Hubungan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi

(1)

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN

PRESTASI BELAJAR SISWA SMP BINA AMAL BEKASI

(Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Psikologi)

Oleh:

Ahmad Makki

NIM: 101070023004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Psikologi)

Oleh:

Ahmad Makki

NIM: 101070023004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

padamu negeri kami berbakti, bagimu negeri jiwa raga kami (Koesbini)


(4)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Memeroleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun oleh: Ahmad Makki

101070023004

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si Solicha, M. Si

NIP. 196207241989032001 NIP. 197204151999032001

Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal Bekasi initelah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada: Selasa 28 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 28 September 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/

Ketua merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Pembantu Dekan/

Sekretaris merangkap Anggota

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 195661223 198303 2001

Anggota

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 196207241989032001

Solicha, M. Si

NIP. 197204151999032001


(6)

(D) Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal

(E) xi + 72 halaman

(F) SRL merupakan strategi belajar yang melibatkan berbagai aspek intrinsik dalam diri siswa untuk menunjukkan determinasi terhadap proses belajar yang ia alami. Melalui cara ini siswa dipicu untuk menentukan pilihan sendiri berbagai segi dari kegiatan belajar, mulai dari klasifikasi materi, regulasi motivasi, waktu, lingkungan dan metakognitif, sampai tujuan belajar yang hendak dicapainya.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah hubungan antara SRL dengan prestasi belajar siswa. Selain itu, melalui penelitian ini dapat diketahui apakah kelompok jenis kelamin memengaruhi perbedaan SRL, serta apakah tingkatan kelas memberikan pengaruh bagi SRL. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional.

Populasi penelitian ini berjumlah 125 orang. Sampel penelitian ini berjumlah 100 siswa Sekolah Menengah Pertama Bina Amal Bekasi kelas 7, 8, dan 9, tahun ajaran 2010/ 2011, di mana 57 orang adalah responden pria dan 43 orang responden wanita. Pengambilan sampel menggunakan teknik

accidental sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala

Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) oleh Pintrich et, al., dengan model Likert dan terdiri dari 81 butir pernyataan.

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara SRL dan prestasi belajar. Pada pengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin didapat kesimpulan terdapat perbedaan SRL antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan. Sedangkan pada pengelompokan responden berdasarkan tingkatan kelas dihasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan signifikan SRL antara tiap tingkatan kelas.

Saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya, adalah pengondisian waktu kegiatan penelitian yang lebih panjang, serta pelibatan jumlah responden yang lebih banyak dengan latar belakang sekolah yang berbeda. Agar validitas dan reliabilitas hasil penelitian lebih bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(G) Daftar Pustaka (1990 – 2010)


(7)

KATA PENGANTAR

Bismilahirrahmanirrahim

Atas selesainya karya kecil ini saya mengucap terima kasih buat pelbagai pihak yang terlibat, langsung atau tidak.

Pertama untuk Bapak Jahja Umar Ph.D., selaku dekan Fakultas Psikologi, serta para pembimbing skripsi; Ibu Dra. Zahrotun Nihayah M.Si. yang kerap menahan geram karena kelalaian saya; Ibu Solicha M.Si yang diam-diam menjadi ibu buat saya. Ucapan sama untuk Ibu Dra. Fadhilah Suralaga M.Si., serta jajaran dosen dan staf fakultas ini.

Terima kasih juga saya sampaikan pada keluarga yang, meski lelah, tak berhenti mendorong penyelesaian karya ini. Buat Baba dan Enya, semoga ini menambah kenyamanan istirahat kalian di rumah. Bagi semua abang dan empo yang bergilir menjaga saya, tanpa kepedulian kalian saya akan terus berkubang kelalaian.

Barangkali pengalaman saya menghabiskan hampir sepuluh tahun menyusuri Ciputat hingga mengenalnya seperti menghafal garis tangan sendiri, buat mendapat sebaris gelar, bukan hal paling berguna untuk dilakukan dan bukan gambaran ideal siapapun. Tapi sungguh saya tak pernah menyesali setiap fragmen yang terjadi di tanah ini. Seperti ucapan Kant di atas, manusia pada dasarnya memang kayu yang bengkok, karenanya ide tentang kesempurnaan di bumi ini seperti mimpi kesiangan. Mungkin itu yang membikin belajar hidup tak pernah membahagiakan tapi selalu menyenangkan. Karenanya saya ingin mengabadikan nama-nama yang menjadikan Ciputat begitu mesra buat saya.

Sahabat-sahabat tak ternilai: Cahaya mataku, Nur Alfi Inayah; dari celah jendela yang termangu, bersama bersin namamu tercetak pelan dan menggigil, dan detik pun tak lagi kedengaran. Agus Noorbani, saya memiliki ruang yang terlampau luas untuk sekadar mengingat jasanya bagi saya dan karya ini. Baydowi, kepada siapa kali pertama saya berguru di Ciputat. Nama-nama lain seperti Luthfi, Dana, Iman, serta Sahirin, juga Zaid dan Iqbal, teman-teman kos, Asep, dan Hanafi. Buat Eddi “Kleng” Samjaya (alm), sahabatku. Kali akhir kau bercerita arti kehilangan


(8)

dicontoh dari kakak-kakakmu. Hal baik yang pendahulu wariskan, biakkan. Hal baik yang yang pendahulu capai, lampaui. Hasta la victoria siempre.

Yang tak dicatat di sini, biar saya sebut dalam hati.

Wallahulmuwafiq, ila aqwamithariq Wassalamualaikum, wr, wb.

Ciputat, 02 September 2010

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ………..

Persembahan ... Lembar Persetujuan ………... Lembar Pengesahan ……….. Abstrak ………..

Kata Pengantar ………..

Daftar Isi ………..

Daftar Tabel dan Gambar ………....…

Daftar Lampiran ………..…………

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... 1.2.1. Pembatasan Masalah ..……….……….. 1.2.2. Perumusan Masalah .………. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan penelitian ………..…... 1.3.2. Manfaat penelitian ……… 1.4. Sistematika Penulisan ……….. Bab 2 Landasan Teori

2.1. Prestasi Belajar ………..……….. 2.1.1. Definisi prestasi belajar …...……….. 2.1.2. Tujuan dan fungsi prestasi belajar ...……….. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar 2.1.4. Penilaian prestasi belajar ……….………….. 2.1.5. Pengukuran prestasi belajar ……….. 2.2. Self-Regulated Learning ...……….. 2.2.1. Definisi self-regulated learning ..……….. 2.2.2. Karakteristik self-regulated learner ... 2.2.3. Aspek-aspek self-regulated learning ...……….. 2.2.4. Pengukuran self-regulated learning ... 2.3. Kerangka Berpikir ….………..

2.4. Hipotesis ………..

Bab 3 Metode Penelitian

3.1. Pendekatan Penelitian ……….. 3.2. Variabel Penelitian ………...

3.2.1. Identifikasi variabel ….………... 3.2.2. Definisi konseptual variabel ………..

i ii iii iv v vi viii x xi 1 7 7 8 8 8 8 9 11 12 12 14 16 17 20 20 22 23 28 28 30 31 31 31 32 viii


(10)

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian …..…….. 3.5.1. Uji validitas skala ……….. 3.5.2. Reliabilitas ………..……….. 3.5.3. Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian

……… 3.6. Teknik Analisis Data ………..……….. 3.7. Prosedur Penelitian ……….. Bab 4 Hasil Penelitian

4.1. Gambaran Umum Responden ……….. 4.2. Deskripsi Data ………. 4.3. Uji Hipotesis Penelitian .………... 4.3.1. Hubungan self-regulated learning dengan prestasi belajar ……… 4.4. Analisis Tambahan ………….…..………...

4.4.1. Perbedaan self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin ………...………...

4.4.2. Perbedaan prestasi belajar berdasarkan jenis kelamin ………..

4.4.3. Perbedaan self-regulated learning berdasarkan tingkat kelas ……….. 4.4.4. Perbedaan prestasi berdasarkan tingkat kelas …... Bab 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran

5.1. Kesimpulan ………... 5.2. Diskusi ...……….. 5.3. Saran ……….. 5.3.1. Saran Teoretis ………... 5.3.2. Saran Praktis ……….. Daftar Pustaka ……….. Lampiran ……….. 36 37 38 38 39 40 42 43 48 48 49 49 50 52 54 56 56 58 59 59 61 63 ix


(11)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambar 2.3 Tabel 3.1

Skema proses dalam kegiatan belajar ... Skema hubungan SRL dengan prestasi belajar ... Bobot nilai tiap item ...

