Munculnya Mini Market (Studi Kasus di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perubahan keuntungan usaha warung tradisional dengan munculnya minimarket (Studi Kasus : Kecamatan Pedurungan Kota Semarang). Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara secara langsung kepada responden dengan daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan menggunakan analisis regresi berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan omzet penjualan (0,0000) dan jarak (0,0653)* berpengaruh signifikan terhadap perubahan keuntungaan usaha, sedangkan diversifikasi produk (0,3147) tidak berpengaruh.

Ifah, Sutikno dan Sari (2011) melakukan studi penelitian mengenai “Pengaruh Toko Modern terhadap Toko Usaha Kecil Skala Lingkungan (Studi Kasus : Minimarker Kecamatan Blimbing Kota Malang)”. Hasil penelitian menyimpulkan terdapat perubahan kecenderungan pada preferensi pemilihan tujuan berbelanja sebelum dan sesudah berdirinya minimarket di kawasan Kecamatan Blimbing. Berdasarkan jangkauan pelayanan, dapat diketahui bahwa semakin besar jangkauan minimarket, maka akan semakin banyak toko yang terfriksi dengan jangkauan pelayanannya. Semakin jauh toko usaha kecil terhadap minimarket, pengaruh yang ditimbulkan akan semakin kecil.


(23)

Widiandra dan Sasana (2013) melakukan studi mengenai Analisis Dampak Keberadaan Pasar Modern terhadap Keuntungan Usaha Pedagang Pasar Tradisional (Studi Kasus di Pasar Tradisional Kecamatan Banyumanik Kota Semarang). Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak keberadaan pasar modern terhadap perubahan keuntungan yang diterima oleh pedagang pasar tradisional (Studi Kasus : Kecamatan Banyumanik). Dampak tersebut dilihat dari segi kenyamanan, jarak antar pasar modern dengan pasar tradisional dan kelengkapan produk yang nantinya akan mempengaruhi perubahan keuntungan pedagang pasar tradisional. Metode analisis menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kenyamanan terhadap keuntungan usaha tidak signifikan, artinya bahwa rendahnya tingkat kenyamanan pasar tidak mempengaruhi keuntungan usaha pedagang pasar tradisional. Pengaruh jarak terhadap keuntungan usaha adalah signifikan positif, artinya apabila jarak pasar lebih strategis maka keuntungan usaha akan meningkat. Pengaruh diversifikasi produk terhadap keuntungan usaha adalah signifikan positif, artinya apabila diversifikasi produk lebih beragam maka keuntungan usaha akan meningkat. Pengaruh harga terhadap keuntungan usaha adalah tidak signifikan positif, artinya apabila harga pasar relatif lebih terjangkau maka tidak mempengaruhi keuntungan usaha.

Sitorus (2008) melakukan studi mengenai Dampak Operasional Pasar Modern terhadap Dinamika Prefrensi Konsumen Pasar Tradisional di Kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan dampak operasi pasar modern yang mempengaruhi perubahan preferensi masyarakat dalam membeli di pasar tradisional dalam memelihara jumlah pembeli dan jejaring distributor barangnya serta menganalisis pengaruh perubahan omzet yang diterima oleh


(24)

pedagang pasar tradisional terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangganya. Penelitian survai dan wawancara mendalam dilakukan kepada pedagang di 2 (dua) pasar tradisional yaitu Pasar Peringgan dan Pasar Petisah dengan pendistribusian angket dan observasi atas perilaku pedagang tradisional dalam melakukan pelayanan pada pembelinya. Hasil penelitian ini, mendeskripsikan : (1) pasar adalah suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, (2) kegiatan perdagangan yang berlangsung di pasar tradisional Peringgan dan Petisah menunjukkan hubungan kegiatan produksi barang untuk dikonsumsi oleh sebahagian masyarakat Kota Medan dan sekitarnya, (3) perilaku responden dalam menekuni usahanya dibidang dagang untuk meningkatkan profesionalitas atas keuntungan yang diperoleh, (4) realitas fisik dan kondisi lingkungan sekitar pasar tradisional yang kumuh, tidak bersih, berhawa panas, rawan serta tidak nyaman merupakan sebab-sebab utama yang mempengaruhi preferensi pembeli untuk tetap memprioritaskan berbelanja di pasar tradisional, (5) kehadiran pasar modern menyebabkan berkurangnya jumlah pembeli dan semakin kecil total uang beredar atas pembelian barang yang di pasar Peringgan dan Petisah, kecuali menjelang tahun masuk sekolah, hari raya dan tahun baru. Selain itu, mengurangi keuntungan, menurunnya penghasilan pedagang pasar tradisional secara berkelanjutan, (6) persaingan menyebabkan pedagang pasar tradisional semakin terkalahkan terkait dengan kurangnya modal, jaringan distribusi barang dan strategi mempertahankan jumlah pembeli yang preferensi utamanya adalah berbelanja di pasar tradisional.

Susilo (2012) melakukan studi mengenai Dampak Operasi Pasar Modern terhadap Pendapatan Pedagang Pasar Tradisional di Kota Pekalongan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak dari pasar modern terhadap pendapatan


(25)

pedagang tradisional di Kota Pekalongan juga untuk membuktikan dampak pasar pasar modern terhadap pendapatan pedagang pasar tradisional di Kota Pekalongan. Metode analisis menggunakan alat analisis deskriptif dan Paired Sample Test. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan pendapatan pedagang pasar tradisional antara sebelum dan sesudah adanya pasar modern, walapun dari ranks dapat dilihat bahwa dari 150 orang pedagang hanya 39 yang terpengaruh dan sisanya 111 pedagang pasar tradisional tidak terpengaruh oleh kehadiran pasar modern, sehingga apabila dilihat secara deskriptip sebetulnya kehadiran pasar modern tidak begitu kuat berpengaruh terhadap pendapatan para pedagang pasar tradisional di Kota Pekalongan karena hanya mempengaruhi 39 pedagang dari 150 pedagang pasar tradisional sebagai sampel atau sekitar 26% saja.

