CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH (Tinjauan Folklor)

(1)

commit to user

i

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL

PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI

KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA

PROPINSI JAWA TENGAH

(Tinjauan Folklor)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

SHANTI DYAH PUSPA RATRI C0106047

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL

PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI

KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA

PROPINSI JAWA TENGAH

(Tinjauan Folklor)

Disusun oleh:

Shanti Dyah Puspa Ratri

C0106047

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum Siti Muslifah, SS, M.Hum NIP 196302121988031002 NIP 197311032005012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutarjo, M.Hum NIP 196001011987031004


(3)

commit to user

iii

CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL

PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI

KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA

PROPINSI JAWA TENGAH

(Tinjauan Folklor)

Disusun Oleh:

Shanti Dyah Puspa Ratri

C0106047

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum

NIP. 195710231986012001 ………

Sekretaris : Dra. Sundari, M.Hum

NIP. 195610031981032002 ………

Penguji I : Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum

NIP. 196302121988031002 ………

Penguji II : Siti Muslifah, SS, M.Hum

NIP. 197311032005012001 ………

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001


(4)

commit to user

iv


(5)

commit to user

v

MOTTO

“ Waktu memang tak terbatas, namun waktu kita terbatas.”

Anonim

“ Sesuatu yang belum kita kerjakan, seringkali nampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah melakukannya dengan baik.”


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

1. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendo’akan saya 2. Kakak dan adik saya tersayang

3. Seseorang yang selalu memberi semangat, Taufiq Herdyawan 4. Almamater


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH” (Tinjauan Folklor).

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sastra jurusan Sastra Daerah di Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Menyadari bahwa penulisan ini mengalami banyak hambatan, namun berkat bantuan dari beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra beserta staf yang telah mengijinkan penulis mengakhiri studi dengan pembuatan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus selaku Pembimbing Akademik, yang senantiasa memberi motivasi dan dorongan dalam menempuh perkuliahan hingga menyelesaikan studi.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi motivasi untuk segera menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.


(8)

commit to user

viii

4. Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum selaku pembimbing pertama, dengan penuh kesabaran mengarahkan dan memberi petunjuk yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai.

5. Ibu Siti Muslifah, S.S, M.Hum selaku pembimbing kedua, dengan penuh kesabaran telah membimbing dan memberi motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi in sampai selesai.

6. Dra. Sundari, M.Hum selaku koordinator Bidang Sastra yang telah memberi banyak pengetahuan bermanfaat bagi penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Sastra Daerah yang telah memberi bekal pengetahuan yang sangat berharga dan berguna bagi penulis.

8. Staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada penulis.

9. Bapak Sumarno, SH selaku Kepala Desa Tegalsambi beserta para informan dengan keramahannya telah bersedia membantu dalam penulisan skripsi ini.

10. Keluarga besar di Jepara yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi serta memberikan tempat singgah yang nyaman ketika penelitian di Jepara.

11. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2006. Terima kasih untuk cerita yang telah kalian goreskan di buku hidupku. Terlalu banyak kenangan yang terukir bersama kalian, dan akan selalu tersimpan manis diingatanku.


(9)

commit to user

ix

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan tulus telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

“Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, penulis menyadari sepenuh hati akan makna peribahasa itu, bahwa tak ada sesuatu yang tak sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun dengan senang hati penulis harapkan demi kesempurnaan karya-karya selanjutnya.

Surakarta, Agustus 2010 Penulis


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN……… ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

HALAMAN MOTTO………. v

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR SINGKATAN……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

ABSTRAK………... xvi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Batasan Masalah………... 6

C. Permasalahan……….. 7

D. Tujuan Permasalahan……….. 7

E. Manfaat Penelitian………... 8

F. Sistematika Penulisan………... 9

BAB II LANDASAN TEORI……… 10

A. Tradisi Lisan……… 10

B. Folklor……….. 11

C. Cerita Rakyat……… 17


(11)

commit to user

xi

E. Nilai Guna Folklor……….. 19

F. Upacara Tradisional……… 19

G. Makna Simbolik……….. 21

H. Fungsi Mitos……… 22

I. Pendekatan Folklor………... 24

BAB III METODE PENELITIAN………. 26

A. Metode Penelitian Sastra Lisan……….. 26

B. Lokasi Penelitian………... 26

C. Bentuk Penelitian……… 26

D. Sumber Data dan Data Penelitian………..… 27

E. Teknik Pengumpulan Data………. 28

F. Teknik Analisis Data……….………. 29

BAB IV PEMBAHASAN………. 31

A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi……….…….. 31

1. Kondisi Geografis……….... 31

2. Kondisi Demografis………. 32

3. Kondisi Sosial Budaya……….. 35

4. Tradisi Masyarakat………. 37

B. Bentuk dan Asal-usul Cerita……… 38

1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor……… 38

2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor……… 40

3. Analisis Fungsi Pelaku Cerita Rakyat Perang Obor………… 49

4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor……… 53

5. Pelaku dalam Upacara Tradisional Perang Obor………. 61

C. Fungsi Mitos……… 64


(12)

commit to user

xii

dunia……… 66

2. Memberikan Jaminan Masa Kini………... 68

3. Memberikan Pengetahuan Tentang Dunia……… 68

D. Makna Simbolik Sesaji……… 69

E. Nilai Guna Cerita Rakyat……… 75

1. Fungsi Cerita Rakyat Perang Obor……… 75

2. Fungsi Upacara Tradisional Perang Obor……… 78

3. Nilai Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Perang Obor… 79 BAB V PENUTUP……… 84

A. Kesimpulan………... 84

B. Saran……… 86

DAFTAR PUSTAKA……… 88


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Komposisi penduduk menurut usia

Tabel 2 : Komposisi penduduk menurut mata pencaharian Tabel 3 : Komposisi jumlah sekolah beserta jumlah muridnya Tabel 4 : Jumlah pemeluk agama beserta tempat peribadatannya


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR SINGKATAN

CRPO : Cerita Rakyat Perang Obor ha : Hekto are/hektar

km : Kilometer

m : Meter

RT : Rukun Tetangga RW : Rukun Warga s/d : Sampai dengan swt : Subhanahu Wa Ta’ala


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sinopsis……….. 91

Lampiran 2. Peta Kabupaten Jepara………... 95

Lampiran 3. Surat Penelitian……….. 96

Lampiran 4. Data Informan dan Narasumber……… 98

Lampiran 5. Daftar Pertanyaan Informan atau Narasumber………. 103


(16)

commit to user

xvi ABSTRAK

Shanti Dyah Puspa Ratri. C 0106047. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.

Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.

Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor.

Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor. Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk, isi, mitos,


(17)

commit to user

xvii

serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.


(18)

commit to user Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor

di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah

(Tinjauan Folklor)

Shanti Dyah Puspa Ratri1 Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum2

Siti Muslifah, S.S, M.Hum3

ABSTRAK

2010. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor

di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi:

Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.

Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi

1

Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106047

2 Dosen Pembimbing I

3 Dosen Pembimbing II

pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.

Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor.

Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor.


(19)

commit to user Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk, isi, mitos, serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai tempat-tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai

pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.


(20)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidup di zaman globalisasi seperti sekarang ini menuntut manusia untuk hidup modern. Namun sebagai makhluk yang berkebudayaan, manusia modern pun tidak bisa melepaskan tradisi atau kebudayaan yang melekat pada dirinya begitu saja. Mereka tetap memegang teguh warisan leluhur yang sudah turun temurun dan menjadi suatu tradisi yang bernilai tinggi. Tradisi warisan leluhur dalam hal ini adalah folklor.

Folklor merupakan bagian dari kebudayaan berupa karya sastra yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tradisional. Karya sastra merupakan hasil dari kreativitas manusia baik secara tertulis maupun secara lisan berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan sosial. Karya sastra yang tertulis misalnya prosa, cerita pendek, cerita bersambung, novel dan lain-lain, sedangkan karya sastra lisan adalah karya sastra yang diwariskan turun-temurun secara lisan, dan salah satu jenis karya sastra lisan adalah cerita rakyat.