15 30 35

Tabel 3.2 Blue print Self-Regulated Learning ... 35

Tabel 4.1 Karakteristik responden ... 42

Tabel 4.2 Kategori Self-Regulated Learning ... 43

Tabel 4.3 Jenis Kelamin Kategori Self-Regulated Learning Crosstabulation ... 44

Tabel 4.4 Kelas Kategori Self-Regulated Learning Crosstabulation... 45

Tabel 4.5 Kategori Self-Regulated Learning ... 46

Tabel 4.6 Jenis Kelamin Kategori Prestasi Crosstabulation ... 47

Tabel 4.7 Kelas Kategori Prestasi Crosstabulation ... 47

Tabel 4.8 Hasil penghitungan uji korelasi ... 48

Tabel 4.9 Skor rerata self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin responden ... 49

Tabel 4.10 Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin .... 50

Tabel 4.11 Skor rerata prestasi berdasarkan jenis kelamin responden. 51 Tabel 4.12 Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin .... 51

Tabel 4.13 Skor rerata self regulated learning berdasarkan jenis kelamin responden... 53

Tabel 4.14 Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin .... 53

Tabel 4.15 Skor rerata prestasi berdasarkan jenis kelamin responden. 54 Tabel 4.16 Hasil penghitungan uji beda berdasarkan tingkat kelas ... 55


(12)

xi

Lampiran 1 Skala Motivated Strategies for Learning Questionnaire

(MSLQ) ... 63 Lampiran 2 Uji hipotesis ... 68 Lampiran 3 Data Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal ... 72


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kajian dunia pendidikan, persoalan prestasi dapat dikatakan sebagai salah satu ranah bahasan yang paling banyak menyedot perhatian para ahli. Berbagai penelitian dan diskusi, baik mengenai filosofi pendidikan, metode pengajaran, klasifikasi materi dan berbagai hal lainnya, langsung atau tidak langsung bertujuan untuk mendorong siswa mencapai prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar dapat dikatakan sebagai indikator paling verbal yang dapat dilihat dari pencapaian seorang siswa. Hal ini biasanya ditandai dengan nilai, baik angka maupun abjad, yang menandai kualitas seorang siswa selama ia mengikuti proses belajar-mengajar. Dari sini kemudian ditetapkan rangking tiap siswa.

Secara filosofis, dalam bahasan mengenai pendidikan, hal pertama yang harus ditentukan adalah tujuan dari proses pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan memang bukan satu-satunya hal penting dalam kajian kependidikan, namun begitu hal ini memegang peranan sentral bagi ranah-ranah kependidikan lainnya. Hanya dengan menentukan tujuan pendidikanlah kita baru bisa mengetahui hal-hal lain yang berkaitan, semisal, klasifikasi materi yang dibutuhkan, metode penyampaian, sampai metode penilaian. Dari penentuan tujuan pendidikan pula kita mengenal konsep mengenai prestasi atau hasil belajar dalam proses pendidikan.


(14)

Menurut Sukmadinata (2003), hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.

Menurut Tardif dan kawan-kawan (dalam Muhibin Syah, 2004), hasil prestasi belajar merupakan suatu penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Sementara Nasution dan kawan-kawan (dalam Djamarah, 2008) menerangkan bahwa belajar bukanlah aktivitas yang berdiri sendiri, namun melibatkan unsur lain, seperti raw input, learning teaching process, output invironmental dan instrumental input.

Hal ini ditegaskan oleh Purwanto (2006) yang mengatakan, bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang, di antaranya faktor dari luar diri individu (eksternal) dan faktor dari dalam diri (internal). Adapun faktor dari luar diri individu (eksternal) antara lain lingkungan (alam dan sosial), instrumental (kurikulum/bahan pelajaran, guru, sarana dan prasarana, administrasi/manajemen). Sedangkan faktor dari dalam diri (internal) antara lain fisiologis (kondisi fisik dan panca indera) dan psikologis (bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif).


(15)

3

Berbicara mengenai faktor internal, salah satu hal yang banyak mengundang perhatian para ahli adalah persoalan metode belajar. Jika diilustrasikan, perkembangan metode belajar bisa dikatakan berkembang dari bersifat satu arah menjadi lebih terdistribusi, terutama dalam hal peran dan tanggung jawab.

Di masa lalu, kegiatan belajar-mengajar adalah situasi monologis, di mana pendidik menjadi pusat kosmos pengetahuan. Dalam suasana seperti ini pendidik bertugas untuk mengemban segala tanggung jawab segala persoalan di dalam kelas, serta menentukan kemana kelas mesti diarahkan. Persoalan-persoalan seperti penentuan tujuan belajar, strategi belajar, metode penilaian, dan lain sebaganya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan otoritas pendidik.

Bagi siswa, kualitas pengetahuan yang akan mereka serap di dalam kelas pun sepenuhnya menjadi wewenang pendidik. Apa yang bernilai bagi mereka, materi apa saja yang bisa mereka dapatkan, pendapat mana yang lebih patut dipercaya, semuanya mereka dapatkan dari pendidik.

Saat ini kondisi tentu telah berubah. Melihat dari kehidupan yang dijalani masyarakat sehari-hari, dapat dikatakan kita telah mencapai titik perkembangan masyarakat yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Internet sebagai teknologi pamungkas yang dipunya manusia akhir-akhir ini betul-betul


(16)

menghadirkan perubahan yang signifikan, bahkan cukup penting untuk membuat kita memikirkan kembali fondasi sosial tiap-tiap kelompok masyarakat.

Perubahan ini tentu juga terjadi dalam dunia kependidikan. Saat ini kita sulit untuk membayangkan situasi belajar-mengajar monologis sebagaimana digambarkan sebelumnya. Internet dengan database informasi yang begitu besar memungkinkan terjadinya demokratisasi pengetahuan, yang membuat setiap orang dapat mengakses seluruh pengetahuan yang terhampar di jagat maya.

Kondisi ini ditambah lagi dengan kemunculan tren Web 2.0, di mana para pengguna internet bukan lagi sekadar pihak pasif yang mengonsumsi informasi yang dijajakan pemilik situs-situs populer, tapi mereka juga bisa berkontribusi terhadap pengayaan pengetahuan dengan mengunggah berbagai materi yang beguna, dan membaginya kepada orang-orang lain di seluruh dunia. Filosofi seperti inilah, yang terwakili dalam slogan sharing and connectivity, yang mengilhami lahir dan besarnya situs-situs social bookmarking seperti Digg dan StumbeUpon, atau situs-situs social networking seperti Twitter dan Facebook.

Dengan fasilitas seperti ini seorang siswa dapat mengakses berbagai macam pengetahuan dengan kemungkinan tanpa batas. Sumber materi yang mereka butuhkan kini bersifat majemuk, tidak hanya berasal dari pendidik belaka. Selain itu, pengetahuan yang didapat siswa melalui wahana internet bukan hanya bersifat akumulatif terhadap pengetahuan yang didistribusikan dalam kelas,


(17)

5

namun bisa jadi merupakan kritik terhadap apa yang selama ini mereka pelajari dari pendidik.

Kondisi ini sebetulnya kongruen dengan wacana self-regulated learning

yang menjadi bahasan populer diskusi soal-soal kependidikan dalam 30 tahun terakhir. Tren ini dimulai sejak Zimmerman dan Schunk mempublikasikan Self-Regulated Learning and Academic Achievement: Theory, Research and Practice

pada 1989 (Montalvo & Torres, 2004).

Shu-shen Shih (2002), mengutip Schunk, mendefinisikan self-regulated learning sebagai proses di mana siswa secara individual mengaktivasi dan mempertahankan orientasi sistemik kognisi dan perilaku demi pencapaian prestasi belajar akademik. Sementara Pei-Di Shen et, al., (2007) seraya mengutip Zimmerman dan Schunk, menjelaskan self-regulated learning sebagai memicu diri melalui orientasi pikiran, perasaan dan aksi yang secara sistemik diorientasikan untuk membantu setiap siswa mencapai tujuannya.

Hal yang sama-sama ditekankan dalam kedua definisi di atas adalah referensi keberhasilan mencapai tujuan dalam belajar utamanya ditentukan dari diri siswa sendiri, dan bukan oleh pendidik. Dengan ini diindikasikan bahwa strategi yang diterapkan oleh para siswa dalam mencapai prestasi belajar yang baik bisa saja berbeda-beda, namun siswa yang dalam upaya belajarnya


(18)

memenuhi karakteristik tertentu dapat dikatakan mempraktikkan self-regulated learning.

Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2009) mengatakan bahwa karakteristik seorang siswa yang memraktikkan self-regulated learning adalah ia yang aktif dalam belajar, baik dalam hal metakognitif, motivasi maupun tingkah lakunya. Karakteristik ini sebangun dengan atribut bagi pelajar yang memiliki performa dan kapasitas yang tinggi.

Ada tiga aspek dalam self-regulated learning yang disebut para ahli mampu meningkatkan performa siswa di dalam kelas (Pintrich & De Groot, 1990); pertama, kemampuan siswa menerapkan strategi metakognitif untuk merencanakan, memonitor dan memodifikasi kognisinya; kedua, kemampuan siswa mengontrol upayanya untuk menyelesaikan berbagai tugas di dalam kelas, dalam hal ini termasuk menangkal hambatan seperti kebisingan, dan mempertahankan kognisinya agar tetap fokus pada tugas; ketiga, strategi kognitif yang diterapkan siswa untuk belajar, mengingat dan memahami materi pelajaran.

Dari uraian tersebut, secara teoritis kita bisa melihat bahwa tujuan utama dari penerapan strategi self-regulated learning dalam proses belajar adalah agar siswa mampu mencapai prestasi maksimal dengan memanfaatkan potensinya sendiri secara utuh. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk


(19)

7

meneliti mengenai “Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal Bekasi”.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan masalah

Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi untuk meneliti hubungan self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Self-Regulated Learning adalah kondisi di mana siswa secara individual mengaktivasi dan mempertahankan sistematisasi kognisi dan perilaku yang diorientasikan kepada pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dua aspek peting dari self-regulated learning adalah (Pintrich et al, 1991), motivational strategies dan learning strategies.

2. Prestasi belajar adalah hasil penilaian untuk menggambarkan prestasi murid dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan kriteria yang telah ditetapkan. Ukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah nilai rapor seluruh mata pelajaran semester sebelumnya.

3. Siswa SMP Bina Amal Bekasi yang diteliti adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti proses belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bina Amal Bekasi, pada tahun ajaran 2010/2011.