Lufti (2013) melakukan studi mengenai Dampak Keberadaan Indomaret terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Pasar Tradisional di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak yang dhasilkan semenjak keberadaan gerai Indomaret di Kota Medan, khususnya di kecamatan Medan Marelan Kelurahan Terjun terhadap pedagang grosir yang ada di sekitar pasar tradisional. Teknik penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif–kualitatif yaitu dengan mengacu kepada strategi penelitian, seperti wawancara mendalam (deep interview) dan pengumpulan data melalui pemberitaan serta melakukan observasi terhadap aktivitas mereka yang diteliti. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada banyak dampak yang ditimbulkan dari pembangunan gerai indomaret di sekitar pasar tradisional maupun di sekitar pedagang grosir.

Mulyo (2012) melakukan studi mengenai Dampak Keberadaan Supermarket terhadap Pedagang Pasar Tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk


(26)

1) menganalisis pengaruh lokasi keberadaan Supermarket terhadap omzet penjualan di pasar tradisional; dan 2) menganalisis pengaruh harga produk di Supermarket terhadap omzet penjualan di pasar tradisional dan mengetahui variabel apa yang paling berpengaruh terhadap omzet penjualan di pasar tradisional. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian survei. Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier berganda dengan menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel lokasi supermarket, harga jual barang, dan promosi berpengaruh signifikan secara simultan terhadap omzet pedagang di pasar tradisional. Hasil ini dibuktikan dengan nilai F hitung> F tabel (19.899 > 2,9752). Hasil uji secara parsial dengan menggunakan uji t dapat diketahui bahwa variabel lokasi supermarket, dan harga jual barang tidak berpengaruh secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap omzet pedagang di pasar tradisional. Variabel promosi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap omzet pedagang di pasar tradisional.

2.2 Pengertian Pasar

Pasar merupakan tempat bertemunya antara pembeli dan penjual untuk melakukan pertukaran atas barang dan jasa. Campbell (1990) mendefinisikan pasar sebagai institusi atau mekanisme di mana pembeli dan penjual bertemu dan secara bersama-sama mengadakan pertukaran barang dan jasa. Selanjutnya Stanton (1996) mendefinisikan pasar sebagai orang-orang yang mempunyai kebutuhan untuk dipuaskan, mempunyai uang untuk dibelanjakan dan kemauan untuk membelanjakan uang. Pasar merupakan tempat pembeli bertemu dengan penjual, barang-barang atau jasa-jasa ditawarkan untuk dijual dan kemudian terjadi pemindahan hak milik.


(27)

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres RI) Nomor 112 Tahun 2007 pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

Pasar dalam arti sempit adalah tempat permintaan dan penawaran bertemu, dalam hal ini lebih ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih ke arah pasar modern. Permintaan dan Penawaran dapat berupa barang atau jasa. Secara umum pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli (Wikipedia

dalam Hadiwiyono, 2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan pasar sebagai tempat orang berjual beli, yang berarti merupakan organisasi dimana penjual dan pembeli dapat saling berhubungan dengan mudah.

Damsar (1997) menyatakan istilah pasar dalam kajian sosiologi ekonomi diartikan sebagai salah satu lembaga paling penting dalam institusi ekonomi yang menggerakkan dinamika kehidupan ekonomi, berfungsinya pasar tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang. Aspek yang tidak kalah menarik dalam pasar adalah aspek ruang dan waktu serta tawar-menawar yang terjadi di pasar. Ada beberapa aktor ekonomi yang berperan dalam pasar yaitu : 1. Pembeli, yang terdiri dari beberapa tipe, yaitu: a) Pengunjung yaitu mereka

yang datang ke lokasi pasar tanpa mempunyai tujuan untuk melakukan pembelian terhadap sesuatu barang atau jasa. Mereka adalah orang-orang yang menghabiskan waktu luangnya di lokasi pasar; b) Pembeli yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud untuk membeli suatu barang atau jasa, tetapi tidak mempunyai tujuan ke (di) mana akan membelil dan c) Pelanggan yaitu mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud membeli sesuatu


(28)

barang atau jasa dan punya arah tujuan yang pasti ke (di) mana akan membeli. Seseorang yang menjadi pembeli tetap dari seorang penjual tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui proses interaksi sosial. Tawar-menawar antara penjual dan pelanggan dapat dikatakan jarang terjadi, karena penjual telah menetapkan harga yang keuntungannya mendekati batas margin.

2. Pedagang, yaitu orang atau institusi yang memperjualbelikan produk atau barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung. Sosiologi ekonomi membedakan pedagang berdasarkan penggunaan dan pengelolaan pendapatan yang dihasilkan dari perdagangan dan hubungannya dengan ekonomi keluarga. Pedagang dapat dibagi atas : a) Pedagang profesional yaitu pedagang yang menganggap aktivitas perdagangan merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi keluargal b) Pedagang semi profesional adalah pedagang yang mengakui aktivitasnya untuk memperoleh uang, tetapi pendapatan dari hasil perdagangan merupakan sumber tambahan bagi ekonomi keluarga. Derajat tambahan tersebut berbeda pada setiap orang dan masyarakatl c) Pedagang subsistensi merupakan pedagang yang menjual produk atau barang dari hasil aktivitas atas substensi untuk memenuhi ekonomi rumah tangga dan d) Pedagang semu adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan karena hobi atau untuk mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu luang. Pedagang jenis ini tidak mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai sarana untuk memperoleh uang, malahan mungkin saja sebaliknya ia akan memperoleh kerugian dalam berdagang.


(29)

Mankiw (2003) mendefinisikan pasar sebagai sekumpulan pembeli dan penjual dari sebuah barang atau jasa tertentu. Para pembeli sebagai sebuah kelompok menentukan permintaan terhadap produk, dan para penjual sebagai kelompok menentukan penawaran terhadap produk. Menurut kelas atau mutu dari pelayanan yang diberikan suatu pasar dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern.

2.2.1. Pasar Modern

Pasar modern merupakan pasar dimana penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang, berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama.

Sinaga dalam Aryani (2011) mendefinisikan pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas menengah ke atas). Zumrotin (2002) menyatakan pasar modern adalah pasar yang umumnya dimiliki oleh pemodal kuat, mempunyai kemampuan untuk menggaet konsumen dengan cara memberikan hadiah langsung, hadiah khusus, dan juga discount-discount

menarik.

