melembaga,  subak  memperoleh  sisa  hasil  usaha  SHU  setiap  tahun. Anggota  subak  yang  juga  menjadi  anggota  koperasi  tani,  memperoleh
kemudahan  dalam  mendapat  sarana  produksi  Saprodi  dan  alat-alat  mesin pertanian  alsintan  dengan  mekanisme  yang  berbeda-beda  antar  subak,
serta  memperoleh  kemudahan  dalam  meminjam  modal  baik  untuk kepentingan usahatani maupun non usahatani.
3. Dalam  upaya  mengintensifikasikan  budidaya  tanaman  pangan,  subak
memperoleh  informasi  inovasi  di  bidang  pertanian  melalui  Penyuluh Pertanian Lapangan PPL  yang merupakan kepanjangan tangan dari Dinas
Pertanian  Tanaman  Pangan.  Petugas  Organisme  Pengganggu  Tumbuhan POPT,  mempunyai  status  dan  menjalankan  peranan  yang  sama  dengan
PPL, tapi khusus pada bidang hama dan penyakit tumbuhan terpadu, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai tradisional seperti Nangluk Merana.
4. Kemudahan  lain  yang  dimiliki  oleh  subak  sebagai  contoh  di  Kota
Denpasar,  berupa  subsidi  Pajak  Bumi  dan  Bangunan  PBB  dari pemerintah  dan  Unit  PelayananSarana  Produksi  Padi  UPS.  Setiap  daerah
memiliki  cara  berbeda-beda  dalam  upaya  melestarikan  dan  menjaga  subak yang ada di Bali.
2.1.5 Kelembagaan di subak
Kelembagaan  pertanian  adalah  norma  atau  kebiasaan  yang  terstruktur  dan terpola  serta  dipraktekkan  terus  menerus  untuk  memenuhi  kebutuhan  anggota
masyarakat  yang  terkait  erat  dengan  penghidupan  dari  bidang  pertanian  di pedesaan.  Dalam  kehidupan  komunitas  petani,  posisi  dan  fungsi  kelembagaan
petani  merupakan  bagian  pranata  sosial  yang  memfasilitasi  interaksi  sosial  atau social interplay dalam suatu komunitas Nasrul, 2012.
Kelembagaan dan lembaga pada hakekatnya mempunyai perbedaan. Dilihat dari  aspek  kajian  sosial,  lembaga  merupakan  pola  perilaku  yang  selalu  berulang
dan bersifat kokoh serta dihargai oleh masyarakat Huntington,1968. Dinyatakan oleh  Uphoff  1986  lembaga  adalah  sekumpulan  norma  dan  perilaku  yang  telah
berlangsung  dalam  waktu  yang  lama  dan  digunakan  untuk  mencapai  tujuan bersama, sedangkan kelembagaan adalah suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah
orang  atau  lembaga  untuk  tujuan  tertentu,  memiliki  aturan  dan  norma,  serta memiliki struktur atau pola.
Subak  merupakan  sistem  irigasi  yang  berbasis  petani  dan  lembaga  yang mandiri  Sutawan,  2008.  Subak  merupakan  sistem  kelembagaan  adat  lokal  Bali
yang  mengatur  pengelolaan  usaha  tani  secara  komprehensif,  khususnya  dalam mengatur  sistem  irigasi  berupa  pengelolaan  air.  Subak  secara  resmi  telah
dinobatkan  sebagai  landscape  warisan  budaya  dunia  oleh  UNESCO  United Nations  Educational,  Scientific,  and  Cultural  Organization.  Penobatan  itu
menjadi  alasan  kuat  bahwa  sistem  kelembagaan  lokal  subak  dapat  digolongkan sebagai salah satu bentuk demokrasi tertua di dunia. Mulai dari sistem pembagian
air,  pola  kelembagaan,  hingga  struktur  organisasinya  menggunakan  filosofi demokrasi  yang  tidak  diadopsi  dari  luar,  namun  tumbuh  dan  berkembang  dari
tradisi  masyarakat  Bali.  Banyak  yang  berharap  nantinya  subak  dapat  menjadi konsep pembangunan berkelanjutan di dunia.