(20)

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dibuatkan rumusan masalah yang dikemukakan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

“Apakah ada hubungan yang signifikan antara self-regulated learning

dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi?“

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk “mengetahui hubungan self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi”.

1.3.2. Manfaat penelitian

Terdapat dua manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis, di antaranya:

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang psikologi pendidikan, terutama sebagai bahan untuk mengembangkan teori tentang self-regulated learning dan prestasi belajar.

Sementara manfaat praktis dari penelitian ini, adalah masukan bagi pihak-pihak penyelenggara kegiatan pendidikan untuk memberikan fasilitas-fasilitas


(21)

9

yang mendukung bagi usaha siswa untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi dengan segenap keutuhan potensinya.

Demi peningkatan kualitas pendidikan, para pendidik mesti mengantisipasi diri terhadap setiap perubahan dalam wacana kependidikan terutama yang terkait dengan persoalan relasi antara pendidik dengan siswa. Dalam kepentingan itu penelitian ini juga dapat memberi metode alternatif bagi pendidik dalam menjalankan tugasnya di dalam kelas, di mana pendidik saat ini lebih dibutuhkan fungsinya sebagai fasilitator ketimbang selaku pemegang otoritas di dalam kelas. Sementara bagi siswa, penelitian ini berguna sebagai acuan yang bersifat garis besar dalam usahanya mencapai prestasi yang baik, sambil menemukan potensinya secara utuh, dengan metodenya masing-masing yang khas. Dengan begitu diharapkan diskriminasi terhadap kompetensi di antara berbagai disiplin ilmu tidak lagi terjadi

1.4. Sistematika Penulisan

Peneliti menggunakan teknik penulisan American Psychological Association (APA) Style. Dan secara garis besar sistematika penulisan ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN, meliputi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.


(22)

BAB II LANDASAN TEORI, meliputi uraian-uraian mengenai definisi self-regulated learning, faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, sumber-sumber self-regulated learning; definisi prestasi belajar, tujuan dan fungsi hasil prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil prestasi belajar, indikator hasil prestasi belajar, implikasi self-regulated learning terhadap prestasi belajar; kerangka berpikir, dan hipotesis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, yang meliputi jenis penelitian (pendekatan penelitian dan metode penelitian) dan variabel penelitian (definisi variabel, definisi operasional variabel), populasi dan sampel, pengambilan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data (kuesioner dan analisa data), teknik penyusunan angket, uji instrumen penelitian, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN, meliputi gambaran umum responden, uji instrumen penelitian, uji indikator yang berpengaruh, uji persyaratan dan hasil hipotesa.


(23)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam Bab 2 ini akan dipaparkan beberapa landasan teori, di antaranya mengenai teori self-regulated learning, prestasi belajar, serta kerangka berpikir dan hipotesa yang akan dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.

2.1. Prestasi Belajar

Kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah bersifat formal, disengaja, direncanakan, dengan bimbingan guru serta pendidikan lainnya. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam ukuran terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, ulangan harian, Ujian Akhir Semester (UAS), Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional (UN) .

Evaluasi dilaksanakan berkenaan dengan situasi sesuatu aspek dibandingkan dengan aspek lain akhirnya terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat dipandang dari berbagai segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara membandingkan-bandingkan situasi sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi yang sudah lewat (Ahmadi dan Supriyono, 2004).


(24)

2.1.1. Definisi prestasi belajar

Menurut Tardif dan kawan-kawan (dalam Syah, 2004) prestasi belajar merupakan suatu penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Ditambahkan, menurut Syah (2004) prestasi belajar dimaksud sebagai proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Sukmadinata (2003) mendefinisikan hasil belajar atau achievement sebagai realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.

Dengan demikian, prestasi belajar adalah proses penilaian dalam menggambarkan prestasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan kriteria yang telah ditentukan sebagai perubahan kemampuan yang merupakan indikator untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa.

2.1.2. Tujuan dan fungsi prestasi belajar

Prestasi belajar sebagai upaya pengungkapan dan pengukuran hasil dari proses pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar siswa di mana merupakan proses penyusunan secara deskriptif siswa baik secara kuantitatif maupun kualitatif.


(25)

13

Menurut Syah (2004), ada beberapa tujuan dari hasil prestasi belajar, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.

Dengan evaluasi hasil belajar, guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar selaku pembimbing dan pembantu kegiatan belajar siswa di sekolah.

2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok siswanya.

Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan guru sebagai alat penetap, apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat, sedang, atau lambat dalam memahami kemampuan prestasi belajarnya.

3. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.

Hal ini dapat mempermudah guru dan siswa mengetahui gambaran tingkat usaha siswa, ketika melihat hasil prestasi belajarnya.

4. Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitif (kemampuan dan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.

Hasil prestasi belajar tersebut dapat dijadikan guru sebagai gambaran realisasi dari pemanfaatan kecerdasan siswa.


(26)

5. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar dan mengajar.

Adapun fungsi hasil prestasi belajar (Syah, 2004; 198), sebagai berikut: 1. Fungsi Administratif, untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku

raport.

2. Fungsi Promosi, untuk menetapkan kenaikan kelas atau kelulusan.

3. Fungsi Diagnostik, untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remidialteaching (pengajaran perbaikan).

4. Sebagai sumber data bimbingan dan penyuluhan yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).

5. Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode dan alat-alat untuk proses belajar mengajar.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Purwanto (2004), untuk dapat memahami hasil prestasi belajar, maka perlu dilakukan analisis untuk menemukan apa yang terlibat di dalam kegiatan pembelajaran tersebut.


(27)

15

Gambar 2.1. Skema proses dalam kegiatan belajar

Gambar II.1 (dalam Purwanto, 2004) di atas menunjukkan, bahwa masukan mental (raw Input) menempatkan bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar (teaching learning proces). Di dalam proses belajar-mengajar itu turut berpengaruh sejumlah faktor yakni faktor lingkungan (environment) dan faktor yang disengaja atau dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna tercapainya keluaran (output) yang dikehendaki.

Self-regulated learning berperan pada raw input sebagai sebuah pengodisian mental untuk memicu efektivitas dalam menghadapi proses belajar-mengajar. Kedua aspek dari self-regulated learning, yakni motivational strategies

dan learning strategies berperan untuk memanipulasi berbagai input serta motivasi diri yang tercakup dalam proses belajar-mengajar, mengolahnya menjadi faktor-faktor yang mendukung tercapainya output yang baik.

Instrumental Input

Output Teaching Learning

Proces Raw Input

Environmental Input


(28)

2.1.4. Penilaian prestasi belajar

Menurut Tardif dkk dalam Syah (2004), ada dua macam pendekatan hasil prestasi belajar, di antaranya;

1. Penilaian acuan norma (norm-referenced assesment)

Penilaian yang menggunakan pendekatan prestasi belajar siswa yang diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman kelas atau kelompok. Jadi, pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya sendiri. Selain itu, pendekatan Penilaian Acuan Norma juga dapat diimplementasi dengan cara menghitung dan membandingkan presentasi jawaban benar yang dihasilkan seorang siswa dengan persentase jawaban benar yang dihasilkan oleh teman-teman sekelompoknya. kemudian persentase jawaban benar dari masing-masing siswa tersebut dikonversikan ke dalam nilai 1-10 atau 10-100.

2. Penilaian acuan kriteria (criterion-referenced assesment)

Merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan berbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik sebagai patokan absolut. Oleh karena itu, dalam mengimplementasi pendekatan Penilaian Acuan Kriteria diperlukan kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus (TPU dan TPK).


(29)

17

Artinya, nilai atau kelulusan siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh siswa lainnya melainkan ditentukan oleh penguaasaan atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional.

2.1.5. Pengukuran prestasi belajar

Pada prinsipnya, evaluasi belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. oleh karena itu, ragamnya pun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Menurut Syah (2009) ada beberapa macam pengukuran prestasi belajar, di antaranya;

a. Pre-test dan post-test

Kegiatan Pre-Test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis.

Sedangkan Post-Test sebaliknya, yakni kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang diajarkan. Evaluasi ini juga berlangsung singkat dan cukup dengan menggunakan instrumen sederhana yang berisi item-item yang jumlahnya sangat terbatas.


(30)

b. Evaluasi Prasyarat

Evaluasi ini sangat mirip dengan Pre-Test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Misalnya, evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian.

c. Evaluasi Diagnostik

Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran tertentu dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan.

d. Evaluasi Formatif

Evaluasi jenis ini dapat dipandang sebagai "ulangan" yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit atau kesulitan) kesulitan belajar siswa. hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).

e. Evaluasi Sumatif

Evaluasi penialaian ini dapat dianggap sebagai "ulangan umum" yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi


(31)

19

mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.

f. Ujian Akhir Nasional

Ujian Akhir Nasional (sekarang Ujian Nasional) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kenaikan status siswa. Namun Ujian Nasional yang diberlakukan mulai tahun 2002 itu dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan tertentu seperti SD/MI, SLTP/MTs dan sekolah-sekolah menengah yakni SMA/MA dan sebagainya.

Maksud penilaian hasil-hasil pendidikan itu adalah untuk mengetahui, (dengan alasan yang bermacam-macam) pada waktu dilakukan penilaian itu, sudah sejauh manakah kemajuan anak didik. Hasil dari tindakan mengadakan penilaian itu kemudian dinyatakan dalam suatu pendapat yang perumusannya bermacam-macam. Ada yang menggolongkan dengan menggunakan lambang-lambang A-E, dan ada yang menggunakan skala sampai 11 tingkat yaitu mulai dari 0-10, dan ada yang memakai penialaian dari 0-100. Pada umumnya, mempergunakan angka dati 0-10, tapi ada juga yang mempergunakan lambang A-E.