Azimah et al (2013) menyatakan pasar modern adalah tempat penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga (termasuk kebutuhan sehari-hari), dimana penjualan dilakukan secara eceran dan dengan cara swalayan (konsumen


(30)

mengambil sendiri barang dari rak dagangan dan membayar ke kasir). Pasar modern dapat berbentuk Hypermarket, Supermarket, Minimarket, Department Store maupun perkulakan

Barang yang dijual memiliki variasi jenis yang beragam. Selain menyediakan barang lokal, pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual mempunyai kualitas yang relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian yang ketat sehingga barang yang tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan di tolak. Dari segi kuantitas, pasar modern umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki label harga yang pasti. Pasar modern juga mmberikan pelayanan yang baik dengan adanya pendingin udara yang sejuk, suasana nyaman dan bersih. Dalam pasar modern penjual dan pembeli tidak bertransaksi secara langsung, tapi melalui kasir dan pramuniaga yang melayani pembeli. Rantai distribusi pada pasar ini adalah produsen – distributor –pengecer/konsumen.

Menurut Kotler (2000) macam-macam pasar modern diantaranya :

1. Minimarket: gerai yang menjual produk-produk eceran seperti warung kelontong dengan fasilitas pelayanan yang lebih modern. Luas ruang

minimarket adalah antara 50 m2 sampai 200 m2.

2. Convenience store: gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, dan luas ruangan,dan lokasi.

Convenience store ada yang dengan luas ruangan antara 200 m2 hingga 450 m2 dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari harga minimarket.


(31)

3. Special store: merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal.

4. Factory outlet: merupakan toko yang dimiliki perusahaan/pabrik yang menjual produk perusahaan tersebut, menghentikan perdagangan, membatalkan order dan kadang-kadang menjual barang kualitas nomor satu.

5. Distro (Disribution Store): jenis toko di Indonesia yang menjual pakaian dan aksesoris yang dititipkan oleh pembuat pakaian, atau diproduksi sendiri.

6. Supermarket: mempunyai luas 300-1100 m2 yang kecil sedang yang besar 1100-2300 m2

7. Perkulakan atau gudang rabat: menjual produk dalam kuantitas besar kepada pembeli non-konsumen akhir untuk tujuan dijual kembali atau pemakaian bisnis.

8. Super store: adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap dan luas yang lebih besar dari supermarket

9. Hipermarket: luas ruangan di atas 5000 m2

10.Pusat belanja yang terdiri dua macam yaitu mall dan trade center.

2.2.2. Pasar Tradisional

Menurut Peraturan Presiden No 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya


(32)

masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

Barang yang dijual dipasar tradisional umumnya barang-barang lokal dan ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, barang yang dijual di pasar tradisional dapat terjadi tanpa melalui penyortiran yang kurang ketat. Dari segi kuantitas, jumlah barang yang disediakan tidak terlalu banyak sehingga apabila ada barang yang dicari tidak ditemukan di satu kios tertentu, maka dapat dicari ke kios lain. Rantai distribusi pada pasar tradisional terdiri dari produsen, distributor, sub distributor, pengecer, konsumen (Azimah, et al, 2013).

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti : bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar (Wikipedia dalam Hadiwiyono, 2011).

Pangestu (2007) mengemukakan pasar tradisional dikenal sebagai pasar yang bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan (ruang tempat usaha sempit, sarana parkir yang kurang memadai, kurang menjaga kebersihan pasar, dan penerangan kurang baik). Barang-barang yang diperdagangkan adalah barang kebutuhan sehari-hari dengan mutu barang yang kurang diperhatikan, harga barang relatif murah, dan cara pembelanjaanya


(33)

dengan sistem tawar menawar. Para pedagangnya sebagian besar adalah golongan ekonomi lemah dan cara berdagangnya kurang profesional.

Dalam hal mata rantai pasokan, 40% pedagang menggunakan pemasok profesional, sementara 60% lainnya mendapatkan barangnya dari pusat-pusat perkulakan. Hampir 90% pedagang membayar tunai kepada pemasok. Keadaan ini berarti bahwa pedagang di pasar tradisional sepenuhnya menanggung resiko kerugian dari usaha dagangnya. Ini berbeda dengan supermarket yang umumnya menggunakan metode konsinyasi atau kredit. Terkait dengan modal usaha, 88% pedagang menggunakan modal sendiri yang berarti minimnya akses atau keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial untuk mendanai bisnisnya. Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam memperluas kegiatan bisnis mereka (Suryadarma, et al. 2007).

Kekuatan pasar tradisional dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut di antaranya harganya yang lebih murah dan bisa ditawar, dekat dengan permukiman, dan memberikan banyak pilihan produk yang segar. Kelebihan lainnya adalah pengalaman berbelanja yang luar biasa, dimana bisa melihat dan memegang secara langsung produk yang umumnya masih sangat segar. Kelemahan pasar tradisional antara lain adalah kesan bahwa pasar terlihat becek, kotor, bau dan terlalu padat lalu lintas pembelinya (Esther dan Didik, 2003). Selain kelemahan-kelemahan di atas, faktor desain dan tampilan pasar, atmosfir, tata ruang, tata letak, keragaman dan kualitas barang, promosi pengeluaran, jam operasional pasar yang terbatas, serta optimalisasi pemanfaatan ruang jual merupakan kelemahan terbesar pasar tradisional dalam menghadapi persaingan dengan pasar modern (Ekapribadi, 2007).


(34)

2.2.3. Dualisme Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Dikotomi antara pasar tradisional dan pasar modern sesungguhnya tidak hanya bersumber dari arsitektur bangunan atau manajemen pengelolaannya, melainkan bersumber dari pemaknaan tentang konsepsi pasar sebagai tempat berlangsungnya transaksi ekonomi. Konsep tentang pasar dapat dipahami dari berbagai perspektif, seperti perspektif ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik. Dalam perspektif ekonomi, konsep tentang pasar (dalam pengertian luas, sebagai tempat bertemunya permintaan dan penawaran) terbentuk sebagai salah satu implikasi dari proses perubahan masyarakat menuju masyarakat kapitalis (Paskarina, et al, 2007).

Dikotomi antara pasar tradisional dan pasar modern menimbulkan dualisme. Dualisme artinya bahwa dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya sosial yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing–masing berkembang secara penuh serta saling mempengaruhi. Dalam dualisme masyarakat, salah satu sistem sosial yang menonjol biasanya termaju, diimpor dari luar negeri dan hidup dalam lingkungan baru tanpa berhasil menyisihkan atau menyerap sistem sosial lain yang telah lama tumbuh disitu. Akibatnya, dari sistem kedua ini tidak ada yang meluas, dan malah keduanya menjadi ciri khas masyarakat yang bersangkutan.

