35
2. Beton tidak menerima tegangan tarik. Hal ini berlaku untuk struktur dengan
prategang penuh fully prestressed. Pada struktur dengan prategang sebagian partially prestressed, tegangan tarik terbatas bias saja terjadi pada
penampang. 3.
Tegangan tekan pada beton dan baja baik baja tulangan maupun tendon didapat dari hubungan tegangan dan regangan yang actual atau
diidealisasikan.
II.13 Desain Awal untuk Lentur
Menurut ketentuan di Indonesia SNI 2002, tegangan ijin pada beton adalah sebagai berikut :
Transfer : Tekan ct = 0,60 f’ci dan Tarik tt = 0,25√f’c …………28
Servis : Tekan cs = 0,45 f’c dan Tarik ts = 0,50√f’c …………29
Dimana f’ci adalah kuat tekan beton pada saat transfer pemindahan gaya prategang, sedangkan f’c adalah kuat tekan beton pada saat servis pelayanan
beban.
II.14 Perencanaan Penampang Bertulangan Ganda
Jika Mu1 adalah kekuatan penampang bertulangan tunggal hanya bertulangan baja prategang saja, tanpa tulangan non-prategang tarik dan tekan
dan Mu adalah kekuatan yang diperlukan maka kebutuhan tulangan tarik adalah :
Ast = Mu – Mu1 st ds2-ds1 …………………………………….30
Pada kondisi ini harga Ts dan Cs adalah sama tapi berlawanan arah :
Ts = Ast st ………………………………………………………… 31 Cs = Asc sc ……………………………………………………….. 32
Universitas Sumatera Utara
36
Jika kedua persamaan 31 dan 32 disamakan maka :
Asc = Ast st sc ………………………………………………… 33
Dengan mengambil momen pada tulangan tarik maka diperoleh :
Asc = Mu + Tpds2 –dp – Ccds2 – βc2 sc ds2-ds1 ……… 34
Dengan mengambil ekuilibrium secara horizontal, ditentukan nilai Ast yaitu :
Ast = 0,85fc’ b β c + Asc sc – Ap pu st …………………… 35
II.15 Geser pada beton prategang
Di samping harus tahan terhadap lentur, suatu komponen struktur juga harus tahan terhadap mode kegagalan yang lain, misalnya geser. Pada dasarnya
ada 2 macam retak akibat geser, yaitu geser web dan retak geser lentur.
Gambar 2.23. Kegagalan akibat geser Keterangan :
1. Retak geser lentur rasio M dan V menengah
2. Retak geser web rasio M dan V rendah
3. Retak lentur rasio M dan V tinggi
Komponen vertikal dari pratekan Vp bersama-sama dengan kekuatan geser beton dan tulangan geser Vcs menahan gaya geser akibat beban luar V.
V = Vcs + Vp …………………………………………………………….. 36
2 2
3 1
1
Universitas Sumatera Utara
37
II.15.1 Kuat Geser
Kekuatan geser nominal atau Vn merupakan penjumlahan gabungan dari kekuatan geser beton Vc dan kekuatan geser sengkang Vs.