Selanjutnya, pada tiap akhir masa tertentu, seperti misalnya Ujian Akhir Semester (UAS), sekolah mengeluarkan rapor tentang kelakuan, kerajinan dan kepandaian murid-murid yang menjadi tanggungjawab guru. rapor itu merupakan


(32)

perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu itu.

Berdasar diskusi di atas, maka prestasi belajar, sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah keseluruhan nilai yang didapat seorang siswa selama kegiatan belajar berlangsung. Untuk kepentingan pengukuran penelitian, aspek ini diwakili oleh rapor masing-masing responden yang mendata nilai tiap siswa untuk seluruh mata pelajaran yang diikutinya. Jumlah nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah mata pelajaran.

2.2. Self-Regulated Learning 2.2.1. Definisi self-regulated learning

Barry J. Zimmerman selaku salah satu tokoh yang dianggap paling otoritatif dalam membahas self-regulated learning mengatakan (1990), bahwa istilah tersebut bisa didefinisikan sebagai proses spesifik tertentu di mana siswa mengonseptualisasikan metakognisi, motivasi dan perilaku partisipatifnya dalam proses belajar.

Dalam hal ini Zimmerman (1990) menjelaskan, bahwa:

When defining self-regulated learning, it is important to distinguish between self-regulation processes, such as perceptions of self-efficacy, and strategies designed to optimize these processes, such as intermediate goal-setting. Self-regulated learning strategies refer to actions and processes directed at acquisition of information or skills that involve agency, purpose, and instrumentality perceptions by learners. Undoubtedly, all


(33)

21

learners use regulatory processes to some degree, but self-regulated learners are distinguished by (a) their awareness of strategic relations between regulatory processes or responses and learning outcomes and (b) their use of these strategies to achieve their academic goals.

Penekanan yang ditunjukkan Zimmerman dalam uraian tersebut adalah pelaku self-regulated learning selalu menyadari relasi strategis antara proses meregulasi diri atau respon dalam belajar dengan hasil belajar, serta penggunaan strategi regulasi diri untuk mencapai tujuan belajar.

Schunk (dalam Shu-shen Shih, 2002) mendefinisikan self-regulated learning sebagai di mana siswa secara individual mengaktivasi dan mempertahankan orientasi sistemik kognisi dan perilaku demi pencapaian prestasi belajar akademik. Sementara Zimmerman dan Schunk (dalam Pei-Di Shen, et. al, 2007), menjelaskan self-regulated learning sebagai memicu diri melalui orientasi pikiran, perasaan dan aksi yang secara sistemik diorientasikan untuk membantu setiap siswa mencapai tujuannya.

Berdasar paparan tersebut, istilah self-regulated learning bisa kita definisikan sebagai kondisi di mana siswa secara individual mengaktivasi dan mempertahankan sistematisasi kognisi dan perilaku yang diorientasikan kepada pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan


(34)

2.2.2. Karakteristik Self-Regulated Learner

Berdasar penjelasan Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2004), secara umum siswa yang menerapkan strategi self-regulated learning memiliki perbedaan dengan mereka yang tidak menerapkannya. Karakteristik-karakteristik yang membedakan mereka antara lain adalah:

1. Mengenali dan tahu bagaimana cara menggunakan aspek-aspek dari strategi kognitif (pengulangan, elaborasi, organisasi), yang mampu membantu bertansformasi, mengorganisasi, mengelaborasi dan

me-recover informasi.

2. Mengetahui cara merencanakan, mengontrol dan mengorientasi proses mentalnya untuk mencapai prestasi dalam tujuan belajarnya.

3. Memiliki perangkat motivasi dan emosi yang adaptif, seperti self-efficacy, adopsi terhadap tujuan belajar, mengembangkan emosi positif dalam mengerjakan tugas, serta memiliki kapasitas untuk mengontrolnya.

4. Mampu merencanakan upaya dan waktu dalam melaksanakan tugas, serta mampu menciptakan dan menstrukturisasi lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti menemukan tempat yang nyaman untuk belajar, serta mau meminta bantuan guru dan teman kelasnya ketika mengalami kesulitan.

5. Menunjukkan upaya untuk berpartisipasi dalam kontrol dan pengaturan tugas akademik, iklim dan struktur kelas.


(35)

23

6. Mampu mengatur kemauannya untuk menghindari gangguan internal demi memertahankan konsentrasi, upaya dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akademik.

Intinya, karakteristik dari siswa yang menerapkan self-regulated learning, dapat dikatakan, bahwa mereka adalah agen dari perilakunya sendiri, percaya bahwa belajar adalah proses yang proaktif, mampu memotivasi diri dan menjalankan strategi untuk mencapai hasil belajar yang diinginkannya.

2.2.3. Aspek-aspek Self Regulated Learning

Pintrich, et. al (1991) menyebutkan bahwa ada dua aspek penting dalam

self-regulated learning ini, yaitu:

1. Motivational strategies, adalah strategi-strategi yang digunakan siswa untuk mengatasi stres dan emosi-emosi yang kadang kala menguasai saat mereka lelah mengatasi kegagalan-kegagalan dan lelah menjadi pembelajar yang baik

Komponen-komponen yang masuk ke dalam aspek ini adalah: a. Value component

- Intrinsic goal orientation: Goal orientation adalah persepsi siswa terhadap alasan-alasan yang membuatnya melibatkan diri dalam tugas belajar. Dalam Motivated Strategies for Learning


(36)

Questionnaire (MSLQ), goal orientation dimaksudkan sebagai tujuan umum atau orientasi siswa terhadap detil-detil sebagai bagian dari keseluruhan. Intrinsic goal orientation adalah tingkat di mana siswa merasa berpartisipasi dalam demi alasan-alasan semacam tantangan, rasa ingin tahu dan penguasaan.

- Extrinsic goal orientation: pelengkap bagi intrinsic goal orientation, dan merupakan kondisi di mana alasan siswa untuk terlibat dalam tugas adalah hal-hal seperti nilai, ganjaran, unjuk diri, nilai baik dari orang lain, dan atau kompetisi.

- Task value: harus dibedakan dari goal orientation. Perbedaannya terletak pada evaluasi siswa tentang seberapa menarik, seberapa penting dan seberapa bergunanya tugas yang hendak ia kerjakan. b. Expectancy component

- Control of learning beliefs: Control of learning: keyakinan siswa bahwa upayanya dalam belajar akan berbuah positif. Dengan ini ia percaya bahwa hasil yang ia dapat merupakan bagian dari usahanya, dibandingkan akibat faktor-faktor eksternal seperti pendidik.

- Self-Efficacy for learning and performance: Item-item yang dicakup oleh skala ini mengukur dua aspek dari ekspektasi: Harapan kesuksesan dan self-efficacy. Harapan kesuksesan mengacu pada harapan akan prestasi, dan secara spesifik


(37)

25

berhubungan dengan prestasi tugas. Self-efficacy adalah sebuah penghargaan terhadap kemampuannya menguasai sebuah tugas. c. Affective component

- Test anxiety: merupakan sisi negatif yang berhubungan dengan ekspektasi terhadap prestasi belajar. Test anxiety memiliki dua komponen; komponen kekhawatiran yang dimaksudkan pikiran negatif siswa yang mengganggu prestasinya, dan komponen emosi yang dimaksudkan sebagai sisi afektif dan fisiologis yang merupakan manifestasi dari kecemasan (anxiety).

2. Learning strategies, adalah metode-metode yang digunakan oleh siswa untuk mengembangkan pemahaman, integrasi dan retensi terhadap informasi-informasi baru yang mereka terima dalam proses belajar.

Komponen-komponen yang masuk dalam strategi ini: a. Cognitive and metacognitive strategies

- Rehearsal: Strategi dasar rehearsal (latihan) mencakup menerangkan kembali atau menamai item-item dari daftar hal-hal yang dipelajari. Strategi ini merupakan cara terbaik dan lebih sederhana untuk mengaktivasi informasi dalam kerja memori, ketimbang menambah hal baru dalam long-term memory.

- Elaboration: Strategi elaboration membantu siswa menempatkan informasi dalam long-term memory-nya dengan cara membangun


(38)

hubungan internal di antara hal-hal yang dipelajari. Elaboration

mencakup menginterpretasi, meringkas, membuat analogi dan membuat catatan umum

- Organization: Strategi organization membantu siswa memilih informasi yang tepat sambil membangun koneksi di antara wawasan yang dipelajarinya. Contoh dari teknik ini adalah mengelompokkan, outlining dan memilih gagasan utama dari bacaan.

- Critical thinking: dimaksudkan sebagai tingkat di mana siswa mengaplikasi pengetahuan yang dipelajari sebelumnya untuk pemecahan masalah pada situasi yang lain, membuat keputusan, atau membuat evaluasi penting yang berdasar standards of excellence.

- Metacognitive self-regulation: Metakognisi dimaksudkan sebagai kesadaran, pengetahuan dan kontrol kognisi. MSLQ memfokuskan diri pada aspek kontrol dan self-regulation dari metakognisi, bukan pada aspek pengetahuan. Ada tiga proses general pembangkit aktivitas self-regulatory metakognisi: perencanaan, monitoring, dan regulating. Aktivitas perencanaan seperti menentukan tujuan belajar dan analisis tugas membantu mengaktivasi aspek relevan dari pengetahuan utama yang mengorganisasi dan menginterpretasi materi jadi lebih mudah. Aktivitas monitoring mencakup menelusuri perhatian siswa layaknya ketika ia membaca, menguji


(39)

27

diri dan bertanya. Regulating berarti menyetel dan menyesuaikan aktivitas kognisi secara kontinyu.

b. Resource management strategies

- Time and study environtment: di samping meregulasi sendiri kondisi, siswa harus mampu me-manage serta meregulasi waktu dan lingkungan belajarnya. Manajemen waktu mencakup penjadwalan, perencanaan dan memanaj waktu belajarnya.

