Pengertian dan landasan subak

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Subak

2.1.1 Pengertian dan landasan subak

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio agraris-religius merupakan perkumpulan dari petani-petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah Windia, 2006. Dikemukakan oleh Sutha 1978 bahwa persubakan sebagai suatu organisasi kemasyarakatan yang disebut dengan seka subak adalah suatu kesatuan sosial yang teratur karena para anggotanya merasa terkait satu sama lain dikarenakan adanya kepentingan bersama dalam hubungan dengan pengairan persawahan. Subak memiliki pemimpin pengurus yang bertindak kedalam maupun keluar serta mempunyai harta baik material maupun immaterial. Subak adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang Peraturan Daerah Bali No. 9, tahun 2012. Subak menjadi suatu organisasi kemasyarakatan yang mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali. Subak biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan petani yang diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan Dewi Sri. Dapat disimpulkan subak merupakan suatu organisasi dengan aturan atau norma yang menaungi petani-petani di Bali yang bertugas dalam pembagian air serta memiliki peranan dalam menjalankan dan mengatur upacara keagamaan yang ada di dalamnya. Subak dalam pertanian di Bali memiliki peran sentral dalam mengatur kegiatan-kegiatan pertanian yang ada. Dinyataka oleh Windia 2006 Kereligiusan pada sistem irigasi subak merupakan ceriman konsep Hita Karana THK. Tri Hita Karana terdiri dari tiga bagian, sebagai berikut. 1. Parahyangan wujud hubungan timbal balik yang harmonis antara manusia dengan pencipta-Nya yaitu Sang Hyang Widhi Wasa. 2. Pawongan wujud hubungan timbal balik yang harmonis antara sesama manusia, sebagai makhluk ciptaan-Nya. 3. Palemahan wujud hubungan timbal balik yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungan tempat tinggalnya. Dinyatakan oleh Windia dkk 2015 sistem subak yang berdasarkan konsep Tri Hita Karana merupakan salah satu bentuk sistem irigasi yang mampu mengakomodasikan dimanika sistem sosio-tenis masyarakat setempat. Tri Hita Karana menunjukkan hubungan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Manusia menjadi titik poros utama dalam hubungan yang terjadi pada Tri Hita Karana. Manusia menjadi titik kunci dari hubungan keharmonisan dalam Tri Hita Karana. Manusia sebagai peran sentral dalam Tri Hita Karana, dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dalam melakukan hubungan dengan Tuhan, alam dan sesamanya. Lingkungan akan membentuk cara dari manusia untuk menciptakan keharmonisan dengan ketiga unsur yang ada dalam Tri Hita Karana. Tri Hita Karana menunjukkan segala kegiatan yang dilakukan di subak tidak semata-mata karena ekonomi dan bisnis, tetapi lebih keharmonisasi terhadap alam sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadapTuhan Yang Maha Esa. Tri Hita Karana menunjukkan adanya hubungan yang harmonis dan serasi antar sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan sebagai landasan filosofi subak. Konsep parahyangan dalam sistem subak ditunjukkan dengan adanya Pura pada wilayah subak dan pada komplek persawahan petani. Konsep palemahan, ditunjukkan dengan adanya kepemilikan sawah untuk setiap subak. Konsep pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak Sutawan dkk dalam Windia, 2006. Hubungan yang terjadi dalam Tri Hita Karana dapat dilihat pada Gambar 2.1. Parahyangan Lingkungan Pawongan Lingkungan Palemahan Gambar 2.1 Hubungan yang terjadi dalam Tri Hita Karana Dinyatakan oleh Pusposutarjo dan Arif dalam Windia, 2006 subak sebagai sistem teknologi dari sistem sosio kultural masyarakat pada dasarnya memiliki tiga subsistem, sebagai berikut. 1. Subsistem budaya pola pikir, norma, dan nilai 2. Subsistem sosial termasuk ekonomi 3. Subsistem kebendaan termasuk teknologi Semua subsistem tersebut memiliki hubungan timbal balik, dan juga memiliki hubungan dengan keseimbangan dan lingkungan. Adanya keterkaitan antar semua subsistem, maka secara teoritis konflik antar subak yang terkait dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah koordinasi dapat dihindari. Hubungan timbal balik antar subsistem yang terjadi di subak dapat dilihat pada Gambar 2.2. Lingkungan Lingkungan Gambar 2.2 Hubungan timbal balik antar subsistem dalam sistem manajemen irigasi masyarakat yang bersifat sosio-kultural Sumber : Arif dalam Windia, 2006 Subsitem Kebendaan Subsitem Sosial Subsitem Budaya Dikemukakan oleh Windia 2006 keterkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan munculnya harmoni dan kebersamaan dalam pengelolaan air irigasi dalam sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai toleransi oleh anggota subak misalnya, adanya sistem pelampias, dan sistem saling pinjam air irigasi. Kebijakan sistem pelampias dengan memberikan tambahan air bagi sawah yang ada di hilir pada lokasi-lokasi bangunan-bagi di jaringan tersier salah satunya di Subak Timbul Baru Kabupaten Gianyar. Besarnya pelampias tergantung dari kesepakatan anggota subak.

2.1.2 Tujuan subak