Gambaran Hematologi Pasien Sepsis yang Dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Tahun 2014

(1)

Oleh : RIZKY IVAN

120100316

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”

Oleh : RIZKY IVAN

120100316

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi berat serta mempunyai gambaran sistemik seperti febris atau hipotermia, leukositosis atau leucopenia, takikardia dan takipnea. Sepsis pada penderita dapat menyebabkan beberapa perubahan pada sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit serta trombosit. Perubahan tersebut dapat berupa morfologi maupun jumlahnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian sehingga dapat mengetahui gambaran hematologi pasien sepsis khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling dengan total sampel sebanyak 125 orang , terdiri dari 73 pria dan 52 wanita. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data dari rekam medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2014.

Hasil analisis data secara total ditemukan gambaran hematologi pasien sepsis yaitu hemoglobin dengan rata 9,74 ±2,87 g/dl, leukosit dengan rata-rata 23,33 ±40,03 103/mm3, dan trombosit dengan rata-rata 268,38 ±156,08 103/mm3.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan gambaran hematologi pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 ditemukan berupa penurunan jumlah hemoglobin dengan nilai rata-rata 9,74 g/dl, peningkatan jumlah leukosit dengan nilai rata-rata 23,33 103/mm3 serta trombosit dalam batas normal dengan nilai rata-rata 268,38 103/mm3.


(6)

ABSTRACT

Sepsis is a systemic inflammatory response to infection and has the weight of systemic features such as febrile or hypothermia, leukocytosis or leukopenia, tachycardia and tachypnea. Sepsis in patients can lead to some changes in blood cells such as erythrocytes, leukocytes and platelets. Such changes may include morphology and number. Therefore, the authors are interested in doing research so as to know the description of sepsis, especially in patients with hematologicAdamMalikHospital.

This research uses descriptive research design. The samples in this study is done by using total sampling technique with a total sample of 125 people, consisting of 73 men and 52 women. Research carried out by taking data from medical records of the Department of Medicine Haji Adam Malik Hospital in 2014.

Results of data analysis in total found depiction of hematologic patients with sepsis is hemoglobin with an average of 9.74 ± 2.87 g / dl, leukocytes with an average of 23.33 ± 40.03 103 / mm3 and platelets with an average of 268 , 38 ± 156.08103/mm3.

The conclusion from this study demonstrated hematologic picture in septic patients at Adam Malik Hospital in 2014 found a decrease in the amount of hemoglobin by an average value of 9.74 g / dl. the increased number of leukocytes with the average value 23.33 103 / mm3 and platelets within normal limits with an average value of 268.38 103 /mm3.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena kasihNya telah memampukan penulis untuk menyelesaikan penyusunan

proposal penelitian karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Yang Dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Tahun 2014”.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan baik isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala hormat penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kebaikan karya tulis ilmiah ini.

Selama penulisan KTI ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Heny Syahrini, M.Ked (PD), SpPD selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan tenaga, pikiran, dan waktu untuk memberikan bimbingan dalam proses penulisan proposal penelitian karya tulis ilmiah ini.

3. Dr. dr. Imam Budi Putra, SpKK dan dr. Joko S. Lukiti, SpPA selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP, M.Si selaku dosen penasehat akademik saya selama di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

5. Kedua orang tua peneliti, Bapak dan Ibu serta Saudara peneliti, terima kasih untuk kasih sayang, doa serta perhatian yang selalu mengiringi penulis menyelesaikan penelitian ini.

6. Teman satu kelompok penelitian penulis, M. Ikhsan Fadillah dan Syukria Fitri yang selalu memberikan dukungan dan semangat mulai dari awal dan akhir penelitian ini.


(8)

7. Pihak Rekam Medis RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian ini

8. Untuk teman-teman seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penyelesaian penelitian ini

Akhir kata penulis mengucapkan semoga penelitian ini memberikan manfaat dan informasi bagi kita semua. Semoga dami sejahtera senantiasa menyertai kita.

Medan, 10 Desember 2015


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...4

1.3. Tujuan Penelitian ...4

1.3.1 Tujuan Umum ...4

1.3.2 Tujuan Khusus ...4

1.4. Manfaat Penelitian ...4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sepsis ...6

2.1.1.Definisi ...6

2.1.2.Epidemiologi ...8

2.1.3.Etiologi ...8

2.1.4.Patogenesis dan Patofisiologis ...9

2.1.5.Diagnosis...12

2.1.5.1. Gejala Klinis ...12

2.1.5.2. Pemeriksaan Laboratorium ...14

2.1.6.Penatalaksanaan ...16

2.1.7.Prognosis ...18

2.1.8.Pemeriksaan Hematologi ...19


(10)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep ...23

3.2.Defenisi Operasional ...23

3.2.1. Sepsis ...23

3.2.2. Pemeriksaan Hematologi ...23

3.2.3. Hemoglobin 24 3.2.4. Leukosit ...24

3.2.5. Trombosit ...24

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Metode Penelitian ...25

4.2.Waktu dan Tempat ...25

4.3.Populasi dan Sampel ...25

4.3.1. Populasi Penelitian ...25

4.3.2. Sampel Penelitian ...25

4.3.3.Kriteria Sampel ...25

4.4.Teknik Pengumpulan Data ...26

4.5.Pengolahan dan Analisis Data ...26

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ...27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...27

5.1.2. Karekteristik Individu ...27

5.1.2.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...27

5.1.2.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ...28

5.1.2.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...28

5.1.2.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...29


(11)

5.1.2.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosis Utama ...30 5.1.2.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Diagnosis Penyerta ...31 5.1.3. Hasil Analisa Data...32 5.1.3.1. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan

Jenis Kelamin Secara Keseluruhan ...32 5.1.3.2. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasrkan

Kelompok Usia ...33 5.2. Pembahasan ...33 5.2.1. Analisa Karakteristik Responden ...33 5.2.1. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Usia dan

Jenis Kelamin ...35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ...38

6.2. Saran ...38

DAFTAR PUSTAKA ...40


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Indikator Laboratorium Penderita Sepsis ...15

Tabel 2.2.Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS) ……… 19

Tabel 2.3. Kadar Normal Leukosit ...20

Tabel 2.4. Kadar Normal hemoglobin ...20

Tabel 2.5. Kadar Normal Trombosit ...21

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...27

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasrkan Usia ...28

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...28

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...29

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Kematian Responden ...29

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosis Utama ...30

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosa Penyerta ...31

Tabel 5.8. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Jenis Kelamin Secara Keseluruhan ...32

Tabel 5.9. Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Kelompok Usia ...33


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 3.1. Kerangka Konsep ...23


(14)

DAFTAR SINGKATAN

ALI : Acute Lung Injury

ALT : Alanine Aminotransferase

ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome

AST : Aspartat Aminotranferase CNS : Central Nervous System

CRP : C-reactive protein

CVP : Central Venous Pressure

DIC : Disseminated Intravascular Coagulation

FFP : Fresh Frozen Plasma

GD : Gula Darah

GF : Growth Factor

GGT : Gamma Glutamyl Transpeptidase

GIT : Gastrointestinal Track

GMCSF : Granulocyt Macrophage Colony Stimulating Factor

ICU : Intensive Care Unit

IFN : Interferon IL : Interleukin LPS : Lipopolisakarida MAP : Mean Arterial Pressure

MEDS : Emergency Department Sepsis

MODS : Multiple Organ Dysfunction Syndrome

NFkB : Nuclear Factor Kappa Beta

NO : Nitrit Oxide

PAF : Platelet Activating Factor


(15)

PEEP : Positive End Expiratory Pressure

PRC : Pack Red Cell

PT : Prothrombin Time

PTT : Partial Tromboplastin Time

rhAPC : Recombinant Human-Activated Protein C

RSUP : Rumah Sakit Umum Pemerintah

SIRS : Systemic Inflammation Respon Syndrome

SPSS : Statistical Product for Social Science

SSC : Surviving Sepsis Campaign

TLR : Toll Like Reseptor

TNF : Tumor Nekrosis Faktor


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Curriculum Vitae Lampiran 2 Data Induk

Lampiran 3 Hasil Olahan Data Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian Lampiran 5 Surat Ijin Komisi Etik


(17)

ABSTRAK

Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi berat serta mempunyai gambaran sistemik seperti febris atau hipotermia, leukositosis atau leucopenia, takikardia dan takipnea. Sepsis pada penderita dapat menyebabkan beberapa perubahan pada sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit serta trombosit. Perubahan tersebut dapat berupa morfologi maupun jumlahnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian sehingga dapat mengetahui gambaran hematologi pasien sepsis khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling dengan total sampel sebanyak 125 orang , terdiri dari 73 pria dan 52 wanita. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data dari rekam medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik tahun 2014.