- Effort regulation: Self-regulation mencakup kemampuan siswa untuk mengontrol usaha dan perhatiannya dalam menghadapi gangguan dan tugas yang tidak menarik. Upaya manajemen adalah

self-management, dan punya komitmen untuk menyelesaikan tujuan belajarnya, meski menghadapi kesulitan atau gangguan. - Peer learning: bekerjasama dengan teman seangkatan terbukti

memberi efek positif bagi prestasi. Dialog dengan teman seangkatan membantu menjelaskan materi dan mendalamkan pengertian yang mungkin tidak bisa didapat ketika belajar sendirian.

- Help seeking: aspek lain dari lingkungan yang mesti dipelajari untuk di-manage oleh siswa adalah dukungan orang lain, termasuk teman dan guru. Siswa yang baik tahu ketika ia tidak memahami sesuatu, lalu mampu mengidentifikasi seseorang yang mampu memberi bantuan kepadanya. Banyak penelitian yang mengindikasi


(40)

2.2.4. Pengukuran Self-Regulated Learning

Untuk mengukur self-regulated learning peneliti menggunakan instrumen MSLQ (Motivated Strategies for Learning Questionnaire) yang dibuat oleh Paul R. Pintrich dan kawan-kawan (1991). MSLQ adalah pengukuran yang diisi sendiri oleh responden untuk mengetahui tiga aspek dalam motivational strategies dan dua aspek dalam learning strategies (Pintrich dalam Kosnin, 2007).

2.3. Kerangka Berpikir

Zimmerman (1990) menjelaskan bahwa self-regulated learning, bisa didefinisikan sebagai proses spesifik tertentu di mana siswa mengonseptualisasikan metakognitif, motivasi dan perilaku partisipatifnya dalam preses belajar. Secara teoretis penerapan strategi self-regulated learning oleh siswa dalam proses belajarnya dapat memicu peningkatan prestasi belajar yang akan didapatkannya, karena melalui strategi ini siswa dipacu untuk mengerahkan segala potensi dan usahanya, sehingga ia mampu menemukan sendiri makna dalam setiap detil dari kegiatan belajarnya

Self-regulated learning tentu bisa dikatakan sebagai strategi belajar yang sangat sesuai dengan kondisi masyarakat terkini, di mana teknologi internet menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang begitu berlimpah dengan akses


(41)

29

yang nyaris tanpa batas. Dengan fakta seperti ini, motivasi siswa untuk menambah pengetahuan dari sumber-sumber di luar kelas dapat menjadi instrumen yang membuatnya terdorong untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi ketimbang teman-teman kelasnya yang tidak menerapkan strategi self-regulated learning.

Lebih lanjut Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2004) mengatakan bahwa salah satu dari karakteristik siswa yang menerapakan strategi self-regulated learning adalah, mengetahui cara merencanakan, mengontrol dan mengorientasi proses mentalnya untuk mencapai prestasi dalam tujuan belajarnya. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa siswa yang termasuk dalam kategori self-regulated learning lebih mengerti sistematisasi proses belajar, mulai dari regulasi kelas hingga tujuan dari proses belajar, ketimbang siswa yang tidak menerapkannya. Karenanya secara logis dapat dikatakan mereka memiliki kesempatan dan persiapan yang lebih baik untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi ketimbang teman-temannya.


(42)

Sementara kerangka berpikir yang dipaparkan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2. Skema hubungan SRL dengan prestasi belajar

Learning strategies

a. cognitive and

metacognitive strategies

b. resource management strategies

Motivational strategies

a. value component

b. expectancy component

c. affective component

Prestasi Belajar Self-Regulated

Learning

2.4. Hipotesis

Berdasarkan tema penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

ƒ H1 : Ada hubungan yang signifikan antara self-regulated learning

dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi.

ƒ H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara self-regulated


(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab 3 ini berisi persoalan metode penelitian, bahasan tentang variabel-variabel yang akan diteliti, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, hingga

blue print dari skala yang digunakan, serta hipotesis yang diajukan.

3.1. Pendekatan Penelitian

Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode korelasi. Fox, dalam Sevilla et.al (1993), mengartikan metode korelasi sebagai “penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi”. Alasan peneliti menggunakan penelitian korelasi, adalah karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu antara self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi.

3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Identifikasi variabel

Menurut Kerlinger (2006), variabel merupakan simbol/lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, di antaranya:

Variabel Bebas : self-regulated learning

Variabel Terikat : prestasi belajar


(44)

3.2.2. Definisi konseptual variabel

Adapun definisi konseptualdalam penelitian ini, di antaranya:

1. Self-Regulated Learning adalah kondisi di mana siswa secara individual mengaktivasi dan memertahankan sistematisasi kognisi dan perilaku yang diorientasikan kepada pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan 2. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai murid berdasarkan

kriteria yang telah ditetapkan.

3.2.3. Definisi operasional variabel

1. Self-Regulated Learning adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran skala self-regulated learning, yang meliputi aspek motivation strategies, dan aspek learning strategies.

2. Prestasi belajar adalah nilai rerata yang didapat dari hasil akumulasi semua nilai mata pelajaran yang diperoleh siswa, dibagi jumlah mata pelajarannya.

3.3. Populasi dan sampel 3.3.1 Populasi

Vanderstoep dan Johnston (2009) mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan subjek yang statusnya disamaratakan dalam penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMP Bina Amal Bekasi yang berjumlah 125 orang.


(45)

33

3.3.2 Sampel dan teknik pengambilan sampel

Sampel adalah mengambil sesuatu bagian populasi atau semesta sebagai wakil (representasi) populasi atau semesta itu (Kerlinger, 2006). Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay (dalam Sevilla et, al., 1993), bahwa untuk penelitian korelasi diambil 30 subjek atau lebih. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel para siswa-siswi SMP Bina Amal Bekasi. Sampel penelitian ini berjumlah 100 orang.

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara incidental sampling. Menurut Nasution (2003),

non-probability sampling adalah bila pemilihan sampel dengan tidak menghiraukan prinsip-prinsip probability. Teknik sampling ini memberi peluang atau kesempatan tidak sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan accidental sampling ialah sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.

Cara ini dilakukan karena keterbatasan sisa waktu penelitian, sehingga peneliti memilih responden dengan menawarkan siapa saja anggota populasi yang ditemui lebih dulu.


(46)

3.4. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup (Close Question), yakni menggunakan skala Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) yang dikembangkan oleh Pintrich et, al., (1991). Ke-81 item pernyataan skala MSLQ ini memiliki rentang 7 pilihan jawaban seperti terlihat di sini;

Sangat tidak sesuai Sangat sesuai

1 7

__ __ __ __ __ __ __

Skala MSLQ ini terdiri dari 2 aspek, yaitu aspek motivasi dan aspek strategi belajar. Aspek motivasi terdiri dari 31 item dan aspek strategi berlajar terdiri dari 50 pernyataan. Bahasa yang dipakai dalam kuesioner ini diusahakan untuk sedekat mungkin dengan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh responden, dengan tetap menimbang standar baku Bahasa Indonesia, demi menghindari ambiguitas pernyataan. Cara ini dipakai demi pertimbangan pemahaman para responden terhadap setiap instruksi dan pernyataan dalam kuesioner. Berikut adalah tabulasi skor masing-masing skor berdasarkan jenis pernyataannya (favourable atau unfavourable).


(47)

35

Tabel 3.1 Bobot nilai tiap item

Pernyataan SBSS SSS

Favourable 1 2 3 4 5 6 7

Unfavourable 7 6 5 4 3 2 1

Tabel 3.2

Blue Print Self-Regulated Learning

NOMOR ITEM

ASPEK INDIKATOR F UF Motivation Strategies (Strategi-strategi motivasi)

1. Value component (Komponen nilai)

- Intrinsic goal orientation (orientasi tujuan intrinsik) - Extrinsic goal orientation

(orientasi tujuan ekstrinsik) - Task value

2. Expectancy component (Komponen ekspektasi)

- Control of learning belief (keyakinan belajar) - Self-efficacy for learning

and performance (Self-efficacy dalam belajar) 3. Affective component (Komponen aktif)

- Test anxiey (Kecemasan menghadapi tes)

1, 16, 22, 24 7, 11, 13, 30

4, 10, 17, 23, 26, 27

2, 9, 18, 25

5, 6, 12, 15, 20, 21, 29, 31

3, 8, 14, 19, 28

4 4 6 4 8 5 Learning Strategies (Strategi-strategi belajar)

1. Cognitive & metacognitive strategies (Strategi-strategi kognitif dan metakognitif)

- Rehearsal (Latihan) - Elaboration

(Pengembangan)

- Organization (Organisasi) - Critical thingking (Berpikir

kritis)

39, 46, 59, 72 53, 62, 64, 67, 69, 81 32, 42, 49, 63 38, 47, 51, 66, 71

4 6 4 5


(48)

- Metacognitive self regulation (Regulasi metakognitif) 2. Resource management

strategies (Strategi-strategi me-manage sumber pengetahuan)

- Time & study

environtment (Waktu & lingkungan belajar) - Effort regulation (Regulasi

usaha)

- Peer learning (Kerjasama) - Help seeking (Mencari

dukungan)

36, 41, 44, 54, 55, 56, 61, 76, 78, 79

35, 43, 65, 70, 73

48, 74 34, 45, 50 58, 68, 75

33, 57 52, 77, 80 37, 60 40 12 8 4 3 4

Sedangkan ukuran prestasi belajar yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan nilai rapor yang didapatkan oleh masing-masing siswa yang menjadi responden. Data mengenai perolehan nilai rapor masing-masing siswa diakses langsung dari leger (bank data) SMP Bina Amal Bekasi.

