Tujuan Penelitian Pria Lajang dan Dewasa Tengah

13 wellbeing dengan optimal dan baik Ryff dalam Papalia, Olds dan Feldman, 2009.

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Psychological Wellbeing

Faktor – faktor yang mempengaruhi psychological wellbeing, adalah : a. Usia Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ryff 1989 ditemukan perbedaan tingkat psychological wellbeing dari berbagai kelompok usia. Usia yang bertambah membuat penguasaan lingkungan seseorang menjadi lebih baik sehingga mampu mengatur lingkungannya. b. Jenis kelamin Ryff 1989 mengatakan bahwa dalam berhubungan sosial terdapat perbeaan antara pria dan wanita. Laki – laki lebih mandiri dan tidak mudah tergantung orang lain sedangkan wanita lebih lemah dan tergantung Papalia,Feldman dan Duskin, 2001. c. Kelas sosial dan kekayaan Diener dan Diener 1995 dalam Ryan dan Deci, 2001 menemukan bahwa status keuangan seseorang mempengaruhi kehidupan seseorang. 14

B. Pria Lajang dan Dewasa Tengah

Jung 1971, 1969 dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008 mengatakan bahwa orang dewasa pada usia 40 tahunan memiliki kewajiban pada keluarga dan masyarakat untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan. Sedangkan Erikson dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008 mengatakan bahwa pada usia paruh baya seseorang berada pada fase generativitas vs stagnasi. Hal ini menyebutkan bahwa orang dewasa mengembangkan dan membantu generasi selanjutnya jika tidak maka orang tersebut tidak mengalami perasaan yang tidak hidup atau tidak berkembang. Tugas paruh baya yang harus dilewati adalah mencari makna dalam diri. Tahap ini harus dilalui oleh seseorang agar ia mampu bertahan dan tujuan hidupnya menjadi jelas. Jika seseorang menghindar dari fase ini maka ia akan kehilangan kesempatan untuk membuat dirinya berkembang secara psikologis Jung, 1966 dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008. Pria pada tahap ini diharapkan mampu untuk membantu generasi selanjutnya untuk mencapai tujuan dan memberikan ilmunya. Selain itu, seorang pria diharapkan memiliki tujuan hidup dan mampu berhubungan sebagai individu dengan pasangannya Havighurst, 1972 dalam Santrock, 2002. 15

C. Psychological Wellbeing pada Pria Lajang Dewasa

Ryff 1989 mengatakan bahwa orang yang sehat secara psikologis memiliki sifat positif pada dirinya sendiri dan orang lain. Selain itu, mereka mampu membuat keputusan sendiri, mengatur perilakunya dan mampu membentuk lingkungannya sesuai dengan diri mereka. Mereka juga memiliki tujuan dalam hidupnya dan mengembangkan dirinya sendiri. Pria memiliki kesejahteraan yang baik jika pendidikannya tinggi dan memiliki pekerjaan yang baik Ryff dan Singer, 1998 dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008. Ryff juga menemukan bahwa usia paruh baya pada umumnya merupakan masa kesehatan mental positif. Usia paruh baya atau usia 50 tahun memiliki tugas perkembangan berupa pengembangan identitas dan relasi serta kesejahteraan psikologis. Ketika seorang pria berkeluarga maka ia memiliki identitas sebagai ayah atau suami. Relasi yang ia miliki juga luas. Relasi dengan istri dan keluarganya serta relasi pada anak dan teman dari anak – anaknya. Hal – hal tersebut yang membuat psikologis seseorang berkembang. Studi yang dilakukan pada 32624 pria Amerika dengan usia 42 – 77 tahun menemukan bahwa pria yang tidak menikah, memiliki teman dan keluarga kurang dari 6 orang dan tidak menjadi anggota suatu kelompok cenderung tinggi untuk meninggal karena sakit jantung, kecelakaan atau bunuh diri daripada pria yang jaringan sosialnya luas Kawachi et al, 1996 dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008. Hubungan baik dengan saudara kandung juga penting dalam kesejahteraan psikologis pada pria usia paruh baya 16 karena mengurangi simptom masalah psikologis Paul, 1997 dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008.Selain itu, tugas paruh baya yang harus dilewati adalah mencari makna dalam diri. Tahap ini harus dilalui oleh seseorang agar ia mampu bertahan dan tujuan hidupnya menjadi jelas Jung, 1966 dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008. Pria yang masih melajang pada usia tersebut berarti tidak melewati proses tersebut. Seseorang menghindar dari fase ini maka ia akan kehilangan kesempatan untuk membuat dirinya berkembang secara psikologis Jung, 1966 dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008. Pria yang melajang berarti tidak membuat dirinya berkembang secara psikologis.

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimana psychological wellbeing yang dimiliki oleh pria lajang, tinggi atau rendah?

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hasil dari studi dengan pendekatan deskriptif adalah suatu gambaran detail mengenai subjek penelitian Audifax, 2008. Dengan metode pengumpulan data menggunakan wawancara.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pria lajang melihat pengalaman dan statusnya sebagai lajang 2. Bagaimana hubungan sosial pria yang melajang

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pria dengan umur 50 tahun. Kriteria subjek ini adalah pria lajang dan memutuskan untuk tidak menikah. Subjek dalam penelitian berjumlah 2 orang dan dipilih dengan menggunakan criterion sampling. Subjek dipilih menggunakan kriteria yang sesuai Poerwandari, 2005. Peneliti menetapkan bahwa subjek merupakan seseorang yang tidak pernah menikah dan memutuskan untuk melajang 17 18 dengan usia 50 tahun. Subjek yang dipilih merupakan orang biasa bukan dari kalangan biarawan.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu Moleong, 2009. Menurut Banister,dkk 1994 dalam Poerwandari, 2005, wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Peneliti menggunakan metode wawancara dengan pedoman wawancara yang telah dibuat terlebih dahulu. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek checklist apakah aspek-aspek yang relevan sudah dibahas atau ditanyakan Poerwandari, 2005. Dalam membuat pertanyaan yang akan ditanyakan pada subjek, peneliti menyusun pedoman wawancara terlebih dahulu. Di bawah ini adalah pedoman wawancara yang digunakan sebagai panduan wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti : 19 Tabel 1 Panduan Wawancara No Fokus Pertanyaan 1 Bagaimana pria lajang melihat pengalaman dan statusnya sebagai lajang Latar belakang pilihan Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan Pemaknaan terhadap pilihan 2 Bagaimana hubungan sosial pria lajang Gambaran kehidupan sosial dan sebaya Pengaruh status lajang pada hubungan sosial dan sebaya

E. Prosedur Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain Bogdan dan Biklen, 1982 dalam Moleong, 2009. Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah :

1. Organisasi data

Data kualitatif sangat banyak dan beragam, menjadi kewajiban dari seorang peneliti untuk mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis dan lengkap. Menurut Highlen dan Finley 1996 dalam