Hasil analisis data secara total ditemukan gambaran hematologi pasien sepsis yaitu hemoglobin dengan rata 9,74 ±2,87 g/dl, leukosit dengan rata-rata 23,33 ±40,03 103/mm3, dan trombosit dengan rata-rata 268,38 ±156,08 103/mm3.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan gambaran hematologi pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 ditemukan berupa penurunan jumlah hemoglobin dengan nilai rata-rata 9,74 g/dl, peningkatan jumlah leukosit dengan nilai rata-rata 23,33 103/mm3 serta trombosit dalam batas normal dengan nilai rata-rata 268,38 103/mm3.


(18)

ABSTRACT

Sepsis is a systemic inflammatory response to infection and has the weight of systemic features such as febrile or hypothermia, leukocytosis or leukopenia, tachycardia and tachypnea. Sepsis in patients can lead to some changes in blood cells such as erythrocytes, leukocytes and platelets. Such changes may include morphology and number. Therefore, the authors are interested in doing research so as to know the description of sepsis, especially in patients with hematologicAdamMalikHospital.

This research uses descriptive research design. The samples in this study is done by using total sampling technique with a total sample of 125 people, consisting of 73 men and 52 women. Research carried out by taking data from medical records of the Department of Medicine Haji Adam Malik Hospital in 2014.

Results of data analysis in total found depiction of hematologic patients with sepsis is hemoglobin with an average of 9.74 ± 2.87 g / dl, leukocytes with an average of 23.33 ± 40.03 103 / mm3 and platelets with an average of 268 , 38 ± 156.08103/mm3.

The conclusion from this study demonstrated hematologic picture in septic patients at Adam Malik Hospital in 2014 found a decrease in the amount of hemoglobin by an average value of 9.74 g / dl. the increased number of leukocytes with the average value 23.33 103 / mm3 and platelets within normal limits with an average value of 268.38 103 /mm3.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi (Hotchkiss et al., 1999).

Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup tinggi meskipun terapi pengobatan dan pencegahan terhadap kejadian infeksi semakin berkembang. Antibiotik sebagai terapi infeksi merupakan salah satu obat yang hingga saat ini paling banyak diresepkan dan diperkiraan sepertiga pasien rawat inap mendapat antibiotik dengan biaya mencapai 50% dari anggaran untuk obat di rumah sakit (Juwono dan Prayitno, 2003).

Sepsis pada penderita dapat menyebabkan beberapa perubahan pada sel-sel darah seperti eritrosit, leukosit serta trombosit. Perubahan tersebut dapat berupa morfologi maupun jumlahnya dan perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat atau dibaca melalui pembacaan sediaan apus darah tepi (Hery Budhiarso, 2000).

Berbagai penanda diagnosis sepsis telah dikembangkan untuk membantu diagnosis. Penanda diagnosis sepsis yang ideal harus memiliki spesifisitas dan sensitivitas tinggi, cepat, mudah dikerjakan, dan murah serta berkorelasi dengan derajat keparahan dan prognosis. Pemeriksaan hematologi (darah) lengkap adalah tes hematologi khusus yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, menunjang diagnosis, membantu diagnosis banding, memantau perjalanan penyakit, menilai beratnya sakit, dan menentukan prognosis. Selain dengan pembacaan apus darah tepi, kultur bakteri juga perlu untuk kita laksanakan. Kultur bakteri sebagai acuan standar diagnosis sepsis akibat bakteri memerlukan waktu 2-3 hari. Diagnosis cepat sepsis secara laboratorium berupa ; C-reactive protein,


(20)

laju endap darah, hapusan buffy-coat, dan immature/total neutrophil ratio (IT rasio)(Philip & Hewitt, 1980; Brook, 2008).

Sepsis menyebabkan berbagai kelainan pada lini eritrosit, antara lain gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia serta peningkatan hemoglobin bebas akibat peningkatan destruksi sel eritrosit. Keempat gangguan ini dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, yang pada akhirnya akan memperberat disfungsi organ yang terjadi. Anemia merupakan salah satu yang penyakit yang sering dijumpai pada penderta sepsis. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1 dan TNF akan menekan produksi eritropoetin di ginjal serta bakteri penyebab sepsis memerlukan zat besi untuk bereplikasi sehingga terjadi penurunan kadar serum yang dibutuhkan untuk produksi eritrosit(Hery Budhiarso, 2000).

Menurut Lin et al (2006) dalam David Tannehill (2012), salah satu tanda sepsis adalah jumlah leukosit yang abnormal yaitu < 3.500/ul atau > 12.000/ul. Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa tanda-tanda infeksi secara sederhana dapat diamati dari penilain terhadap kondisi klinis pasien, dari temperatur tubuh > 37°C dan jumlah leukosit > 10 ribu/μl (Dipiro, 2005).

Keterlibatan trombosit dalam patofisiologi sepsis sebagai petanda yang sering dijumpai adalah trombositopenia. Pada sepsis dapat terjadi aktivasi trombosit secara langsung oleh endotoksin atau sitokin proinflamasi. Trombosit juga dapat teraktivasi oleh faktor koagulasi seperti trombin, aktivasi ini terjadi akibat sekresi protein proinflamasi dan growth factors yang berkontribusi pada proses inflamasi. Komponen permukaan dinding sel dari organisme Gram negatif

(endotoksin) dan Gram positif (Peptidoglycans dari Staphylococcus aureus)

dapat memicu terjadinya disseminated intravascular coagulation, kemudian mengkonsumsi platelet yang mengakibatkan trombositopenia. Pada sepsis berat endotel mikrovaskuler dapat mengalami kerusakan oleh berbagai faktor, termasuk perfusi jaringan yang buruk, hipoksia, dan asidosis. Hal ini menyebabkan perlekatan trombosit pada kolagen, peningkatan aktivasi, agregasi, dan konsumsi trombosit. Sehingga pada sepsis rangkaian interaksi yang kompleks tersebut seringkali pada akhirnya meningkatkan terjadinya trombositopenia. Oleh karena


(21)

itu, trombositopenia seringkali dikaitkan dengan lama waktu rawat inap di ICU, beratnya penyakit, sepsis, dan gangguan fungsi organ (Marco et al., 2004).

Berdasarkan hasil penelitian Jean-Louis Vincent et al tentang Sepsis in European Intensive Care Units, dari jumlah pasien total sebesar 3.147 pasien di ICU dari berbagai negara di Eropa, didapatkan pasien sepsis sejumlah 37% (1177), sepsis berat sejumlah 30% (930), dan syok septik sejumlah 15% (462). Data ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga pasien yang dirawat di ICU adalah pasien sepsis. Angka kematian pasien sepsis di ICU cukup tinggi yaitu 27% (313) dibandingkan persentase kematian nonsepsis yaitu sebesar 14 % (270).

Berdasarkan penelitian epidemiologi, Martin et al (2003), menunjukkan bahwa di Amerika Serikat tahun 1979 sampai tahun 2000 dilaporkan 10.319.418 kasus sepsis atau meningkat sekitar 13,7% per tahun dimana 164.072 kasus pada tahun 1979. Usia rata-rata pasien wanita 62,1 tahun dan pria 56,9 tahun.

Angka kejadian sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8 sampai 18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12 sampai 68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. Sedangkan data angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi 8,7 sampai 30,29% dengan angka kematian 11,56% sampai 49,9%. Berdasarkan perkiraan World Health Organization

(WHO) terdapat 10 juta kematian neonatus setiap tahun dari 130 juta bayi yang lahir setiap tahunnya.

Beberapa penelitian sebelumnya juga berpendapat hampir sama. Angka kematian akibat sepsis berkisar antara 12-90% diseluruh dunia (Hiew et al., 1992; Lokeshwar et al., 2005). Kejadian sepsis di Indonesia berkisar antara 1,5-3,72% pada beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia seperti RS Cipto Mangunkusumo, sedangkan angka kematian berkisar antara 37,09-80% (Aulia et al., 2003).

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran hematologi pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik terutama melalui pemeriksaan hitung darah lengkap yang terdiri dari hemoglobin, leukosit, dan trombosit. Sehingga diharapkan sepsis dapat diketahui lebih dini


(22)

sehingga penanganan akurat dapat diberikan sedini mungkin agar angka mortalitas serta morbiditasnya dapat diturunkan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran hematologi pada pasien sepsis yang dirawat di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran hematologi pada pasien sepsis yang dirawat di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan umur.

2. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan jenis kelamin. 3. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan pekerjaan. 4. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan pendidikan.

5. Untuk mengetahui persentase kejadian sepsis di RSUP H. Adam Malik tahun 2014.

6. Untuk mengetahui kondisi akhir pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik tahun 2014.

7. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan penyakit penyerta.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain : 1. Bagi Penulis

Karya Tulis Ilmiah ini merupakan alat untuk melatih kemampuan meneliti, menambah pengalaman dan sebagai bahan untuk menerapkan ilmu semasa kuliah khususnya dalam metodologi penelitian serta merupakan salah satu syarat menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(23)

2. Di Bidang Pengembangan Penelitian

Memberikan masukan data bagi para peneliti lain apabila ingin memperdalam topik hematologi khususnya pada penderita sepsis.

3. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Memberikan tambahan informasi terbaru guna menambah informasi yang telah ada sebelumnya serta menunjang kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis

2.1.1 Definisi

Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk kedalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbullah reaksi inflamasi. Manifestasi klinis yang berupa inflamasi sistemik disebut Systemic Inflammation Respons Syndrome (SIRS). Sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi (Guntur, 2008).

Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap organism dari tempat tersebut). Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi berdasarkan adanya SIRS ditambah dengan adanya infeksi yang dibuktikan atau dengan suspek infeksi secara klinis. Berdasarkan Bone et al., SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria :

1. Suhu > 38°C atau < 36°C

2. Denyut jantung > 90 denyut/menit

3. Respirasi > 20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur

Menurut Guntur (2008), meskipun SIRS, sepsis, dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:

1. Asidosis laktat 2. Oliguria


(25)

Berdasarkan konferensi internasional tahun 2011, ada beberapa tambahan untuk diagnostik baru untuk sepsis. Bagian terpenting adalah dengan memasukkan petanda biomolekuler yaitu Precalsitonin (PCT) dan C-Reactive Protein (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah implementasi dari suatu system tingkatan Predisposition, insult infection, Response, and Organ disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara maksimum berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan risiko yang individual (Priyantoro, Lardo, dan Yuniadi, 2010).

Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standarisasi terminologi. Pada bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine beberapa pengertian tersebut di bawah ini:

1. Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang secara normal pada jaringan tersebut seharusnya steril.

2. Systemic Inflammatory Response Syndrome (sindroma reaksi inflamasi sistemik = SIRS), merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Dysfunction (MOD) dengan tanda klinis:

1) Temperatur > 38,3°C atau < 35,6°C 2) Denyut jantung > 90 kali/menit

3) Jumlah nafas > 20 kali/menit atau PaCO2 < 32 torr (<4,3 kPa)

4) Hitung leukosit > 12.000 sel/mm3 atau < 4.000 sel/ mm3 atau

ditemukan > 1% sel imatur.

3. Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi.

4. Sepsis berat (severe sepsis), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau terjadi penurunan > 40 mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan darah yang lain). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis laktat, oligouria, atau perubahan akut status mental.


(26)

5. Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.

6. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Adanya gangguan fungsi organ seperti hemostasis yang tidak dapat dipertahankan tanpa resusitasi.

2.1.2 Epidemiologi

Di Indonesia untuk mengetahui tingkat penyebaran dari penyakit sepsis ini maka data yang digunakan adalah data yang di peroleh di rumah sakit Sutomo adalah penderita yang jatuh dalam keadaan sepsis berat sebesar 27,08 %, syok septik sebesar 14,58 %, sedangkan 58,33 % sisanya hanya jatuh dalam keadaan sepsis (Irawan dkk, 2012). Pada penelitian epidemiologi di Amerika Serikat dari tahun 1979 sampai tahun 2000 berturut-turut sebesar data yang diperoleh adalah 27,8 % (1979-1984) dan 17,95 (1985-2000). Dari tahun 1979-2000 dimana didapatkan usia rata-rata penderita wanita 62,1 tahun dan 56,9 tahun pada laki-laki. Dimana didapatkan laki-laki lebih banyak menderita sepsis dibanding dengan wanita dengan mean annual relative risk sebesar 1,28 (Irawan dkk, 2012).

Pada tahun 1990 Centers for Disease Control (CDC) memberikan suatu laporan mengetahui epidemiologis sepsis. Dalam penelitian ini kejadian sepsis meningkat dari 73,6 per 100.000 orang pada tahun 1979 menjadi 175,9 per 100.000 orang pada tahun 1989. Angka kematian pada pasien sepsis telah berkisar dari 25 % sampai 80 % lebih pada beberapa dekade terakhir. Meskipun angka kematian mungkin lebih rendah di akhir tahun, sepsis jelas masih kondisi yang sangat serius (Moore dan Moore, 2012).

2.1.3 Etiologi

Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri Gram negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, Gram positif, jamur, virus bahkan parasit. Timbulnya syok septik dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sangat penting pada bakteriemia Gram negatif. Syok terjadi pada 20%-35% penderita bakteriemia Gram negatif (John, 1994).


(27)

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri Gram (-) dengan presentase 60 sampai 70 % kasus, yang menghasilkan produk dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif. Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dan LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Sthaphylococci, Pneumococci, Streptococci, dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20%-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus (dengue dan herpes) atau protozoa (Falciparum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang (Guntur, 2008). Pada sepsis sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis adalah limfosit, hilangnya limfosit ini akan menurunkan survival sepsis (Chung et al., 2003; Hotchkiss et al., 1999).

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologis

Sepsis merupakan respon inflamasi sitemik yang berat terhadap infeksi yang mengakibatkan suatu spektrum klinis dan penemuan patologis tertentu. Patofisiologinya sangat kompleks. Infeksi organisme akan melepaskan toksin mikrobial yang dapat merangsang pelepasan suatu kompleks cascade untuk menimbulkan respon inflamasi sistemik. Untuk bakteri Gram negatif endotoksin dari bakteri merupakan suatu stimulus sedangkan berbagai penyebab lain seperti bakteri gram positif, jamur akan mengeluarkan eksotoksin. Toksin dan inisiator ini secara langsung maupun tidak berperan untuk mengaktivasi sistem kekebalan humoral dan seluler serta mengeluarkan beberapa mediator inflamasi.(Hery Budhiarso, 2000).

Respon pertama dari bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS) suatu endotoksin yang dilepaskan dari dinding sel sewaktu lisis. Sebagai respon terhadap LPS terjadi aktifasi sel imun non spesifik yang didominasi dengan sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein pengikat


(28)

LPS saat disirkulasi. Kompleks LPS berintegrasi dengan kelompok molekul yang disebut toll like reseptor (TLR). Respon TLR menterjemahkan sinyal kedalam sel dan terjadi aktivasi regulasi protein (Nuclear Factor kappa Beta/NFkB).(Hery Budhiarso, 2000).

Organisme Gram positif, jamur, dan virus memulai respon inflamasi dengan pelepasan eksotoksin dan komponen antigen sel. Eksotoksin bakteri Gram positif juga dapat merangsang proses yang sama. Molekul TLR 2 leukosit berperan terhadap pengenalan bakteri Gram positif dan TLR 4 untuk pengenalan endotoksin Gram negatif. Kemudian reseptor TLR menerjemahkan sinyal dalam sel dan terjadi aktivasi regulasi protein (NFkB). NFkB mengontrol ekspresi sitokin inflamasi dari masing-masing gen. Kadar NFkB yang tinggi pada pasien sepsis dikaitkan dengan keluaran yang buruk. Setelah pengenalan ikatan tersebut akan terjadi aktivasi produksi sitokin.(Hery Budhiarso, 2000).

Sitokin proinflamasi primer yang di produksi adalah Tumor Necrosis Factor (TNF) alfa, interleukin (IL) 1 beta, 6, 8, 12, dan interferon (IFN) gamma. Urutan klasik munculnya sitokin adalah TNF alfa diikuti oleh IL-1 beta, IL-6 dan IL-8. Sitokin-sitokin ini disebut proinflamasi atau sitokin alarm karena muncul pertama kali. TNF alfa dan IL-1 beta banyak diproduksi oleh sel mononuclear, muncul disirkulasi dalam 1 jam, dan dianggap sebagai mediator sentral pada sepsis. TNF alfa dan IL-1 beta menyebabkan peningkatan sintesis satu sama lain dan merangsang produksi IL-6 dan IL-8. Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin.(Hery Budhiarso, 2000).

Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung ataupun tidak melalui sekunder (nitrit oxide, tromboksan, leukotrien, Platelet Activating Factor (PAF), dan prostaglandin). Mediator proinflamasi ini mengaktivasi berbagi tipe sel mulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel.(Hery Budhiarso, 2000).

TNF alfa dan IL-1 beta dapat merangsang ekspresi molekul adesi, dan menyebabkan pelepasan faktor jaringan, sehingga terjadi aktifasi sistem koagulasi, desposisi fibrin, dan DIC. IL-6 merangsang produksi protein fase akut dari hati (termasuk C- reactive protein, fibrinogen dan anti protease mayor) dan


(29)

berperan menghambat produksi TNF alfa dan IL-1 beta. IL-6 yang beredar dalam konsentrasi tinggi dihubungkan dengan keluaran sepsis yang buruk. Aktivasi IL-8 dapat menyebabkan disfungsi paru melalui aktifasi neutrofil yang bergerak menuju jaringan paru. Kerusakan kapiler alveolar menyebabkan meningkatnya permeabilitas darah paru dan menimbulkan edema paru.(Hery Budhiarso, 2000).

Mediator inflamasi primer mengaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel endotel, aktivasi trombosit, metabolisme asam arakidonat, dan mengaktivasi sel T untuk memproduksi IFN gamma, IL-2, IL-4, dan Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF) . Agen lain sebagai bagian kaskade sepsis adalah molekul adhesi, kinin, thrombin, myocardial depressan substance, beta endorphin, dan beta shock protein. Molekul adhesi dan thrombin dapat membantu kerusakan endotel sedangkan IL-4, IL-8, dan heat shock protein dapat melindungi terhadap kerusakan. Sel endotel yang cidera dapat menyebabkan granulosit dan konstituen plasma memasuki jaringan infalamsi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Inflamasi sel endotel menyebabkan vasodilatasi melalui kerja NO pada otot polos pembuluh darah. Hipotensi berat terjadi akibat produksi NO yang berlebihan serta pelepasan vasokatif seperti bradikinin, serotonin, dan ekstarvasasi cairan ke ruang interstisial akibat kerusakan endotel.(Hery Budhiarso, 2000).

Respon inflamasi sebenarnya bertujuan meningkatkan respon imun untuk mengeliminasi mikroorganisme. Jika eliminasi tersebut tidak berhasil maka inflamasi dapat meluas dan berlebihan sehingga terjadi kerusakan jaringan, gangguan mekanisme koagulasi, dan lain-lain. Sebagai respon terhadap mediator proinlamasi, terjadi produksi sitokin anti inflamasi. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara proinflamasi dan anti inflamasi. Beberapa sitokin anti inflamasi IL-4, IL-10, dan IL-13 menghambat produksi sitokin dari leukosit. IL-4 dan IL-10 dapat menghentikan produksi monosit yaitu TNF alfa, IL-1, IL-6 dan IL-8. IL-1 reseptor antagonis merupakan sitokin antagonis terlarut, menghambat aktifitas IL-1 dengan mengikat reseptor IL-1. Reseptor TNF terlarut merupakan reseptor yang terdapat disirkulasi, terikat erat pada sel pejamu dan berperan sebagai antagonis TNF. Pemberian IL-10 juga melemahkan produksi


(30)

TNF alfa dan menurunkan kematian sedangkan anti IL-10 dihubungkan dengan kematian yang meningkat dengan hewan yang terkena sepsis. Hubungan berbagai mediator inflamasi tersebut juga berperan dalam patogensisi sepsis. Efek yang terjadi yaitu respon inflamasi sistemik yang memerlukan penanganan intensif. Bila tidak dapat teratasi dengan baik akan menimbulkan kegagalan multi organ serta dapat menyebabkan kematian pada pasien sepsis.(Hery Budhiarso, 2000).

2.1.5 Diagnosis

Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi (Shapiro et al., 2010).

2.1.5.1 Gejala Klinis

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non spesifik meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah dan kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non infeksi. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada pasien usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pesien dengan granulosiopenia. Yang sering diikuti oleh MODS (Multi Organ Disfunction Syndrome) sampai dengan terjadinya shock sepsis. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi (Guntur, 2008):

1. Sindroma distress pernafasan

ALI tampak pada 60%-70% pasien dengan severe sepsis. Hal ini ditandai dengan adanya infiltrat paru pada rontgen tanpa adanya gagal jantung kiri (PaWP < 18 mmHg). Adanya kegagalan dalam pertukaran gas paru yang ditandai rasio PaO2/FiO2 <300 untuk ALI atau <200 untuk ARDS. Tingkat keparahan ALI/ARDS menentukan ventilasi mekanik. Ventilasi


(31)

mekanik akan memulihkan pertukaran gas paru dan mengurangi kebutuhan metabolik. Efek merugikan sebaiknya dihindarkan dengan

Protective Ventilatory Strategies. 2. Koagulasi intravaskuler

Penurunan sel darah merah tanpa adanya perdarahan dan penurunan trombosit < 100.000/mm3 sering ditemukan. Sepsis menambah koagulasi

dan menurunkan fibrinolisis. Endogenous activated Protein C yang mencegah trombosis mikrovaskular juga turun selama sepsis. Ketika terjadi penyumbatan pembuluh darah kecil dapat terjadi gangguan mikrosirkulasi yang akan menyebabkan disokia jaringan. Dalam sepsis berat, pemberian rhAPC dapat membantu memperbaiki gangguan koagulasi.

3. Gagal ginjal akut

Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi dengan produksi urin yang normal maupun berkurang. Peningkatan kreatinin > 0,3 mg/dl dari nilai sebelumnya atau peningkatan > 50% atau oliguri < 0,5 cc/kgbb/jam lebih dari 6 jam menandakan gangguan ginjal akut dan dapat mempengaruhi keluaran yang buruk.

4. Perdarahan usus

Iskemia splanchnic dan asidosis intramukosa terjadi selama sepsis. Tanda klinis mencakup perubahan fungsi otot halus usus dan terjadi diare. Perdarahan GIT disebabkan stress ulcer gastritis akut yang juga manifestasi sepsis. Monitoring pH intramukosa lambung digunakan untuk mengenali dan petunjuk terapi resusitasi. Peningkatan pCO2 intraluminal

dikaitkan dengan adanya iskemia jaringan dan asidosis mukosa. 5. Gagal hati

Gangguan hati ditandai dengan adanya hepatomegali dan total bilirubin > 2mg/dl. Adanya peningkatan bilirubin terkonjugasi dan peningkatan GGT sering terjadi.


(32)

6. Disfungsi sistem saraf

Jika sumber infeksi diluar CNS, gangguan neurologik dapat dianggap sebagai ensefalopati septik. Beberapa kondisi lainnya dapat menambah efek sekunder seperti hipoksemia, gangguan metabolik, elektrolit, dan hipoperfusi serebral selama keadaan syok. Gejal dapat bervariasi mulai dari agitasi, bingung, delirium, dan koma. Walaupun tidak terlihat defisit neurologi tetapi dapat terjadi mioklonus dan kejang. Gangguan CNS berat memerlukan proteksi jalan napas dan support ventilasi.

7. Gagal jantung 8. Kematian

2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis. Pada tabel dibawah dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada penderita sepsis.


(33)

Tabel 2.1 Indikator Laboratorium Penderita Sepsis Pemeriksaan

Laboratorium Temuan Uraian

Hitung Leukosit

Leukositosis atau

leucopenia Endotoksemia menyebabkan leucopenia

Hitung Trombosit

Trombositosis atau trombositopenia

Peningkatan jumlah di awal menunjukkan respon akut dan penurunan jumlah menunjukkan DIC

Kaskade Koagulasi Defisiensi protein C, defisiensi antitrombin, defisiensi D-dimer, pemanjangan PT, PTT

Abnormalitas dapat diamati sebelum kegagalan organ dan tanpa pendarahan

Kreatinin

Peningkatan

kreatinin Indikasi gagal ginjal akut

Asam laktat

As.laktat >4

mmol/L (36mg/dl) Hipoksia jaringan

Enzim hati

Peningkatan

alkaline

phosphatase, AST, ALT, bilirubin

Gagal hepatoselular akut disebabkan hipoperfusi

Serum fosfat Hipofosfatemia

Berhubungan dengan level cytokin proinflammatory

C-reaktif

protein (CRP) Meningkat Respon fase akut

Procalcitonin Meningkat

Membedakan SIRS dengan atau tanpa infeksi


(34)

Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi primer (Opal, 2012).