Penetapan nilai masing-masing siswa SMP Bina Amal menggunakan metode penjumlahan nilai yang biasa dipakai di setiap sekolah, yakni dengan menjumlahkan perolehan nilai seorang siswa untuk semua mata pelajaran.

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian

Di dalam penelitian harus digunakan alat ukur yang valid dan reliable, agar kesimpulan dalam penelitian yang diperoleh tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Pengujian tingkat validitas dan reliabilitas dari kedua alat ukur dalam penelitian ini dilakukan sebelum


(49)

37

diadakan pengambilan data. Pengujian alat ukur ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana dapat mengungkapkan hal-hal yang semestinya diukur dari suatu variabel.

3.5.1. Uji validitas skala

Uji validitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran (Sevilla et, al., 1993). Suatu alat ukur yang valid tidak sekadar mampu mengungkapkan data-data dengan tepat, akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya.

Untuk memperoleh pengukuran yang valid dilakukan pengorelasian skor item dengan skor total. Formula yang digunakan adalah rumus Correlation

Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson berikut;

( )( )

( )

( )

(

)

2 2

Y

Y

Y

=

2 2

N

X

X

N

X

XY

N

r

xy Keterangan:

rxy = Angka indeks korelasi product moment

N = Jumlah sampel

XY = Jumlah asli perkalian antara X dan Y

X = Jumlah seluruh skor X


(50)

3.5.2. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur (Sevilla et, al., 1993). Reliabilitas adalah ketepatan yang dicapai pada pengukuran dengan menggunakan instrumen sehingga hasil yang diperoleh bersifat konsisten. Tes dikatakan sebagai reliabilitas tinggi apabila skor tampak tes itu berkorelasi tinggi dengan skor murninya sendiri.

⎟⎟

2 2

s

⎜⎜

+

=

2

1

12 2

x

s

s

α

Adapun uji reliabilitas alat tes atau skala dengan rumus Alpha Cronbach

berikut:

Keterangan:

2

1

s dan s22 = Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

2

x

s = Varians skor skala

3.5.3. Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian

Instrumen ini telah diuji reliabilitasnya dalam berbagai penelitian. Pada saat pertama kali dikembangkan oleh Pintrich et al., (1991) reliabilitas instrumen ini sangat kuat, memiliki nilai alpha Cronbach pada masing-masing sub-skala berkisar antara 0.52 hingga 0.93 (N = 380) dan memiliki korelasi antar sub skala yang moderat hingga signifikan (Pintrich et al., 1991). Pengujian dilakukan pada mahasiswa.


(51)

39

Instrumen ini juga pernah dipergunakan oleh Arend (2006) pada 411 pelajar usia 18 – 19 tahun. Reliabilitas instrumen masing-masing sub-skala terentang antara 0.745 hingga 0.788. Selain itu, instrumen ini juga pernah diadaptasi oleh Karadeniz et al., (2008) untuk digunakan pada pelajar Turki berusia 12 – 18 tahun. Instrumen diujicobakan pada 1114 orang responden. Nilai korelasi antara skor item dan skor total yang telah terkoreksi terentang antara 0.58 hingga 0.15 (p value < 0.01) pada aspek-aspek sub-skala motivasi dan 0.68 hingga 0.19 (p value < 0.01) pada aspek-aspek sub-skala strategi belajar. Artinya, instrumen ini memiliki tingkat keandalan (reliability) yang sangat tinggi untuk dipergunakan dalam kondisi apa pun dan di mana pun.

3.6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian deskriptif korelasional, hal yang diukur adalah seberapa besar hubungan antara satu variabel dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain (Sevilla et, al., 1993). Untuk menganalisis data yang diperoleh dan mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel, digunakanlah teknik statistik korelasi Spearmandengan rumus:

Keterangan:

rs = Angka indeks korelasi spearman rho

n = Jumlah sampel

d = Selisih ranking antara variabel X dan Y untuk tiap subyek 1 & 6 = Angka konstan


(52)

Penghitungan statistik dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS yang diinterpretasikan dengan mengacu pada tabel koefisien Korelasi Spearman. Jika hasil perhitungannya lebih besar dari r tabel, maka korelasi dianggap signifikan dengan kata lain Ha diterima dan H0 ditolak.

Tetapi jika hasil perhitungannya lebih kecil dari r tabel maka korelasi tidak signifikan atau H1 ditolak dan H0 diterima.

3.7. Prosedur Penelitian

Penelitian ini berjalan dengan melalui tiga tahap prosedur penelitian, yaitu persiapan, uji coba, pengambilan data, serta pengolahan data.

Persiapan Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti, melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran, dan landasan teoritis yang tepat mengenai variabel penelitian. Kemudian menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, yaitu MSLQ (Motivated Strategies for Learning Questionnaire) dan data prestasi siswa.

Pengambilan data Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah siswa-siswi SMP Bina Amal Bekasi yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2010. Sebelum penelitian, sampel diberi penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan subjek untuk mengisi kuesioner penelitian, serta melakukan


(53)

41

pengambilan data dengan memberikan alat ukur yang telah disiapkan.

Pengolahan data Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data hasil instrumen penelitian yang telah diisi oleh responden yang menjadi sampel penelitian ini. Kemudian membuat tabulasi dari data yang telah diperoleh. Melakukan penilaian hasil jawaban responden pada skala MSLQ, melakukan analisa data dengan program SPSS untuk menguji hipotesa dan korelasi antar variabel penelitian.


(54)

Dalam Bab 4 ini akan dibahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Bina Amal Bekasi. Hasil penelitian ini mencakup pengujian hipotesis serta hasil uji hipotesis tambahan.

4.1. Gambaran Umum Responden

Penelitian ini dilakukan di SMP Bina Amal Bekasi, dan melibatkan 100 responden yang terdiri dari (57%) siswa laki-laki dan (43%) siswa perempuan. Tingkatan kelas responden terdiri dari kelas 7 (31%), kelas 8 (38%) dan kelas 9 (31%). Pada Tabel 4.1. disajikan karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, kelas, dan lamanya mereka belajar di rumah.

Tabel 4.1.

Karakteristik responden Frekuensi

Karakteristik

Pria Wanita Jumlah Persentase Kelas 7 8 9 19 18 20 12 20 11 31 38 31 31% 38% 31% Lama Belajar di Rumah 1 jam 2 jam > 2 jam Tidak pernah 16 24 15 2 16 17 10 0 32 41 25 2 32% 41% 25% 2%

Total 57 43 100 100,00%

Dilihat dari lama waktu yang dibutuhkan responden untuk belajar di rumah, sebagian besar responden (41%) membutuhkan waktu 2 jam untuk


(55)

43

memahami pelajaran yang telah mereka terima di sekolah. Sebanyak 32% responden mempelajari materi sekolah selama 1 jam, 25% yang membutuhkan lebih dari 2 jam untuk belajar di rumah, dan hanya 2% yang tidak pernah belajar di rumah.

4.2. Deskripsi Data

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan penghitungan statistik deskriptif untuk melihat gambaran umum data penelitian yang didapat. Selain itu, dilakukan pula penghitungan kategori skor responden. Hasil penghitungannya disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2.

Kategori Self Regulated Learning

Kategori Mean St

Deviasi Rentang Skor Frekuensi %

Tinggi 72.9486 8.59176 X > M + 1SD > 82 16 16% Sedang M - 1SD < X < M + 1SD 65 - 81 68 68% Rendah X < M - 1SD < 64 16 16%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan hasil penghitungan statistik deskriptif diketahui nilai rerata (mean) skor self-regulated learning sebesar 72.95 dengan standar deviasi sebesar 8.52. Nilai rerata dan standar deviasi kemudian dimasukkan ke dalam formula kategorisasi skor, seperti ditampilkan pada tabel di atas. Berdasarkan formula tersebut, diketahui bahwa jika skor responden > 82 responden berada pada kategori tinggi, responden yang memiliki skor < 64 berada pada kategori rendah, dan responden yang memiliki skor di antara 65 – 81 berada pada kategori sedang. Hasil kategorisasi didapat sebagian besar (68%) responden berada pada kategori


(56)

self-regulated learning sedang, masing-masing (16%) kelompok responden berada pada kategori tinggi dan rendah.

Hasil kategorisasi skor self-regulated learning kemudian ditabulasi silang berdasarkan kategori jenis kelamin dan kelas responden. Hasil penghitungannya ditampilkan pada Tabel 4.3. dan 4.4.

Tabel 4.3.

Jenis Kelamin * Kategori Self-Regulated Learning Crosstabulation

Kategori Self Regulated Learning

Tinggi Sedang Rendah

Total

11 36 10 57

Laki-laki

11.0% 36.0% 10.0% 57.0%

5 32 6 43

Jenis Kelamin

Perempuan

5.0% 32.0% 6.0% 43.0%

16 68 16 100

Total

16.0% 68.0% 16.0% 100.0%

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kelompok responden laki-laki, yang berada pada kategori self-regulated learner tinggi (11%) lebih banyak dari mereka yang tergolong pada self regulated learner rendah (10%). Berbeda pada kelompok responden perempuan yang lebih banyak berada pada kategori self-regulated learner rendah (6%) dibandingkan yang berada pada kategori tinggi (5%). Kategori terbanyak pada kedua kelompok responden adalah self-regulated learner

sedang; (36%) pada kelompok sampel laki-laki dan (32%) pada kelompok sampel perempuan.


