commit to user 38
telah menjaga dan memelihara tanaman padi mereka. Keesokan harinya panen sudah dapat dimulai.
Upacara-upacara adat istiadat masyarakat Tegalsambi mengadakan upacara tradisional Perang Obor pada setiap tahunnya serta tradisi ziarah yang
tujuannya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat Tegalsambi masih melakukan hal semacam itu karena merupakan warisan nenek moyangnya.
Masyarakat Tegalsambi juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka lakukan mengandung maksud untuk membina kerukunan antar anggota
masyarakat.
B. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat
1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor
Cerita rakyat memiliki bentuk-bentuk antara lain: mite, legenda, dan dongeng. Untuk mengetahui bentuk Cerita Rakyat Perang Obor, maka perlu
dijelaskan dari ketiga bentuk tersebut.
Mite
memiliki ciri cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan kemudian disakralkan oleh pendukungnya, mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah
dewa, tempat terjadinya di tempat lain jauh dari masa purba.
Legenda
ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali
juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktunya belum terlalu lampau. Sedangkan
dongeng
adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku atau tokoh, waktu, dan tempat suci.
commit to user 39
Berdasarkan ciri-ciri yang diuraikan di atas, maka Cerita Rakyat Perang Obor berbentuk mitos, karena berdasarkan cerita tersebut menjadikan suatu
kepercayaan oleh warga Tegalsambi. Bahwa percikan api dari peperangan merekalah yang membuat ternak-ternak sehat kembali. Dari peristiwa tersebut,
warga selalu mengadakan upacara tradisional Perang Obor untuk menolak bala yang sekarang ini digunakan sebagai sedekah bumi.
Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah merupakan folklor sebagian
lisan. Dikatakan sebagian lisan karena terdapat Cerita Rakyat Perang Obor yang penyampaiannya dilakukan secara lisan. Sedangkan Upacara Tradisional Perang
Obor dikatakan folklor bukan lisan, karena dalam upacara tersebut disertai dengan serangkaian perbuatan, yang berbentuk upacara tradisional. Upacara
Tradisional Perang Obor merupakan upacara tradisi masyarakat Desa Tegalsambi yang diadakan setiap satu tahun sekali. Tujuan diadakannya Upacara Tradisional
Perang Obor adalah sebagai sarana untuk memohon kepada Allah SWT agar warga Desa Tegalsambi diberi keselamatan, ketentraman, serta terhindar dari
marabahaya. Dengan kata lain, Upacara Tradisional Perang Obor bertujuan untuk sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur warga kepada Allah SWT.
Perayaan Upacara Tradisional Perang Obor selanjutnya disingkat menjadi UTPO diadakan atas dasar kesepakatan warga Desa Tegalsambi. Dahulu, UTPO
diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Dzulhijah. Untuk sekarang ini UTPO tetap diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon,
namun bulannya disesuaikan dengan musim panen, karena UTPO dirayakan untuk sedekah bumi.
commit to user 40
2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor
Cerita Rakyat Perang Obor selanjutnya disingkat menjadi CRPO di Desa Tegalsambi merupakan cerita lisan yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat Desa Tegalsambi secara turun temurun. CRPO dipercaya oleh masyarakat Desa Tegalsambi berkembang dari mulut ke mulut dan diwariskan
dari generasi ke generasi berikutnya. CRPO dianggap benar oleh masyarakat Desa Tegalsambi.
Berkenaan dengan cerita rakyat Perang Obor, berikut adalah hasil wawancara dengan para informan:
1. Informan 1
“Cerita Rakyat Perang Obor itu warisan leluhur-leluhur Desa Tegalsambi. Di sini ada tokoh Mbah Kiai Babadan dan Kiai Gemblong. Mbah Babadan adalah
pendatang yang berasal dari Madura, dengan nama Pangeran Sindura. Sedangkan Ki Gemblong saya kurang tahu profilnya, kenapa bisa disebut dengan sebutan
“Gemblong”. Namun menurut cerita yang ada, Ki Gemblong itu orangnya tinggi besar berkulit putih. Mereka adalah murid-murid Mbah Dasuki. Mereka sedang
dilanda keprihatinan. Mereka sedih karena ternak-ternak dilanda penyakit. Lalu Kiai Babadan berkonsultasi kepada Mbah Dasuki atas kejadian yang menimpa
ternak-ternaknya. Ternyata penyebab dari bencana tersebut adalah karena keteledoran Mbah Gemblong yang lalai. Mbah Babadan yang marah akibat ulah
Mbah Gemblong, lalu memukulkan obor kepada Mbah Gemblong. Pijaran api tersebut membakar jerami kandang ternak.
Kalau kita ukur dengan logika, kerbau-kerbau yang tadinya lemas menjadi lari tunggang langgang. Kerbaunya banyak banget yang lari. Ketika kandang
commit to user 41
sudah terbakar habis, kerbau-kerbau kembali pulang dan sudah sembuh. Sejarah itu menjadi pijakan kami untuk menjalankan obor-oboran”. wawancara dengan
Bapak Sumarno 2.
Informan 2 “
Kiai Babadan nggoleki pangone karo obor. Bareng ketemu iku Kiai Gemblong jik sibuk nggolek iwak neng kali Kembangan. “ lhawong kene wong
tuwa nggoleki kok sek setengah mati” . Lha terus obore dikebyokake neng Kiai gemblong. Terus obore Kiai Babadan diroyok Kiai Gemblong ngge ngebyok Kiai
Babadan. Dadi kebyok-kebyokan iku asal mulane Kiai Babadan nggoleki Kiai Gemblong iku ketemu. Dadi timbulnya Perang Obor iku asale ndok kana.. Fokuse
ndok kana..