Setiap daerah di Indonesia memiliki ragam kebudayaan, misalnya di daerah Jepara. Jepara merupakan salah satu kabupaten provinsi Jawa Tengah yang berada di bagian utara. Di wilayah Jepara terdapat banyak kebudayaan berupa cerita rakyat yang tersebar di pelosok-pelosok pedesaan, salah satunya adalah cerita rakyat Perang Obor. Cerita rakyat Perang Obor masih relevan dan dilestarikan oleh masyarakat pemiliknya di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara. Cerita rakyat Perang Obor adalah objek dalam penelitian ini.


(21)

commit to user

Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang penyebarannya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut. Sastra lisan berfungsi sebagai alat untuk menghibur dan sebagai karya yang mengandung hal yang berguna. Horace (dalam Depdikbud, 7 : 1996) mengatakan bahwa sastra lisan berfungsi dulce et utile (sweet and useful). Sastra lisan sebagai alat dulce berfungsi menghibur, memberi kenikmatan, kegembiraan, kepuasan, atau kelegaan pada hati pendengar. Sastra lisan sebagai

utile berfungsi untuk mendidik, memberi nasihat, memberi pengetahuan,

membimbing bermoral, memberi gambaran kebiasaan tata cara kehidupan, atau memberi pengetahuan tentang asal-usul, peristiwa, atau jasa masyarakat lama.

Orientasi penyebaran cerita rakyat terbatas pada daerah tertentu dan merupakan muatan lokal yang menyatu sekaligus sebagai kebanggaan daerah yang bersangkutan. Cerita rakyat bersifat anonim. Maksudnya, dalam cerita rakyat tidak diketahui pengarangnya secara pasti.

Pada dasarnya cerita rakyat senantiasa mengalami perubahan dari masa ke masa, bahkan dari penuturan satu ke penuturan lain dalam waktu yang berbeda, meski dari kelompok atau individu yang sama. Hal tersebut disebabkan karena penuturnya tidak mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap seperti yang didengarnya dari penutur sebelumnya. Karena lupa bagian-bagian cerita yang dituturkannya itu, lalu diganti atau diubahnya dengan bagian hasil rekamannya sendiri.

Menurut cerita yang berkembang, asal mula cerita rakyat Perang Obor terjadi karena keteledoran seorang penggembala yang menelantarkan kerbau-kerbau yang digembalanya. Di desa Tegalsambi terdapat seorang petani kaya raya bernama Kiai Babadan. Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama


(22)

commit to user

kerbau dan sapi. Namun karena tidak bisa mengurusnya, maka Kiai Babadan meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk mengurus ternaknya. Pada awalnya, Ki Gemblong sangat tekun dalam memelihara ternak-ternak tersebut, sehingga binatang peliharaan tersebut tampak gemuk dan sehat.

Ki Gemblong yang menggembala ternak di tepi sungai Kembangan asyik menyaksikan ikan-ikan yang ada di sungai tersebut. Tanpa menyia-nyiakan waktu, ia langsung menangkap ikan tersebut, kemudian hasil tangkapannya dibakar dan dimakan di kandang. Setelah kejadian itu, setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan, sehingga ia lupa akan tugas sebagai penggembala. Akhirnya kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan sakit, bahkan mulai ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung. Lama-kelamaan Kiai Babadan mengetahui apa yang menyebabkan ternaknya menjadi sakit, tak lain karena Ki Gemblong yang tidak mengurus ternak-ternaknya lagi. Melihat hal semacam itu Kiai Babadan marah besar. Kiai Babadan menemui Ki Gemblong yang sedang asyik membakar ikan. Lalu menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah kelapa yang dibawanya. Kebetulan di sekitar sungai ada banyak blarak. Mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan, Ki Gemblong tidak tinggal diam. Dia merampas obor yang dibawa Kiai Babadan untuk balas memukul Kiai Babadan, sehingga terjadilah Perang Obor yang apinya berserakan kemana-mana. Percikan-percikan api tersebut membakar tumpukan jerami di dekat kandang ternak. Kobaran api tersebut mengakibatkan ternak yang berada di kandang lari tunggang langgang dan tanpa diduga ternak yang tadinya sakit akhirnya menjadi sembuh. Mereka heran dengan keadaan tersebut, bahwa


(23)

commit to user

ternak yang semula sakit tiba-tiba menjadi sembuh. Mengetahui kenyataan seperti itu, akhirnya mereka berdua mengakhiri peperangan.

Cerita rakyat sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang edukatif, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang paling menonjol dalam cerita rakyat Perang Obor adalah pentingnya sikap tanggungjawab. Hal ini terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan sebuah amanah.

Cerita rakyat Perang Obor yang dimiliki masyarakat Tegalsambi tersebut berperan sebagai kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra lisan. Sampai sekarang masyarakat Tegalsambi masih mempertahankan dan melestarikan tradisi yang dimilikinya tersebut. Mereka percaya bahwa Perang Obor dapat menghindarkan masyarakat dari musibah. Misalnya, sejak peristiwa perang obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong anak-cucu mereka melakukan upacara Perang Obor. Upacara tersebut dimaksudkan untuk mengusir segala ruh jahat yang mendatangkan penyakit. Pada saat sekarang upacara tradisional Perang Obor digunakan sebagai sarana sedekah bumi, untuk ungkapan rasa syukur warga Desa Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara tradisional ini diadakan setahun sekali, yaitu Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Besar (Dzulhijah), diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat desa. Semua berkaitan erat dengan kepercayaan yang sulit dilepaskan dan dilupakan begitu saja oleh masyarakat setempat.

Budaya warisan lisan akan punah apabila tidak dijaga dan dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan. Berangkat dari kondisi itulah penulis tertarik untuk mengangkat


(24)

commit to user

cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor dalam penelitian ini. Karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.

Masyarakat Tegalsambi dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor selalu menyiapkan makanan sesaji sebagai persyaratan. Di dalam sesaji tersebut terkandung maksud tertentu antara lain sebagai upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

Penulisan penelitian cerita Rakyat Perang Obor ini, diharapkan agar lebih memasyarakat atau dikenal lebih luas. Jadi, bukan hanya dikenal masyarakat Jepara atau Jawa Tengah saja. Upacara tradisional Perang Obor merupakan tradisi masyarakat Desa Tegalsambi yang sangat unik dan memiliki ciri khas. Cara permainannya yaitu, para pemain saling memukul dengan menggunakan dua atau tiga bendel pelepah kelapa kering yang bagian dalamnya diisi dengan daun pisang. Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan / digunakan sebagai alat saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar. Upacara tradisional Perang Obor diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur warga terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Masyarakat Desa Tegalsambi mayoritas beragama Islam, mereka taat menjalankan perintah agama. Namun bukan berarti ketaatan mereka dalam beragama menghapus ajaran budaya dan adat istiadat yang ada kaitannya dengan cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor. Hal tersebut merupakan bukti bahwa terjadi percampuran antarbudaya, yaitu adat istiadat masyarakat dengan ajaran agama Islam.


(25)

commit to user

Tanggapan positif dapat dilihat dari adanya tradisi upacara tradisional Perang Obor. Warga saling gotong royong mempersiapkan acara tersebut hingga selesai acara. Selain itu, rasa kebersamaan pun juga terlihat ketika warga berkumpul di punden-punden untuk selamatan. Adapun tanggapan negatifnya adalah adanya masyarakat yang masih percaya dengan hal-hal mistis.

Tradisi adiluhung tersebut unik karena hanya satu-satunya di Jawa Tengah. Nilai-nilai tradisi yang hidup dan berkembang di masyarakat harus dilestarikan agar tidak punah terkikis oleh budaya modern. Penelitian ini merupakan salah satu langkah dalam upaya menelusuri dan melestarikan kebudayaan daerah.