(57)

45

Tabel 4.4.

Kelas * Kategori Self Regulated Learning Crosstabulation

Kategori Self Regulated Learning

Tinggi Sedang Rendah

Total

8 19 4 31

Kelas 7

8.0% 19.0% 4.0% 31.0%

4 26 8 38

Kelas 8

4.0% 26.0% 8.0% 38.0%

4 23 4 31

Kelas

Kelas 9

4.0% 23.0% 4.0% 31.0%

16 68 16 100

Total

16.0% 68.0% 16.0% 100.0%

Berdasarkan Tabel 4.4. di atas diketahui bahwa responden pada kelas 7 lebih banyak yang berada pada kategori self-regulated learner tinggi (8%) dibandingkan mereka yang berada pada kategori rendah (4%). Sementara pada responden kelas 8 lebih banyak yang berada pada kategori rendah (8%) dibandingkan mereka yang berada pada kategori tinggi (4%). Pada responden kelas 9, frekuensi mereka yang berada pada kategori tinggi dan rendah berimbang, masing-masing (4%). Mayoritas responden berada pada kategori self regulated learner sedang; (19%) pada kelas 7, (26%) pada kelas 8, dan (23%) pada kelas 9.

Selain menghitung statistik deskriptif skor self-regulated learning, dilakukan pula penghitungan statistik deskriptif variabel prestasi belajar. Hasil penghitungannya disajikan pada Tabel 4.5.


(58)

Tabel 4.5.

Kategori Self-Regulated Learning

Kategori Mean St Deviasi Rentang Skor Frekuensi %

Tinggi 67.98 1.57 X > M + 1SD 70 18 18% Sedang M - 1SD < X < M + 1SD 67 - 69 72 72% Rendah X < M - 1SD 66 10 10%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan hasil penghitungan statistik deskriptif variabel prestasi diketahui nilai rerata (mean) skor prestasi belajar sebesar 67.98 dengan standar deviasi sebesar 1.57. Nilai rerata dan standar deviasi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam formula kategorisasi skor, seperti ditampilkan pada tabel di atas. Berdasarkan formula tersebut, diketahui bahwa skor responden > 70 berada pada kategori tinggi, responden yang memiliki skor < 66 berada pada kategori rendah, dan responden yang memiliki skor di antara 67 – 69 berada pada kategori sedang. Hasil kategorisasi didapat sebagian besar (72%) responden memiliki prestasi belajar sedang, (18%) responden memiliki prestasi belajar tinggi, dan (10%) responden memiliki prestasi belajar yang rendah.

Hasil kategorisasi skor prestasi belajar kemudian ditabulasi silang berdasarkan kategori jenis kelamin dan kelas responden. Hasil penghitungannya ditampilkan pada Tabel 4.6. dan 4.7.


(59)

47

Tabel 4.6.

Jenis Kelamin * Kategori Prestasi Crosstabulation

Kategori Prestasi Total

Tinggi Sedang Rendah

Jenis Kelamin

Laki-laki 12 39 6 57

12.0% 39.0% 6.0% 57.0%

Perempuan 6 33 4 43

6.0% 33.0% 4.0% 43.0%

Total 18 72 10 100

18.0% 72.0% 10.0% 100.0%

Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kelompok responden laki-laki dan perempuan sama lebih banyak memiliki prestasi belajar tinggi; (12%) pada laki-laki dan (6%) pada responden perempuan, dibandingkan mereka yang memiliki prestasi rendah; (6%) pada responden laki-laki dan (4%) pada responden perempuan. Kategori terbanyak pada kedua kelompok responden adalah pada kategori sedang; (39%) pada kelompok sampel laki-laki dan (33%) pada kelompok sampel perempuan.

Tabel 4.7.

Kelas * Kategori Prestasi Crosstabulation

Kategori Prestasi

Tinggi Sedang Rendah

Total

8 20 3 31

Kelas 7

8.0% 20.0% 3.0% 31.0%

7 26 5 38

Kelas 8

7.0% 26.0% 5.0% 38.0%

3 26 2 31

Kelas Kelas 9

3.0% 26.0% 2.0% 31.0%

18 72 10 100

Total

18.0% 72.0% 10.0% 100.0%

Berdasarkan Tabel 4.7. di atas diketahui bahwa responden pada ketiga kelompok kelas lebih banyak yang berada pada kategori tinggi; (8%) pada kelas 7, (7%) pada kelas 8, dan (3%) pada kelas 9. Sementara mereka yang berada pada kategori rendah lebih sesedikit; (3%) pada kelas 7, (5%) pada kelas 8, dan (2%)


(60)

pada kelas 9. Mayoritas responden memiliki prestasi belajar yang sedang; (20%) pada kelas 7, (26%) pada kelas 8 dan kelas 9.

4.3. Uji Hipotesis Penelitian

4.3.1. Hubungan self-regulated learning dan prestasi belajar

Pertanyaan utama penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara

self-regulated learning dan prestasi belajar. Untuk menjawab pertanyaan ini dilakukan penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Spearman’s rho.

Pada Tabel 4.8. diperlihatkan ringkasan hasil penghitungan uji korelasi. Tabel 4.8.

Hasil penghitungan uji korelasi

rhi rtabel (N = 100 ; α = 5% & 1 %) Keputusan

0.472 0.197 & 0.257 Tolak H0

p value < 0.01

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai r hitung sebesar 0.472. Sementara r tabel pada taraf signifikansi 5% dan 1% adalah sebesar 0.197 dan 0.257. Karena nilai r hitung yang didapat > nilai r tabel, maka hipotesis nihil (H0)

yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self-regulated learning dan prestasi belajar ditolak.

Karena hipotesis nihil ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif (H1)

yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self-regulated learning dan prestasi belajar diterima. Arah hubungan yang dihasilkan


(61)

49

menunjukkan arah positif, yang bermakna bahwa semakin baik penerapan strategi

self-regulated learning yang dilakukan responden, semakin tinggi prestasi belajar yang diraih.

4.3.2. Analisis tambahan

4.3.2.1. Perbedaan self regulated learning berdasarkan jenis kelamin

Hal selanjutnya yang dapat dilihat dari penelitian ini adalah perbedaan

self-regulated learning antara responden laki-laki dengan perempuan. Untuk menguji perbedaan self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin ini peneliti mengajukan hipotesis bahwa tidak terdapat perbedaan self-regulated learning

yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Dengan hipotesis alternatif terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Pada Tabel 4.9. diperlihatkan skor rerata self-regulated learning

berdasarkan jenis kelamin. Dari tabel tersebut terungkap bahwa pada siswa laki-laki memiliki skor rerata tertinggi (73.28) dibandingkan dengan skor rerata responden perempuan (72.52).

Tabel 4. 9.

Skor rerata self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin responden

Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Laki-laki 57 73.2753 9.16139 1.21346

Self Regulated Learning


(62)

Berdasarkan perbedaan rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan di antara kedua kelompok responden. Untuk menguji signifikansi perbedaan self-regulated learning antara siswa laki-laki dan siswa perempuan, data diuji menggunakan teknik independent sample t test. Hasil penghitungannya diperlihatkan pada Tabel 4.10. di bawah;

Tabel 4. 10.

Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin

thi ttabel (df = 98 ; α = 5%) Keputusan

0.436 2.000 Terima H0

p value > 0.05

Pada tabel tersebut tampak bahwa nilai t hitung sebesar 0.436. Sedang nilai t tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df; degree of freedom) 98 sebesar 2.000. Hipotesis uji dapat diterima jika; nilai t hitung < t tabel. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak

terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan diterima.

4.3.2.2. Perbedaan prestasi belajar berdasarkan jenis kelamin

Analisis tambahan kedua menelaah perbedaan prestasi belajarantara siswa laki-laki siswa perempuan. Peneliti mengajukan hipotesis uji bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa


(63)

51

perempuan. Dengan hipotesis alternatif menyatakan tidak terdapat perbedaan prestasi belajaryang signifikan siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Tabel 4.11. menyajikan deskripsi skor rerata prestasi belajaryang dominan jenis kelamin responden. Pada tabel tersebut terlihat bahwa responden laki-laki memiliki skor prestasi belajarlebih tinggi (68.06) dari perempuan (67.87).

Tabel 4.11.

Skor rerata prestasi berdasarkan jenis kelamin responden

Jenis Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

Laki-laki 57 68.0616 1.61993 .21456

Prestasi Belajar

Perempuan 43 67.8660 1.52056 .23188

Berdasarkan perbedaan rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan di antara kedua kelompok responden. Untuk menguji signifikansi perbedaan prestasi belajar antara siswa laki-laki dan siswa perempuan, data diuji menggunakan teknik independent sample t test. Hasil penghitungannya diperlihatkan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12.

Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin

thi ttabel (df = 98 ; α = 5%) Keputusan

0.613 2.000 Terima H0


(64)

Pada tabel tersebut tampak bahwa nilai t hitung sebesar 0.613. Sedang nilai t tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df; degree of freedom) 98 sebesar 2.000. Hipotesis uji dapat diterima jika; nilai t hitung < t tabel. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak

terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan diterima.