2.1.6 Penatalaksanaan

Surviving Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa global yang terdiri dari organisasi internasional dengan tujuan membuat pedoman yang terperinci berdasarkan evidence-based dan rekomendasi untuk penanganan Severe sepsis

dan syok septik. Penanganan berdasarkan SSC (Herald H, 2010) : 1. Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 h)

Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam setelah pasien didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi sebelum pasien masuk di ICU. Identifikasi awal dan resusitasi yang menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam pertama

Golden hours” merupakan kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi segera diberikan bila terjadi hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4 mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya stabilisasi hemodinamik tetapi juga mencakup pemberian antibiotik empirik dan mengendalikan penyebab infeksi.

1) Resusitasi Hemodinamik

Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila terapi cairan tidak dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap meningkat maka dapat diberikan vasopressor. Target terapi CVP 8-12 mmHg, MAP ≥ 65

mmHg, produksi urin ≥ 0,5 cc/kg/jam, oksigen saturasi vena kava superior

≥ 70% atau saturasi mixed vein ≥ 65%. 2) Terapi inotropik dan Pemberian PRC

Jika saturasi vena sentral < 70% pemberian infuse cairan dan/atau pemberian PRC dapat dipertimbangkan. Hematokrit ≥ 30% diinginkan untuk menjamin pengiriman oksigen. Meningkatkan cardiac index dengan pemberian dobutamin sampai maksimum 20 ug/kg/m dapat dipertimbangkan.


(35)

3) Terapi Antibiotik

Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal. Pemberian antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat bukti bahwa pemberian antibiotik yang adekuat dalam jam pertama resusitasi mempunyai korelasi dengan mortalitas.

4) Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi

Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat yang potensial terjadi infeksi.

2. Sepsis Management Bundle (24 h bundle)

1) Steroid

Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon terhadap hemodinamik pada pasien syok septik. Hidrokortison intravena dosis rendah (< 300 mg/hari) dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik dengan hipotensi yang tidak respon terhadap resusitasi cairan dan vasopresor.

2) Ventilasi Mekanik

Lung Protective Strategies untuk pasien dengan ALI/ARDS yang menggunakan ventilasi mekanik sudah diterima secara luas. Volume tidal rendah (6 cc/kg) dan batas plateau pressure ≤ 30 cmH2O diinginkan pada

pasien dengan ALI/ARDS. Pola pernapasan ini dapat meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia permisif. Pemberian PEEP secara titrasi dapat

dicoba untuk mencapai sistem pernapasan yang optimal. 3) Kontrol Gula Darah

Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di ICU dengan menggunakan terapi insulin intensif. Peneliti menemukan target GD < 180 mg/dl menurunkan mortalitas daripada target antara 80-108 mg/dl. Banyaknya episode hipoglikemia ditemukan pada kontrol GD yang ketat. Rekomendasi SSC adalah mempertahankan gula darah < 150 mg/dl. 4) Recombinant human-Activated Protein C (rhAPC)


(36)

Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko kematian yang rendah atau pada anak- anak. SSC merekomendasikan pemberian rhAPC pada pasien dengan risiko kematian tinggi (APACHE II ≥ 25 atau gagal organ multipel).

5) Pemberian Produk darah

Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0 g/dl. Direkomendasikan target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis dewasa. Tidak menggunakan FFP untuk memperbaiki hasil laboratorium dengan masa pembekuan yang abnormal kecuali ditemukan adanya perdarahan atau direncanakan prosedur invasif. Pemberian trombosit dilakukan bila hitung trombosit < 5.000/mm3 tanpa memperhatikan perdarahan.

2.1.7 Prognosis

Dokter harus mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit pada pasien dengan infeksi dan memulai resusitasi agresif bagi pasien dengan potensi tinggi untuk menjadi kritis. Meskipun pasien telah memenuhi kriteria SIRS, ini sendiri hanya mampu memberikan sedikit prediksi dalam menentukan tingkat keparahan penyakit dan mortalitas. Angka Mortalitas di Emergency Department Sepsis

(MEDS) telah membuat skor sebagai metode untuk mengelompokkan resiko mortalitas pasien dengan sepsis. Skor total dapat digunakan untuk menilai risiko kematian. Jadi, semakin besar jumlah faktor risiko semakin besar kemungkinan pasien meninggal selama di ICU/UPI (Shapiro et al., 2010).


(37)

Tabel 2.2 Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS)

Faktor Risiko Skor MEDS

Penyakit terminal (kemungkinan kematian dalam 30

hari) 6 poin

Takipnea dan hipoksia 3 poin

Syok Sepsis 3 poin

Trombosit < 150.000/mm3 3 poin

Bands > 5% 3 poin

Umur > 65 tahun 3 poin

Pneumoniae 2 poin

Pasien panti jompo 2 poin

Perubahan status mental 2 poin

Risiko Kematian Total skor MEDS (% dari kematian akibat sepsis)

Sangat rendah 0-4 (1,1%)

Rendah 5-7 (4,4%)

Sedang 8-12 (9,3%) Tinggi 13-15 (16,1%) Sangat tinggi > 15 (39%) Sumber: Shapiro et al., 2010

2.1.8 Pemeriksaan Hematologi

Hitung darah lengkap atau pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)

berguna untuk memberikan informasi penting tentang jenis dan jumlah sel dalam darah, sel darah putih, dan trombosit. Pemeriksaan darah lengkap juga membantu seorang dokter untuk memeriksa gejala, seperti kelemahan, kelelahan, atau memar, yang mungkin dimiliki pasien. Pemeriksaan darah lengkap juga membantu untuk mendiagnosa suatu penyakit, seperti anemia, infeksi, dan gangguan lainnya (WebMd, 2012).


(38)

Pemeriksaan darah lengkap biasanya terdiri dari: a. Sel darah putih ( leukosit).

Sel darah putih melindungi tubuh terhadap infeksi. Jika infeksi terjadi, sel darah putih menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, atau organisme lain yang menyebabkan itu. Sel darah putih yang lebih besar dari sel darah merah namun jumlahnya lebih sedikit. Ketika seseorang memiliki infeksi bakteri, jumlah sel darah putih meningkat sangat cepat. Jumlah sel darah putih kadang-kadang digunakan untuk menemukan infeksi atau untuk melihat bagaimana tubuh yang berhadapan dengan pengobatan kanker (WebMd, 2012).

Tabel 2.3 Kadar Normal Leukosit

Kategori Kadar

Pria dan wanita yang tidak hamil 5.000-10.000 WBCs/mm3 Sumber : WebMd, 2012

b. Hemoglobin

Molekul hemoglobin berada didalam sel darah merah. Hemoglobin membawa oksigen dan memberikan sel darah warna merah. Tes hemoglobin mengukur jumlah hemoglobin dalam darah dan merupakan ukuran sebagai fungsi dari kemampuan darah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh (WebMd, 2012).

Tabel 2.4 Kadar Normal Hemoglobin

Kategori Kadar

Pria 14-17.4 g/dl

Wanita 12-16 g/dl

Anak 9.5-20.5 g/dl

Bayi 14.5-24.5 g/dl

Sumber : WebMd, 2012 c. Trombosit (platelet)

Platelet (trombosit) adalah tipe terkecil dari sel darah. Mereka bertugas dalam pembekuan darah. Bila pendarahan terjadi, trombosit bertambah, mengumpul dan membentuk sebuah plak lengket yang membantu menghentikan pendarahan. Jika


(39)

ada terlalu sedikit trombosit, perdarahan yang tidak terkontrol mungkin menjadi masalah. Jika ada terlalu banyak trombosit, ada kemungkinan gumpalan darah terbentuk di pembuluh darah (WebMd, 2012).

Tabel 2.5 Kadar Normal Trombosit

Kategori Kadar

Dewasa 140.000-400.000 platelet/mm3

Anak 150.000-450.000 platelet/mm3

Sumber : WebMd, 2012

2.1.9 Gambaran Hematologi Penyakit Sepsis

Sistem hematologi memegang peranan penting dalam penghantaran oksigen, pembuangan karbondioksida, hemostasis, dan pertahanan diri terhadap patogen. Gangguan pada sistem hematologi pada sepsis sering dihubungkan dengan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pasien sepsis. Sistem hematologi yang terlibat dapat meliputi berbagai komponen sel darah dan protein koagulasi. Salah satu yang banyak diteliti adalah gangguan pada lini sel darah merah (eritrosit). Sepsis menyebabkan berbagai kelainan pada lini eritrosit, antara lain gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia, serta peningkatan hemoglobin bebas akibat peningkatan destruksi sel eritrosit. Keempat gangguan ini dapatmenyebabkan gangguan sirkulasi, yang pada akhirnya akan memperberat disfungsiorgan yang terjadi (Goyette et al., 2004).