B. Batasan Masalah

Sebuah penelitian akan banyak menimbulkan permasalahan yang sangat komplek, yang akan mengakibatkan hasil penelitian kurang terfokus. Penelitian ini membatasi masalah isi, fungsi mitos, makna simbolik, serta nilai guna dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor. Langkah awal yakni dengan mengkaji bentuk, isi, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat Perang Obor. Langkah kedua yaitu menganalisis fungsi mitos dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor. Langkah selanjutnya menganalisis makna simbolik sesaji-sesaji yang terdapat dalam Upacara Tradisional Perang Obor. Batasan masalah selanjutnya yakni menelaah nilai guna yang terdapat dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor.


(26)

commit to user C. Permasalahan

Supaya penelitian ini terfokus, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Bagaimanakah profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara?

2. Bagaimanakah bentuk dan asal-usul, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat Perang Obor?

3. Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor?

4. Apa makna simbolik dari sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor?

5. Nilai guna apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya?

D. Tujuan Penelitian

Merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena dengan tujuan itulah dapat diketahui apa yang hendak dicapai atau diharapkan.

Penulis mengadakan penelitian tentang Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara.

2. Mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor.


(27)

commit to user

3. Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor.

4. Mendeskripsikan makna simbolik sesajen dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor.

5. Mendeskripsikan nilai guna Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.

E. Manfaat Penelitian

Dalam hal manfaat yang berkaitan dengan penelitian ini dilihat dari obyek kajian, batasan masalah, serta tujuan yang dicapai, hasil yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebuah laporan penelitian yang berisi deskripsi tentang cerita rakyat Perang Obor di desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Oleh sebab itu, manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dicapai dari penelitian ini adalah (a) secara teoritis, penelitian ini mampu menggunakan dan memanfaatkan teori folklor untuk dapat mengetahui bentuk dan isi yang terkandung dalam Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor, (b) sebagai ajaran dan fungsi bagi masyarakat pendukungnya. (c) penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah (a) dapat mendokumentasikan Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang


(28)

commit to user

Obor sebagai salah satu aset lisan dan tradisi Nusantara, (b) untuk kesempatan lain dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori. Dalam penelitian ini berisi teori-teori yang berupa pengertian-pengertian pokok meliputi pengertian Tradisi lisan, pengertian folklor, analisis fungsi pelaku oleh Valdimir Propp, pengertian cerita rakyat, bentuk cerita rakyat, nilai guna folklor, penegrtian upacara tradisional, makna simbolik, fungsi mitos, dan pendekatan folklor.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi Metode penelitian sastra lisan, lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Pembahasan. Bab ini berisi profil masyarakat Desa Tegalsambi, bentuk dan asal-usul cerita rakyat Perang Obor, analisis fungsi pelaku, fungsi mitos, makna simbolik sesaji, dan nilai guna cerita rakyat Perang Obor.

Bab V Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini disertakan daftar pustaka dan lampiran penelitian.


(29)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam suatu penelitian akan membantu penulis dalam menganalisis permasalahan yang ada dalam penelitian. Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegangan pada suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah dan tujuan dari penelitian akan lebih jelas dan mudah untuk dikaji.

A. Tradisi Lisan

Tradisi merupakan bentuk warisan panjang. Lisan adalah bentuk pewarisan yang khas. Tradisi lisan adalah warisan leluhur Jawa yang abadi. Sebuah mutiara kultur leluhur yang hampir terlupakan oleh banyak orang, namun tetap bertahan. Tradisi itu ada, lestari, hidup, berkembang, tanpa paksaan dan tekanan (Endraswara, 2005 : 1)

Masyarakat Jawa pada awalnya kurang mengenal tradisi tulis, hikmahnya justru tradisi lisan berkembang pesat. Selanjutnya pada saat mesin cetak berkembang, tradisi lisan menjadi lebih dikenal, terdokumentasi, dan berkembang. Tradisi lisan yang mengandalkan tradisi oral dinamakan tradisi lisan primer. Yakni, tradisi lisan yang belum bersentuhan dengan tradisi lain. Tradisi ini dapat dikatakan masih murni pada akar kolektif. Namun, tradisi lisan primer pun tetap rentan terhadap perubahan, khususnya yang disebabkan oleh penangkapan si pendengar. Ketidakhadiran pengarang tradisi lisan menjadikan si penutur boleh menyuarakan apa saja, menurut sepengetahuan mereka.


(30)

commit to user

Cakupan tradisi lisan meliputi adanya kesaksian lisan yang mengungkapkan masa lalu. Dalam kaitan ini unsur kesejarahan memang ditekankan. Tradisi lisan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek proses dan produk. Sebagai produk, tradisi lisan merupakan pesan lisan yang didasarkan pada pesan generasi sebelumnya. Tradisi lisan sebagai proses, berupa pewarisan pesan melalui mulut ke mulut sepanjang waktu hingga hilangnya pesan itu. Pesan tradisi memang sangat beragam. Pesan itu berkaitan dengan karakteristik tradisi lisan. Dari sini muncul sekurang-kurangnya tiga hal, yang berhubungan dengan ciri tradisi lisan (Endraswara, 2005 : 4) yaitu : (1) tak reliabel, artinya tradisi lisan itu cenderung berubah-ubah, tak ajeg, dan rentan perubahan, (2) berisi kebenaran terbatas, tradisi lisan hanya memuat kebenaran intern, dan tak harus bersifat

universal, (3) memuat aspek-aspek historis masa lalu. Dengan kata lain, tradisi

lisan akan terjadi apabila ada kesaksian seseorang secara lisan terhadap peristiwa. Kesaksian itu diteruskan orang lain secara lisan pula, sehingga menyebar kemana saja. Keterulangan kesaksian peristiwa inilah yang menciptakan sebuah tradisi lisan.

B. Folklor

Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat / alat pembantu pengingat. Folklor bukan terbatas pada tradisi (lore-nya) saja, melainkan juga manusianya (folk-nya). (James Danandjaja, 1997 : 2)


(31)

commit to user

Pada umumnya, folklor merupakan sebagian kebudayaan yang penyebarannya melalui tutur kata atau lisan. Oleh sebab itu ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan (oral tradition).

Fungsi folklor menurut James Danandjaja adalah sebagai berikut :

1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat dan alat bantu pengingat).

2. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. 3. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau

dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

4. Folklor bersifat anonym, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa cerita rakyat telah menjadi milik masyarakat pendukungnya.

5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola yaitu menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku. Gaya ini berlatar belakang kultus terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.

6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagao sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

7. Folklor mempunyai sifat-sifat pralogis, dalam arti mempunyai logika tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.


(32)

commit to user

8. Folklor menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar anggapan inilah yang digunakan sebagai akibat sifatnya yang anonym.

9. Folklor bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar, terlalu spontan (James Danandjaja, 1984 : 4)

Berdasarkan ciri di atas, secara sederhana dapat dipilahkan mana karya folklor dan mana yang bukan. Apabila karya budaya memenuhi sebagian ciri di atas, maka karya tersebut masuk kategori folklor. Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor dari Amerika Serikat menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). (dalam James Danandjaja, 1997 : 21)

Teori mengenai folklor sebagai bagian dari tradisi lisan dikemukakan oleh banyak ahli. Vladimir Propp adalah seorang peneliti sastra yang berasal dari Jerman., objek penelitian Propp adalah cerita rakyat. Propp (1987: 93-98) menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama. Propp lebih mengedepankan pada struktur cerita, khususnya struktur naratif. Struktur naratif lebih berhubungan dengan fungsi-fungsi yang ada pada cerita rakyat, yang maksimal memiliki 31 fungsi. Sebelum memasuki persoalan asal-usul cerita rakyat, terlebih dulu harus dapat mencari jawaban pada persoalan apakah yang digambarkan oleh cerita rakyat itu sendiri.

Vladimir Propp menyatakan bahwa dalam setiap cerita rakyat maksimal memiliki 31 fungsi pelaku, untuk mengklasifikasikan cerita rakyat agar sistematis.


