Latar Belakang Psychological WellBeing pada pria lajang.

5 16,4. Namun, pada tahun 1995 jumlah orang menikah pada usia di atas 20 tahun meningkat tajam, ada sekitar 38,9. Berdasar survey yang telah dilakukan pada pria dengan rentang usia 25 – 35 tahun berjumlah 60 orang didapat beberapa alasan pria melajang. Tidak ingin dikekang 35, fokus pada karir 29, belum merasa mapan 20 dan 16 menyebutkan bahwa mereka belum menemukan wanita yang tepat Femina, no. 14, 6-12 April 2006. Meskipun angka individu yang memilih untuk melajang semakin tinggi namun pilihan untuk melajang masih cenderung dianggap tidak lazim. Kehidupan melajang seringkali diasosiasikan dengan lebih banyak hal – hal yang negatif daripada yang positif. Penelitian yang sudah dilakukan di area ini lebih banyak yang di fokuskan pada wanita. Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Darmawati 2001 tentang Psychological Well Being pada Wanita Lajang, Dwi Utami Rias Pertiwi 2011 dan Tri Yuliana 2006. Selain itu, Dyah Kumalasari 2008 yang merupakan staf pengajar di FISE UNY juga meneliti tentang wanita lajang. Baron dalam Andryana, 2007 dalam Oktaria, 2009 alasan pria tidak menikah adalah komitmen menikah akan merusak hubungan yang sudah terjalin, ketika menikah sudah tidak bebas lagi, takut bercerai, trauma kegagalan orang tuanya dan terkadang pria memiliki sifat pembosan. Banyak penelitian yang mengkaji tentang wellbeing. Ketertarikan peneliti pada topik ini mencerminkan naiknya kesadaran sejumlah peneliti 6 pada kualitas psikologis positif Cacioppo dan Bernston, 1999 dalam Ryan dan Deci, 2001. Psychological wellbeing istilah yang digunakan untuk melihat fungsi psikologi positif yang ada pada seseorang Ryff, 1989. Istilah psychological wellbeing dikemukakan oleh Ryff memiliki 6 aspek yang menyusunnya. Penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pengembangan diri adalah aspek – aspek penyusunnya. Ryff menilai apakah seseorang memiliki psychological wellbeing yang tinggi rendah dengan menggunakan Ryff’s Scale Ryff, 1989. Penerimaan diri tinggi jika individu berperilaku positif, mengakui dan menerima aspek dirinya yang baik dan buruk, menerima masa lalu dengam positif. Hubungan positif dengan orang lain dinilai tinggi jika memiliki kehangatan dan percaya pada hubungannya dengan orang lain. Seseorang mempunyai kemandirian yang baik jika independen dan mampu mengevaluasi dirinya sesuai standard personalnya. Seseorang mampu mengatur lingkungannya, mampu memanipulasi dan mengkontrol lingkungan, memajukan dan mengganti secara kreatif untuk aktivitas fisik maupun mental maka orang tersebut memiliki skor penguasaan lingkungan yang tinggi. Tujuan hidup dinilai tinggi jika seseorang memiliki tujuan, misi dan arah yang membuat hidup ini lebih bermakna. Pengembangan diri seseorang tinggi jika mampu mengembangkan suatu potensi untuk tumbuh dan memperluas sebagai seorang individu Ryff, 1989. 7 Bagi pria, pernikahan harus berjalan selamanya dan merupakan keputusan yang mempengaruhi hidupnya. Pria menggambarkan bahwa ia harus memikirkan rencana jangka panjang apakah ia memilih wanita yang tepat dan sesuai dengan pilihannya. Selamanya juga diartikan bagi pria apakah ia juga mampu mendampingi wanita yang sama untuk waktu yang lama. Perceraian adalah salah satu alasan mereka takut membina pernikahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Weisman pada pria lajang, seseorang akan selalu berkembang dan berubah. Perubahan dari perkembangan tersebut akan terjadi pada diri suami atau istri sehingga mereka tidak yakin apakah akan bertahan atau tidak Kompas.com, 20 Januari 2010. Penelitian yang dilakukan terhadap 440.000 pria dan wanita yang dilakukan oleh University of Oslo, Norwegia. Ditemukan bahwa pria lajang beresiko dua kali lebih tinggi meninggal karena kanker, daripada pria yang sudah menikah. Seperti yang diinformasikan Daily Mail pada Minggu 16102011, mereka sebelumnya meneliti kematian akibat kanker 40 tahun kebelakang. Pria dan wanita yang belum menikah lebih sering meninggal dunia dari 13 tipe umum kanker seperti paru-paru, payudara dan prostat. Angka kematian responden pria yang belum menikah sebesar 18 persen hingga 35 persen. Dua kali lebih tinggi dari angka kematian responden wanita yang belum menikah, yakni 17 persen hingga 22 persen okezone.com, 16 Oktober 2011. 8 Berdasar amatan sederhana peneliti pada pria – pria yang memilih melajang yang di jumpai oleh peneliti, terungkap bahwa mereka juga memiliki kompleksitas sendiri terkait dengan pilihannya untuk melajang. Peneliti melakukan wawancara sederhana tentang pria lajang dan alasannya melajang. Didapatkan bahwa pria melajang karena kesibukannya dalam pekerjaan sehingga tidak memikirkan pernikahan. Selain itu, pria yang melajang tidak memiliki tujuan yang jelas dan lebih memikirkan dirinya sendiri. Ketika ditanya apa yang akan dilakukannya esok hari, pria tersebut menjawab tidak tahu dan lihat besok saja. Ia lebih suka tinggal di rumah dan menonton televisi. Pria yang melajang juga mudah terpengaruh oleh orang lain tanpa berpikir terlebih dahulu. Pria lajang tersebut juga tidak tertarik untuk melakukan hobinya lagi karena sudah tidak tertarik dan merasanya badannya tidak mampu lagi. Mencari nafkah untuk dirinya sendiri juga sudah tidak mampu ia kerjakan dan hidupnya bergantung pada adik perempuannya. Berdasarkan hasil wawancara sederhana tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang pria lajang dalam menjalani hidupnya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran psychological wellbeing pada pria lajang? 9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran psychological wellbeing pada pria yang hidup melajang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca gambaran psychological wellbeing pada pria yang hidup melajang.

2. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian pada ilmu psikologi adalah menambah kajian tentang kesejahteraan psikologis dan kesehatan mental pada pria lajang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Psychological Wellbeing

1. Pengertian

Psychological Wellbeing Psychological wellbeing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis seseorang berdasar pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif Ryff, 1989. Huppert 2009 menyatakan bahwa psychological wellbeing adalah tentang hidup yang berjalan dengan baik. Kombinasi dari perasaan yang baik dan berfungsi efektif. Psychological wellbeing adalah bentuk kenyamanan seseorang Diener, Wolsic dan Fujita,1995 dalam Haryanto dan Suyasa, 2007. Wang 2002 mendefinisikan psychological wellbeing sebagai fungsi psikologis yang positif dari individu dalam Haryanto dan Suyasa,2007. Deci dan Ryan 2008 dalam Winefield, Gill, Taylor dan Pilkington menjelaskan bahwa psychological wellbeing biasanya dikonseptualisasikan sebagai bagian dari perasaan positif seperti kebahagiaan dan fungsi yang optimal pada individu dan kehidupan sosial. Jadi, psychological wellbeing adalah fungsi psikologis positif yang berjalan optimal pada individu. Ryff 1989 menyebutkan aspek – aspek yang menyusun psychological wellbeing adalah : 10 11 a. Penerimaan Diri Self Acceptance Kriteria yang paling utama dalam wellbeing adalah perasaan individu terhadap penerimaan diri sendiri. Definisi sebagai pokok kesehatan mental seperti karakteristik aktualisasi diri, fungsi yang optimal dan kedewasaan. Teori rentang kehidupan juga menegaskan tentang penerimaan terhadap diri dan masa lalu. b. Hubungan Positif dengan Orang Lain Positive Relations with Others Banyak teori yang menegaskan pentingnya kehangatan, saling percaya dalam hubungan interpersonal. Kemampuan untuk mencintai dipandang sebagai komponen pokok kesehatan mental. Hubungan yang hangat dengan orang lain sebagai kriteria kedewasaan, empati, memiliki perasaan terhadap orang lain dan hubungan pertemanan yang dalam. Jadi, hubungan positif dengan orang lain sangat penting dalam konsep psychological wellbeing. c. Kemandirian Autonomy Kemampuan individu dalam mengambil keputusan sendiri, bebas dan tidak terikat peraturan berperilaku dari orang lain. Seseorang sangat berfungsi juga dideskripsikan memiliki kemampuan mengevaluasi diri sendiri dengan 12 standar personal. Selain itu, individu mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir. d. Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery Kemampuan individu untuk memilih atau membuat lingkungan yang nyaman untuk dirinya sesuai dengan kondisi fisik, mampu untuk memanipulasi dan mengkontrol lingkungan, memajukan dan mengganti secara kreatif untuk aktivitas fisik maupun mental. e. Tujuan Hidup Pupose in Life Kesehatan mental mencakup kepercayaan – kepercayaan yang memberikan individu perasaan bahwa hidup ini memiliki tujuan dan makna. Individu yang berfungsi penuh memiliki tujuan, misi dan arah yang membuat hidup ini lebih bermakna. f. Pengembangan Diri Personal Growth Fungsi psikologis yang optimal tidak hanya mencapai karakteristik yang khas tetapi juga mampu mengembangkan suatu potensi untuk tumbuh dan memperluas sebagai seorang individu. Kebutuhan aktualisasi diri dan menyadari potensi yang dimilikinya sebagai pusat perspektif klinis dalam pengembangan diri. Jadi, psychological wellbeing dinilai tinggi rendah pada seorang individu. Nilai psychological wellbeing seseorang tinggi jika ia mampu melakukan semua aspek – aspek penyusun psychological