Dualisme ekonomi yaitu kegiatan ekonomi dan keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam masa tertentu, atau dalam suatu sektor ekonomi tertentu yang memiliki sifat tidak seragam. Dualisme ekonomi ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi modern. Kelompok ekonomi tradisional berarti kegiatan ataupun keadaan ekonomi yang ada masih dikuasai oleh unsur ketradisionalan. Kelompok ekonomi modern, berarti berbagai


(35)

kegiatan dan keadaan ekonomi yang sedang berlangsung dikuasai oleh unsur – unsur yang bersifat modern. Menurut Boeke dalam Agustia (2009), dualisme sosial adalah bahwa dalam masyarakat terdapat dua sistem yang berbeda, dan keduanya hidup saling berdampingan.

Mekanisme pasar ternyata menimbulkan dualisme kegiatan ekonomi khususnya perdagangan yang selanjutnya akan menunjuk pula pada dualisme aspek-aspek lainnya seperti, distribusi penggunaan lahan, kondisi lingkungan, dan sosial budaya. Pada kegiatan perdagangan biasanya muncul kelompok superior

yang mendominasi kelompok inferior. Muncul pasar/toko modern di tengah keberadaan pasar-pasar tradisional.

Dualisme (dualism) berasal dari terminologi Regional Economy yakni terjadinya coexistency (hadir secara bersamaan) dalam suatu waktu atau dalam suatu wilayah yang sama dari situasi atau kondisi. Biasanya yang satu dikehendaki yang lainnya tidak atau yang satu merupakan komponen superior, yang lainnya inferior, yang kedua-duanya eksklusif/ penting bagi kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya sektor ekonomi modern dengan sektor ekonomi tradisional, aktifitas perdagangan formal dengan perdagangan informal, gaya hidup kontemporer dengan tradisional, yang menunjukkan pada dualisme aspek-aspek lainnya (fisik, lingkungan, guna lahan, sosial budaya, dan sebagainya). Dualisme (pasar modern vs pasar tradisional) ini, salah satu akibat dalam perkembangan wilayah perdagangan Adanya perbedaan dalam pengelolaan dan pengaturan pertanahan atau pengaturan zonasi seringkali tidak terhitungkan dalam penyediaan ruang (pola ruang) yang direncanakan yang akhirnya menimbulkan friksi serta sikap pro dan kontra terhadap kehadirannya (Djumantri, 2010).


(36)

Boeke dalam Paskarina, et al. (2007) menerangkan fenomena terbentuknya pasar dalam kerangka pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat kapitalistik. Menurutnya, perbedaan yang paling mendasar antara masyarakat prakapitalistik dengan masyarakat kapitalistik terletak dalam hal orientasi kegiatan ekonominya. Masyarakat dalam tingkatan prakapitalistik berupaya untuk mempertahankan tingkat pendapatan yang diperolehnya, sedangkan masyarakat dalam tingkatan kapitalistik tinggi berupaya untuk mendapatkan laba maksimum.

Perbedaan orientasi ekonomi tersebut melahirkan nilai-nilai sosial dan budaya yang membentuk pemahaman terhadap keberadaan pasar dalam kedua kategori masyarakat tersebut. Dalam masyarakat kapitalistik, individu secara otonom menentukan keputusan bebas, dimana pasar merupakan kolektivitas keputusan bebas antara produsen dan konsumen (Sastradipoera, 2006). Jika keputusan produsen ditentukan oleh biaya alternatif, harapan laba, dan harapan harga pasar, maka keputusan konsumen ditentukan oleh daya beli, pendapatan minus tabungan, harga dan harapan harga komoditas, serta faktor individual (minat, dan kebutuhan). Dalam masyarakat prakapitalistik, sebaliknya, kolektivisme menentukan keputusan individual. Pasar dalam masyarakat seperti itu merupakan pertemuan sosial, ekonomi, dan kultural. Jika keputusan produsen lebih ditentukan oleh harapan untuk mempertahankan posisi pendapatan yang telah dicapai, maka keputusan konsumen lebih dekat pada nilai kolektif yang dapat diraihnya.

Nilai kolektivitas menjadi pembeda dalam pemahaman tentang konsepsi pasar di kalangan masyarakat prakapitalistik dan masyarakat kapitalistik. Bagi masyarakat prakapitalistik yang ciri-cirinya tampak dalam kelompok masyarakat


(37)

yang masih berpatokan pada kolektivitas, kegiatan ekonomi yang berlangsung di pasar (dalam arti tempat bertemunya penjual dan pembeli) masih sangat diwarnai oleh nuansa kultural yang menekankan pentingnya tatap muka, hubungan personal antara penjual dan pembeli (yang ditandai oleh loyalitas ‘langganan’), serta kedekatan hubungan sosial (yang ditandai konsep ‘tawar-menawar harga’ dalam membeli barang atau konsep ‘berhutang’). Karakteristik semacam ini pada kenyataannya tidak hanya ditemukan dalam masyarakat perdesaan, tapi juga dalam masyarakat perkotaan, yang bermukim di kota-kota besar di Indonesia. Kondisi semacam inilah yang kemudian memunculkan dualisme sosial, yang tampak dalam bentuk pertentangan antara sistem sosial yang berasal dari luar masyarakat dengan sistem sosial pribumi yang hidup dan bertahan di wilayah yang sama (Paskarina, et al, 2007).

Masuknya nilai-nilai baru, seperti kolektivitas rasional atau otonomi individu yang menjadi karakteristik masyarakat kapitalistik ternyata tidak diimbangi oleh pelembagaan nilai-nilai ini dalam dimensi kehidupan masyarakat. Kebiasaan sosial di kalangan masyarakat perkotaan yang seyogianya menampakkan ciri-ciri masyarakat kapitalistik, pada kenyataannya masih menunjukkan kebiasaan masyarakat prakapitalistik. Kondisi inilah yang kemudian memunculkan fenomena dualisme, seperti berkembangnya para pedagang kaki lima di sekitar mall. Dualisme sosial ini selanjutnya mengarah pada pola relasi yang timpang di mana salah satu pihak mendominasi pihak lain dan pihak lain berada dalam posisi termarginalkan, baik dalam kerangka struktural maupun kultural (Paskarina, et al, 2007).