Sebagai  suatu  lembaga,  meskipun  tradisional,  subak  memiliki  unsur-unsur pokok  organisasi.  Struktur  organisasi  subak  umumnya  disesuaikan  dengan
keadaan  dari  subak  sendiri.  Semakin  kompleks  kondisi  jaringan  irigasi  dan fasilitas fisik lainnya selain jaringan irigasi, maka struktur organisasi akan makin
kompleks  Windia  dkk,  2015.  Dalam  lingkup  organisasi  paling  sederhana, struktur  organisasi  subak  hanya  terdiri  atas  ketua  atau  yang  biasa  disebut  kelian
subak atau pekaseh, wakil ketua atau  yang biasa  disebut  petajuh atau pangliman dan anggota subak atau krama subak. Namun, ada pula struktur organisasi subak
yang  sudah  memiliki  karakteristik  organisasi  modern  yang  terdiri  atas kelianpekaseh setara ketua dalam organsasi,  petajuh wakil ketua,  penyarikan
sekretaris, juru raksa bendahara, serta krama subak anggota subak. Sturktur organisasi  suatu  subak  tergantung  kebutuhan  dan  keadaan  dari  organisasi  subak
sendiri Windia dkk, 2015. Suatu  bentuk  kelembagaan  yang  timbul  di  suatu  daerah  tidak  lepas  dari
kondisi sumber daya setempat, lingkungan, dan norma yang berlaku di mayarakat Gunawan, 1989. Subak sebagai suatu lembaga memiliki aturan atau norma yang
disebut  awig-awig  dan  perarem.  Aturan  dan  norma-norma  yang  ada  mengatur kegiatan-kegiatan yang ada di dalam subak. Masing-masing subak memiliki awig-
awig  dan  perarem  yang  berbeda-beda.  Hal  tersebut  dikarenakan,  awig-awig  dan perarem  yang  dibuat  berdasarkan  kebiasaan  dan  kebudayaan  yang  telah  ada  di
dalam subak Windia dkk, 2015. Subak  juga  memiliki  sanksi  untuk  anggota  sebagai  bentuk  apresiasi  dari
tindakan  anggota  subak.  Sanksi  merupakan  bentuk  imbalan  atau  balasan  yang
diberikan  kepada  seseorang  atas  perilakunya.  Sanksi  dapat  berupa  sanksi  positif, contohnya  pemberian  hadiah  reward  dan  dapat  pula  berupa  sanksi  negaif,
contohnya  pemberian  hukuman  punishment.  Sanksi  yang  diterapkan  setiap subak berbeda-beda, tergantung pada kesepakatan dan kebiasaan yang ada dalam
subak  yang  telah  diwariskan  dan  telah  diatur  dalam  awig-awig  atau  perarem subak Windia dkk, 2015.
Dikemukakan  oleh  Windia,  dkk,  2015  kekuatan  subak  pada  dasarnya muncul  dari  kesepakatan  yang  dilaksanakan  umumnya  berdasarkan  konsensus.
Sangat  jarang  subak  melaksanakan  kesepakatan  berdasarkan  voting.  Hal  ini ditunjukkan  ketika  suatu  subak  melakukan  rapat  paruman,  setiap  pengambilan
keputusan  dalam  rapat  atau  paruman  subak  biasanya  menggunakan  kesepakatan bersama  anggota subak.  Hal  ini dikarenakan subak berfungsi  sosial.  Komunikasi
dan  interaksi  sosial  menjadi  peran  penting  dalam  subak.  Kegiatan-kegiatan  yang dilakukan subak selalu berdasarkan kesepakatan bersama dalam suatu rapat.
Kebersamaan  di  subak  ditunjukkan  dengan  adanya  gotong-royong  baik untuk memelihara atau memperbaiki jaringan irigasi. Gotong-royong dalam subak
juga  biasa  dilakukan  dalam  persiapan  upacara  keagamaan  dalam  Pura  subak. Gotong-royong  petani dalam subak menjadi  bentuk hubungan sosial  yang sangat
kental dalam subak. Gotong-royong menjadi bentuk interaksi yang bersifat positif guna mencapai tujuan bersama. Gotong-royong merupakan implementasi dari Tri
Hita  Karana  karena  menunjukkan  hubungan  antara  manusia  dengan  manusia, antara manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Kegitan gotong-royong
di dalam subak dapat pula dikatakan sudah melembaga dan menjadi kegiatan yang menjadi ciri khas dalam subak Windia, dkk, 2015.
