Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

yaitu: kekerasan secara fisik physical abuse merupakan kekerasan yang dilakukan oleh seseorang hingga melukai tubuh seseorang, kekerasan emosional emotional abuse terjadi ketika seseorang sedang membutuhkan perhatian tetapi justru diabaikan, kekerasan secara verbal verbal abuse terjadi ketika seseorang memberikan penghinaan, pelecehan, melabeli dalam pola komunikasi, kekerasan seksual sexual abuse terjadi ketika seseorang melakukan pemaksaan hubungan seksual. Menurut Vissing, Straus, Gelles dan Harrop 1991 kekerasan verbal yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya dapat menyebabkan anak memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan fisik, menjadi nakal dan memiliki masalah interpersonal. Masalah interpersonal yang dihadapi oleh anak seperti bermasalah dengan teman sebayanya, kurang mendapatkan prestasi di sekolah, bermasalah dengan perilakunya atau bermasalah dengan kedisiplinannya, baik di rumah maupun disekolah. Kekerasan verbal yang dilakukan oleh orang tua lebih berpengaruh terhadap masalah psikososial pada anak yaitu kesulita-kesulitan dalam proses pencarian identitas, dari pada orang tua yang melakukan kekerasan fisik. Berdasarkan bentuk-bentuk kekerasan, kekerasan verbal merupakan tindak kekerasan yang tidak mudah dikenali Suyanto, 2003. Banyak orangtua yang melakukan tindak kekerasan ini, namun tidak menyadari apa yang mereka lakukan. Seringkali orang tua menganggap bahwa yang mereka lakukan adalah salah satu cara mudah untuk membuat anak mereka menjadi disiplin. Seperti halnya orang tua yang memiliki anak remaja. Remaja sering kali menganggap dirinya paling benar dan mengabaikan perkataan orang tua. Ketika anak mulai melakukan pemberontakan, orang tua akan memarahi anaknya, mencemooh dan memberikan kata-kata kasar kepada anaknya sebagai bentuk hukuman atas kesalahan yang dibuat oleh anaknya. Menurut Surya 2007 lingkungan pada dasarnya memberikan pengaruh terhadap pembentukan persepsi terhadap diri remaja. Pengaruh lingkungan yang buruk dapat membentuk persepsi negatif pada remaja. Lingkungan yang penuh dengan kekerasan verbal, yaitu tindakan seperti melecehkan, meremehkan, mengejek, mencemooh dianggap sebagai lingkungan yang kurang baik. Selain itu, menurut Suyanto 2003 korban yang mengalami kekerasan verbal akan mengalami situasi perasaan yang tidak aman dan nyaman, menurunya harga diri, dan martabat korban. Menurut Lindenfield 1997 ketika seseorang mengalami rasa tidak aman atau mengalami ketakutan, maka hal tersebut akan menjadi musuh terbesar bagi tumbuhnya rasa percaya diri. Menurut Puspasari 2007 persepsi yang buruk terhadap diri sendiri dan harga diri yang rendah akan menumbuhkan kepercayaan diri yang rendah. Menurut Ghufron dalam Ratnasari, Sari Lukito, 2011 salah satu faktor yang membentuk kepercayaan diri pada remaja adalah harga diri. Branden dalam Sari, 2009 mengungkapkan bahwa harga diri merupakan apa yang individu pikirkan dan rasakan, bukan apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Tumbuhnya harga diri pada remaja dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu adanya perasaan diterima, adanya perasaan mampu atau yakin dan adanya perasaan berharga. Pada saat remaja merasa tidak diterima oleh kelompok atau lingkungan terdekatnya, merasa tidak yakin dapat mencapai suatu hal yang diinginkan dan merasa tidak berharga keberadaannya, remaja akan memiliki penilaian- penilaian yang buruk tentang dirinya sendiri. Apabila remaja merasa dirinya buruk, maka akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan dirinya. Menurut Kartono dalam Hamdan, 2009 masa remaja merupakan masa bergejolak dimana seseorang sedang menghadapi berbagai masalah, konflik, serta kebingungan dalam proses menemukan diri dan menemukan tempatnya di masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan kepercayaan diri agar remaja dapat menghadapi berbagai permasalahan. Kepercayaan diri dapat muncul dalam setiap remaja apabila mereka mendapat dukungan dan dorongan dari orang tua. Diperlukan lingkungan yang mendukung. Lingkungan yang penuh dengan kekerasan verbal merupakan lingkungan yang tidak baik, sehingga menurunkan kualitas kepercayaan diri pada remaja. Oleh karena itu, peneliti menduga bahwa ada hubungan antara kekerasan verbal pada remaja dengan kepercayaan diri. Peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara kekerasan verbal pada remaja dengan kepercayaan diri karena belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti hal tersebut. Adapun penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan seperti persepsi orang tua tentang kekerasan verbal pada anak Putri Santoso, 2012, studi fenomenologis mengenai kekerasan verbal pada remaja Arsih, 2010, analisis bentuk, faktor penyebab dan dampak kekerasan verbal orang tua terhadap perilaku tokoh “lola” dalam film “LOL” Pradana, 2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dirumuskan pertanyaan yang menjadi permasalahan penelitian, yaitu: Apakah ada hubungan antara kekerasan verbal pada remaja dengan kepercayaan diri?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan verbal pada remaja dengan kepercayaan diri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat terutama bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi perkembangan serta dapat dijadikan bahan referensi penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan kekerasan verbal dan kepercayaan diri pada remaja. 2. Manfaat praktis a. Bagi remaja atau subyek Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para remaja, terutama subyek mengenai tindak kekerasan verbal yang dilakukan orang tua terhadap anak. Penelitian ini dapat memberikan gambaran apa itu kekerasan verbal dan bentuk-bentuk kekerasan verbal sehingga remaja yang mengalami hal tersebut, dapat mewaspadai dan mengantisipasi agar terhindar dari kekerasan verbal yang dilakukan oleh orang tua. b. Bagi orang tua Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan penjelasan secara empiris mengenai hubungan antara kekerasan verbal dengan kepercayaan diri pada remaja. Melalui penelitian ini, diharapkan agar orang tua dapat memahami akan tindakan kekerasan verbal itu sendiri dan mengerti dampak yang ditimbulkan sehingga tidak melakukan tindak kekerasan verbal lagi.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri pada dasarnya dapat dimiliki oleh setiap orang. Kepercayaan diri yang ada dalam diri setiap remaja sangat erat kaitannya dengan bagaimana orang tua dalam memberikan kasih sayang dan kebebasan yang sewajarnya Santrock, 2003. Menurut Hartono 1997 individu yang memiliki kepercayaan diri merasa lebih tenang dalam menghadapi persoalan-persoalan pada lingkungannya dan memiliki kemauan yang besar dalam mencoba hal-hal yang baru. Menurut Liendenfield 1997 orang yang percaya diri adalah orang yang merasa puas terhadap diri sendiri, sebaliknya orang yang tidak percaya diri adalah orang yang tidak merasa puas terhadap diri sendiri. Menurut Al-Uqshari 2001 kepercayaan diri adalah suatu pegangan dalam meraih kesuksesan. Rasa percaya diri merupakan salah satu kunci kesuksesan bagi seseorang, karena tanpa rasa percaya diri seseorang tidak akan sukses dalam berinteraksi dengan orang lain. Rasa percaya diri pada diri seseorang secara alami akan memberikan efektivitas kerja, kesehatan lahir-batin, kecerdasan, keberanian, daya kreativitas, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, kontrol diri, sikap toleran, rasa puas dalam jiwa dan ketenangan jiwa. Individu yang memiliki rasa percaya diri akan merasa bahwa ia adalah individu yang positif dan dapat ikut bagian serta dapat bekerja sama dengan orang lain dalam berbagai hal atau segmen. Pendapat lain juga dikemukakan Lumpkin 2004 dimana individu yang memiliki kepercayaan diri adalah individu yang tidak terpaku pada kesalahan-kesalahan di masa lalu. Seseorang yang terpaku pada masa lalu dan tidak berusaha untuk memperbaiki kesalahan hidupnya, tidak akan meraih kesuksesan. Menurut Rini 2002 kepercayaan diri merupakan sikap positif yang dimiliki seseorang yang dapat membuat dirinya dapat mengembangkan pandangan positif terhadap diri, lingkungan sekitarnya dan terhadap permasalahan yang sedang di hadapi. Pendapat lain dikemukakan oleh Bandura dalam Siska, Sudardjo Purmaningsih, 2003, kepercayaan diri merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk dapat memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, peneliti memberi kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam berperilaku sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan dan dapat mengatasi masalah dengan sikap dan pandangan-pandangan positif.