” wawancara dengan Bapak H. M. Muchsin Terjemahan:
Kiai Babadan mencari penggembalanya dengan membawa obor. Setelah Kiai Babadan telah menemukannya, Ki Gemblong masih sibuk mencari ikan di
sungan Kembangan. “saya itu orang tua kok mencari kamu sampai capek”. Kemudian obor yang dibawa Kiai Babadan dipukulkannya kepada Ki Gemblong.
Ki Gemblong merebut obor tersebut dan balas memukul Kiai Babadan. Pukul memukul itu asal mulanya Kiai Babadan yang menemukan Ki Gemblong. Jadi,
asal munculnya perang obor terletak di sana. 3.
Informan 3
“ Asal-usule Perang Obor, konon jaman dahulu kala… Mboh tahun pira… Pada jaman dahulu kala ada seorang juragan namanya Kiai Babadan, karo
pangone Kiai Gemblong, ngono… Pada suatu hari, Kiai Gemblong punya kesibukan, menggembala ternak nganti bengi. Kesibukane mbakar iwak kali.
commit to user 42
Pada waktu itu juragane kan ngamuk-ngamuk. Sampe larut malam tidak pulang- pulang. Kiai Babadan pada waktu itu nggoleki Kiai Gemblong karo gawa obor.
Obor pada jaman semana kan ndak pakai minyak tanah, yaiku nganggo blarak. Lha Kiai Babadan mbuktikake Ki Gemblong sedang sibuk mbakar iwak kali. Lha
niku juragane nesu. Terus Kiai Gemblong dikebyok. Kali pertama sing dikebyok Kiai Gemblong, terus Kiai Gemblong ganti ngebyok Kiai Babadan, akhire
kebyok-kebyokan antara juragan karo pangone. Lha niku asal mulane Perang Obor. Mboh tahun pira-pira bapak ndak tahu…”
wawancara dengan Bapak H. Nur Salim
Terjemahan: Asal asul Perang Obor, konon zaman dahulu kala, entah tahun berapa.
Pada zaman dahulu kala ada seorang juragan yang bernama Kiai Babadan, dengan penggembalanya yang bernama Ki Gemblong. Pada suatu hari, Kiai Gemblong
memiliki kesibukan, menggembala ternak sampai malam. Kesibukannya membakar ikan yang ada di sungai. Pada waktu itu majikannya marah-marah,
karena Ki Gemblong sampai larut malam belum pulang-pulang. Kiai Babadan pada waktu itu mencari Kiai Gemblong dengan membawa obor. Obor pada saat
itu tidak memakai minyak tanah, tapi menggunakan
blarak
. Kemudian Kiai Babadan membuktikan bahwa Ki Gemblong sedang sibuk membakar ikan.
Marahlah sang juragan. Lalu Kiai Babadan memukul Ki Gemblong. Pertama kali yang dipukul adalah Ki Gemblong, kemudian Kiai Gemblong balas memukul Kiai
Babadan, akhirnya terjadi pukul-memukul antara majikan dan penggembala. Itulah asal usul Perang Obor. “Untuk tahun kejadiannya bapak tidak
mengetahui…”.”
commit to user 43
4. Informan 4
”Awal mula cerita ini di mulai dari perselisihan dua orang, yaitu Kiai Babadan sebagai juragan kaya yang punya ternak banyak dan Kiai Gemblong
seorang penggembala ternak yang dipercaya menggembalakan ternaknya. Pada suatu hari Kiai Babadan mencari Gemblong karena sampai sore belum pulang
membawa ternaknya, dan terus mencari dan baru ketemu di ladang sedang membakar ikan. Lalu Kiai Babadan marah dan kebetulan di ladang tersebut
banyak
blarak
daun kelapa kering yang jatuh. Lalu
blarak
tersebut dipukulkan pada Gemblong yang pada waktu itu
ngligo
. Tidak terima Gemblung dipukuli, maka teman-temannya ikut ribut pukul memukuli. Dalam mencari Gemblung,
Kiai Babadan membawa obor, karena hari sudah mulai gelap, dengan
blarak
yang dibakar yang digunakan juga untuk memukul.” wawancara dengan Bapak Hadi
5. Informan 5
” asal mulanipun Perang Obor, ing Tegalsambi niki wonten tokoh Kiai Babadan ingkang nggadhahi pangon asmanipun Ki Gemblong. Ternak-ternak
Kiai Babadan digembalakake Ki Gemblong. Kiai Babadan lan Ki Gemblong menika kanca. Lha awal-awalipun Ki Gemblong menika sek sregep ngurus
ternak. Nanging dangu-dangu kok Ki Gemblong sek mbeler, balike angon dalu. Kiai Babadan iku mulai curiga, kok ternak-ternake dados kurus lan penyakitan.