Eritrosit memiliki kemampuan deformabilitas, yaitu kemampuan untuk berubah bentuk dan kembali ke bentuk semula tanpa terjadi ruptur pada situasi tertentu. Deformabilitas ini memegang peranan penting bagi sel darah merah dalam menjalankan fungsinya untuk menghantarkan oksigen hingga sirkulasi mikrovaskular. Kemampuan ini dikarenakan oleh bentuk eritrosit dan adanya komponen elastik pada struktur korteks membran eritrosit. Penurunan deformabilitas pada sepsis akan meningkatkan waktu pengaliran darah, terutama mikrosirkulasi, sehingga berpengaruh negatif terhadap penghantaran oksigen ke jaringan dan dapat memperberat disfungsi organ yang terjadi. Pada sepsis dapat terjadi agregasi eritrosit, namun patofisiologi yang pasti belum diketahui. Hal ini


(40)

dapat terlihat melalui peningkatan laju endap darah. Kelainan pada membran sel eritrosit juga dapat mengakibatkan peningkatan penghancuran sel (Goyette et al., 2004).

Bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, maka kadar hemoglobin bebas akan meningkat. Anemia pada penderita dengan sepsis berat bisa terjadi akibat pendarahan. Dalam kebanyakan kasus, pada pasien sepsis didiagnosis sumber kehilangan darah yang jelas. Sumber anemia mungkin kurang jelas pada pasien yang menjadi septik akibat trauma besar dengan perdarahan langsung ke dalam jaringan lunak dalam hal ini seperti perdarahan retroperitoneum. Sepsis dapat memicu DIC dengan hemolisis karena fragmentasi sel darah merah. Sekitar 25% pasien dengan DIC akan memiliki bukti klinis hemolisis mikroangiopati diwujudkan oleh adanya schistocytes pada apusan darah tepi mereka (Goyette et al., 2004).

Perubahan leukosit yang umum pada pasien dengan sepsis berat. Leukositosis netrofilik adalah manifestasi umum dari sepsis. Neutropenia pada penderita sepsis merupakan hasil dari penipisan prekursor granulosit sumsum tulang, sebuah granulositik atau perpindahan leukosit ke dalam fokus yang terinfeksi dalam jumlah yang melebihi kemampuan sumsum tulang untuk menggantikan mereka secara tepat waktu. Pada pasien dewasa yang mengalami sepsis berat lebih sedikit yang mengalami hal ini daripada pasien anak (Goyette et al., 2004).

Trombositopenia adalah gejala yang sering terjadi pada penyakit kritis, umumnya digunakan dalam uji klinis terapi sepsis berat sebagai penanda disfungsi sistem organ hematologi. Dalam sebuah penelitian dari populasi ICU, sepsis telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk trombositopenia. Sepsis yang terkait trombositopenia berasal dari banyak faktor. Dalam sebuah eksperimen sepsis, trombosit yang melekat pada endotel diaktifkan dalam beberapa organ. Mediator inflamasi dan produk bakteri seperti endotoksin dapat berkontribusi dalam terjadinya trombositopenia pada sepsis dengan meningkatkan reaktivitas dan adhesivitas platelet (Goyette et al., 2004).


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Sepsis

Sepsis adalah keadaan klinis yang ditandai oleh sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) disertai adanya bakteri patogen (infeksi). Data hasil pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis. Sepsis ditegakkan apabila memenuhi 2 atau lebih kriteria di bawah ini : suhu > 38°C atau < 36°C, denyut jantung > 90 denyut/menit, respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32

mmHg, dan hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur. Skala ukur dari data ini adalah nominal.

3.2.2 Pemeriksaan Hematologi

Suatu pemeriksaan laboratorium rutin yang datanya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis untuk memeriksa kadar hemoglobin, leukosit, dan trombosit dan masing-masingnya mempunyai satuan dan memiliki kadar normal maupun abnormal.

Sepsis

Pemeriksaan Hematologi : Hemoglobin Trombosit Leukosit


(42)

3.2.3 Hemoglobin

Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah, yakni suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin merupakan molekul berbentuk bulat dan terdiri dari empat subunit. Data hasil pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis, memiliki satuan g/dl, dan memiliki kadar normal untuk wanita 12-16 g/dl, untuk pria 14-17,4 g/dl. Data ini menggunakan skala ukur interval.

3.2.4 Leukosit

Leukosit adalah suatu sel didalam darah yang berperan dalam membentuk sistem imunitas yaitu suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi tubuh normal. Data hasil pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis, memiliki satuan jumlah leukosit/mm3 dan memiliki kadar normal pria dan wanita 4.000-10.000 leukosit/mm3. Data ini menggunakan skala ukur interval.

3.2.5 Trombosit

Trombosit adalah suatu fragmen sel darah yang dilepas dari tepi luar sel sumsum tulang yang besar yang dikenal megakariosit yakni berperan penting dalam proses pembekuan darah secara normal. Data hasil pemeriksaanya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis, memiliki satuan jumlah platelet/mm3, dan memiliki kadar normal wanita pria 140.000-400.000 platelet/ mm3. Data ini menggunakan skala ukur interval.


(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran hematologi pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.

4.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai Desember 2015. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan Provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi pengumpulan rekam medis.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien sepsis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.

4.3.2 Sampel Penelitian

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik pengambilan rekam medis pasien sepsis sama dengan jumlah rekam medis pasien sepsis pada populasi penelitian.

4.3.3 Kriteria Sampel 1. Kriteria inklusi :

1) Rekam medis pasien sepsis dengan usia ≥ 18 tahun

2) Seluruh rekam medis pasien sepsis di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan


(44)

2. Kriteria eksklusi :

1. Seluruh rekam medis yang tidak memiliki kelengkapan data berupa pemeriksaan hematologi

2. Rekam medis pasien sepsis yang telah mendapatkan transfusi darah minimal 3 bulan sebelumnya

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Pada pelaksanaan penelitian, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan. Cara yang digunakan adalah observasi rekam medis. Rekam medis semua pasien yang telah didiagnosa dengan sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil dan di cacat hasil pemeriksaan hematologinya yang berupa hemoglobin, leukosit, dan trombosit.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam komputer dan dianalisis dengan menggunakan tabel distribusi jumlah rata-rata.


(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

Proses pengambilan data dalam penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 22-28 september 2015 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah sampel sebanyak 125 pasien sepsis untuk mengetahui gambaran hematologinya. Berdasarkan data dari rekam medis, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan dibawah ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 serta rumah sakit milik pemerintah dan dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumater Utara. Rumah Sakit ini terletak di jalan Bunga Lau, nomor 17, Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara, Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik.

5.1.2 Karakteristik Individu

5.1.2.1 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (n) Presentasi (%)

Pria 73 58,4

Wanita 52 41,6

Total 125 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien pria sebanyak 73 orang (57.9%) dan pasien wanita sebanyak 53 orang (42.1 %).


(46)

5.1.2.2 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Usia Tabel 5.2 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (n) Presentasi (%)

18-40 33 26,4

41-60 61 48,8

61-75 29 23,2

>75 2 1,6

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan usia 18-40 tahun sebanyak 33 orang (26,4%), pasien dengan usia 41-60 tahun sebanyak 61 orang (48,8%), pasien dengan usia 61-75 tahun sebanyak 29 orang (23,2%), dan pasien dengan usia diatas 75 tahun sebanyak 2 orang (1,6).

5.1.2.3 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 5.3 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (n) Presentasi (%)

SD 27 21,6

SLTP 20 16

SLTA 72 57,6

Sarjana 6 4,8

Total 125 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 27 orang (21,6%), pasien dengan tingkat pendidikan SLTP sebanyak 20 orang (16%), pasien dengan tingkat pendidikan SLTA sebanyak 72 orang (57,6%), dan pasien dengan tingkat pendidikan Sarjana sebanyak 6 orang (4,8%).


(47)

5.1.2.4 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (n) Presentasi (%)

Wiraswasta 51 40,8

Pegawai Negeri dan Swasta 18 14,4

Tidak Bekerja 37 29,6

Pelajar 3 2,4

Petani dan Buruh 16 12,8

Total 125 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan pekerjaan wiraswasta se banyak 51 orang (40,8%), pasien dengan pekerjaan petani dan buruh sebanyak 16 orang (12,8%), pasien dengan pekerjaan pegawai negeri dan swasta sebanyak 18 orang (14,4%), pasien dengan pekerjaan mahasiswa atau pelajar sebanyak 3 orang (2,4%), dan pasien yang tidak bekerja sebanyak 37 orang (29,6%).