Vn = Vc + Vs …………………………………………………………… 37
Menurut SNI 2002, kuat geser Vc dari komponen struktur dengan gaya prategang efektif tidak kurang dari 40 kuat tarik tulangan lentur dan
dapat dihitung dengan persamaan :
Vc = √f’c 20 + 5 Vu dp Mu bw dp ……………………………… 38
Dengan syarat rasio Vu dp Mu tidak boleh lebih besar dari 1,0. Tetapi Vc tidak perlu kurang dari :
Vc min = 16 √f’c bw dp ……………………………………………… 39
Dan boleh lebih dari :
Vc maks = 0,4 √f’c bw dp …………………………………………. 40
Nilai Vc tidak boleh melebihi kuat geser Vci dan Vcw di mana : F’c : kuat tekan beton karakteristik
Vu : gaya geser terfaktor pada penampang Mu : Momen lentur terfaktor pada penampang
Bw : lebar web badan balok Dp : merupakan nilai terbesar dari jarak serat terluar ke titik berat tulangan
prategang atau 0,8 h, dengan h tinggi penampang total
Vcw = 0,3 bw dp √f’c + fp + Vp …………………………………... 41
Dimana : Bw : lebar web
Dp : tinggi efektif dari tendon
Universitas Sumatera Utara
38
F’c : kuat tekan beton karakteristik Fp : tegangan tekan efektif pada pusat penampang
Vp : Komponen vertikal dari gaya pratekan efektif
II.15.2 Kuat Geser Web
Untuk menghitung kontribusi kekuatan geser yang disumbangkan oleh
tulangan geser, SNI 2002 menggunakan nilai terkecil dari persamaan berikut : Av = 75√f’c bw s 1200 fys ……………………………………….. 42
Av = Ap fpu s 80 fys dp √dpbw …………………………… 43 Nilai Av pada persamaan diatas tidak boleh kurang dari :
Av = bw s 3 fys ……………………………………………………..44
Dimana :
Bw : lebar badan balok
S : spasi tulangan geser
Fys : tegangan leleh tulangan geser
Ap : luas tulangan prategang dalam daerah tarik
Fpu : tegangan batas pada baja prategang
Dp : jarak dari serat tekan terluar ke baja prategang
Bila nilai gaya geser terfaktor Vu lebih besar dari kuat geser beton ϕ Vc
maka harus disediakan tulangan geser. Kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser Vs, menurut SNI 2002 dapat dihitung dengan kriteria berikut :
Bila digunakan tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur dan digunakan sengkang ikat bundar, persegi, atau spiral maka
digunakan persamaan :
Vs = Av fy dp s ……………………………………………………… 45
Universitas Sumatera Utara
39
Dengan Av luas tulangan geser, s: spasi sengkang, fys: tegangan leleh sengkang dan dp: jarak dari serat tekan terluar ke tulangan prategang.
II.15.3 Kuat Geser Lentur
Retak geser lentur meruapakan kombinasi dari geser dan lentur di dekat
tengah bentang. Besarnya kuat geser lentur, menurut SNI 2002 adalah : Vci =
√f’c20 bw dp + Vd + Vi Mcr M maks …………………….. 46 Tetapi nilai Vci tidak perlu diambil kurang dari :
Vci = √f’c bw dp 7 ……………………………………………………47 Dimana :
Dp : jarak dari serat tekan terluar ke tulangan prategang Bw : lebar badan balok
Vd : gaya geser akibat beban mati Vi : gaya geser pada penampang yang ditinjau
M maks : momen maksimum akibat beban luar
Mcr : Momen retak Kuat geser beton Vc yang dihitung dengan menggunakan persamaan diatas
tidak boleh melebihi nilai Vci pada persamaan diatas. Sedangkan besarnya
momen retak Mcr dapat dihitung dengan persamaan SNI 2002 : Mcr = Iyt [
√f’c 2 + fpe – fd] ………………………………….. 48 Dimana :
I : inersia penampang
Yt : jarak dari pusat berat penampang ke serat tekan terluar
Fpe : tegangan prategang efektif
Fd : tegangan akibat beban mati
Universitas Sumatera Utara
40
Batas spasi tulangan geser menurut SNI 2002 adalah : a.
Spasi tulangan geser dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur, tidak boleh melebihi 0,75 h atau 600 mm diambil yang terkecil
b. Sengkang miring dan tulangan memanjang yang ditekuk miring harus
dipasang dengan spasi sedemikian rupa sehingga setiap garis miring 45o kea rah perletakan yang ditarik dari setengah tinggi komponen struktur d2 ke
lokasi tulangan tarik memanjang harus memotong paling sedikit satu garis tulangan geser
c. Bila Vs melebihi 13 √f’c bw d maka persyaratan a dan b diatas harus
dikurangi setengahnya.
II.16 Pendimensian Penampang
Untuk menentukan dimensi penampang struktur beton prategang, banyak hal harus dipertimbangkan, diantaranya system struktur panjang bentang, system
statika, dan seterusnya, kualitas bahan mutu beton dan baja, dan lain-lain. Pendimensian penampang bias dilakukan dengan mengikuti ketentuan pada kode-
kode praktik
II.16.1 Balok
Pendimensian komponen horizontal terutama balok dan pelat beton prategang lebih banyak ditentukan oleh rasio panjang bentang dan tinggi
penampang.
Disamping itu, faktor-faktor berikut ini juga membatasi pendimensian
penampang:
Sifat dan besarnya beban hidup Karakteristik dari redaman damping pada balok yang bergetar
Universitas Sumatera Utara
41
Kondisi batas boundary conditions yang menyangkut hubungan komponen beton prategang dengan komponen lain dalam suatu sistem
struktur Nilai modulus elastisitas beton, kuat tekan beton, dan lain-lain ; karena
nilainya bergantung pada usia beton. SNI 2002 menetapkan tebal minimum balok non-prategang bila lendutan
tidak dihitung dan tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar.
