16
4 Untuk menahan beban lentur selama balok dipindahkan sebelum dilakukan
stressing
Gambar 2.9. Tulangan Non-Prategang Penahan Lentur 5
Untuk menahan retak dan menambah kekuatan penampang setelah retak
Gambar 2.10. Tulangan Non-Prategang Penahan Retak
II.3 Keuntungan Beton Prategang
Adapun keuntungan penggunaan beton prategang menurut Andri Budiadi
adalah :
1.
Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang
2.
Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya
3.
Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan
4. Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi
jembatan segmen
Universitas Sumatera Utara
17
5. Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur
pelat dan cangkang, struktur tangki, struktur pracetak, dan lain-lain.
6. Pada penampang yang diberi penegangan, tegangan tarik dapat dieliminasi
karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban yang akan diterima.
II.4 Kekurangan Beton Prategang
Sedangkan kekurangan struktur beton prategang relatif lebih sedikit
dibanding berbagai kelebihannya, diantaranya :
1. Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel,
dan lain-lain.
2. Memerlukan keahlian khusus baik dalam perencanaan maupun
pelaksanaanya.
II.5 Jenis-Jenis Balok Prategang
Ada banyak jenis penampang balok prategang di dalam dunia konstruksi beton antara lain :
1. Penampang balok persegi Box
2. Penampang balok I PCI
3. Penampang balok T
4. Penampang T dengan sayap bawah
5. Penampang T ganda
Universitas Sumatera Utara
18
II.6 Metode Pratekan
Ada 2 metode yang digunakan untuk memberikan tekanan pada beton
pratekan , kedua metode yang dimaksud yakni :
1. Metode Pratarik Pre-tension
2. Metode Pascatarik Post-tension
II.6.1 Metode Pratarik
Metode ini dilakukan dengan pertama-tama tendon ditarik dan diangkur pada abutmen tetap. Kemudian beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan
dengan melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Jika kekuatan beton sudah mencapai yang diisyaratkan maka tendon dipotong atau angkurnya dilepas. Pada
saat baja yang ditarik berusaha untuk berkontraksi, beton akan tertekan. Dalam metode ini penggunaan selongsong tendon tidak digunakan. .
Gbr 2.11. Tendon ditarik dan diangkur Budiadi, 2008
Gbr 2.12. Beton dicor dan dibiarkan Budiadi, 2008 mengering
Universitas Sumatera Utara
19
II.6.2 Metode Pascatarik
Metode ini dilakukan dengan mengatur lebih dahulu posisi selongsong sesuai dengan bidang momen pada balok. Kemudian dilanjutkan dengan
pengecoran di sekeliling selongsong sementara baja tendon tetap berada dalam selongsong ducts selama pengecoran. Setelah beton sudah mencapai kekuatan
yang ditentukan selanjutnya tendon ditarik. Penarikan tendon dilakukan dengan mengikat atau mengangkur salah satu sisi dan sisi lain ditarik. Atau dengan
menarik tendon dari kedua sisi secara bersamaan, akibat dari penarikan tendon
maka beton akan mengalami tekan setelah pengangkuran.
Gbr 2.13. Tendon dilepas, gaya tekan ditransfer ke Beton Budiadi,2008
Gambar 2.14. Beton Dicor
Gambar 2.15. Tendon ditarik dan gaya tekan
ditransfer
Universitas Sumatera Utara
20
II.7 Tahap Pembebanan
Tidak seperti pada komponen struktur beton bertulang, beban mati eksternal dan beban hidup parsial bekerja pada komponen struktur beton
prategang pada kekuatan beton yang berbeda-beda untuk berbagai tahap
pembebanan. Ada dua tahap pembebanan pada beton pratekan, yaitu transfer dan
service.
II.7.1 Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mongering dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya
beban mati struktur, yaitu berat sendiri struktur ditambah beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja adalah
minimum sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang.