2. Aspek Kepercayaan Diri

Lauster 1990 mengungkapkan bahwa terdapat 5 aspek yang terkandung dalam kepercayaan diri. 5 aspek tersebut adalah: a. Ambisi. Ambisi merupakan suatu keinginan yang dimiliki seseorang dalam mencapai hasil yang diinginkan. Orang yang percaya diri selalu berpikir positif dan merasa yakin akan kemampuan yang dimiliki. Menurut Lindenfield 1997 individu yang memiliki ambisi selalu memiliki tujuan hidup yang jelas. Mereka cenderung dapat menentukan hal apa yang akan dilakukan dan mengetahui hasil yang akan dicapai. Individu yang memiliki tujuan hidup biasanya akan lebih bersemangat dan memiliki motivasi, tekun dalam melakukan hal-hal kecil yang mengarah pada tujuan hidupnya, mampu menilai diri sendiri dan berani dalam membuat keputusan. b. Mandiri. Berani untuk melakukan suatu hal karena merasa yakin akan kemampuan yang dimiliki. Lindenfield 1997 berpandangan bahwa individu yang mandiri dapat mengetahui hal baik apa yang harus dilakukan untuk dirinya sendiri. c. Optimis. Selalu merasa yakin akan memperoleh keberhasilan dimana keberhasilan yang didapatkan berasal dari usaha dan kemampuan yang dimiliki oleh diri sendiri. Menurut Gannis dalam Kasmayati, 2008 orang yang optimis adalah orang