Bentuk  kelembagaan  dalam  subak  dapat  dilihat  dari  hubungan  kerja pertanian  yang  terjadi  di  dalam  subak.  Dikemukakan  oleh  Rachmat  dan  Muslim
2011  kelembagaan  hubungan  kerja  pertanian  merupakan  institusi  yang  sudah mengakar  di  masyarakat  petani,  terutama  pada  usahatani  padi.  Subak  sebagai
suatu  kelembagaan  juga  tidak  lepas  dari  hubungan  kerja  pertanian.  Terdapat beberapa hubungan kerja pertanian yang sering dijumpai di subak, meliputi sistem
tolong-menolong, sistem bawon, sistem upah, sistem sewa, dan sistem sakap. Sistem tolong-menolong di subak merupakan kegiatan antara petani dengan
petani lainnya dalam melakukan suatu kegiatan di subak. Sistem tolong-menolong lebih  cenderung  pada  sistem  kekeluargaan.  Timbal  balik  dari  hubungan  tolong-
menolong  ini  tidak  bersifat  kekeluargaan  atau  tidak  menentu.  Tolong-menolong antar  petani  biasanya  dilakukan  dalam  kegiatan  mencabut  dan  menanam  bibit,
membersihkan gulma, dan membantu memanen. Sistem  bawon  merupakan  kegiatan  bagi  hasil  dari  proses  panen  antara
tenaga  panen  dengan  petani.  Bawon  berasal  dari  bahasa  Jawa  Nomina  kata benda  yang  berarti  pembagian  upah  memanen  padi  berdasarkan  banyak
sedikitnya  padi  yang  dipotong  KBBI,  2012.  Tenaga  panen  sistem  bawon  tidak dibayar dengan uang, namun dibayar menggunakan hasil panen itu sendiri.
Sistem  upah  merupakan  hubungan  antara  petani  dengan  pekerja  upahan yang  dipekerjakan  dalam  membantu  tugas  petani.  Tenaga  upahan  ini  bekerja
sesuai  perintah  dari  petani  yang  mempekerjakannya.  Upah  yang  didapat  oleh
tenaga upahan tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Biasanya tenaga upahan  ini  diminta  melakukan  kegiatan-kegiatan  seperti  memanen,  mencabut
gulma, memperbaiki fasilitas irigasi, dan lain sebagainya. Sistem  sewa  merupakan  kegiatan  petani  yang  melakukan  kegiatan
penyewaan  dalam  kegiatan  usahatani.  Penyewaan  ini  dapat  berupa  petani  yang menyewa  lahan  lain  yang  akan  dia  garap  sendiri.  Penyewaan  lahan  ini  biasanya
dilakukan oleh petani yang ingin memperluas lahan garapannya. Selain menyewa lahan,  petani  juga  biasanya  melakukan  penyewaan  untuk  alsinta  seperti  traktor.
Hubungan  penyewa  dan  pelaku  yang  menyewakan  merupakan  hubungan  timbal balik yang saling menguntungkan.
Sistem  sakap  merupakan  hubungan  antara  pemilik  lahan  dengan  petani penyakap dengan pembagian hasil tertentu, sesuai kesepakatan. Sistem ini mampu
menjembatani  kebutuhan  pemilik  lahan  terhadap  tenaga  kerja  untuk  mengelola lahannya dan kebutuhan terhadap lahan garapan dari kelompok petani yang tidak
memiliki lahan landless. Hubungan kerja pertanian di subak menjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Melaksanakan  kegiata  ritual  di  subak  merupakan  aktivitas  yang  telah melembaga di subak. Ritual keagamaan merupakan aktivitas yang sulit dipisahkan
pada setiap  kegiatan-kegiatan di subak. Ritual keagamaan merupakan penerapan konsep Tri Hita Karana, yang diharapkan menciptakan hubungan harmonis antara
Tuhan sebagai pencipta dan manusia sebagi ciptaan-Nya.
2.2 Alihfungsi Lahan