5.1.2.5 Distribusi Kondisi Akhir Pasien Keseluruhn

Tabel 5.5 Tabel Distribusi Kondisi Akhir Pasien Keseluruhan

Status Jumlah (n) Presentasi (%)

Meninggal 100 80

Pulang Paksa Dipulangkan

8 17

6,4 13,6

Total 125 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan status meninggal sebyak 100 orang (80%), pasien dengan status pulang paksa sebanyak 8 orang (6,4%), pasien dengan status dipulangkan sebanyak 17 orang (13,6%).


(48)

5.1.2.6 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta Tabel 5.6 Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta

Diagnosis Jumlah (n) Presentasi (%)

Sistem Pernapasan 31 24,8

Sistem Pencernaan Sistem Saluran Kemih

Sistem Metabolik Sistem Saraf Sistem Kulit dan Otot

Dan lain-lain

25 20 6 5 12 26

20 16 4,8 4 9,6 20,8

Total 125 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pasien dengan penyakit penyerta seperti penyakit sistem pernapasan sebanyak 31 orang (24,8%), pasien dengan penyakit sistem pencernaan sebanyak 25 orang (20%), pasien dengan penyakit sistem saluran kemih sebanyak 20 orang (16%), pasien dengan penyakit jantung, HIV (dan lain-lain) sebanyak 26 orang (20,8%), pasien dengan penyakit sistem kulit dan otot sebanyak 12 orang (9,6%), pasien dengan penyakit sistem metabolik sebanyak 6 orang (4,8%), dan pasien dengan penyakit sistem saraf sebanyak 5 orang (4%).


(49)

5.1.3 Hasil Analisa Data

5.1.3.1 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Jenis Kelamin Secara Keseluruhan

Tabel 5.8 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Jenis Kelamin Secara Keseluruhan

Berdasarkan data diatas didapat gambaran hematologi pasien sepsis secara keseluruhan berupa rata-rata gambaran hemoglobin pria sejumlah 9,92 ±2,58 g/dl, rata-rata hemoglobin wanita sejumlah 9,48 ±3,26 g/dl, dan rata-rata hemoglobin total sejumlah 9,74 ±2,87 g/dl. Kemudian gambaran leukosit didapatkan rata-rata leukosit pada pria sejumlah 25,69 ±45,83 103/mm3, rata-rata leukosit wanita sejumlah 20,02 ±30,10 103/mm3, dan rata-rata leukosit total adalah 23,33 ±40,03 103/mm3. Selanjutnya rata-rata trombosit didapatkan bahwa rata-rata trombosit pada pria sejumlah 262,27 ±150,86 103/mm3, rata-rata trombosit wanita sejumlah 276,96 ±164,24 103/mm3, dan rata-rata trombosit total adalah 268,38 ±156,08 103/mm3.

Diagnosis ( Sepsis) Hematologi (g/dl)

Leukosit (103/mm3)

Trombosit (103/mm3)

Keseluruhan n Mean ±SD Mean ± SD Mean ± SD

Pria 73 9,92 ±2,58 25,69 ±45,83 262,27 ± 150,86 Wanita 52 9,48 ±3,26 20,02 ±30,10 276,96 ± 164,24


(50)

5.1.3.2 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Kelompok Usia Tabel 5.9 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia

Hemoglobin (g/dl)

Leukosit (103/mm3)

Trombosit (103/mm3)

n Mean ±SD Mean ±SD Mean ±SD

18-40 33 10,66 ±3,36 14,03 ±12,70 243,93 ±138,83 41-60 61 9,02 ±2,49 29,34 ±54,73 281,03 ±169,07 61-75 29 10,18 ±2,76 21,94 ±17,05 278,06 ±149,18 >75 2 9,85 ±3,74 13,85 ±92,63 145,50 ±60,10

Berdasarkan data diatas didapat bahwa gambaran hematologi pasien sepsis dengan rentang usia 18-40 tahun dengan rata-rata hemoglobin total sejumlah 10,06 ±3,36 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 14,03 ±12,70 103/mm3, dan rata-rata trombosit total sejumlah 243,93 ±138,83 103/mm3. Gambaran hematologi pasien sepsis dengan rentang usia 41-60 tahun, rata-rata hemoglobin total sejumlah 9,02 ±2,49 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 29,34 ±54,73 103/mm3, dan rata-rata trombosit total sejumlah 281,03 ±169,07 103/mm3. Gambaran hematologi pasien sepsis dengan rentang usia 61-75 tahun rata-rata hemoglobin total sejumlah 10,18 ±2,76 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 21,94 ±17,05 103/mm3, dan rata-rata trombosit total sejumlah 278,06 ±149,18 103/mm3. Gambaran hematologi pasien sepsis usia diatas 75 tahun rata-rata hemoglobin total sejumlah 9,85 ±3,74 g/dl, rata-rata leukosit total sejumlah 13,85 ±92,63 103/mm3, dan rata-rata trombosit total sejumlah 145,50 ±60,10 103/mm3.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Analisis Karakteristik Pasien

Berdasarkan karakteristik penelitian ini yang telah dipaparkan sebelumnya, jumlah pasien sepsis menurut jenis kelamin (Tabel 5.1) terbanyak adalah pria sebanyak 73 orang (58,4%), sedangkan pasien wanita sebanyak 52


(51)

orang (41,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Subroto (2002) di RS Dr. Sardjito Yogyakarta yang menyatakan bahwa angka kejadian sepsis pada pria lebih banyak daripada wanita. Kemudian menurut usia (Tabel 5.2) jumlah pasien sepsis terbanyak adalah dengan usia 41-60 tahun sebanyak 61 orang (48,8%), nomor dua terbanyak usia 18-40 tahun sebanyak 33 orang (26,4%), dan nomor tiga terbanyak adalah usia 61-75 tahun sebanyak 29 orang (23,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Subroto (2002) di RS Dr. Sardjito (2002) di RS Dr. Sardjito Yogyakarta yang menyebutkan bahwa proporsi usia terjadi sepsis antara 51-60 tahun sebanyak lebih dari 50 % dari total 275 pasien. Penelitian juga di lakukan Martin et al (2003) menyebutkan bahwa usia rata-rata pasien sepsis adalah 57,4 tahun. Pada karakteristik pasien sepsis menurut tingkat pendidikan (Tabel 5.3) didapatkan jumlah pasien terbanyak adalah pasien dengan pendidikan terakhir SLTA sebanyak 72 orang (57,6%), dan yang paling sedikit adalah pasien dengan pendidikan terakhir sarjana sebanyak 6 orang (4,8%). Selanjutnya pada karakteristik pasien menurut pekerjaan (Tabel 5.4) didapatkan tiga jenis pekerjaan terbanyak adalah Wiraswasta sebanyak 51 orang (40,8%), Tidak Bekerja sebanyak 37 orang (29,6%) serta Pegawai Negeri/Swasta sebanyak 18 orang (14,4%).

Selanjutnya, berdasarkan penyakit penyerta pasien sepsis (Tabel 5.6) yang terbanyak adalah penyakit gangguan sistem pernapasan sebanyak 31 orang (24,8%) diikuti penyakit infeksi lainnya seperti HIV sebanyak 26 orang (20,8%) dan penyakit sistem pencernaan sebanyak 25 orang (20%). Hal ini sesuai dengan penelitian Shapiro (2010) yang menyebutkan bahwa penyebab paling umum sepsis adalah infeksis pada saluran napas dan urogenital. Juga hal ini di dukung penelitian yang dilakukan oleh Dr. Shen (2010), menyatakan bahwa lokasi infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru serta penelitian yang dilakukan Subroto (2002) di RS Dr. Sardjito dari total 275 pasien sepsis 19,2 persen infeksi paru diikuti penyakit endokrin dan nefrologi.

Selanjutnya dari total 125 pasien sepsis, yang mengalami kematian sebanyak 100 orang (80%), pulang paksa sebnyak 8 orang (6,4%), dan dipulangkan sebanyak 17 orang (13,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian Widodo


(52)

(2004), menyebutkan bahwa dari total 160 pasien sepsis sebanyak 135 orang (84,9%) meninggal.