Lajeng Kiai Babadan mbuktikake kecurigaanipun. Eh, lha kok leres... Ki Gemblong malah asik mbakar iwak ing pinggir kali. Kiai Babadan mboten nrima
ternakipun kok mboten dirumati. Kiai Babadan jelas nesu, he’e ra? Menika pas wayah dalu, Kiai Babadan nggoleki Ki Gemblong mbetha obor. Sangking
kecewane, Ki Gemblong dikebyok saking wingking ngenani gegeripun. Ki
commit to user 44
Gemblong kaget lan mboten nrima. Direbut obor saking tanganipun Kiai Babadan, trus ganti dikebyokake marang Kiai Babadan. Akhire dados perang-
perangan obor antara Kiai Babadan kalian Ki Gemblong.”
wawancara dengan Bapak Kamidi
Terjemahan: Asal mula Perang Obor, di Desa Tegalsambi ada tokoh bernama Kiai
Babadan yang mempunyai penggembala bernama Ki Gemblong
.
Ternak-ternak Kiai Babadan digembalakan oleh Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong
itu berteman. Awal mulanya Ki Gemblong rajin dalam mengurus ternak. Tapi lam- kelamaan Ki Gemblong menjadi malas, selalu pulang malam. Kiai Babadan
mulai curiga dengan kebiasaan tersebut, karena ternak-ternaknya menjadi kurus dan sakit-sakitan. Lalu Kiai Babadan membuktikan kecurigaanya. Ternyata benar,
Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai.
Kiai Babadan tidak
terima karena ternaknya ditelantarkan. Hal tersebut membuat Kiai Babadan
marah. Kiai Babadan mencari Ki Gemblong saat malam hari dengan membawa
obor. Kiai Babadan yang terlanjur kecewa memukul Ki Gemblong dari belakang
dengan obor yang dibawanya. Ki Gemblong kaget tidak terima. Direbut obor dari tangan Kiai Babadan, kemudian balas memukul Kiai Babadan. Akhirnya
terjadilah Perang Obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong 6.
Suntingan teks: Pada abad XVI Masehi. Pada waktu di desa Tegalsambi ada seorang
petani yang sangat kaya raya dengan sebutan “Mbah Kiai Babadan”. Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama kerbau dan sapi. Untuk
mengembalakannya sendiri jelas tak mungkin, sehingga beliau mencari dan
commit to user 45
mendapatkan pengembala dengan sebuatan Ki Gemblong. Ki Gemblong ini sangat tekun dalam memelihara binatang – binatang tersebut, setiap pagi dan sore
Ki Gemblong selalu memandikanya di sungai, sehingga binatang peliharaannya tersebut tampak gemuk – gemuk dan sehat. Tentu saja Kiai Babadan merasa
senang dan memuji Ki Gemblong, atas ketekunan dan kepatuhannya dalam memelihara binatang tersebut.
Konon suatu ketika, Ki Gemblong menggembala di tepi sungai Kembangan sambil asyik menyaksikan banyak ikan dan udang yang ada di sungai
tersebut, dan tanpa menyia-nyiakan waktu ia langsung menangkap ikan dan udang tersebut yang hasil tangkapannya lalu di bakar dan dimakan dikandang. Setelah
kejadian ini hampir setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan udang, sehingga ia lupa akan tugas kewajibannya sebagai penggembala. Akhirnya
kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit bahkan mulai ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung, tidak
kurang –kurangnya dicarikan jampi – jampi demi kesembuhan binatang –binatang piaraannya tetap tidak sembuh juga. Akhirnya Kiai Babadan mengetahui
penyebab binatang piaraannya menjadi kurus –kurus dan akhirnya jatuh sakit, tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi mau mengurus binatang – binatang
tersebut namun lebih asyik menangkap ikan dan udang untuk dibakar dan dimakannya.
Melihat hal semacam itu Kiai Babadan marah besar, disaat ditemui Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Kiai Babadan
langsung menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah kelapa. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan Ki Gemblong tidak tinggal
commit to user 46
diam, dengan mengambil sebuah obor yang sama untuk menghadapi Kiai Babadan sehingga terjadilah “ Perang Obor “ yang apinya berserakan kemana
mana dan sempat membakar tumpukan jerami yang terdapat disebelah kandang. Kobaran api tersebut mengakibatkan sapi dan kerbau yang berada di kandang lari
tunggang langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya sakit akhirnya menjadi sembuh bahkan binatang tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil
memakan rumput di ladang. artikel dari Dinas Pariwisata Jepara Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan dan suntingan
teks dari artikel Dinas Pariwisata Jepara, CRPO menceritakan tentang dua tokoh, yaitu seorang petani kaya raya yang bernama Kiai Babadan dan penggembala
bernama Ki Gemblong. Meski Kiai Babadan sebagai seorang pendatang, namun mereka berdua berteman baik. Ketika Kiai Babadan tidak bisa mengurus
ternaknya yang banyak, Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan untuk mengurus ternak-ternaknya. Pada awalnya Ki Gemblong sangat rajin
mengurus, tapi lama-kelamaan Ki Gemblong menjadi malas dan menelantarkan ternak-ternak Kiai Babadan. Kemalasan Ki Gemblong berimbas pada ternak-
ternak yang menjadi kurus-kurus dan sakit. Pada mulanya Kiai Babadan masih menganggap wajar hal itu, namun keadaan semakin parah. Kemudian Kiai
Babadan mencari tahu penyebab yang melanda ternaknya. Setelah diselidiki, ternyata penyebabnya adalah Ki Gemblong yang lebih memilih menangkap ikan
daripada mengurus ternak. Kiai Babadan yang mengetahui hal tersebut marah besar dan memukul Ki Gemblong dengan sebuah obor yang dibawanya ketika
mencari Ki Gemblong. Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan tersebut,
commit to user 47
kemudian merampas obor dari tangan Kiai Babadan dan balas memukul dengan obor. Sehingga terjadilah Perang Obor.