(33)

commit to user

Fungsi-fungsi pelaku tersebut mengikuti susunan cerita dalam cerita rakyat. Untuk setiap fungsi diberi: (1) ringkasan isinya; (2) definisi ringkas di dalam satu perkataan; (3) lambangnya yang konvensional. Kemudian diikuti contohnya. (1987 : 28)

Adapun tiga puluh satu fungsi tersebut meliputi:

1. Seorang dari anggota keluarga meninggalkan rumah (definisi: ketidakhadiran/ ketiadaan, lambang: β).

2. Larangan yang diberlakukan untuk pahlawan (definisi: larangan, lambang: γ). 3. Melanggar larangan (definisi: pelanggaran, lambang: δ).

4. Penjahat melakukan pengintaian untuk mendapatkan informasi (definisi:

pengintaian, lambang: ε).

5. Penjahat mendapatkan informasi tentang calon korbannya (definisi:

penyampaian informasi, lambang: ζ).

6. Penjahat menipu korbannya dengan tujuan dapat memiliki dirinya atau

memiliki kepunyaannya (definisi: penipuan, lambang: η).

7. Korban terpedaya dengan tipuan itu dan tanpa sadar membantu musuhnya

(definisi: muslihat, lambang: θ).

8. Penjahat menyebabkan timbulnya kesusahan atau melukai salah seorang anggota keluarga (definisi: kejahatan, lambang: A).

8.a. Seorang anggota keluarga kekurangan sesuatu atau ingin memiliki sesuatu (definisi: kekurangan, lambang: a).

9. Ketidakberuntungan atau kekurangan membuat pahlawan dikenal, pahlawan diminta atau diperintah, diizinkan untuk pergi atau menjadi utusan (definisi: perantara, peristiwa penghubung, lambang: B).


(34)

commit to user

10. Pahlawan (pencari) sepakat untuk mengadakan tindakan balasan (definisi: permulaan tindak balas, lambang: C).

11. Pahlawan meninggalkan rumah (definisi: keberangkatan / kepergian, lambang:

↑).

12. Pahlawan diuji, ditanya, diserang, dan lain-lain, yang membuka jalan untuk memperoleh alat sakti yang berfungsi sebagai penolongnya (definisi: fungsi pertama donor, lambang: D).

13. Pahlawan bereaksi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan pemberi / donor (definisi: reaksi pahlawan, lambang: E). reaksi pahlawan bisa positif, tetap juga bisa negatif.

14. Pahlawan menerima alat sakti (definisi: penerimaan alat sakti, lambang: F). 15. Pahlawan dipindahkan, dan diantar ke tempat terdapatnya objek yang dicari

(definisi: perpindahan di antara ruang, dua lokasi, petunjuk, lambang: G). 16. Pahlawan dan penjahat terlibat dalam perkelahian langsung (definisi:

pertarungan, lambang: H).

17. Pahlawan diberi tanda (definisi: penandaan, lambang: J). 18. Penjahat dikalahkan (definisi: kemenangan, lambang: I).

19. Kemalangan atau kekurangan awal dapat diatasi (definisi: kekurangan terpenuhi, lambang: K).

20. Pahlawan pulang / kembali (definisi: kepulangan, lambang: ↓). 21. Pahlawan dikejar (definisi: pengejaran, lambang: Pr).

22. Pahlawan diselamatkan (definisi: penyelamatan, lambang: Rs).

23. Pahlawan yang tidak dikenali tiba di rumah / di negerinya atau di negeri lain (definisi: kepulangan tidak dikenali, lambang: O).


(35)

commit to user

24. Pahlawan palsu menyampaikan tuntutan yang tidak berdasar (definisi: tuntutan yang tidak berdasar, lambang: L).

25. Pahlawan diserahi tugas sulit (definisi: tugas sulit, lambang: M). 26. Tugas diselesaikan (definisi: penyelesaian tugas, lambang: N). 27. Pahlawan dikenali / diakui (definisi: pengakuan, lambang: Q).

28. Pahlawan palsu atau penjahat terungkap (definisi: pengungkapan, lambang, Ex).

29. Pahlawan menjelma ke dalam wajah yang baru (definisi: penjelmaan, lambang: T).

30. Penjahat dihukum (definisi: hukuman, lambang: U).

31. Pahlawan menikah dan naik tahta (definisi: pernikahan, lambang: W).

Untuk mempermudah mengetahui tiga puluh satu fungsi, maka dapat dibuat kerangka urutan fungsi dan variasi tindakannya. Fungsi yang dimaksud di atas didistribusikan ke dalam 7 macam peran (lingkungan tindakan), yaitu:

1. Lingkungan aksi penjahat 2. Lingkungan peran donor

3. Lingkungan pembantu/penolong 4. Lingkungan putri raja

5. Lingkungan orang yang disuruh (utusan) 6. Lingkungan hero


(36)

commit to user C. Cerita rakyat

Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana, 1981 : 10) berpendapat bahwa cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Di dalam bahasa Inggris, cerita rakyat disebut dengan istilah folktale adalah sangat inklusif. Secara singkat dikatakan bahwa cerita rakyat merupakan jenis cerita yang hidup di kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut. (Supanto, 1981:48).

Cerita rakyat sebagai bagian dari folklor merupakan bagian dari persediaan cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Cerita rakyat itu merupakan cerita yang telah diceritakan kembali di antara orang-orang yang berada dalam beberapa generasi, berkenaan dengan masa lalu. Selain itu pula mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini sebagai peninggalan dari masa-masa sebelumnya. (Winick dalam Yus Rusyana, 1981 : 17).

Pada dasarnya cerita rakyat disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh cerita atau peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi di masa lalu, atau merupakan suatu hasil rekaman semata yang terdorong oleh keinginan untuk menyampaikan pesan atau amanat tertentu, atau merupakan suatu upaya anggota masyarakat untuk memberi atau mendapatkan hiburan atau sebagai pelipur lara (Atar Semi, 1993 : 79).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian cerita rakyat adalah salah satu peninggalan atau warisan budaya yang diturunkan dari generasi satu ke generasi lainnya berupa cerita di daerah setempat yang disebarkan dari mulut ke mulut dalam bentuk bahasa prosa. cerita berfungsi untuk


(37)

commit to user

mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya. Tanpa cerita, tanpa adanya kekuatan wacana, kebudayaan pun tidak ada.

D. Bentuk Cerita Rakyat

Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:

1. Mite (myth)

Mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para Dewa atau makhluk setengah Dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. 2. Legenda (legend)

Legenda (Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Legenda dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Ditokohi manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia yang seperti kita kenal, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau.

3. Dongeng (folktale)

Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng juga merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan


(38)

commit to user

moral, yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya. (dalam James Danandjaja, 1997:50)

E. Nilai Guna Folklor

Pada dasarnya folklor akan bernilai guna untuk memantapkan identitas serta meningkatkan integritas sosial. Secara simbolis, folklor mampu mempengaruhi masyarakat, dalam hal ini berpengaruh terhadap pembentukan tata nilai yang berupa sikap dan perilaku.

Bascom (dalam Suwardi Endraswara, 2009 : 125), membeberkan nilai guna folklor sebagai berikut:

1. Cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya. 2. Alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan. 3. Alat pendidikan.

4. Alat penekan atau pemaksa berlakunya tata nilai masyarakat

Dari fungsi di atas berarti mengarahkan bahwa folklor memang penting bagi kehidupan.

F. Upacara Tradisional

Manusia selalu berusaha menyelamatkan atau membebaskan dirinya dari segala ancaman yang datang dari lingkungan hidupnya. Untuk itu, manusia secara perorangan atau berkelompok mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lain, atau dengan kekuatan-kekuatan gaib di luar dirinya, melalui upacara. (Syamsuddin, 1985 : 1)


(39)

commit to user

Menurut Supanto (1992:5), upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara tradisional itu merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara tradisional tersebut dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, dan dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional penuh dengan simbol-simbol yang berperan sebagai alat komunikasi antar manusia, dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib. (Boestami, 1985 : 1)

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang integral dalam kehidupan kulturalnya untuk mencapai keselamatan bersama.