L16 untuk balok dengan dua tumpuan sederhana L18,5 untuk balok dengan satu ujung menerus
L21 untuk balok dengan kedua ujung menerus L8 untuk balok kantilever
Untuk balok I dengan tumpuan sederhana dan panjang bentang sampai 60 meter, rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang adalah antara 20-28.
Untuk balok yang tidak retak, Gilbert mempunyai pendekatan rasio panjang bentang terhadap tinggi penampang balok dengan memasukkan unsur
beban hidup, yaitu :
Lh = [ L b Ec 12β wu + wus]
13
………………………….. 49
Dimana : B
: lebar balok Ec
: modulus elastisitas beton L
: panjang bentang H
: tinggi penampang Β
: koefisien lendutan
Universitas Sumatera Utara
42
Wu : beban merata
Wus : beban merata tetap : lendutan yang diijinkan
: factor pengali lendutan
II. 17 Kehilangan Gaya Prategang
Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon pada tahap-tahap pembebanan.
Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Immediate Elastic Losses Ini adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah beton
diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan oleh :
Perpendekan Elastic Beton. Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari
tendon, ini terjadi pada beton prategang dengan sistem post tension. Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur
2. Time dependent Losses
Ini adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang mana hal ini disebabkan oleh :
Rangkak creep dan Susut pada beton. Pengaruh temperatur.
Relaksasi baja prategang.
Universitas Sumatera Utara
43
II. 17.1 Perpendekan Elastis Beton
Kehilangan gaya prategang pada methode post tension dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
ES = Δfc = n.Pi Ac
Dimana : ES
= kehilangan gaya prategang fc
= tegangan pada penampang beton Pi
= gaya prategang awal Ac
= luas penampang beton n
= Es Ec ES
= modulus elastisitas kabelbaja prategang EC
= modulus Elastisitas beton
II. 17.2 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Geseran Sepanjang Tendon
Kehilangan prategang akibat gesekan pada tendon akan sangat dipengaruhi oleh : Pergerakan dari selongsong wobble kabel prategang, untuk itu
dipergunakan koefisien wobble K . Kelengkungan tendonkabel prategang, untuk itu digunakan koefisien geseran
Untuk tendon type 7 wire strand pada selongsong yang fleksibel, harga koefisien wobble K = 0,0016 ~ 0.0066 dan ko
efisien kelengkungan = 0,15 - 0,25. Menurut SNI 03
– 2874 – 2002 kehilangan gaya prategang akibat geseran pada tendon post tension pasca tarik harus dihitung dengan rumus :
Ps = Px e
K Lx + α
Universitas Sumatera Utara
44
Jika nilai K Lx + α 0,3 maka kehilangan gaya prategang akibat geseran pada tendon dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini :
Ps = Px 1 + K Lx + α
Dimana : Ps
= gaya prategang diujung angkur Px
= gaya prategang pada titik yang ditinjau. K
= koefisien wobble = koefisien geseran akibat kelengkungan kabel.
Lx = panjang tendon dari angkur sampai titik yang ditinjau.
e = 2,7183
Koefisien friksi tendon pasca tarik untuk persamaan diatas dapat digunakan tabel 14 sesuai 03
– 2874 – 2002.
Tabel 2.6 Koefisien friksi tendon pasca tarik
II. 17.3 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Slip di Pengangkuran
Besarnya slip pada pengankuran ini tergantung pada type baji dan tegangan pada kabel prategang tendon . Slip dipengangkuran itu rata-rata
biasanya mencapai 2,5 mm. Besarnya Perpanjangan Total Tendon :
Universitas Sumatera Utara
45
ΔL = fc Es L
Kehilangan gaya prategang akibat slip :
ANC = S Rata- Rata ΔL x 100
Dimana : ANC : kehilangan gaya prategang akibat slip dipengangkuran.
Δ : deformasi pada angkur
fc : tegangan pada beton
ES : modulus elastisitas bajakabel prategang
L : panjang kabel.