Pertarungan mereka berhenti ketika percikan-percikan api dari pertarungan mereka mengenai kandang. Ternak yang tadinya sakit-sakitan tiba-tiba bisa
berdiri kemudian berlarian keluar kandang yang terbakar. Dari peristiwa pertarungan mereka, muncul suatu kepercayaan yang menjadi pedoman warga
Tegalsambi untuk melaksanakan UTPO sebagai sedekah bumi. Berikut deskripsi isi CRPO:
1. Identitas Kiai Babadan
a Nama aslinya Pangeran Sindura
b Seorang petani kaya
c Seorang pendatang dari Madura
2. Identitas Ki Gemblong
a Seorang penggembala
b Berasal dari Tegalsambi
3. Kiai Babadan meminta pertolongan Ki Gemblong
a Kiai Babadan tidak sanggup mengurus ternak-ternaknya kemudian
meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembalakannya. b
Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan. 4.
Kinerja Ki Gemblong a
Ki Gemblong sangat tekun dalam mengurus ternak b
Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong. c
Hewan ternak nampak gemuk dan sehat.
commit to user 48
5. Keanehan mulai nampak
a Ternak Kiai Babadan tiba-tiba menjadi kurus dan sakit
b Ki Gemblong selalu pulang larut malam saat menggembala
6. Usaha masing-masing pihak
a Kiai Babadan yang cemas dengan keadaan ternaknya mencarikan
jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun gagal. b
Ki Gemblong sebagai dalang sakitnya ternak hanya diam saja dan menutupi kesalahannya.
7. Penyebab ternak sakit
a Ki Gemblong asyik menangkap dan membakar ikan di pinggir sungai
Kembangan sampai larut malam. b
Ki Gemblong tidak mau lagi mengurus ternak. 8.
Kecurigaan Kiai Babadan a
Kiai Babadan merasa aneh dengan kebiasaan Ki Gemblong yang selalu pulang larut malam.
b Kiai Babadan mencari tahu penyebab ternaknya sakit.
9. Pertarungan Kiai Babadan dan Ki Gemblong
a Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong sedang asyik memakan ikan
dan menelantarkan ternak b
Kiai Babadan tidak terima dengan perilaku Ki Gemblong c
Kiai Babadan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki Gemblong d
Ki Gemblong merasa dirinya terancam, kemudian balas memukul Ki Gemblong dengan merebut obor yang sama.
commit to user 49
e Kiai Babadan dan Ki Gemblong terlibat dalam pertarungan dengan
saling memukulkan obor. 10.
Pertarungan berhenti a
Percikan api dari obor mereka mengenai kandang ternak. b
Ternak yang tadinya lemas menjadi lari tunggang langgang. c
Melihat kejadian aneh yang menimpa ternak, Kiai Babadan dan Ki Gemblong mengakhiri pertarungan mereka.
3. Analisis Fungsi Pelaku
Berdasarkan penjelasan mengenai CRPO, umumnya suatu cerita rakyat memiliki versinya sendiri baik dalam hal nama-nama tokoh, perwatakan, latar
cerita, dan alur cerita. Apabila struktur cerita rakyat Perang Obor dikaji dengan teori fungsi pelaku dari Vladimir Propp, maka akan menghasilkan bentuk cerita
berdasarkan klasifikasi komponen-komponen dan hubungan di antara komponen- komponen tersebut dalam keseluruhan cerita. Menurut Vladimir Propp, dalam
struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut fungsi.
Fungsi pelaku yang ada di dalam CRPO antara lain:
1. Ketidakhadiran
ketiadaan, lambang : β Kiai Babadan adalah seorang petani kaya raya di Desa Tegalsambi
yang meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembala ternaknya. Setiap harinya Ki Gemblong pergi menggembalakan ternak. Namun lama
kelamaan Ki Gemblong selalu terlambat pulang saat menggembala. Hal ini membuat Kiai Babadan khawatir, karena tidak tahu kemana Ki Gemblong
menggembalakan ternaknya.
commit to user 50
2.
Pelanggaran, lambang: δ Sebagai seorang penggembala yang diberi tugas majikannya untuk
menjaga ternak dengan baik, Ki Gemblong seharusnya menjalankan amanah tersebut. Pada awalnya Ki Gemblong memang rajin dalam mengurus ternak,
sehingga membuat Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong. Namun, lama kelamaan Ki Gemblong telah lalai dalam menjalankan tugas.
Hewan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi kurus dan sakit-sakitan, hal itu dikarenakan Ki Gemblong yang lama kelamaan malas mengurus ternak dan
lebih senang membakar ikan di sungai tanpa mempedulikan ternak. Kelalaian Ki Gemblong yang disengaja merupakan suatu bentuk pelanggaran atas
amanat yang diembannya.
3. Kejahatan, lambang: A
Ki Gemblong menelantarkan ternak dan asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Sikap Ki Gemblong yang lepas tanggungjawab membuat
ternak-ternak Kiai Babadan menjadi tak terurus dan sakit. Tentu saja hal itu sangat merugikan Kiai Babadan. Ki Gemblong yang telah menyanggupi
tugasnya sebagai penggembala ternyata lalai dalam menjalankan tugas dan menutup-nutupi kesalahannya. Namun akhirnya keburukan Ki Gemblong
diketahui oleh Kiai Babadan.