Pelaksanaannya upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang wajib dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Aturan itu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun, untuk melestarikan ketertiban kehidupan bermasyarakat. Biasanya kepatuhan setiap anggota masyarakat terhadap aturan dalam bentuk upacara tradisional itu disertai keseganan atau ketakutan mereka terhadap sanksi yang bersifat sakral magis. Dengan demikian upacara tradisional dapat dianggap sebagai bentuk pranata sosial yang tidak tertulis. Upacara tradisional wajib dikenal dan diketahui oleh masyarakat pendukungnya, untuk mengatur sikap dan perilaku agar tidak melanggar atau menyimpang dari adat kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat.


(40)

commit to user G. Makna Simbolik

Manusia adalah makhluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai dengan unsur-unsur simbolik. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantara pemahaman terhadap obyek (Herusatoto, 2008 : 18).

Sesungguhnya simbol-simbol yang dikembangkan oleh manusia itu tidak hanya mempunyai arti sebagaimana terkandung di dalamnya, tetapi yang lebih penting ialah dayanya. Simbol / lambang itu tidak hanya menunjukkan sesuatu idea, melainkan mempunyai kekuatan sebagai perangsang. Jadi simbol / lambang bagi manusia pendukungnya tidak sekedar makna, tetapi ia mengandung arti apa yang dilakukan orang dengan makna termaksud (Depdikbud, 1992 : 2)

Simbol-simbol ritual ada juga yang berupa sesaji (dalam penelitian ini). Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Sesaji juga merupakan sarana untuk “negosiasi” spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini dilakukan agar makhluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada ruh halus, diharapkan ruh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia (Suwardi Endraswara, 2006 : 247)

Segala bentuk dan macam kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional itu merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang


(41)

commit to user

menciptakan, menurunkannya ke dunia, memelihara hidup, dan menentukan kematian manusia. Simbolisme dalam masyarakat tradisional membawakan pesan-pesan kepada generasi berikutnya.

H. Fungsi Mitos

Salah satu dari semua gejala kebudayaan, yang paling sulit didekati dengan analisis logis semata-mata adalah mitos. Mitos lebih terjelma dalam tindakan, daripada dalam pikiran atau khayalan (Cassirer, 1987 : 119). Kepercayaan masyarakat terhadap cerita yang mereka ketahui sangat besar, sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku mereka, yaitu taat kepada larangan atau suruhan yang berhubungan erat dengan cerita-cerita itu. Pada dasarnya mitos adalah anggapan atau kepercayaan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia (Nuraidar Agus, 2010 : 115)

Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat dituturkan, tetapi juga dapat diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang misalnya (Van Peursen, 2007 : 37). Melalui mitos, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian sekitarnya, dan dapat menanggapi daya-daya kekuatan alam.

Adapun fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu:

1. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos itu tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan itu, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya.


(42)

commit to user

2. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Pada musim semi misalnya bila ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng. Namun juga dapat diperagakan dalam sebuah tarian, bagaimana pada jaman dulu para dewa juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah. Cerita itu seolah-olah mementaskan kembali suatu peristiwa yang dulu pernah terjadi. Dengan demikian dijamin keberhasilan usaha serupa dewasa ini.

3. Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya, fungsi ini mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi. (Peursen, 1988 : 37) Mitos yang diyakini oleh suatu masyarakat, hidup dalam alam pikiran manusia sebagai konsep yang abstrak dan sebagai persepsi atau imajinasi manusia terhadap segala fenomena kehidupannya. Mitos merupakan objek kultural dan bagian dari kehidupan manusia, sehingga mitos secara sadar akan terefleksi ke dalam hasil karya budaya manusianya, khususnya pada karya sastra masyarakat yang bersangkutan.

Dapat diambil kesimpulan, bahwa mitos adalah suatu kepercayaan yang telah mendarahdaging bagi masyarakat pemiliknya, dan menjadi pedoman dalam bertingkah laku. Tujuan mitos untuk mendidik anak-cucu yang mendengarnya, khususnya tentang kepercayaan kepada kekuatan yang mutlak (Tuhan), kejujuran, keberanian, sopan santun, dan lain-lain. Mitos merupakan suatu cerita yang dapat memberikan pedoman bagi masyarakat di tiap daerahnya.


(43)

commit to user I. Pendekatan Folklor

Penelitian folklor terdiri dari tiga tahap, antara lain: pengumpulan, penggolongan, dan penganalisaan. Dalam hal ini akan diterapkan mengenai tahapan-tahapan dalam penelitian folklor.

Ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh seorang peneliti dari objek penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Pra Penelitian di Tempat.

Sebelum memulai suatu penelitian, yaitu terjun ke tempat atau daerah yang hendak dilakukan penelitian suatu bentuk folklor, harus diadakan persiapan yang matang. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka usaha penelitian akan mengalami banyak hambatan yang seharusnya tidak terjadi. Rancangan penelitian paling sedikit harus mengandung beberapa keterangan pokok. Cara memperoleh data melalui wawancara dengan menggunakan alat perekam, yaitu hp, tape recorder, dan menggunakan kamera untuk memperoleh gambarnya.

2. Penelitian di Tempat.

Setibanya di tempat penelitian, harus mengusahakan suatu hubungan

rapport, hubungan harmoni saling mempercayai dengan koletif yang

hendak diteliti atau paling sedikit dengan para informan. Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati, dan tidak bersikap menggurui. Sikap yang demikian dapat menerima dan memberikan smua keterangan yang diperlukan. Cara yang digunakan untuk memperoleh bahan folklor di tempat adalah wawancara dan pengamatan


(44)

commit to user

3. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan.

Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan: a. Teks bentuk folklor yang dikumpulkan

b. Konteks teks yang bersangkutan

c. Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan folklor. (James Danandjaja, 1997:193)


(45)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian Sastra Lisan

Aspek-aspek yang diangkat dalam penelitian sastra lisan meliputi tiga hal: (1) mengkaji asal-usul sastra lisan, yang mengungkap dari mana sastra itu lahir, apakah berhasil merefleksikan keadaan masyarakat, dan bagaimana proses transformasinya; (2) mengkaji pesan dan makna sastra lisan, yaitu nilai-nilai apa yang hendak disampaikan, simbol-simbol apa yang digunakan untuk membungkus pesan, apakah masih relevan bagi masyarakat sekarang; dan (3) mengkaji fungsi sastra lisan, antara lain untuk kontrol sosial politik, mendidik masyarakat, menyindir, dan sebagainya. (Endraswara, 2003 : 154)

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan, yang berjarak 4 km dari pusat kota. Di desa tersebut terdapat tradisi upacara tradisional yang sangat unik, yaitu upacara tradisional Perang Obor yang selalu dinanti-nanti oleh warga Desa Tegalsambi khususnya, dan masyarakat Jepara pada umumnya.

C. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen,


(46)

commit to user

memoranda, atau catatan-catatan resmi lainnya. (Bogdan, R. C. dan S. K. Biklen dalam Atar Semi, 1990 : 24)

Kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh hakikat fakta-fakta sosial, artinya fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana ditafsirkan oleh subjek (Nyoman Kutha Ratna, 2004 : 47). Dalam penelitian kualitatif folklor yang diutamakan adalah penyajian hasil melalui kata-kata atau kalimat dalam suatu struktur logis, sehingga mampu menjelaskan sebuah fenomena budaya.

D. Sumber Data dan Data Penelitian

a. Sumber Data

Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data penelitian yang dalam hal ini adalah informan, yaitu warga terpilih yang mengetahui cerita tersebut. Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang penelitian yang dalam hal ini adalah upacara tradisional, artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera.

b. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor hasil wawancara dengan informan. Data sekunder berupa keterangan atau data yang terambil dari artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara, rekaman, dan foto-foto.