Friedman dalam Sastradipoera (2006) menjelaskan bahwa kesenjangan dalam pola relasi tersebut disebabkan oleh ketimpangan dalam basis kekuasaan


(38)

sosial. Kemiskinan yang berkaitan dengan ketidakseimbangan dalam kekuatan tawar menawar di pasar terutama disebabkan oleh ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial tersebut. Beberapa penyebabnya adalah ketidaksamaan untuk memperoleh modal atau aktiva produktif, ketidaksamaan dalam memperoleh sumber-sumber finansial, ketidaksamaan dalam memasuki jaringan sosial untuk memperoleh peluang kerja, dan ketidaksamaan akses untuk menguasai informasi.

Ketimpangan yang muncul sebagai akibat ketidakseimbangan dalam kekuatan tawar menawar setidaknya memunculkan dua akibat, yakni: (1) hilangnya harga diri (self-esteem) karena pembangunan sistem dan pranata sosial dan ekonomi gagal mengembangkan martabat dan wibawa kemanusiaan; dan (2) lenyapnya kepercayaan pada diri sendiri (self-reliance) dari masyarakat yang berada dalam tahapan belum berkembang karena ketidakmandirian.

Kondisi ketidakseimbangan dalam hal bargaining position sebagaimana diuraikan di atas juga menjadi salah satu penyebab melemahnya kapasitas pasar tradisional dalam persaingan dengan pasar modern. Ruang bersaing pedagang pasar tradisional kini semakin terbatas. Bila selama ini pasar modern dianggap unggul dalam memberikan harga relatif lebih rendah untuk banyak komoditas, dengan fasilitas berbelanja yang jauh lebih baik, skala ekonomis pengecer modern yang cukup luas dan akses langsung mereka terhadap produsen dapat menurunkan harga pokok penjualan mereka sehingga mereka mampu menawarkan harga yang lebih rendah. Sebaliknya para pedagang pasar tradisional, mereka umumnya mempunyai skala yang kecil dan menghadapi rantai pemasaran yang cukup panjang untuk membeli barang yang akan dijualnya. Akibatnya, keunggulan biaya rendah pedagang tradisional kini mulai terkikis (Paskarina, et al, 2007).


(39)

Keunggulan pasar tradisional mungkin juga didapat dari lokasi. Masyarakat akan lebih suka berbelanja ke pasar-pasar yang lokasinya lebih dekat. Akan tetapi pusat-pusat perbelanjaan modern terus berkembang memburu lokasi-lokasi potensial. Dengan semakin marak dan tersebarnya lokasi-lokasi pusat perbelanjaan modern maka keunggulan lokasi juga akan semakin hilang. Kedekatan lokasi kini tidak lagi dapat dijadikan sumber keunggulan bagi pasar tradisional (Paskarina, et al, 2007).

Upaya untuk menyeimbangkan kedudukan pasar tradisional dengan pasar modern belum secara konkret dilakukan karena tidak ada kebijakan yang mendukung pasar tradisional, misalnya dalam hal pembelian produk pertanian tidak ada subsidi dari pemerintah sehingga produk yang masuk ke pasar tradisional kalah bersaing dalam hal kualitas dengan produk yang masuk ke pasar modern. Bahkan dewasa ini berkembang pengkategorian pasar yang cenderung memarginalkan masyarakat, seperti pasar tradisional untuk masyarakat berdaya beli menengah ke bawah tapi kualitas barang yang dijual tidak sesuai standar, sementara pasar modern untuk masyarakat menengah ke atas dengan kualitas produk sesuai bahkan melebihi standar minimal.

Kategorisasi semacam itu memunculkan kesenjangan dan kecemburuan sosial bukan hanya antara pasar tradisional dengan pasar modern, tapi semakin meluas mengarah pada konflik horizontal di masyarakat. Pembedaan kategori pasar tradisional dan pasar modern juga menunjukkan stigmatisasi dan diskriminatif. Padahal konsep pasar modern kenyataannya lebih sarat dengan makna konsumtif dibandingkan makna sebagai ruang sosial lintas strata masyarakat (Paskarina, et al, 2007).


(40)

Pasar modern pada umumnya diisi oleh retailer (pengecer besar), baik perusahaan pengecer dengan skala lokal maupun nasional. Mereka ini merupakan pesaing yang mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional. Oleh karena itulah modernisasi pasar dengan manajemen pengelolaan secara modern baik dari sistem pengelolaan maupun kelembagaannya perlu ditingkatkan untuk mengembangkan perekonomian pedagang kecil serta pemacu pertumbuhan ekonomi daerah.

2.2.4. Keuntungan

Keuntungan atau laba dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu 1) Laba dalam investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk di dalamnya, antar adalah dalam hal pendefinisian biaya (Yani, 2013).

Sitio dalam Wijayanti (2011) menyatakan tingkat keuntungan pada setiap perusahaan biasanya berbeda pada setiap jenis industri, baik perusahaan yang bergerak di bidang tekstil, baja, farmasi, komputer, alat perkantoran, dan lain-lain. Terdapat beberapa teori yang menerangkan perbedaan ini sebagai :

1. Teori Laba Menanggung Resiko (Risk-Bearing Theory of Profit), yaitu keuntungan ekonomi diatas normal akan diperoleh perusahaan dengan resiko di atas rata-rata.

2. Teori Laba Friksional (Frictional Theory of Profit), yaitumenekankan bahwa keuntungan meningkat sebagai suatu hasil dari friksi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium).


(41)

3. Teori Laba Monopoli (Monopoly Theory of Profit), yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan dengan kekuatan monopoli dapat membatasi output dan menetapkan harga yang lebih tinggi daripada bila perusahaan beroperasi dalam kondisi persaingan sempurna. Dengan demikian perusahaan menikmati keuntungan.

4. Teori Laba Inovasi (Innovation Theory of Profit), yaitu laba diperoleh karena keberhasilan perusahaan dalam melakukan inovasi.

5. Teori Laba Efisiensi Manajerial (Managerial Efficiency Theory of Profit),

yaitu menekankan bahwa perusahaan yang dikelola secara efisien akan memperoleh laba diatas rata-rata laba normal.