4. Penipuan, lambang:
η Dampak dari sikap Ki Gemblong yang tidak mau mengurus ternak
menjadikan ternak-ternak tersebut sakit. Tentu saja Kiai Babadan selaku pemilik ternak bingung dengan keadaan ternaknya. Tak kurang-kurangnya
dibacakan jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun sia-sia.
commit to user 51
Sedangkan Ki Gemblong yang menjadi dalang penyebab sakitnya ternak tidak mau mengakui kesalahannya, dan membuat Kiai Babadan tertipu.
5.
Muslihat, lambang: θ Kiai
Babadan tidak
menyalahkan Ki
Gemblong, justru
mengkhawatirkan Ki Gemblong yang sering terlambat pulang. Kiai Babadan tidak mengetahui kejadian sebenarnya bahwa Ki Gemblong telah
merugikannya.
6. Permulaan tindak balas, lambang: C
Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong yang sedang asyik membakar ikan, lalu memukul dengan menggunakan obor yang dibawanya. Kemarahan
Kiai Babadan dipicu karena kelalaian Ki Gemblong dalam mengurus hewan ternak. Ternak-ternak Kiai Babadan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi
kurus dan ada yang mati, karena Ki Gemblong tidak mau mengurusnya lagi. Sebagai pemilik ternak, Kiai Babadan tidak terima atas apa yang terjadi pada
ternak-ternaknya dan mencari Ki Gemblong yang sedang menggembala ternak. Kiai Babadan mendapati Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan,
kemudian Kiai Babadan langsung memukulkan obor pada Ki Gemblong. Ki Gemblong yang tidak terima dengan perlakuan tersebut balas memukul Kiai
Babadan, sehingga terjadi balas membalas antara Kiai Babadan dengan Ki Gemblong.
7. Pertarungan, lambang: H
Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan Kiai Babadan. Ki Gemblong yang merasa terancam jiwanya merebut obor yang dibawa Kiai Babadan
commit to user 52
untuk ganti memukulnya. Akhirnya mereka saling berebut obor dan pukul memukul demi keselamatan diri.
8. Hukuman, lambang: U
Kiai Babadan yang kecewa dengan kemalasan Ki Gemblong, menghukumnya dengan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki
Gemblong. Kiai Babadan melakukan hal tersebut karena ingin memberi pelajaran hukuman kepada Ki Gemblong yang lalai menjalankan tugas
sebagai penggembala agar jera dan tidak malas lagi.
9. Pengakuan, lambang : Q
Sejak adanya peristiwa pertarungan obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong, warga Tegalsambi percaya bahwa perang obor dapat menjauhkan
bencana. Kemudian warga Tegalsambi mengadakan UTPO sebagai tolak bala dan sedekah bumi.
Dari kesembilan fungsi di atas masing-masing didistribusikan ke dalam beberapa lingkungan tindakan. Setiap lingkungan tindakan dapat mencakupi satu
atau beberapa fungsi. Namun dari kesembilan fungsi pelaku dalam CRPO hanya dapat didistribusikan ke dalam satu lingkungan tindakan saja. Lingkungan
tersebut yaitu lingkungan aksi penjarah, dimana peristiwa dalam CRPO terjadi di tempat Ki Gemblong menggembala ternak.
Hasil analisis fungsi pelaku yang terdapat dalam CRPO berjumlah sembilan fungsi. Namun, dalam CRPO tidak menggunakan unsur penjahat dan
pahlawan. Pelaku dalam CRPO diibaratkan sebagai seorang bawahan dan majikan. Sang majikan mencari bawahannya yang belum pulang juga saat
menggembala ternaknya. Ketika sang majikan mencari, ternyata
pangonnya
commit to user 53
sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai. Kiai Babadan selaku majikan kecewa dengan sikap Ki Gemblong,
pangonnya
, yang lalai menjalankan tugasnya sebagai penggembala. Kemudian Kiai Babadan menghukum Ki Gemblong dengan
memukulkan obor ke tubuh Ki Gemblong.
4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor
UTPO dalam pelaksanaannya masih melestarikan tradisi leluhur. Upacara ini diselenggarakan erat kaitannya dengan kegiatan penduduk sehari-hari,
terutama kegiatan petani dalam mengolah tanah. Upacara tersebut dilaksanakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Dzulhijah, namun untuk
pelaksanaan sekarang ini disesuaikan dengan masa panen. Dalam pola berpikir orang Jawa yang menganut tradisi warisan dari leluhur, ada keyakinan atau
kepercayaan terhadap apa yang dianggap hari keramat dan suci. Warga Tegalsambi meyakini bahwa pada hari tesebut merupakan hari hilangnya wabah
penyakit yang menimpa Desa Tegalsambi.
Menurut keyakinan yang ada, UTPO akan memperkuat dugaan hilangnya wabah penyakit. Tanpa upacara tersebut, warga percaya ada kemungkinan
datangnya wabah penyakit dan malapetaka, sehingga akan mengakibatkan
bencana bagi penduduk yang bersangkutan.