(47)

commit to user Berikut adalah daftar narasumber:

1. Kamitua (Sesepuh desa)

2. Petinggi Tegalsambi (Kepala Desa Tegalsambi) 3. Carik Desa Tegalsambi

4. Modin (pemuka agama)

5. Perangkat Desa

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:

a. Observasi langsung

Penelitian diketahui oleh informan dan sebaliknya para informan dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi.

b. Wawancara

Pada metode ini, pertanyaan diajukan secara lisan (pengumpul data bertatap muka dengan responden). (Sanapiah Faisal, 2008 : 52).

Jenis wawancara ada dua, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dalam pencarian data sehubungan dengan instansi yang terkait, yang dapat memberikan informasi sehubungan dengan penelitian. Pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara terstruktur ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Wawancara tidak terstruktur digunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui


(48)

commit to user

pemahaman dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode wawancara tidak terstruktur, yang dilakukan dengan suasana akrab dan terbuka, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. (Lexy J. Moleong, 2007:190)

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan baik tertulis maupun dalam bentuk gambar lainnya yang dapat digunakan untuk memperkuat data yang ada. Alat-alat yang digunakan untuk memperoleh dokumen dalam penelitian ini adalah kamera foto, tape recorder dan buku catatan.

d. Content Analysis

Teknik content analysis merupakan metodologi penelitian yang memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen (Lexy J. Moleong, 2001 : 163)

Melalui content analysis data yang diperoleh secara cermat untuk dapat diambil kesimpulan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini, serta hal-hal penting yang menjadi pokok persoalan penelitian. Dengan demikian analisis tersebut mengacu pada beberapa dokumen yang relevan dengan penelitian, di samping melakukan wawancara dengan para informan.

F. Teknik Analisis Data

Pengumpulan data pada penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan, sedangkan sajian datanya menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk dan isi, mitos, serta fungsi dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari


(49)

commit to user

simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi berdasarkan teori Vladimir Propp dalam buku Morfologi Cerita Rakyat yang dialih bahasakan oleh Noriah Taslim. Teori Vladimir Propp ini terdiri dari tiga puluh satu fungsi.

Setelah memperoleh data dalam penelitian, kemudian langkah selanjutnya adalah mengolah data dan menganalisa data. Di dalam penelitian ini pengolahan data dipergunakan metode komparatif, yaitu membandingkan antara data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan hasil observasi. Sedangkan dalam menganalisa data dipergunakan teknik analisis kualitatif, yaitu suatu analisis yang berdasarkan pada hubungan sebab akibat dari fenomena sejarah dalam waktu dan situasi tertentu. Dari analisis data itu akan dihasilkan suatu tulisan yang bersifat deskriptif analisis.


(50)

commit to user

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi

1. Kondisi Geografis

Penelitian ini dilakukan terletak di desa Tegalsambi. Berdasarkan letak geografis wilayah, desa Tegalsambi berada di sebelah selatan Ibu kota Kabupaten Jepara. Desa Tegalsambi merupakan salah satu desa di Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibu Kota Kecamatan 6 Km, dan ke Ibu kota Kabupaten 4 Km/mil laut. Untuk menuju desa Tegalsambi dapat ditempuh dengan kendaraan sekitar 20 menit dari Ibu kota Kabupaten.

Luas wilayah daratan Desa Tegalsambi adalah 251 Ha dengan panjang pantai 500 m. Luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat dikelompokan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian, kegiatan ekonomi, dan lain-lain. Desa Tegalsambi berdampingan atau dibatasi oleh desa atau kelurahan yang lain. Adapun batas-batas Desa Tegalsambi, yaitu:

Sebelah Utara : Kelurahan Karangkebagusan Sebelah Timur : Desa Mantingan

Sebelah Selatan : Desa Demangan

Sebelah Barat : Desa Teluk Awur dan Pantai Utara Bagian Barat Di dalam pembagian wilayahnya, Desa Tegalsambi terbagi menjadi 8 dusun dengan 12 RT dan 2 RW. Adapun dusun-dusun tersebut adalah dusun Bejagan, Mororejo, Gegunung Olo, Gegunung Bagus, Tegal, Bendo, Kauman, dan Jrakah.


(51)

commit to user

Secara topografi, Desa Tegalsambi dapat dibagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah pantai dan wilayah dataran rendah di bagian barat dan wilayah dataran tinggi di bagian timur. Dengan kondisi topografi demikian, Desa Tegalsambi memiliki variasi ketinggian antara 1 m sampai dengan 20 m dari permukaan laut. Daerah terendah adalah di wilayah dukuh lembah yang meliputi RT 01 RW 01, RT 09 RW 02, RT 10 RW 02, RT 11 RW 02, dan daerah yang tertinggi adalah di wilayah dukuh gegunung RT 05 RW 01, RT 06 RW 02, dan RT 12 RW 02.

2. Kondisi Demografis

Berdasarkan data monografi desa tahun 2009, jumlah penduduk Desa Tegalsambi yang tercatat secara administrasi berjumlah 4283 jiwa yang terdiri dari 2183 laki-laki (51 %) dan 2100 perempuan (49 %). Dengan demikian jumlah penduduk laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.

a. Komposisi penduduk menurut usia

Komposisi penduduk di suatu daerah merupakan hal penting yang dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar kebijakan di daerah yang bersangkutan. Disamping itu komposisi penduduk juga berpengaruh sekali apabila dilihat dari aspek demografis maupun sosial ekonomi dan budaya. Komposisi penduduk menurut usia dapat untuk melihat berapa besar usia penduduk yang termasuk usia sekolah, usia muda, serta usia tua.


(52)

commit to user Tabel 1

Komposisi Penduduk Menurut Usia

No. Kelompok Usia Jumlah Prosentase (%)

1 0-4 335 7.8 %

2 5-9 320 7.6 %

3 10-14 396 9.3 %

4 15-19 420 9.8 %

5 20-24 385 9 %

6 >25 2427 56.5 %

Jumlah 4283 100 %

Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember

b. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat digunakan untuk mengetahui jenis mata pencaharian penduduk dominan, perbandingan antara jumlah penduduk yang bermatapencaharian tertentu dengan yang bermatapencaharian lainnya, serta gambaran struktur ekonomi daerah.

Masyarakat Desa Tegalsambi memiliki aktifitas ekonomi di sektor pertanian maupun non pertanian. Matapencaharian yang paling dominan di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah adalah tukang kayu / ukir, yaitu 754 jiwa. Kegiatan di sektor pertanian dilakukan penduduk terutama di lahan sawah, tegalan, serta pekarangan. Usaha tanaman padi dilakukan penduduk pada saat musim penghujan. Sedangkan untuk lahan tegalan diupayakan dengan ditanami jagung dan ketela pohon, yang pada umumnya hasil produktivitasnya dikonsumsi sendiri. Kemudian untuk lahan pekarangan


(53)

commit to user

umumnya masyarakat menanam tanaman berupa buah-buahan seperti mangga, jambu, dan rambutan.

Berikut adalah tabel komposisi penduduk menurut mata pencaharian. Tabel 2

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 214

2 Buruh tani 43

3 Peternakan 204

4 Pedagang 151

5 Wirausaha 258

6 Karyawan Swasta 156

7 PNS/POLRI dan TNI 51

8 Pensiunan 9

9 Tukang bangunan 8

10 Tukang kayu/ukir 754

11 Lain-lain/Tidak Tetap 102

12 Nelayan 65

13 Montir 19

14 Guru 51

JUMLAH 2060

Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember

Faktor pendorong penduduk melakukan kegiatan pertanian maupun non pertanian karena adanya sarana ekonomi perdagangan di daerah tersebut. Sarana yang paling menonjol adalah berupa toko-toko hasil kerajinan industri ukiran kayu yang bisa dijumpai di sepanjang jalan desa, toko-toko, dan pasar.


