c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara
efektif. d.
Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang
dewasa lainnya. f.
Mempersiapkan karier ekonomi. g.
Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h.
Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan remaja ialah mencapai hubungan baru dan yang lebih
matang dengan teman sebaya, mencapai peran sosial, menerima keadaan fisiknya, mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mandiri
secara emosional, mempersiapkan karir ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, memperoleh nilai dan sistem etis sebagai
pegangan dalam mengembangkan ideologi. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi tugas perkembangan remaja pada mencapai hubungan baru
dan lebih matang dengan teman sebaya, serta mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
B. Kenakalan Remaja
1. Pengertian
M. Gold dan J. Petronio dalam Sarwono, 2005 mendifinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan anak sebagai
tindakan oleh seorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya
itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman. Menurut Santrock 2003 kenakalan remaja juvenile delinquency
mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial misalnya bersikap berlebihan di sekolah
sampai pelanggaran status seperti melarikan diri hingga tindak kriminal misalnya pencurian.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah suatu hal yang mengacu pada suatu rentang yang luas, dari
tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial misalnya bersikap berlebihan di sekolah sampai pelanggaran status seperti melarikan diri
hingga tindak kriminal misalnya pencurian.
2. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Remaja yang melakukan kenakalan pada umumnya kurang memiliki kontrol diri atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut dan suka
menegakan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain. Kenakalan yang mereka lakukan itu pada
umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai satu obyek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi.
Pada umumnya anak-anak muda tadi sangat egoistis, dan suka sekali menyalahgunakan atau melebih-lebihkan harga dirinya Kartono, 2007.
Berdasarkan penelitian Murtiyani 2011 pola asuh otoriter yang mana orangtua tidak pernah berunding kepada anaknya untuk menentukan
peraturan dan orangtua memaksakan peraturan yang dibuatnya untuk anak dapat menjadi salah satu faktor kenakalan remaja. Orangtua
menentukan peraturan pada anak dan tidak pernah melihat apakah anak bersedia dan mau mengikuti apa yang telah dibuat oleh orangtua. Hal ini
memungkinkan remaja atau anak tidak diberi keempatan untuk bebas bahkan menentang orangtua karena orangtua sangat mengekang remaja
atau anak, menyebabkan anak jarang keluar rumah atau jarang berkomunikasi dengan dunia luar sehingga pada kemudian hari anak
akan mersa menikmati dunia luar dengan bebas. Philip Graham dalam Sarwono, 2005 mendasarkan teorinya pada
pengamatan empiris dari sudut kesehatan mental anak dan remaja. Ia membagi faktor-faktor penyebab itu kedalam dua golongan, yaitu:
a. Faktor lingkungan:
1 Malnutrisi kekurangan gizi.
2 Kemiskinan di kota- kota.
3 Gangguan di kota-kota besar.
4 Migrasi urbanisasi, pengungsian karena perang, dan lain-lain.
5 Faktor sekolah kesalahan mendidik, faktor kurikulum, dan lain-
lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6 Keluarga yang tercerai-berai perceraian, perpisahan yang
terlalu lama, dan lain-lain. 7
Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga: i.
Kematian orangtua. ii.
Orangtua sakit berat atau cacat. iii.
Hubungan antar keluarga tidak harmonis. iv.
Orangtua sakit jiwa. v.
Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat-
syarat, dan lain-lain. b.
Faktor pribadi: 1
Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen menjadi pemarah, hiperaktif, dan lain-lain
2 Cacat tubuh
3 Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri
Santrock 2007 menyebutkan ada beberapa faktor penyebab kenakalan remaja, antara lain:
a. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erik Erikson 1968, dalam Santrock, 2007, masa remaja ada pada tahap
di mana krisis identitas versus difusi identitas harus diatasi. Erikson percaya bahwa perubahan biologis berupa pubertas menjadi awal
dari perubahan yang terjadi bersamaan dalam harapan sosial yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dimiliki keluarga, teman sebaya, dan sekolah terhadap remaja. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk
integrasi terjadi
pada kepribadian
remaja, yaitu
pertama terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan
kedua tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan, dan gaya yang
dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Erikson percaya bahwa kenakalan terutama ditandai dengan
kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan berbagai aspek-aspek peran identitas. Remaja yang
memiliki masa balita, masa kanak-kanak, atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima
atau yang membuat mereka merasa bahwa mereka tidak mampu mematuhi aturan yang dibebankan pada mereka mungkin akan
memilih perkembangan identitas yang negatif. Oleh karena itu, bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu
identitas, walaupun identias tersebut negatif. b.
