TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Pengertian Tindak Pidana straafbaarfeit

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Pengertian Tindak Pidana straafbaarfeit

Penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan pengertian tindak pidana straafbaarfeit tidak di temukan di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. 5 yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung didalamnya. 6 Perlu diperhatikan bahwa istilah tindak pidana straafbaar feit dengan tindakan atau perbuatan gedraginghandeling memiliki makna yang berbeda. Unsur pertama dari tindak pidana adalah tindakanperbuatan gedraging, perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan dasar untuk pemberian pidana. Upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak. 7 Perbuatan gedraging, meliputi berbuat dan tidak berbuat. Van Hattum dalam sudarto, tidak menyetujui untuk member definisi tentang gedraging, sebab definisi harus dapat meliputi pengertian berbuat dan tidak berbuat, sehingga definisi itu tetap akan kurang lengkap atau berbelit-belit dan tidak jelas. 8 Menurut Simons, Strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat 5 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana ,Medan : USU Press, 2015, hal. 78 6 Ibid., hal. 78 7 Ibid., hal. 79 8 Ibid., hal. 79 Universitas Sumatera Utara dihukum. 9 Menurut Moeljatno, istilah perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Selanjutnya disebutkan dapat juga dikatakan, bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal diingat bahwa larangannya itu ditujukan kepada perbuatan manusia yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang. Dalam merumuskan suatu pidana, atau suatu pidana dapat dinyatakan suatu perbuatan pidana, syaratnya adalah harus memenuhi unsur-unsur pidana, unsur-unsur tindak pidana 10 Menurut Sudarto untuk menyatakan hubungan yang erat dipakailah istilah perbuatan pidana, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan konkrit yaitu : 1 adanya kejadian tertentu perbuatan dan 2 adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana. 11 Penerapan dan perkembangan teori dualistis yang memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban pidana dalam hal ini berpangkal dari pandangan bahwa unsur pembentuk tindak pidana hanyalah perbuatan. Pada dasarnya tindak pidana 9 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Raja Grafindo Persada: Jakarta 2008, hal. 75 10 Mohammad Ekaputra,Op.Cit., 2015, hal. 84 11 Moeljatno, Op.Cit., hal. 37 Universitas Sumatera Utara adalah perbuatan atau serangkaian yang dilekatkan sanksi pidana. Dengan demikian, dilihat dari istilahnya hanya sifat-sifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana. Sedangkan sifat-sifat orang yang melakukan tindak pidana tersebut menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana. 12 Menurut Remmelink, Dalam konteks ini perlu dibedakan antara karakteristik perbuatan yang dijadikan tindak pidana dan karakteristik orang yang melakukan. Karakteristik orang yang melakukan tindak pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban yang bersangkutan. Dikaitkan dengan hal diatas antara tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana bukan hanya dibedakan, tetapi lebih jauh lagi harus dapat dipisahkan. 13 12 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,cet.2, Jakarta:Kencana,2006, hal. 15. 13 Mohammad Ekaputra, Op.Cit.,hal. 83 Tindak pidana sebaiknya dimengerti sebagai perilaku manusia gendragingen : yang dalam situasi dan kondisi dirumuskan di dalamnya, yang mencakup didalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat yang dilakukan dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan di dalamnya, yang perilaku itu dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan sanksi pidana. Berdasarkan hal ini dapat di abstraksikan syarat-syarat umum dari tindak pidana, yaitu sifat melawan hukum wederrechtelijkheid, kesalahan schuld dan kemampuan bertanggungjawab menurut hukum pidana. Tindak pidana adalah pelanggaran atau ancaman terhadap hak-hak subyektif. Satu rumusan dari berbagai sudut pandang harus kita anggap kurang tepat. Mengenai hak-hak subjektif dalam banyak delik justru tidak terganggu. Universitas Sumatera Utara Pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan orang melakukannya, dalam berbagai literatur disebut juga dengan pandangan dualisme. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian dari tindak pidana strafbaar feit, menurut para ahli yang dapat digolongkan menganut pandangan aliran dualistis : 14 a. Menurut W.P.J. Pompe, Suatu strafbaar feit definisi menurut hukum positif itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan, bahwa menurut teori definisi menurut teori strafbaar fet itu adalah pembuatan, yang bersifat melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum wederrechtelijkheid dan kesalahan schuld bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana strafbaar feit. Untuk penjatuhan pidana tidak cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi selain itu harus ada orang yang dapat dipidana. b. Menurut H.B. Vos, strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang-undang. c. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana itu adalah suatu perbautan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan- peraturan lainnya, tidak ada persamaan pendapat dikalangan para ahli tentang syarat-syarat yang menjadikan perbuatan manusia itu sebagai peristiwa sebagai patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat-syarat berikut ini : 1 Harus ada suatu perbuatan manusia; 2 Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilakukan di dalam ketentuan hukum; 3 Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan; 4 Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum; 5 Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-undang. Selain aliran dualistis tersebut ada pandangan lain yang disebut dengan aliran monistis monisme yaitu pandangan yang tidak memisahkan antara perbuatan dengan unsur-unsur mengenai diri orangnya pertanggungjawaban. Berikut ini 14 Ibid., hal. 85 Universitas Sumatera Utara akan dikemukakan pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum yang digolongkan menganut pandangan monistis, yaitu: 15 a. Simon dalam P.A.F. Lamintang, merumuskan strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Alasan dari Simons apa sebabnya “strafbaar feit” harus dirumuskan seperti di atas adalah karena: 1 Untuk adanya suatu strafbaar feititu disyaratkan bahwa disitu harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum; 2 Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang; dan 3 Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling. Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh simons, menunjukkan bahwa dalam membicarakan perihal tindak pidana selalu dibayangkan bahwa didalamnya telah ada orang yang melakukan, dan oleh karenanya ada orang yang di pidana. Menurut Simons, sifatnya yang melawan hukum seperti dimaksud diatas itu timbul dengan sendirinya dari kenyataan, bahwa tindakan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu peraturan dari undang-undang hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain. Didalam beberapa rumusan delik, undang-undang telah mensyaratkan secara tegas bahwa tindakan dari pelakunya itu harus bersifat Wederrechtelijk. Apabila sesuatu tindakan itu telah dilakukan dalam keadaan-keadaan yang mana undang-undang sendiri telah menentukan akibat hukumnya yaitu pelakunya tidak dapat dihukum, maka jelaslah bahwa sifat Wederrechtelijkdari tindakannya itu telah ditiadakan oleh undang-undang dan dengan sendirinya orang juga tidak dapat berbicara mengenai adanya suatu strafbaarfeit. b. Wirjono Projodikoro, menyatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana. c. J.E Jonkers dalam Bambang Poernomo, telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertian: 1 Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian feit yang dapat diancam pidana oleh undang-undang; 15 Ibid., hal 87-88 Universitas Sumatera Utara 2 Definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum wederrechttelijk berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Jonkers, sifat melawa hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunyi dari tiap peristiwa pidana, namun tidak adanya kemampuan untuk dibebaskan dari pidana. Kesengajaan atau kesalahan selalu merupakan unsur dari kejahatan. Berdasarkan hal ini ternyata definisi tindak pidana yang panjang itu terlalu luas dan selain menyebutkan mengenai peristiwa pidana juga menyebutkan tentang pribadi si pembuat. Menurut jonkers hal ini tidaklah merupakan keberatan yang telampau besar, karena kita selalu meninjau peristiwa pidana dalam hubungannya dengan si pembuat. d. J.Baumann dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

2. Pertanggungjawaban Pidana

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Di Dalam Kuhp (Studi Putusan Ma No. 1914/K/Pid/2012)

2 116 124

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur (Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239/Pid.B/2007/PN-Binjai)

1 52 120

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ)

0 0 10

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ)

0 0 1

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ)

0 0 25

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ)

0 1 20

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ) Chapter III V

0 0 30

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perjudian Online Di Indonesia (Studi Putusan Pn Binjai No.268 PID.B 2015 PN BNJ)

0 0 3