Sehubungan dengan pelaksanaan UTPO terdapat beberapa kegiatan ritual yang harus dilaksanakan oleh warga Desa Tegalsambi. Kegiatan tersebut antara
lain:
a. Selamatan di punden-punden
Sebelum melaksanakan UTPO, penduduk Tegalsambi terlebih dulu mengadakan selamatan kenduri di punden-punden yang diyakini sebagai
commit to user 54
makam para leluhur dan sesepuh pendiri Desa Tegalsambi. Selamatan ini tidak terpisahkan dari kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti
maupun makhluk-makhluk halus. Sebab, hampir semua selamatan ditujukan untuk memperoleh keselamatan hidup. Selamatan ini dilaksanakan beberapa
kali di tempat yang berbeda-beda dengan perincian sebagai berikut : a.1. Senin Pahing tiga puluh lima hari sebelum pelaksanaan UPTO, pada
waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul 12.30 WIB, diadakan selamatan di punden Tegal makam Kiai Dasuki. Kiai Dasuki
merupakan tokoh paling penting di Desa Tegalsambi, karena beliau yang memberi nama Desa Tegalsambi. Kiai Dasuki adalah seorang petani
yang juga mengelola Pondok Pesantren. Di samping mengajarkan ilmu agama, Kiai Dasuki juga berusaha membuka hutan untuk dijadikan
sawah ataupun tegalan. Pada saat itu, daerah tersebut belum mempunyai nama, maka diambillah kehidupan masyarakat sehari-hari yang bekerja
pengukir, nelayan, peternak juga mempunyai pekerjaan sambilan
samben
di tegalan sawah sebagai petani. Oleh karena itu nama Tegalsambi dianggap paling tepat untuk nama daerah tersebut.
Saat pelaksanaannya, Kepala desa beserta perangkatnya dan warga masyarakat datang ke punden untuk mengadakan selamatan dan
doa bersama. Para perangkat desa dan warga datang ke punden sambil membawa nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Jika semua sudah
berkumpul, Kepala desa sebagai wakil desa segera membakar kemenyan. Kemudian Modin memimpin tahlilan dan diakhiri dengan doa untuk
commit to user 55
arwah leluhur yang dimakamkan di tempat tersebut. Setelah selesai berdoa, diadakan tukar menukar makanan dan kemudian makan bersama.
Selamatan di punden-punden dilaksanakan beberapa kali pada waktu dan tempat yang berbeda. Pelaksanaan pada punden yang satu
dengan yang lain tidak jauh berbeda. a.2. Jum’at Legi, pada waktu setelah Shalat Maghrib atau kurang lebih pukul
18.00 WIB, diadakan selamatan di perempatan Desa Tegalsambi yaitu punden prapatan, makam Ki Gemblong. Ki gemblong merupakan tokoh
dalam Cerita Rakyat Perang Obor sebagai penggembala. Uniknya, punden ini hanya berupa perempatan saja, tidak ada nisannya. Untuk
orang awam tidak akan ada yang tahu bahwa di perempatan tersebut adalah makam Ki Gemblong. Namun untuk warga Tegalsambi percaya
dan mengetahui bahwa di perempatan tersebut adalah makam Ki Gemblong.
Pelaksanaan selamatannya, warga beserta perangkat desa berkumpul di perempatan kemudian melakukan doa bersama dan makan
bersama seperti di makam sebelumnya. a.3. Senin Wage, pada waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul
12.30 WIB, diadakan selamatan di masjid barat Desa Tegalsambi, tempat makam Kiai Rofi’i.
a.4. Jum’at Pon, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di tiga tempat sekaligus, dan warga desa yang memiliki tanah di sekitar punden akan
mendatangi punden tersebut. Adapun ketiga punden tersebut adalah
commit to user 56
punden Doromanis makam Kiai Surgimanis, punden Gambiran makam Kiai Babadan, dan punden Bendo makam Kiai Tunggul Wulung.
Kiai Surgimanis adalah seorang Kiai yang mempunyai kebiasaan bertapa atau menyepi, dan biasanya dilakukan di Doromanis. Kiai
Babadan adalah tokoh dalam Cerita Rakyat Perang Obor yang memiliki banyak ternak dan meminta tolong pada Ki Gemblong untuk mengurus
ternaknya. Sedangkan Kiai Tunggul Wulung adalah seorang Kiai yang sangat disukai oleh masyarakat karena sifat rendah hatinya. Meskipun
memiliki kesaktian, namun Kiai Tunggul Wulung tidak mau menunjukkan kesaktiannya dihadapan murid-murid dan masyarakat.
a.5. Jum’at Pahing, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di punden Sorogaten, makam Kiai Sorogaten. Kiai Sorogaten juga merupakan
leluhur di Desa Tegalsambi. Maksud dari selamatan ini adalah memohonkan ampun untuk para leluhur Desa Tegalsambi, supaya
mereka mendapatkan ampunan dan mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya.
b. Penyembelihan Hewan Kurban Untuk Sesaji
Pada pukul 07.00 sampai pukul 08.00 WIB diadakan penyembelihan hewan kurban berupa kerbau jantan untuk perlengkapan sesaji.
Penyembelihan kerbau dilakukan oleh
modin
dan dibantu oleh para perangkat desa. Saat penyembelihan, darah yang mengalir dari leher kerbau ditampung
pada sebuah kuali kecil yang akan digunakan untuk perlengkapan sesaji. Hasil penyembelihan yang digunakan untuk sesaji yaitu daging dan darahnya.
Khusus darah kerbau, hanya digunakan untuk sesaji di rumah Petinggi saja.
commit to user 57
Setelah menyembelih kerbau, kerbau dikuliti dan dibersihkan, selanjutnya dilanjutkan dengan pembuatan sesaji. Namun tidak semua sesaji
menggunakan daging kerbau. Daging kerbau hanya digunakan untuk sesaji di rumah Petinggi dan makam-makam leluhur yang dianggap penting di Desa
Tegalsambi. Hewan kurban yang digunakan adalah kerbau jantan yang belum
pernah dipakai untuk bekerja. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat Desa Tegalsambi dihindarkan dari segala macam kebodohan.