Keuntungan yang tinggi merupakan insentif bagi perusahaan untuk meningkatkan outputnya dalam jangka panjang. Sebaliknya, laba yang rendah atau rugi adalah pertanda bahwa konsumen menginginkan kurang dari produk/komoditi yang ditangani dan metode produksinya tidak efisien. Keuntungan diperoleh dari hasil mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan

dari hasil penjualan yang diperoleh (π=TR-TC).

2.2.5. Omzet Penjualan

Kata omzet berarti jumlah, sedang penjualan berarti kegiatan menjual barang yang bertujuan mencari laba/pendapatan. Jadi omzet penjualan berarti Jumlah penghasilan/laba yang diperoleh dari hasil menjual barang/jasa. Sutamto

dalam Wijayanti (2011) menyatakan penjualan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang dan jasa kebutuhan yang telah dihasilkannya kepada mereka yang membutuhkan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan sebelumnya.


(42)

Chaniago (2002) mendefinisikan omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah pendapatan yang didapat dari hasil penjualan suatu barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu. Swastha dan Irawana (2005) mendefinisikan omzet penjualan sebagai akumulasi dari kegiatan penjualan suatu produk barang-barang dan jasa yang dihitung secara keseluruhan selama kurun waktu tertentu secara terus menerus atau dalam satu proses akuntansi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa omzet penjualan adalah keseluruhan jumlah penjualan barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh dan berdasarkan volume. Seorang pengelola usaha dituntut untuk selalu meningkatkan omzet penjualan dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Hal ini diperlukan kemampuan dalam mengelola modal terutama modal kerja agar kegiatan operasional perusahaan dapat terjamin kelangsungannya.

2.2.6. Diversifikasi Produk

Diversifikasi merupakan usaha memperluas beberapa macam barang yang akan dijual dalam sebuah strategi perusahaan untuk menaikkan penetrasi pasar. Alasan yang mendorong suatu perusahaan mengadakan diversifikasi produk, yaitu: a) Keinginan mengadakan perluasan usaha menjadi pendorong utama; dan b) Kegiatan menjadi serba besar, sehingga mendapatkan keuntungan juga lebih besar, karena diproduksikan sejumlah besar barang yang dibutuhkan konsumen atau paling tidak pendapatan stabil, hal ini disebabkan kerugian menjual barang yang satu dapat ditutup dengan keuntungan menjual barang yang lain.

Diversifikasi produk merupakan salah satu cara untuk meningkatkan volume penjualan yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Diversifikasi produk


(43)

adalah upaya yang dilakukan pengusaha/produsen/ perusahaan untuk mengusahakan atau memasarkan beberapa produk yang sejenis dengan produk yang sudah dipasarkan sebelumnya. Ismanthono (2006) mengemukakan diversifikasi produk adalah upaya perusahaan untuk meningkatkan penjualan melalui penganekaragaman produk, baik lewat pengembangan produk baru atau mengembangkan produk yang sudah ada.

Tjiptono (2005) mendefinisikan diversifikasi sebagai upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yang baru, atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas. Diversifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :

1. Diversifikasi konsentris, dimana produk-produk baru yang diperkenalkan memiliki kaitan atau hubungan dalam pemasaran atau teknologi dengan produk yang sudah ada.

2. Diversifikasi horizontal, dimana perusahaan menambah produk-produk baru yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama.

3. Diversifikasi konglomerat, dimana produk-produk yang dihasilkan sama sekali baru, tidak memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi dengan produk yang sudah ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda.

Secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan dengan berbagai tujuan diantaranya :

1. Meningkatkan pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap kedewasaan dalam Product Life Cycle (PLC).

2. Menjaga stabilitas dengan jalan menyebarkan resiko fluktuasi laba. 3. Meningkatkan kredibilitas di pasar modal.


(44)

Untuk mengurangi resiko yang melekat dalam strategi diversifikasi, unit bisnis seharusnya memperhatikan hal-hal berikut :

1. Mendiversifikasi kegiatan-kegiatannya hanya bila peluang produk/pasar yang ada terbatas.

2. Memiliki pemahaman yang baik dalam bidang-bidang yang didiversifikasi. 3. Memberikan dukungan yang memadai pada produk yang diperkenalkan. 4. Memprediksi pengaruh diversifikasi terhadap lini produk yang ada.

2.3. Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah adalah, daerah atau region, pada umumnya diartikan sebagai suatu ruang yang dianggap merupakan suatu kesatuan perkembangan kehidupan fisik, sosial maupun ekonomi. Miraza (2005) menyatakan wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif. Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, wilayah diartikan sebagai ruang yang merupakan satuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan


(45)

kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (Mulyanto, 2008).

Menurut Budiharsono (2005), pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar/aspek, yaitu (1) aspek biogeofisik; (2) aspek ekonomi; (3) aspek sosial budaya; (4) aspek kelembagaan; (5) aspek lokasi dan (6) aspek lingkungan. Aspek biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan. Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.


(46)

Pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan dan memperluas kesempatan kerja, memeratakan pendapatan, memperkecil disparitas kemakmuran antar daerah/regional serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia tapi dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable) (Todaro 2000). Pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakatnya guna mencapai cita-citanya. Perubahan yang terjadi diharapkan lebih mengarah kepada perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat (Suharyanto, 2007).

2.4.Kerangka Pemikiran

Plaza merupakan salah bentuk perbelanjaan modern yang ikut mendukung masyarakat untuk hidup praktis. Salah satu plaza yang ada di Kota Medan adalah Thamrin Plaza yang terletak di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area. Thamrin Plaza sebagai pasar modern berdiri di sebelah pasar tradisional Pasar Ramai yang telah ada sebelum Thamrin Plaza dibangun.

Pasar tradisional Pasar Ramai menunjukkan kawasan yang kurang tertata dan sarana/prasarana/fasilitas yang kurang baik dibanding Thamrin Plaza yang menunjukkan bersih dan public service-nya memuaskan, sehingga masyarakat lebih memilih berbelanja di Thamrin Plaza dengan berbagai pertimbangan, seperti kenyamanan, kebersihan, dan kualitas barang. Keberadaan Thamrin plaza dapat memberi dampak terhadap keuntungan, omzet penjualan, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar Thamrin Plaza yang membuka usaha.