II.7.2 Servis Final
Kondisi service servis adalah kondisi pada saat beton pratekan digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang
maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga minimum. Tahap-tahap pembebanan tersebut dapat diringkas sebagai berikut :
Gambar 2.16. Tendon diangkur dan di grouting
Universitas Sumatera Utara
21
1. Gaya prategang awal Pi diterapkan, kemudian pada saat transfer gaya ini
disalurkan dari strands prategang ke beton
2. Berat sendiri penuh WD bekerja pada komponen struktur bersamaan dengan
gaya prategang awal, apabila komponen struktur tersebut ditumpu
sederhana, artinya tidak ada tumpuan antara.
3. Beban mati tambahan WSD termasuk topping untuk aksi komposit, bekerja
pada komponen struktur tersebut.
4. Sebagian besar kehilangan gaya prategang terjadi sehingga mengakibatkan
gaya prategang menjadi tereduksi P
eo
5. Komponen struktur tersebut mengalami beban kerja penuh, dengan
kehilangan jangka panjang akibat rangkak, susut dan relaksasi strand terjadi
dan menghasilkan gaya prategang netto Pe.
6. Kelebihan beban pada komponen struktur terjadi pada kondisi batas
kegagalan.
II.7.3 Kombinasi Pembebanan
Sesuai dengan SNI 03-2874-2002 Kode Indonesia, kombinasi pembebanan
dari beberapa peraturan untuk tahap batas kekuatan adalah sebagai berikut:
1. Beban Mati
: U = 1,4 D 2.
Beban Mati dan Hidup : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 A atau R
3. Beban Angin
: U = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 A atau R 4.
Gempa : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau 0,9D ± 1,0E
Desain struktur untuk tahap batas kekuatan strength limit state menetapkan bahwa aksi desain Ru harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan
Universitas Sumatera Utara
22
factor reduksi kekuatan ϕ ϕ Rn atau Ru ≤ ϕ Rn. Dengan demikian secara berurutan untuk Momen, Geser, Puntir dan Gaya Aksial berlaku :
Mu ≤ ϕ Mn ............................................................. 4 Vu ≤ ϕ Vn .............................................................. 5
Tu ≤ ϕ Tn ................................................................ 6 Pu ≤ ϕ Pn ................................................................ 7
Nilai Mu, Vu, Tu, dan Pu diperoleh dari kombinasi pembebanan U, sedangkan nilai ϕ menurut SNI 03-2874 – 2002 adalah sebagai berikut :
Φ = 0,8 untuk lentur tanpa gaya aksial Φ = 0,8 untuk gaya aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur
Φ = 0,65 untuk gaya aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur Φ = 0,6 untuk gaya lintang dan puntir
Φ = 0,75 untuk geser dan punter Ada beberapa jenis-jenis muatan dalam struktur jembatan, yaitu :
1. Muatan Primer
Adalah muatan yang selalu bekerja pada perencanaan bagian-bagian utama konstruksi jembatan. Dalam peraturan Bina Marga disebut muatan utama. Yang
termasuk muatan primer adalah : Muatan mati
Muatan hidup Kejut
Universitas Sumatera Utara
23
2. Muatan Sekunder
Adalah muatan yang tidak selalu bekerja, tetapi perlu diperhitungkan pada perencanaan bagian-bagian utama konstruksi jembatan. Dalam peraturan Bina
Marga disebut muatan sementara. Yang termasuk muatan sekunder adalah : Muatan angin
Gaya akibat perbedaan suhu Gaya akibat rangkak dan susut
Gaya rem dan traksi 3.