Kontrol diri Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan
untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol yang
esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan orang muda telah memperlajari perbedaan antara
tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali
hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin sebenarnya
mereka sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan
perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Oleh karena itu, untuk memahami kenakalan remaja, kita haru menkaji berbagai
aspek yang berbeda dalam perkembangan kontrol diri, sebagai contoh penundaan pemenuhan kebutuhan dan standar tingkah laku
yang ditentukan sendiri. Kegagalan menunda pemenuhan suatu kebutuhan berhubungan dengan tingkah laku mencontekcurang dan
ketiadaan tanggung jawab sosial. Remaja pelaku kenakalan juga mungkin saja mengembangkan
standar tingkah laku yang tidak memadai. Remaja yang melakukan tindakan antisosial memerlukan pemikiran kritis terhadap dirinya
sendiri agar bisa meghambat kecenderungan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum. Standar kritis terhadap diri sendiri
ini sangat dipengaruhi oleh model peran yang dimiliki oleh remaja. Oleh sebab itu, remaja yang memiliki orangtua, guru, dan teman
sebaya yang menunjukan adanya standar kritis terhadap diri sendiri biasanya mengambangkan kontrol diri yang diperlukan untuk
menahan diri dari tindakan melanggar hukum atau antisosial. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Konsekuensi yang diharapkan muncul akibat suatu tindakan negatif juga berpengaruh pada keputusan remaja untuk melakukan
atau menjauhi kenakalan. Bila remaja mengharapkan suatu penghargaan atau reward atas kenakalannya, mereka akan cenderung
melakukan tindakan
antisosial dibandingkan
bila mereka
berpendapat bahwa kenakalan akan menghasilkan hukuman. Apakah seorang remaja akan melakukan tindak kenakalan juga
diperngaruhi oleh kompetisi yang telah ia capai dalam berbagai aspek kehidupan yang berbeda-beda. Orang-orang yang berprestasi
baik, aktif berpatisipasi di berbagai klub yang diterima oleh masyarakat, atau memiliki kemampuan dibidang atletik cenderung
akan mengembangkan cara pandang yang positif terhadap diri mereka sendiri dan menerima reinforcement atau penguat dari orang
lain karena tingkah laku mereka yang prososial. Namun demikian, kebanyakan remaja yang melakukan kenakalan tidak banyak
memiliki kemampuan dalam berbagai kompetisi yang dapat meningkatkan cara pandangnya terhadap dirinya sendiri. Tingkah
laku antisosial menjadi satu cara di mana mereka bisa menunjukan kompetisi diri dan menerima penguatan dari lingkungan yang juga
terdiri dari pelaku kenakalan Kazdin, 1995, dalam Santrock, 2007. c.
Proses keluarga Terganggunya atau ketiadaan penerapan pemberian dukungan
keluarga dan praktek manajemen oleh orangtua secara konsisten PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berhubungan dengan tingkah laku antisosial oleh anak-anak remaja Rosenbaum, 1989; Novy, et al., 1992; Moran, Chang, Pettit,
1994, dalam Santrock, 2007. Selain itu, Offord Boyle 1988, dalam Santrock, 2007 mengatakan bahwa dukungan keluarga dan
praktek manajaeman seperti ini meliputi pengawasan keberadaaan remaja, menerapkan disiplin yang efektif bagi tingkah laku
antisosial, menerapkan keterampilan pemecahan masalah yang efektif, dan mendukung berkembanganya keterampilan prososial.
Orangtua yang memiliki remaja pelaku kenakalan biasanya tidak terlatih untuk bersikap tidak mendukung tingkah laku antisosial
daripada orangtua yang memiliki remaja yang tidak melakukan kenakalan. Pengawasan orangtua terhadap remaja terutama penting
dalam menentukan apakah remaja akan melakukan kenakalan atau tidak. Perselisihan dalam keluarga serta penerapan disiplin yang
tidak konsisten dan tidak sesuai juga berhubungan dengan kenakalan.
d. Kelas sosialkomunitas
McCord 1990, dalam Santrock, 2007 berpendapat bahwa norma yang berlaku di antara teman-teman sebaya dan geng dari
kelas sosial yang lebih rendah adalah antisosial dan berlawanan dengan tujuan dan norma masyarakat secara meluas. Terlibat dalam
suatu masalah atau menghindari masalah mejadi ciri yang mencolok dalam kehidupan beberapa remaja yang datang dari kelas sosial yang
lebih rendah Miller, 1958, dalam Santrock 2007. Status dalam kelompok teman sebaya dapat ditentukan dari seberapa sering
seorang remaja melakukan tindakan anti sosial dan tetap tidak dipenjara. Karena remaja dari kelas sosial yang lebih rendah
memiliki kesempatan yang lebih terbatas untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat, mereka mungkin saja
merasa bahwa bisa mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan antisosial.