Srata2 : harga rata-rata slip diangkur
II. 17.4 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Creep Rangkak
Dengan methode koefisien rangkak besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat creep rangkan dapat ditentukan dengan persamaan :
CR = cr Es = φ fcEc Es = φ fc n
φ = cr ce cr = φ ce = φ fc Ec
Dimana : φ
: koefisien rangkak cr
: regangan akibat rangkak ce
: regangan elastis Ec
: modulus elastisitas beton Es
: modulus elastisitas baja prategang fc
: tegangan beton pada posisilevel baja prategang n
: angka ratio modular
Universitas Sumatera Utara
46
II. 17.5 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Penyusutan Beton
Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton dapat dihitung dengan persamaan : SH = sh . Ksh . Es
Dimana : SH
: Kehilangan tegangan pada tendon akibat penyusutan beton Es
: Modulus elastisitas baja prategang sh
: Susut efektif yang dapat dicari dari persamaan berikut ini sh
= 8,2 x 10
-6
1-0,06 VS 100 – RH
V : Volune beton dari suatu komponen struktur beton prategang
S : Luas permukaan dari komponen struktur.beton prategang
RH : Kelembaban udara relatif
Ksh : Koefisien penyusutan, harganya ditentukan terhadap waktu antara akhir pengecoran dan saat pemberian gaya prategang, dan dapat dipergunakan
angka-angka dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.7 Koefisien Susut Ksh II. 17.6 Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja Prategang
Besarnya kehilangan tegangan pada baja prategang akibat relaksasi baja prategang dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini :
RE = C [ Kre – J SH + CR + ES ]
Dimana : RE
: Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja prategang
Universitas Sumatera Utara
47
C : Faktor Relaksasi yang besarnya tergantung pada jenis kawat
baja prategang.
Kre : Koefisien relaksasi, harganya berkisar 41 ~ 138 Nmm2
J : Faktor waktu, harganya berkisar antara 0,05 ~ 0,15
SH : Kehilangan tegangan akibat penyusutan beton.
CR : Kehilangan tegangan akibat rangkak creep beton
ES : Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis
II.18 Zona Angkur End Block
Zona angkur merupakan bagian komponen struktur prategang pasca tarik dimana gaya prategang terpusat disalurkan ke beton dan disebarkan secara lebih
merata ke seluruh bagian penampang. Panjang daerah zona angkur adalah sama dengan dimensi terbesar penampang. Sedangkan, untuk perangkat angkur tengah,
zona angkur mencakup daerah terganggu di depan dan di belakang perangkat angkur tersebut. Secara umum, zona angkur dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Zona angkur lokal, yang berbentuk prisma persegi yang berada di
sekitar angkur dan tulangan-tulangan pengekang 2.
Zona angkur global, yang merupakan daerah pengangkuran sejauh dimensi terbesar penampang yang juga mencakup zona angkur lokal.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Masalah
Seperti dilansir dalam berita online di website www.tribunnews.com
tertanggal 14 November 2014 dengan judul “Insinyur Harus Bisa Manfaatkan MEA untuk bangun Infrastruktur”. Dalam berita tersebut dijelaskan ada 59 topik
yang dibahas dalam konferensi antara perhimpunan Organisasi Insinyur se- ASEAN ke 32. Namun dari 59 topik yang dibahas ada 3 hal pokok yang didapat
dari pemaparan para insinyur se ASEAN tersebut. Ketiga hal tersebut yaitu solusi untuk ketersediaan energi, transportasi dan Infrastruktur yang terintegrasi.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, pihak Insinyur Sipil sangat diharapkan maampu memenuhi kebutuhan Infrastruktur yang terintegrasi di kawasan Asia
Tenggara. Untuk itu perlu kematangan ataupun keahlian seorang Insinyur dalam merencanakan infrastruktur yang akan dibangun. Salah satu perencanaan
infrastruktur yang sudah kita kenal yaitu pembangunan suatu jembatan. Namun sering kita tidak menyadari betapa besar fungsi suatu jembatan dalam beberapa
bidang. Jika ditinjau dari luasan perairan dibandingkan dengan luasan daratan di
kawasan Asia Tenggara, maka yang lebih dominan adalah luasan perairan. Itu menandakan bahwa negara di kawasan Asia Tenggara sangat bergantung terhadap
hasil laut serta manfaat lain yang tidak terlalu tampak namun memberikan devisa yang cukup besar misalnya panorama alam laut yang dijadikan sebagai destinasi
pariwisata. Disisi lain pembangunan suatu jembatan dari suatu negara ke negara
Universitas Sumatera Utara