Sesaji diletakkan di perempatan Desa Tegalsambi, semua perbatasan Desa Tegalsambi, jembatan di Desa Tegalsambi, makam para leluhur, rumah
Petinggi, ruang penyimpanan pusaka desa, serta untuk acara wayang. Warga percaya bahwa di setiap tempat tersebut terdapat penunggu Desa Tegalsambi
yang dapat menjaga kelancaran acara UTPO, serta untuk menghormati para leluhur.
c. Pementasan Wayang Kulit
Pementasan wayang kulit diadakan selama sehari semalam di hari pelaksanaan UTPO. Pementasan wayang kulit bukan hanya sebagai hiburan
semata, namun merupakan salah satu prosesi pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor.
Pada waktu penyelenggaraan wayang kulit biasanya dimulai pukul 09.00 dengan dilantunkan gamelan “
Kebo Giro
”. Kemudian kurang lebih pukul 11.00 dilanjutkan dengan permainan wayang kulit. Sehubungan dengan
pelaksanaan sedekah bumi, maka tema yang digunakan dalam pementasan wayang kulit tersebut adalah lakon Sri Sadana. Lakon Sri Sadana dimainkan
commit to user 58
pada siang hari, dan itu merupakan tema wajib yang sudah ditentukan dan merupakan tradisi warisan leluhur. Dikatakan tema wajib karena Sri Sadana
melambangkan kemakmuran panen, yang memiliki tujuan untuk memuliakan Dewi Sri, yaitu Dewi Padi yang dipercaya mampu menjadikan tanah
pertanian menjadi subur. Cerita wayang di siang hari selalu menyajikan kisah Sri Sadana, yang menceritakan kembalinya Dewi Sri ke tanah Jawa dan
diharapkan bisa melestarikan kesuburan tanah pertanian. Maksud dari pertunjukan ini sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan sebagai
rasa terima kasih kepada Dewi Sri Dewi Padi yang telah menjaga dan merawat tanaman mereka. Pada malam hari setelah perang obor selesai
dilaksanakan, masyarakat kembali dihibur dengan pementasan wayang kulit dengan lakon yang baru dan biasanya menyesuaikan dengan permintaan
masyarakat, karena sebagai hiburan saja. Penyelenggaraan wayang kulit ini biasanya dilaksanakan di balai desa.
d. Barikan Selamatan di Masjid
Siang hari pada waktu ba’da dhuhur, warga Tegalsambi berkumpul di masjid desa, masjid Baituz Zakirin. Mereka membawa nasi lengkap dengan
lauk pauknya utnuk menggelar kenduri dan doa bersama. Warga duduk membentuk lingkaran, dan di tengahnya tersedia berbagai macam makanan
untuk disantap bersama-sama. Setelah selesai berdoa, warga memakan hidangan yang telah tersedia bersama-sama.
Selamatan ini agak berbeda sedikit dengan selamatan di punden- punden. Selamatan di sini lebih ditujukan sebagai permohonan selamat untuk
para warga Desa Tegalsambi dari segala musibah dan malapetaka, serta
commit to user 59
supaya dalam pelaksanaan UTPO dapat berjalan lancar tanpa adanya suatu halangan apapun.
e. Acara puncak Upacara Tradisional Perang Obor
Pada malam harinya, puncak dari serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh warga dari pagi hingga malam adalah UTPO. Upacara
dimulai sekitar pukul 20.00 WIB sampai selesai. Sebelum melaksanakan permainan perang obor, para peserta dikumpulkan terlebih dahulu untuk
diberi pengarahan. Setelah mendapat pengarahan dari panitia, dan semuanya telah siap maka UPTO siap dimulai. Kepala desa dengan memakai pakaian
adat Jawa berjalan menuju perempatan desa dengan didampingi oleh para perangkat desa dan
bayan leger
yang membawa pusaka desa. Sedangkan para pemain perang obor berjalan beriringan di belakang para perangkat Desa
Tegalsambi menuju perempatan desa, sedangkan para perangkat desa naik ke panggung kehormatan.
Upacara dimulai dengan pembacaan doa oleh
modin
pemuka agama desa, dilanjutkan acara sambutan dari Kepala Desa Tegalsambi, Camat, dan
Bupati Jepara. Setelah acara sambutan, Kamitua membacakan doa-doa Jawa mantra pada kemenyan di perempatan desa agar acara berjalan dengan
lancar. Tujuan membacakan doa di perempatan desa karena di perempatan tersebut merupakan tempat bersemayam leluhur Tegalsambi, Ki Gemblong.
Selesai membacakan mantra, obor mulai dinyalakan oleh tamu kehormatan misalnya Bupati Jepara dengan obor kecil. Dinyalakannya obor pertama,
menandakan bahwa perang obor sudah bisa dimulai. Sesaat kemudian para
commit to user 60
peserta menyulutkan senjata mereka masing-masing, dan dimulailah peperangan.
Peralatan obor yang dibutuhkan dalam upacara tersebut adalah pelepah daun kelapa kering
blarak
. Selain itu juga dibutuhkan daun pisang kering sebagai campuran bahan pembakar daun kelapa tersebut. Campuran
pelepah daun kelapa kering dengan daun pisang kemudian ditata dengan bentuk tertentu, sehingga bisa digunakan untuk memukul lawan. Peserta
Perang Obor dibagi menjadi empat bagian yang menyebar di empat penjuru desa perempatan, kemudian berlarian untuk saling menyerang.