(47)

Keberadaan Thamrin Plaza di sebelah pasar tradisional Pasar Ramai memberikan pengaruh terhadap perekonomian pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang membuka usaha di rumah karena dapat mengurangi keuntungan, omzet dan penjualan fisik dari pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar.

Keuntungan yang diperoleh seorang selalu mengalami perubahan. Perubahan pada keuntungan tersebut bisa perubahan keuntungan yang meningkat atau perubahan keuntungan yang menurun. Perubahan keuntungan yang terjadi di pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar adalah perubahan keuntungan yang menurun akibat dari munculnya Thamrin Plaza. Perubahan keuntungan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar dipengaruhi oleh beberapa hal seperti perubahan omzet penjualan, penjualan fisik dan diversifikasi produk.

Omzet penjualan yang diperoleh dari pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar dari hasil menjual barang bertujuan untuk mencari keuntungan/laba. Omzet penjualan mempunyai pengaruh yang positif terhadap keuntungan usaha. Jika omzet penjualan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar meningkat, maka besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar juga akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, bila omzet penjualan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar menurun maka keuntungan yang diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar juga akan menurun.

Penjualan fisik adalah rata-rata penjualan barang-barang dari pedagang Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang membuka usaha seperti ikan, daging,


(48)

beras, gula, buah-buahan, sayur-sayuran, aksesoris dan pakaian. Penjualan fisik mempunyai pengaruh yang positif terhadap keuntungan usaha. Jika penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar meningkat, maka besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar juga akan meningkat. Jika penjualan fisik pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar menurun maka keuntungan yang diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar juga akan menurun.

Diversifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah diversifikasi horizontal, dimana dimana perusahaan menambah produk-produk baru yang tidak berkaitan dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama. Diversifikasi produk yang dijual pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar merupakan salah satu inovasi yang dilakukan untuk meningkatkan besarnya keuntungan pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya Thamrin Plaza Adanya kebiasaan khusus seseorang dan karakteristik daerah yang berbeda di suatu tempat dengan tempat lainnya, perlu ada diversifikasi produk untuk memenuhi konsumen dengan segmen pasar yang berbeda.

Mempunyai produk yang berbeda dengan Thamrin Plaza dan memiliki keunggulan yang lebih, akan meningkatkan omzet penjualan dari pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar. Dimana peningkatan omzet tersebut juga dapat meningkatkan tingkat keuntungan usaha pedagang pasar tradisional Pasar Ramai. Dengan kata lain, jika pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar memiliki diversifikasi produk dengan Thamrin Plaza maka keuntungan yang diperoleh pedagang pasar tradisional Pasar Ramai


(49)

dan masyarakat sekitar lebih besar daripada pedagang pasar tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang tidak memiliki diversifikasi produk dengan Thamrin Plaza.

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian 2.5. Hipotesis

1. Omzet penjualan, keuntungan usaha, jumlah pegawai dan penjualan fisik pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar menunjukkan adanya perubahan penurunan akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza. 2. Perubahan omzet penjualan, perubahan penjualan fisik dan diversifikasi

produk berpengaruh signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza.

Pasar

Pengembangan Wilayah Kecamatan Medan Area

Pasar Tradisional

Pasar Ramai dan Masyarakat Sekitar Pasar Modern

Thamrin Plaza

Pengaruh

Omzet Penjualan Keuntungan Jumlah Pegawai Penjualan Fisik

Dampak Kondisi

Sarana, Prasarana dan Fasilitas

Perubahan Omzet, Perubahan Penjualan Fisik dan

Diversifikasi Produk terhadap Perubahan Keuntungan


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area. Alasan pemilihan lokasi penelitian disebabkan pasar modern Thamrin Plaza dan pasar tradisional Pasar Ramai berdiri bersebelahan dan berada di wilayah Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area. Selain itu adanya dampak bagi


(51)

pedagang pasar tradisional dan masyarakat sekitar yang membuka usaha setelah beroperasionalnya pasar modern Thamrin Plaza.

3.2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian survai. Penelitian survai adalah sebagai penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Jenis penelitian ini berdasarkan jenis datanya tergolong penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif menurut Sangadji dan Sopiah (2010), adalah penelitian yang datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis dengan teknik statistik Penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya dalam bentuk verbal dan dianalisis tanpa menggunakan teknik statistik.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang Pasar Ramai dan masyarakat yang membuka usaha di sekitar Thamrin Plaza. Berdasarkan hasil survey dan mengadakan wawancara dengan aparatur pengelola Pasar Ramai diperoleh bahwa jumlah pedagang Pasar Ramai sebanyak 314 orang dan masyarakat yang membuka usaha sebanyak 73 orang, sehingga diperoleh populasi sebanyak 387 orang.

Untuk memudahkan penelitian perlu ditetapkan sampel. Sampel adalah bagian dari jumlah dana karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purvosive sampling. Kriteria pengambilan sampel adalah pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang


(52)

dilakukan secara turun temurun oleh keluarga yang telah berjualan sebelum dibangunnya Thamrin Plaza.

Selanjutnya dengan menggunakan rumus Slovin maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 79 orang sampel responden. Perinciannya adalah sebagai berikut :

N 387

n = = = 387/4.87 = 79

1+ Nd² 1 + (387 x 0,01) Keterangan :

n = Sampel N = Populasi

d = Presesi (10%) = 0,1

Sampel responden diambil secara proporsional berdasarkan jumlah populasi pedagang Pasar Ramai dan masyarakat.

Tabel 3.1. Populasi dan Sampel Responden

No Kriteria Populasi

(Jumlah)

Sampel Responden

1 Pedagang Pasar Ramai 314 314/387 x 79 = 64

2 Masyarakat Sekitar 73 73/387 x 79 = 15

Jumlah 387 79

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer bersumber dari masyarakat responden, yakni melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan pihak yang berkompeten. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi lembaga/instansi seperti Dinas Pasar dan BPS Kota Medan.


(53)

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Studi Kepustakaan, yaitu membaca dan mengumpulkan bahan-bahan, dokumen serta buku-buku yang memberikan informasi berkaitan dengan penelitian ini.

b. Observasi, yaitu mengumpulkan informasi dengan cara melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap aktivitas objek penelitian.

c. Wawancara, yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada responden yang terkait dengan objek penelitian.