Muatan Khusus Muatan ini diperhitungkan secara khusus pada perencanaan jembatan. Muatan
ini bersifat tidak selalu bekerja pada jembatan, hanya berpengaruh pada sebahagian konstruksi jembatan tergantung dari keadaan setempat, hanya bekerja
pada sistim-sistim tertentu. Yang termasuk muatan khusus adalah : Gaya akibat gempa bumi
Gaya sentrifugal Gaya akibat gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak
Gaya tumbukan Gaya dan muatan selama pelaksanaan
Gaya akibat aliran air dan benda-benda hanyutan Gaya akibat tekanan tanah
Muatan mati adalah semua muatan yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan
tetap yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Sedangkan muatan hidup adalah semua muatan yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan
Universitas Sumatera Utara
24
yang bergeraklalu lintas dan atau berat orang-orang yang berjalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Muatan hidup diatas lantai kendaraan yang harus ditinjau dinyatakan dalam dua macam muatan, yaitu :
1. Muatan T, yang merupakan muatan untuk lantai kendaraan, dan
2. Muatan D, yang merupakan muatan untuk jalur lalu lintas
Yang dimaksud dengan lantai kendaraan adalah seluruh lebar bagian jembatan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan. Sedangkan jalur lalu
lintas merupakan bagian dari lantai kendaraan yang dipergunakan oleh satu deretan kendaraan.
Muatan T adalah muatan oleh truk yang mempunyai beban roda sebesar 11,25 ton dengan ukuran-ukuran serta kedudukan. Muatan D atau muatan jalur
adalah susunan muatan pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari muatan terbagi rata sebesar “p” ton per meter panjang jalur, dan muatan garis P = 49
kNm belum termasuk kejut melintang jalur lalu lintas tersebut.
Gambar 2.17. Muatan T
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 2.18. Muatan D Koefisien kejut dipergunakan untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh
getaran dan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat muatan D harus dikalikan dengan koefisien kejut.
Rumus koefisien kejut :
K = 1 + 2050+L ……………………………………………………….. 8
Dimana : K = Koefisien kejut
L = Panjang dalam meter, dari bentang yang bersangkutan. Untuk pengaruh tekanan angin ditentukan sebesar 100 kgm2 pada
jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya muatan angin horizontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang
jembatan.
II.8 Saluran
Untuk memudahkan penempatan posisi kabel prategang, maka harus
diperhatikan hal-hal berikut yaitu :
1. Cetakan
Formed Ducts Saluran yang dibuat dengan menggunakan lapisan tipis yang tetap di
tempat. Harus berupa bahan yang tidak memungkinkan tembusnya pasta Beban terbagi
rata 9 kPa Beban garis P = 49
kNm
Universitas Sumatera Utara
26
semen. Saluran tersebut harus mentransfer tegangan lekatan yang dibutuhkan dan harus dapat mempertahankan bentuknya pada saat
memikul berat beton. Saluran logam harus berupa logam besi, yang dapat saja digalvanisasi.
Cored Ducts Saluran seperti ini harus dibentuk tanpa adanya tekanan yang dapat
mencegah aliran suntikan. Semua material pembentuk saluran jenis ini harus disingkirkan.
2. Celah atau Bukaan Suntikan.
Semua saluran harus mempunyai bukaan untuk suntikan di kedua ujung. Untuk kabel draped, semua titik yang tinggi harus mempunyai celah
suntikan kecuali dilokasi dengan kelengkungan kecil, seperti pada
slab menerus.
3. Ukuran Saluran.
Untuk tendon yang terdiri dari kawat, batang atau strands, luas saluran harus sedikitnya dua kali luas neto baja prategang. Untuk tendon yang terdiri atas
satu kawat, batang, atau strand, diameter saluran harus sedikitnya ¼ inchi. Lebih besar dari pada diameter nominal kawat, batang, atau strand.
4. Peletakan Saluran. Sesudah saluran diletakkan, dan pencetakan selesai, harus
dilakukan pemeriksaan untuk menyelidiki kerusakan saluran yang mungkin ada. Saluran harus dikencangkan dengan baik pada jarak-jarak yang cukup
dekat untuk mencegah peralihan selama pengecoran beton.
Universitas Sumatera Utara
27
II.9 Penampang PCI