Suasana semakin memanas ketika para peserta saling mengejar untuk memukul lawannya. Apabila obornya mati, peserta segera menyalakan
obornya dan kembali menyerang sampai obornya habis. Untuk menjaga agar tidak terlalu panas jika terkena pijaran api, para
peserta mengenakan pelindung seperti jaket, caping, penutup wajah, helm, kaos tangan, dan sebagainya.
Selain sebagai penolak bahaya, adapun makna dari api obor tersebut bahwa api merupakan lambang dari semangat. Api yang menyala membakar
obor adalah lambang sebuah semangat yang menyala. Diharapkan, warga Tegalsambi selalu memiliki semangat yang menyala dalam belajar untuk
memberantas kebodohan, bekerja keras, tekun beribadah, serta membangun daerahnya agar maju sehingga terhindar dari bencana.
f. Penutup acara UTPO
Setelah UTPO selesai, maka selesai sudah pelaksanaan kegiatan tersebut. Para pemain dan perangkat desa berkumpul di rumah Petinggi untuk
commit to user 61
berdoa bersama sebagai ungkapan rasa syukur bahwa segala kegiatan yang berhubungan dengan UTPO telah selesai dilaksanakan dengan lancar.
Kemudian para peserta dipersilahkan untuk mengobati luka-luka akibat terkena percikan api dengan menggunakan minyak kelapa yang diramu
khusus oleh ibu petinggi. Para penonton yang mengalami luka bakar dari percikan api tersebut juga bisa mengobati lukanya. Obat tersebut sangat
ampuh mengobati luka bakar akibat percikan api perang obor.
5. Pelaku Dalam Upacara Tradisional Perang Obor
UTPO merupakan upacara tradisi yang harus dilaksanakan bagi warga Desa Tegalsambi. Untuk itu, warga bertanggung jawab atas segala pelaksanaan
upacara tersebut. Dalam pelaksanaan upacara tradisional tersebut, warga yang terlibat yaitu Kepala Desa beserta perangkatnya, tokoh agama, serta organisasi
kepemudaan Karang Taruna. Mereka inilah yang mengadakan musyawarah desa untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut persiapan, seperti penentuan
hari pelaksanaan, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Yang terlibat dalam tahap
Upacara Tradisional Perang Obor antara lain:
a. Pada Waktu Selamatan di Punden-punden
Selamatan yang dilaksanakan selama selapan hari sebelum acara puncak Perang Obor ini melibatkan:
1. Kepala desa dan perangkat desa sebagai sesepuh yang membakar
kemenyan 2.
Modin
sebagai pemimpin doa 3.
Beberapa warga desa yang ikut dalam selamatan.
commit to user 62
b. Pada Waktu Penyembelihan Hewan
Penyembelihan hewan yang dilaksanakan pada pagi hari di hari pelaksanaan UTPO ini melibatkan:
1. Modin
sebagai pemimpin penyembelihan
2.
Para perangkat desa membantu
3.
Ibu-ibu istri perangkat desa dan warga yang ikut membantu 4.
Beberapa warga yang menyaksikan
c. Pada Waktu Penyelenggaraan Wayang Kulit
Pementasan wayang kulit diselenggarakan sebagai ungkapan rasa terima kasih warga kepada Dewi Sri Dewi Padi yang telah menjaga padi
dan tanaman mereka. Yang terlibat dalam penyelenggaraan ini antara lain: 1.
Kepala desa dan perangkatnya 2.
Dalang beserta rombongannya 3.
Beberapa warga yang menyaksikan
d. Pada Waktu Selamatan di Masjid
Selamatan yang diselenggarakan setelah Shalat Dhuhur ini melibatkan: 1.
Kepala desa beserta perangkat desa yang memimpin sesaji 2.
Modin
sebagai pemimpin doa 3.
Beberapa warga yang ikut selamatan.
e. Pada Waktu Perang Obor
Pelaksanaan perang obor merupakan acara puncak dalam Upacara Tradisional Perang Obor. Yang terlibat dalam pelaksanaan ini antara lain:
1. Kepala Desa yang memimpin upacara
2. Istri Kepala Desa
commit to user 63
3. Bupati Jepara yang memberi sambutan
4. Para perangkat desa yang mendampingi dan membantu kepala desa
5.
Modin
sebagai pemimpin doa 6.
Kamitua sebagai pembaca doa khusus di perempatan 7.
Para pemain yang telah mendaftarkan diri 8.
Para penonton yang menyaksikan dan ikut menyemarakkan UPTO.
f. Penutupan Acara UTPO
Setelah pelaksanaan perang obor selesai para pemain dan perangkat desa berkumpul di rumah kepala desa untuk melakukan doa bersama dan
menyembuhkan luka bakar para pemain, serta dilanjutkan acara makan bersama. Yang terlibat dalam acara penutupan ini adalah semua warga yang
terlibat dari tahap awal upacara hingga puncak acara, antara lain: 1.
Kepala Desa sebagai tuan rumah 2.
Para perangkat desa 3.
Bupati Jepara
4. Modin
5. Para pemain perang obor
6. Istri Kepala Desa yang menyiapkan obat
commit to user 64
C. Fungsi Mitos