(54)

commit to user 3. Kondisi Sosial Budaya

a. Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan unsur yang terpenting guna menunjang kemajuan dan perkembangan bagi suatu daerah, karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan sikap tingkah laku masyarakat di suatu daerah. Melalui pendidikan, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, ketrampilan serta pengalaman. Dengan demikian seseorang yang mempunyai potensi serta kemampuan diharapkan dapat mengembangkan segala sumber daya yang tersedia di daerahnya untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk.

Tingkat pendidikan seseorang dapat digunakan sebagai petunjuk yang mencerminka status sosial dan dalam mencari pekerjaan, walaupun pendidikan bukan tolak ukur kualitas tenaga kerja. Tingginya tingkat pendidikan penduduk di Desa Tegalsambi tidak terlepas dari keadaan ekonomi masyarakat, sehingga penghasilan penduduk mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Dengan demikian, kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya dapat terpenuhi, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat.

Berikut adalah jumlah sekolah dan siswa menurut jenjang pendidikan: Tabel 3

Komposisi jumlah sekolah beserta siswanya

No. Sekolah Jumlah Siswa

1 TK 1 101

2 SD/MI 3 476

3 SMP/MTs 1 268


(55)

commit to user b. Agama dan Kepercayaan

Mayoritas penduduk Tegalsambi memeluk agama islam. Pembinaan keagamaan masyarakat dengan jalan mengadakan pengajian-pengajian. Adapun sarana peribadatan berupa masjid dan mushalla yang tersebar hampir di semua RT. Meskipun ada yang berlainan agama, namun mereka hidup rukun dan berdampingan, tidak memaksakan kehendaknya untuk memeluk agama yang dianutnya. Berikut ini tabel jumlah penduduk Tegalsambi berdasarkan agama yang dianutnya beserta tempat peribadatannya:

Tabel 4

Jumlah Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah

No. Agama Pemeluk Tempat Ibadah

1 Islam 4279 22

2 Kristen 4 -

Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember

Sekian banyak penduduk yang memeluk agama islam, ada sebagian yang masih menjalankan sesaji beserta kelengkapannya. Di samping itu, masyarakat Desa Tegalsambi juga masih percaya akan adanya kekuatan supranatural dan tempat-tempat yang dianggap keramat. Oleh karena itu, masyarakat masih melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dahulu juga dilakukan oleh nenek moyangnya. Kebiasaan itu antara lain selamatan atau upacara seperti diwujudkan dalam selamatan daur hidup manusia yang meliputi kelahiran sampai kematian.

Masyarakat Desa Tegalsambi masih menghormati dan percaya terhadap makhluk halus, kekuatan gaib, kekuatan sakti, dan sebagainya. Kepercayaan yang berkembang di dalam masyarakat Tegalsambi selain percaya kepada roh nenek moyang juga percaya terhadap roh-roh lain atau danyang penunggu suatu tempat.


(56)

commit to user

Hal itu diwujudkan dengan cara setiap malam jumat Petinggi Tegalsambi memberi sesaji dengan membakar kemenyan pada pusaka desa “Kisi Sanggabuana”. Petinggi berdo’a memohon keselamatan untuk para warga masyarakat Desa Tegalsambi.

4. Tradisi Masyarakat

Masyarakat Jawa tradisional banyak memilki tradisi ritual yang berkaitan dengan kepercayaan religiusnya, meskipun secara formal umumnya mereka panganut agama Islam. Masyarakat Tegalsambi dalam kehidupannya masih diwarnai oleh berbagai ragam tradisi yang berbeda-beda. Masyarakat Desa Tegalsambi dalam mewujudkan hubungan antara masyarakat dengan Tuhan, masyarakat dengan sesamanya, maupun masyarakat dengan alam lingkungannya diliputi simbol-simbol.

Masyarakat Tegalsambi memiliki tradisi nenek moyang seperti selamatan

dan mengikuti tata cara yang selalu dilakukan setiap tahunnya tetap dilaksanakan, maka masyarakat Desa Tegalsambi akan dijaga keselamatannya serta diberi rizki yang melimpah. Beberapa ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tegalsambi ialah Ngapati (4 bulan), Tujuh Bulanan, Kendurian, Pitung Dinan, Petang

Puluhan, Nyatus, Nyewu, Methil Padi, Selamatan Sedekah Bumi (Perang Obor),

dan sebagainya.

Selamatan methil padi biasanya dilaksanakan sehari sebelum panen padi dilaksanakan. Upacara methil padi ini dilaksanakan pada sore hari menjelang maghrib dengan membawa nasi tumpeng beserta ingkung ke sawah. Setelah selamatan selesai ditutup dengan do’a, maka tumpeng beserta ingkung ditinggal di sawah sebagai persembahan dan ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri yang


(57)

commit to user

telah menjaga dan memelihara tanaman padi mereka. Keesokan harinya panen sudah dapat dimulai.

Upacara-upacara adat istiadat masyarakat Tegalsambi mengadakan upacara tradisional Perang Obor pada setiap tahunnya serta tradisi ziarah yang tujuannya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat Tegalsambi masih melakukan hal semacam itu karena merupakan warisan nenek moyangnya. Masyarakat Tegalsambi juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka lakukan mengandung maksud untuk membina kerukunan antar anggota masyarakat.

B. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat

1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor

Cerita rakyat memiliki bentuk-bentuk antara lain: mite, legenda, dan dongeng. Untuk mengetahui bentuk Cerita Rakyat Perang Obor, maka perlu dijelaskan dari ketiga bentuk tersebut.

Mite memiliki ciri cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan kemudian disakralkan oleh pendukungnya, mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa, tempat terjadinya di tempat lain jauh dari masa purba. Legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktunya belum terlalu lampau. Sedangkan dongeng

adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku atau tokoh, waktu, dan tempat suci.


(58)

commit to user

Berdasarkan ciri-ciri yang diuraikan di atas, maka Cerita Rakyat Perang Obor berbentuk mitos, karena berdasarkan cerita tersebut menjadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi. Bahwa percikan api dari peperangan merekalah yang membuat ternak-ternak sehat kembali. Dari peristiwa tersebut, warga selalu mengadakan upacara tradisional Perang Obor untuk menolak bala yang sekarang ini digunakan sebagai sedekah bumi.

Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah merupakan folklor sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena terdapat Cerita Rakyat Perang Obor yang penyampaiannya dilakukan secara lisan. Sedangkan Upacara Tradisional Perang Obor dikatakan folklor bukan lisan, karena dalam upacara tersebut disertai dengan serangkaian perbuatan, yang berbentuk upacara tradisional. Upacara Tradisional Perang Obor merupakan upacara tradisi masyarakat Desa Tegalsambi yang diadakan setiap satu tahun sekali. Tujuan diadakannya Upacara Tradisional Perang Obor adalah sebagai sarana untuk memohon kepada Allah SWT agar warga Desa Tegalsambi diberi keselamatan, ketentraman, serta terhindar dari marabahaya. Dengan kata lain, Upacara Tradisional Perang Obor bertujuan untuk sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur warga kepada Allah SWT.

Perayaan Upacara Tradisional Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi UTPO) diadakan atas dasar kesepakatan warga Desa Tegalsambi. Dahulu, UTPO diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Dzulhijah. Untuk sekarang ini UTPO tetap diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon, namun bulannya disesuaikan dengan musim panen, karena UTPO dirayakan untuk sedekah bumi.


(59)

commit to user 2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor

Cerita Rakyat Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi CRPO) di Desa Tegalsambi merupakan cerita lisan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Desa Tegalsambi secara turun temurun. CRPO dipercaya oleh masyarakat Desa Tegalsambi berkembang dari mulut ke mulut dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. CRPO dianggap benar oleh masyarakat Desa Tegalsambi.