Alat pengumpulan data yang dipakai pada peneltian ini adalah :

1. Pedoman wawancara, dilakukan untuk menggali informasi secara mendalam melalui pokok-pokok pertanyaan yang dijadikan pegangan peneliti.

2. Kuesioner, yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner yang bersifat tertutup, yaitu kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan yang sudah disediakan alternatif jawabannya.

3.6. Model Analisis Data

1. Untuk menjawab perumusan masalah pertama menggunakan analisis deskriptif

secara kuantitatif dalam bentuk tabel tabulasi frekuensi dan hal-hal yang tidak bisa dianalisis secara kuantitatif akan dianalisis secara kualitatif, dengan cara menganalisis data dari jawaban responden yang telah tersusun dalam bentuk pertanyaan, sehingga dapat diketahui keadaan yang sebenarnya.

2. Untuk menjawab perumusan masalah kedua dan menguji hipotesis penelitian dalam

hal ini omzet penjualan, keuntungan usaha, dan jumlah pegawai pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar menunjukkan adanya perubahan akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza menggunakan alat uji beda rata-rata

untuk sampel berpasangan (paired samples test t test), dengan rumus yang


(54)

      + − = 2 1 2 2 , 1 1 1 n n p S x x

t i i

Dimana :

t = uji beda

1

x ,1 = Rata-rata omzet penjualan, keuntungan usaha, dan jumlah pegawai sebelum ada pasar modern Thamrin Plaza

2

x ,1 = Rata-rata omzet penjualan, keuntungan usaha, dan jumlah pegawai Sesudah ada pasar modern Thamrin Plaza

n1 = Jumlah responden sebelum ada pasar modern Thamrin Plaza n2 = Jumlah responden sesudah ada pasar modern Thamrin Plaza s2p = Simpangan Baku berpasangan

Hipotesis :

Ho : Omzet penjualan, keuntungan usaha dan jumlah pegawai pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar sebelum dan sesudah ada Pasar Modern Thamrin Plaza tidak berpengaruh signifikan.

Ha : Omzet penjualan, keuntungan usaha dan jumlah pegawai pedagang Pasar Tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar sebelum dan sesudah ada Pasar Modern Thamrin Plaza tidak berpengaruh signifikan.

Kriteria pengambilan keputusan dalam uji beda rata-rata untuk sampel berpasangan (paired samples test t test), adalah sebagai berikut :

Jika probabilitas < 0,05, Ha diterima, Ho ditolak Jika probabilitas > 0,05, Ha ditolak, Ho diterima

Kriterian pengambilan keputusan dapat juga dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel :


(55)

Ho diterima jika thitung < ttabel pada α = 5%

Ho ditolak (Ha diterima) jika thitung > ttabel pada α = 5%

Sedangkan mengenai penjualan fisik sebelum dan sesudah adanya pasar Modern Thamrin Plaza menggunakan metode Wilcoxon Match Pair Test. Rumus uji Wilcoxon yang digunakan apabila sampel lebih besar dari 25 menurut Riwidikdo (2007) adalah :

Keterangan :

z = hasil uji Wilcoxon

T = total jenjang (selisih) terkecil antara nilai pre dengan post test

n = jumlah sampel

3. Untuk menjawab perumusan masalah ketiga dan hipotesis penelitian mengenai

perubahan omzet penjualan, perubahan penjualan fisik dan diversifikasi produk berpengaruh signifikan terhadap perubahan keuntungan usaha pedagang tradisional Pasar Ramai dan masyarakat sekitar akibat munculnya pasar modern Thamrin Plaza digunakan alat analisis regresi linier berganda, dengan persamaan :

Y = a + bX1 + bX2 + bX3 + µ dimana :

Y = Perubahan keuntungan usaha (%) X1 = Perubahan omzet penjualan (%) X2 = Perubahan penjualan fisik (skala)


(56)

X3 = Diversifikasi produk (dummy) a = konstanta

b = koefisien regresi µ = Error term

3.6.1. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi maka diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi :

3.6.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji statistik dilakukan uji one sample Kolmogorov Smirnov Test, jika nilai

Kolmogorov Smirnov signifikannya di atas α = 0,05, maka Ho diterima yang

berarti data residual berdistribusi normal (Ghozali, 2006).

3.6.1.2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model. Selain itu deteksi terhadap multikolinieritas juga bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh


(57)

pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Deteksi multikolinieritas pada suatu model dapat dilihat jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. VIF = 1/Tolerance, maka jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1 (Ghozali, 2005).

3.6.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki kesamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan pengamatan yang lain, atau homokesdastisitas, dengan kata lain tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara memprediksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot model tersebut. Bila titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji statistik dilakukan dengan uji Glejser, jika variabel independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Ut (AbsUt), maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).

3.6.2. Pengujian Hipotesis

Model penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat) secara simultan dan parsial. Pengujian secara parsial menggunakan uji t (t-test) dengan tingkat signifikansi (α = 5%). Jika t hitung > t tabel maka terdapat pengaruh, sebaliknya jika t hitung < t tabel maka tidak ada pengaruh yang terjadi. Pengujian secara


(58)

simultan menggunakan Uji F (F-test) dengan tingkat signifikansi (α = 5%). Jika F hitung > F tabel maka terdapat pengaruh, sebaliknya jika F hitung < F tabel maka tidak ada pengaruh yang terjadi. Jika nilai probabilitas < tingkat signifikansi berarti signifikan, sebaliknya jika nilai probabilitas > tingkat signifikan maka tidak signifikan.

Pengujian Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan satu. Nilai R2yang semakin kecil mendekati nol menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas, bila R2 semakin besar mendekati 1 menunjukkan bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).

3.7. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Sarana dan prasarana adalah segala sesuatu yang dapat di pakai sebagai alat dan bahan untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu kegiatan pasar tradisional dan pasar modern, seperti listrik, air PDAM dan lantai.

2. Fasilitas adalah sarana dan prasarana penunjang pasar tradisional dan pasar modern seperti kamar mandi/wc, kebersihan, kenyamanan dan keamanan pasar tradisional dan pasar modern.

3. Keuntungan adalah rata-rata pendapatan bersih pedagang Pasar Ramai dan masyarakat sekitar yang membuka usaha sebelum dan sesudah adanya pasar modern Thamrin Plaza, yang diukur berdasar Rp/bulan dan skala


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)