4.3.2.3. Perbedaan self-regulated learning berdasarkan tingkat kelas

Selanjutnya ingin dilihat perbedaan self-regulated learning berdasarkan tingkat kelas responden. Untuk menguji perbedaan self-regulated learning

berdasarkan kelas ini peneliti mengajukan hipotesis bahwa tidak terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Dengan hipotesis alternatif terdapat perbedaan self-regulated learning

yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.

Pada Tabel 4.13. diperlihatkan skor rerata Self Regulated Learning

berdasarkan kelas responden. Dari tabel tersebut terungkap bahwa pada siswa kelas 7 memiliki skor rerata tertinggi (74.65), kelas 9 (73.01), dan skor rerata terrendah kelas (71.51).


(1)

58

regulated learning dapat diterapkan pada pelajar yang berada dalam kisaran usia dewasa awal. Sementara penelitian Karadeniz, et. al (2008) menunjukkan bahwa strategi ini juga berdampak positif sebagai pemicu prestasi bagi pelajar usia yang lebih dini, yakni 12-18 tahun.

Beberapa hal yang menjadi catatan dalam pelaksanaan penelitian ini di antaranya, faktor keterbatasan waktu yang membuat proses penelitian dilakukan dengan tergesa-gesa. Hal ini mengakibatkan peneliti tidak dapat menimbang penggunaan pendekatan lain yang mungkin akan menunjukkan kesimpulan yang lebih baik.

Hal lain yang menjadi catatan adalah minimnya jumlah murid yang menjadi populasi penelitian ini, yakni 125 orang. Sebagaimana diketahui, dalam penelitian diyakini bahwa semakin besar responden yang dilibatkan, semakin representatif pula hasil penelitian yang didapatkan. Dengan keterbatasan ini peneliti memiliki opsi yang sangat terbatas untuk memilih sampel.

5.3. Saran

Berdasar proses dan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, ada beberapa saran, baik yang bersifat teoretis maupun praktis yang dapat diajukan di sini:


(2)

5. 3. 1. Saran teoretis

1. Dari penelitian yang dilakukan oleh Pintrich et al. (1991) di Amerika, yang mengelompokkan respondennya berdasar keturunan ras, yakni afro-amerika anglo-saxon, kaukasia, hispanik dan lainnya; penelitian serupa dapat dilakukan di Indonesia dengan melibatkan responden yang berlatar belakang majemuk, teknik cuplik (sampling) serupa bisa menjadi bahan penelitian yang menarik, dengan melibatkan lebih banyak latar belakang suku bangsa. Salah satu manfaat yang didapat adalah menjadikannya sebagai bahan indikator untuk mengevaluasi distribusi kualitas pendidikan di negeri ini.

2. Saran lainnya adalah pengayaan variabel yang diteliti dalam kaitannya dengan regulated learning, atau melakuan penelitian yang memerlakukan self-regulated learning sebagai variabel terikat (dependent variable) yang dipengaruhi oleh aspek-aspek lain.

5. 3. 2. Saran praktis

Sebagaimana disebut di atas, penelitian ini dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Karena hal inilah metode cuplik accidental sampling akhirnya dilakukan. Suasana seperti ini tentu saja berisiko mengurangi kredibilitas hasil penelitian. Oleh karenanya peneliti menyarankan penelitian selanjutnya mesti dilakukan dalam rentang waktu yang relatif wajar, sehingga setiap keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.


(3)

60

Melihat populasi dan sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini, peneliti juga menyarankan agar penelitian selanjutnya dengan tema yang sejenis, melibatkan lebih banyak responden, jika perlu dengan latar belakang sekolah yang beragam. Barangkali dengan begitu perbedaan strategi antara murid dengan latar belakang sekolah yang berbeda, dan kaitannya dengan hasil belajar, akan semakin terlihat.


(4)

Cipta.

Arend, Bridget D. (2006). Course assessment practices and student learning strategies in online courses. Paper adapted from a dissertation study completed by Bridget Arend (2006) and were presented at the 2006 Sloan-C International Conference on Asynchronous Learning Networks and the 2006 Professional and Organizational Development Network in Higher Education Conference.

Djamarah, Syaiful Bahri, Drs. (2008). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Duckworth, Kathryn., Akerman, Rodie., MacGregor, Alice., Salter, Emma.,

Vorhaus, John. (2009). Self-regulated learning: a literature review. London: Center for Research on the Wider Benefits of Learning Institute of Education.

Karadeniz, Sirin., Buyukozturk, Sener., Akgun, Ozkan Erkan., Cakmak, Ebru Kilic., Demirel, Funda. (2008). The Turkish adaptation study of motivated strategies for learning questionnaire (MSLQ) for 12–18 year old children: results of confirmatory factor analysis. The Turkish online journal of educational technology – TOJET. October 2008, Volume 7 Issue 4 Article 12.

Kerlinger, F., N. (2004). Asas-asas penelitian behavioral. Gadjah Mada University Press (terj). Jakarta: Gadjah Mada University Press.

Kosnin, Mohd Azlina. (2007). Self-regulated learning and academic achievement in malaysian undergraduated. International Education Journal. Vol. 8 (1). 221-228.

Montalvo, Fermin Torrano. Torres, Maria Carmen Gonzales. (2004). Self-regulated learning: current and future directions. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 2 (1), 1-34.

http://www.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/self-regulation/self-regulated%20learning-motivation.pdf, diakses pada tanggal 20 Agustus 2010, pukul 21.14 WIB.

Nasution, Rozaini. Prof., SKM (2003). Teknik sampling. http://www.library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf. diakses pada 29 Agustus 2010, pukul 17.46 WIB.


(5)

62

Pintrich, Paul R., De Groot, E. (1990). Motivational and self-regulated learning component of classroom academic performance. Journal of Educational Psychology, 82, 33-40.

Pintrich, Paul R., Smith, David A. F., Garcia, Teresa., McKheacie, Wilbert J (1991). A manual for the motivated strategies for learning questionnaire (MSLQ). Michigan: The Regent of The University of Michigan

Purwanto, Ngalim. (1996). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rosda Karya.

Sevilla, C. G., Ochave, Jesus A., Punsalan Twila G. Regala, Bella P., Uriarte, Gabriel G. (1993). Pengantar metode penelitian. Alimuddin Tuwu (terj). Jakarta: UI Press.

Shen, Pei-Di., Lee T H., & Tsai, C W. (2007). Applying web-enabled problem-based learning and self-regulated learning to enhance computing skills of taiwan’s vocational students: a quasi-experimental study of a short-term module. The Electronic Journal of e-Learning. Vol 5 Issue 2 147 – 156. http://www.ejel.org/, diakses pada tanggal 20 Agustus 2010, pukul 21.26 WIB.

Shih, Shu-shen (2002). Children’s self-efficacy beliefs, goal-setting behaviors, and self-regulated learning. Journal of National Taipei Teachers College, Vo1. XV (Sep. 2002) 263-282.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof., Dr. (2003). Landasan psikologi proses pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibin, M. Td. (2004). Psikologi belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Vanderstoep, Scott W., Johnston, Deirdre D. (2009). Research method for everyday life; blending qualitative and quantitative approaches. San Fransisco: Jossey-Bass

Zimmerman, Barry J. (1990). Self-regulated learning and academic achievement: an overview. Journal Educational Psychologist . Vol. 25 (1), 3-17


(6)

2. Arend, Bridget D. Course assessment practices and student

learning strategies in online courses 39 6

3. Djamarah, Syaiful Bahri, Drs. Psikologi belajar 2 175

4. Duckworth, Kathryn, et, al., Self-regulated learning: a

literature review 59, 61 39

5.

Karadeniz, Sirin, et, al., The Turkish adaptation study of motivated strategies for learning questionnaire (MSLQ) for 12– 18 year old children: results of confirmatory factor analysis

39, 58 108, 110 6. Kerlinger, F. N. (2004). Asas-asas penelitian behavioral 32, 33 49, 188 7. Kosnin, Mohd Azlina. Self-regulated learning and academic

achievement in malaysian undergraduated 27, 57 221, 222 8. Montalvo, Fermin Torrano. Torres, Maria Carmen Gonzales.

Self-regulated learning: current and future directions.

5, 6, 21, 22, 28,

57 2, 3, 4

9. Nasution, Rozaini Prof., SKM. Teknik sampling 33 5

10. Pintrich, Paul R., De Groot, E. Motivational and self-regulated

learning component of classroom academic performance 6 33

11. Pintrich, Paul R., et, al., A manual for the motivated strategies for learning questionnaire

23, 27, 28, 34,

38, 57 3

12. Purwanto, Ngalim. Psikologi pendidikan 2, 14, 15 102, 106 13. Sevilla, C. G., et, al., Pengantar metode penelitian 31, 33, 37, 38 87, 163, 175,

176

14.

Shen, Pei-Di., Lee T H., & Tsai, C W. Applying web-enabled problem-based learning and self-regulated learning to enhance computing skills of taiwan’s vocational students: a quasi-experimental study of a short-term module

5, 21 148

15. Shih, Shu-shen. Children’s self-efficacy beliefs, goal-setting

behaviors, and self-regulated learning 5, 21 265

16. Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof., Dr. Landasan psikologi

proses pendidikan 2, 12 102, 103

17. Syah, Muhibin, M. Td. Psikologi belajar 2, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19

195, 196, 197, 198, 199, 200,

201 18.

Vanderstoep, Scott W., Johnston, Deirdre D. Research method for everyday life; blending qualitative and quantitative approaches

31, 33 7, 26

19. Zimmerman, Barry J. Self-regulated learning and academic

achievement: an overview 20, 29 3, 4, 5

Jakarta, 30 Agustus 2010

Ahmad Makki