Berkenaan dengan cerita rakyat Perang Obor, berikut adalah hasil wawancara dengan para informan:

1. Informan 1

“Cerita Rakyat Perang Obor itu warisan leluhur-leluhur Desa Tegalsambi. Di sini ada tokoh Mbah Kiai Babadan dan Kiai Gemblong. Mbah Babadan adalah pendatang yang berasal dari Madura, dengan nama Pangeran Sindura. Sedangkan Ki Gemblong saya kurang tahu profilnya, kenapa bisa disebut dengan sebutan “Gemblong”. Namun menurut cerita yang ada, Ki Gemblong itu orangnya tinggi besar berkulit putih. Mereka adalah murid-murid Mbah Dasuki. Mereka sedang dilanda keprihatinan. Mereka sedih karena ternak-ternak dilanda penyakit. Lalu Kiai Babadan berkonsultasi kepada Mbah Dasuki atas kejadian yang menimpa ternak-ternaknya. Ternyata penyebab dari bencana tersebut adalah karena keteledoran Mbah Gemblong yang lalai. Mbah Babadan yang marah akibat ulah Mbah Gemblong, lalu memukulkan obor kepada Mbah Gemblong. Pijaran api tersebut membakar jerami kandang ternak.

Kalau kita ukur dengan logika, kerbau-kerbau yang tadinya lemas menjadi lari tunggang langgang. Kerbaunya banyak banget yang lari. Ketika kandang


(1)

commit to user

ikan daripada mengurus ternak. Tanpa dia sadari, dia telah lalai dengan amanah yang diberikan majikannya.

e. Jangan Merugikan Orang Lain

Dalam menjalankan suatu pekerjaan terkadang karena terlalu senang, seringkali lupa apakah ada pihak-pihak yang dirugikan. Dalam cerita ini, pihak yang paling merasa dirugikan adalah Kiai Babadan sebagai majikan yang telah meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk mengurus ternak, karena banyak ternak Kiai Babadan yang sakit-sakitan dan mati.

Sebetulnya hal ini bisa dihindari apabila kedua belah pihak saling menyadari kewajibannya masing-masing. Seorang guru tidak sia-sia mengajarkan ilmunya bila sang murid tekun mempelajarinya. Seorang dokter bisa maksimal menyembuhkan pasiennya jika obat yang diberikan pada pasiennya diminum sesuai anjurannya.

f. Patuh Pada Perintah

Seseorang yang amanah adala orang yang patuh menjalankan perintah. Dengan menyadari posisi masing-masing, maka akan timbul suatu hubungan yang harmonis. Seorang hamba haruslah patuh pada Tuhannya, seorang pangon mentaati perintah majikannya. Adanya rasa patuh, maka akan timbul rasa sayang, rasa kasih yang ikhlas. Tuhan pasti akan ridho mencurahkan cinta kasih-Nya pada hamba yang patuh dan mentaati perintah serta laranganNya. Seorang majikanpun akan lebih menyayangi anak buahnya karena selalu patuh menjalankan tugas yang dibebankan. Akhirnya yang akan memetik hasil lebih banyak


(2)

commit to user

adalah buruh itu sendiri, karena berbagai hadiah atau pemberian-pemberian lain akan mengalir sebagai bonus atas kepatuhannya. g. Kebusukan Akan Tercium Juga

Sepandai-pandai dan serapat-rapat seseorang menyimpan bangkai, bau busuknya akan tercium juga. Pada awalnya Ki Gemblong masih bisa menutupi kesalahannya atas kelalaian tugasnya. Namun Kiai Babadan heran dengan perilaku Ki Gemblong yang semakin tidak jelas dan ternaknya sakit-sakitan, karena selalu pulang terlambat saat menggembala. Kiai Babadan mencari tahu apa penyebab ternaknya menjadi kurus dan sakit-sakitan. Tak lain adalah karena ulah Ki Gemblong yang menelantarkan ternak-ternak. Akhirnya Kiai Babadanpun tahu apa penyebabnya.


(3)

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Masyarakat Tegalsambi mempunyai pekerjaan dominan di bidang perkayuan/ukir. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, rendahnya kualitas tenaga pengajar.

2. Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara memiliki warisan kebudayaan yang berupa cerita rakyat beserta tradisi Upacara Tradisional Perang Obor. Cerita Rakyat Perang Obor masuk ke dalam golongan folklor sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena memiliki cerita yang berbentuk mite, yang dianggap oleh sang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi dan percaya dengan tokoh yang ada dalam cerita, yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Sedangkan dikatakan bukan lisan karena dalam Cerita Rakyat Perang Obor terdapat sebuah pelaksanaan upacara tradisional sebagai tindak lanjut atas cerita yang terjadi. Upacara Tradisional Perang Obor dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur warga Desa Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala


(4)

commit to user

nikmat dan karunianya, sehingga warga Desa Tegalsambi selalu dalam lindungan-Nya dan terhindar dari segala marabahaya.

3. Di dalam Cerita Rakyat dan pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor muncul beberapa kepercayaan / mitos yang dipercaya oleh warga Desa Tegalsambi, antara lain mitos auman macan bumi / siluman penunggu Desa Tegalsambi, mitos terjadinya bencana apabila tidak melaksanakan upacara perang obor, mitos minyak obat penyembuh luka bakar, dan lain-lain. Adanya mitos tersebut sebagai dampak munculnya legenda Perang Obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Mitos-mitos tersebut merupakan kepercayaan yang sudah melekat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor, dan tidak warga yang berani melanggarnya. Berkaitan dengan adanya beberapa mitos tersebut, mitos memiliki fungsi sebagai: a. menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di dunia, b. memberikan jaminan pada masa kini, c. memberikan pengetahuan tentang dunia.

4. Pada pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor terdapat beberapa sesaji yang digunakan sebagai perlambang untuk menggambarkan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk, serta bermakna untuk meminta permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain sebagai lambang memohon kepada Tuhan, sesaji juga digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk gaib yang bersemayam di Desa Tegalsambi agar pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor berjalan lancar tanpa ada suatu halangan apapun. 5. Nilai Guna dari adanya Cerita Rakyat Perang Obor mampu memberikan

hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain sebagai sistem proyeksi, alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, dan lain-lain.


(5)

commit to user

B. Saran

Cerita Rakyat Perang Obor merupakan salah satu dari sekian banyak kebudayaan di Indonesia yang harus dilestarikan, karena kebudayaan merupakan warisan leluhur yang harus dijaga. Cerita rakyat Perang Obor mengandung nilai moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak. Begitu pula dengan tradisi Upacara Tradisional Perang Obor yang merupakan warisan adat istiadat ini seyogyanya dipertahankan dan dilestarikan agar tidak musnah.

Masyarakat Desa Tegalsambi sebagai pewaris Cerita Rakyat serta tradisi Upacara Tradisional Perang Obor hendaknya merawat, menjaga, serta melestarikan keberadaannya. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan menceritakan kembali Cerita Rakyat Perang Obor kepada generasi berikutnya melalui cerita sebelum tidur kepada anak-anak mereka, atau melalui pengetahuan di sekolah-sekolah Desa Tegalsambi. Serta tetap melaksanakan upacara tradisional dengan tradisi sesajinya sebagai wujud hubungan dengan para leluhur terdahulunya.

Jika kita melihat kenyataan dalam perkembangan zaman teknologi yang berpangkal pada kehidupan modern, maka adat istiadat bangsa Indonesia ini akan menghadapi tantangan berupa pergeseran nilai. Tidak mustahil pergeseran nilai dapat mendangkalkan adat istiadat leluhur, terlebih pada generasi muda yang masih belum kuat dan belum mampu mengantisipasi kedatangan budaya asing yang serba modern, yang mendasarkan pada kemampuan teknologi dan melupakan sumber nilai-nilai luhur yang mengakar pada adat istiadat kebudayaan bangsa kita. Apabila pergeseran nilai dibiarkan berlarut-larut, maka tidak mustahil tradisi Upacara Tradisional Perang Obor akan dilupakan dan bahkan tidak dikenal oleh generasi muda dan akhirnya akan hilang sama sekali. Oleh karena itu,


(6)

commit to user

sangatlah bermanfaat apabila mengadakan penelitian/ pendokumentasian mengenai cerita rakyat di suatu daerah yang mendukung khasanah budaya nasional, serta untuk menunjang budaya nasional.