Chesney-Lind 1989 dan Fegueira McDonough 1992 dalam Santrock, 2007 menyatakan bahwa komunitas juga dapat
berperan serta dalam munculnya kenakalan. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas yang tinggi memungkinkan remaja mengamati
berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil dari atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.
Masyarakat seperti ini sering kali ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan terisisih dari kaum kelas menengah.
Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam masyarakat yang
juga berhubungan dengan kenakalan remaja. Bila dukungan keluarga tidak memadai, maka dukungan dari masyarakat seperti ini akan
menjadi suatu hal yang penting dalam mencegah kenakalan. Laird et al., 2005 dalam Berk, 2007 mengatakan bahwa
tempramen, kecerdasan rendah, kinerja buruk di sekolah, penolakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
teman sebaya di masa kecil, dan hubungan dengan teman antisosial terkait dengan kenakalan remaja. Salah satu temuan Capaldi et al., 2002
dan Barnes et al., 2006 dalam Berk, 2007 tentang remaja nakal adalah keluarga mereka tidak hangat, penuh konflik, dan ditandai dengan
disiplin kasar dan tidak konsisten serta pengawasan rendah. Farrington, 2004, dalam Berk, 2007 mengemukakan bahwa oleh karena transisi
pernikahan kerap kali menyebabkan perselisihan keluarga dan tanggungunya pengasuhan, anak laki-laki yang mengalami perpisahan
dan perceraian orangtua sangat rentan menjadi remaja nakal. Pengasuhan yang tidak efektif dapat menumbuhkan dan menopang
agresi anak. Dibanding anak perempuan, anak laki-laki lebih cenderung menjadi sasaran amarah dan disiplin tidak konsisten karena mereka lebih
aktif dan implusif dan dengan demikian sulit dikendalikan. Bila anak- anak memiliki karakteristik ini dengan sangat parah dan kemudian
mengalami pengasuhan tidak layak dan secara emosional negatif, agresi meningkat selama masa kanak-kanak, mengakibatkan tindakan kekerasan
di masa remaja, dan tetap bertahan hingga masa dewasa Berk, 2007. Krevans Gibbs 1996 dan Staub 1996 dalam Papalia, 2008
mengemukakan bahwa pada tahun-tahun awal, orangtua mulai membentuk perilaku prososial atau antisosial dengan memenuhi
kebutuhan emosional dasar sang anak. Orangtua dari anak dengan kenakalan kronis biasanya gagal menegakkan perilaku yang baik pada
awal masa kanak-kanak dan bersikap keras atau tidak konsisten, atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kedua-duanya, dalam hal menghukum perilaku yang tidak patut. Beberapa tahun kemudian orangtua tipe ini biasanya tidak terlibat secara
rapat dan positif dalam kehidupan anak mereka G. R. Patterson, DeBaryshe, Ramsey, 1998, dalam Papalia, 2008. Anak-anak mungkin
mendapatkan imbalan dari perilaku antisosialnya ketika mereka tertangkap, mereka mendapatkan perhatian atau menemukan jalan
mereka sendiri Papalia, 2008. Simons, Chao, et al. 2001, dalam Papalia, 2008 mengatakan bahwa
anak- anak “bermasalah” ini terus menerus mendapatkan pengasuhan
yang tidak efektif, yang sering kali mengarah kepada perilaku nakal pada masa remaja dan berteman dengan teman sebaya yang berperilaku
menyimpang. Selain itu, Neiderhiser, Reiss, et al. 1999, dalam Papalia, 2008 menambahkan bahwa remaja antisosial cenderung memiliki
konflik dengan orangtua, yang biasanya disebabkan oleh faktor genetik. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan
dapat dikatakan sebagai upaya untuk membentuk suatu identitas walaupun identitas tersebut negatif. Selain identitas, kontrol diri juga
menjadi faktor kenakalan remaja di mana mereka gagal mengembangkan kontrol diri dalam hal tingkah laku mereka. Proses keluarga menjadi
faktor kenakalan remaja yang cukup besar. Hal ini meliputi ketidakadaan penerapan dukungan keluarga dan praktek manajemen oleh orangtua
secara konsisten, kurangnya pengawasan terhadap keberadaan remaja, dan menerapkan disiplin yang efektif. Keluarga yang tidak hangat dan
penuh konflik dapat meyebabkan remaja melakukan perilaku nakal. Kelas sosialkomunitas juga menjadi penyumbang faktor kenakalan
remaja. Kelas sosial yang rendah cenderung melakukan kenakalan karena mereka memiliki kesempatan yang terbatas untuk mengembangkan
keterampilan mereka yang dapat diterima di masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi faktor kenakalan remaja dalam hal
kontrol diri dan proses keluarga.
3. Bentuk Kenakalan Remaja