5.2.2 Gambaran Hematologi Pasien Sepsis Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin

Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya terjadi penurunan rata-rata hemoglobin pada semua pengelompokan pasien sepsis, baik menurut usia, jenis kelamin. Secara keseluruhan (Tabel 5.8) didapatkan rata-rata hemoglobin pria sejumlah 9,92 ±2,58 g/dl, wanita sejumlah 9,48 ±3,26 g/gl, dan total sejumlah 9,74 ±2,87 g/dl. Begitu juga halnya dengan usia (Tabel 5.9). Pasien sepsis usia 18-40 tahun rata-rata hemoglobin total sejumlah 10,66 ±3,36 g/dl, usia 41-60 tahun rata-rata hemoglobin total sejumlah 9,02 ±2,49 g/dl, usia 61-75 tahun rata-rata hemoglobin total sejumlah 10,18 ±2,76 g/dl, dan usia >75 tahun hemoglobin total sejumlah 9,85 ±3,74 g/dl. Hal ini bisa terjadi karena sepsis menyebabkan berbagai kelainan pada lini eritrosit, antara lain gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia, serta peningkatan hemoglobin bebas akibat peningkatan destruksi sel eritrosit. Keempat gangguan ini dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, yang pada akhirnya akan memperberat disfungsi organ yang terjadi. Eritrosit memiliki kemampuan deformabilitas, yaitu kemampuan untuk berubah bentuk dan kembali ke bentuk semula tanpa terjadi ruptur pada situasi tertentu. Deformabilitas ini memegang peranan penting bagi sel darah merah dalam menjalankan fungsinya untuk menghantarkan oksigen hingga sirkulasi mikrovaskular. Kemampuan ini dikarenakan oleh bentuk eritrosit dan adanyakomponen elastik pada struktur korteks membran eritrosit. Penurunan deformabilitas pada sepsis akan meningkatkan waktu pengaliran darah, terutama mikrosirkulasi, sehingga berpengaruh negatif terhadap penghantaran oksigen ke jaringan dan dapat memperberat disfungsi organ yang terjadi. Pada sepsis dapat terjadi agregasi eritrosit, namun patofisiologi yang pasti belum diketahui. Hal ini dapat terlihat melalui peningkatan laju endap darah. Kelainan pada membran sel eritrosit juga dapat mengakibatkan peningkatan penghancuran sel. Bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, maka kadar hemoglobin bebas akan


(53)

meningkat. Anemia pada penderita dengan sepsis berat bisa terjadi akibat pendarahan. Dalam kebanyakan kasus, pada pasien sepsis didiagnosis sumber kehilangan darah yang jelas. Sumber anemia mungkin kurang jelas pada pasien yang menjadi septik akibat trauma besar dengan perdarahan langsung ke dalam jaringan lunak dalam hal ini seperti perdarahan retroperitoneum. Sepsis dapat memicu DIC dengan hemolisis karena fragmentasi sel darah merah. Sekitar 25% pasien dengan DIC akan memiliki bukti klinis hemolisis mikroangiopati diwujudkan oleh adanya schistocytes pada apusan darah tepi mereka (Goyette et al.,2004).

Pada rata-rata jumlah leukosit secara keseluruhan ditemukan peningkatan jumlah leukosit pada pengelompokan pasien. Rata-rata jumlah leukosit menurut jenis kelamin (Tabel 5.8) di peroleh rata-rata leukosit pria adalah 25,69 ±45,83 103/mm3, sedangkan pada wanita 20,02 ±30,10 103/mm3 dan total sejumlah 23,33 ±40,03 103/mm3. Jumlah tersebut cukup jauh dari normal yaitu 5,0-10,0 103/mm3 (WebMd, 2012). Berdasarkan pengelompokan menurut usia (Tabel 5.9) jumlah rata-rata leukosit tertinggi adalah pada kelompok usia 41-60 tahun yaitu 29,34 ±54,73 103/mm3. Sedangakan pada usia 61-75 tahun yaitu 21,94 ±17,05 103/mm3 dan terendah pada usia >75 tahun yaitu 13,85 ±92,63 103/mm3. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Goyette et al (2004) bahwa ada perubahan leukosit yang umum pada pasien dengan sepsis berat. Leukositosis netrofilik adalah manifestasi umum dari sepsis. Neutropenia pada penderita sepsis merupakan hasil dari penipisan prekursor granulosit sumsum tulang, sebuah granulositik atau perpindahan leukosit ke dalam fokus yang terinfeksi dalam jumlah yang melebihi kemampuan sumsum tulang untuk menggantikan mereka secara tepat waktu. Pada pasien dewasa yang mengalami sepsis berat lebih sedikit yang mengalami hal ini daripada pasien anak.

Selanjutnya jumlah rata-rata trombosit secara umum ditemukan masih dalam batas normal pada seluruh pengelompkan pasien. Berdasarkan jenis kelamin (Tabel 5.8) rata-rata jumlah trombosit pasien pria adalah 262,27 ±150,86 103/mm3, rata-rata trombosit pada wanita adalah 2276,96 ±164,24 103/mm3, dan total sejumlah 268,38 ±156,08 103/mm3. Bersadarkan pengelompokan menurut


(54)

usia (Tabel 5.9) yaitu 3 urutan tertinggi masing-masing usia 41-60 sejumlah 281,03 ±169,07 103/mm3, usia 61-75 tahun sejumlah 278,06 ±149,18 103/mm3, dan umur 18-40 tahun sejumlah 243,93 ±138,83 103/mm3. Tentu hal ini tidak sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Goyette et al (2004) bahwa trombositopenia adalah gejala yang sering terjadi pada penyakit kritis, umumnya digunakan dalam uji klinis terapi sepsis berat sebagai penanda disfungsi sistem organ hematologi. Dalam sebuah penelitian dari populasi ICU, sepsis telah diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk trombositopenia. Sepsis yang terkait trombositopenia berasal dari banyak faktor. Dalam sebuah eksperimen sepsis, trombosit yang melekat pada endotel diaktifkan dalam beberapa organ. Mediator inflamasi dan produk bakteri seperti endotoksin dapat berkontribusi dalam terjadinya trombositopenia pada sepsis dengan meningkatkan reaktivitas dan adhesivitas platelet.


(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada BAB sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Gambaran hematologi pada pasien Sepsis di RSUP HAM tahun 2014 secara keseluruhan adalah ditemukannya penurunan jumlah hemoglobin dengan nilai rata-rata 9,74 g/dl, peningkatan jumlah leukosit dengan nilai rata-rata 23,33 103/mm3, dan trombosit dalam batas normal dengan nilai rata-rata 268,38 103/mm3.

2. Usia pasien Sepsis terbanyak secara keseluruhan adalah pada rentang usia 41-60 tahun sebanyak 48,8%.

3. Secara keseluruhan jumlah pasien Sepsis pria (58,4%) lebih banyak dari pada jumlah pasien Sepsis wanita (41,6%).

4. Jenis pekerjaan pasien Sepsis terbanyak adalah Wiraswasta, yaitu sebanyak 40,8%.

5. Tingkat pendidikan pasien Sepsis terbanyak adalah SLTA, yaitu sebanyak 57,6%.

6. Jumlah pasien Sepsis yang sesuai dengan kriteria inklusi dan diikutsertakan dalam penelitian adalah 125 orang.

7. Dari 125 pasien Sepsis yang diikutsertakan dalam penelitian didapatkan kondisi akhir pasien yang meninggal sebanyak 100 orang (80%), dipulangkan sebanyak 17 orang (13,6%), dan pulang paksa sebanyak 8 orang (6,4%).

8. Diagnosa penyerta terbanyak pasien Sepsis adalah penyakit sistem pernapasan.

6.2 Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalankan oleh peneliti dalam menyelesaikan penenelitian ini peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Karena itu ada beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi


(56)

semua pihak yang telah berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Bagi bagian administrasi baik administrasi Fakultas Kedokteran USU maupun administrasi RSUP HAM agar lebih mempermudah dan mempercepat pengurusan syarat-syarat izin penelitian agar peneli-peneliti berikutnya lebih mudah melakukan penelitian sehingga tidak banyak waktu yang terbuang.

2. Bagian intalasi rekam medis khususnya bagian rekam medis departemen penyakit dalam agar lebih memperlengkap data rekam medis sehingga mempermudah peneliti-peneliti berikutnya untuk melakukan pengambilan data penelitian.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, D., et al., 2003. “The Use of Immatane to Total Neutrophil (IT) Ratio to Detect Bacteremia in Neonatal Sepsis”. Journal Laboratory Medicine & Quality Assurance; 25: hh 237-242.

American Collage of Chest Physcians/Society of Christical Care Medicine Consensus Conference : Definition of Sepsis and Organ Failure and Guidelines for the Use of Innovative Therapies in Sepsis, 1992. Critical Care Medicine : 20(6).

Bone, R. C., et al., 1992. Definitions for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for The Use of Innovative Therapies In Sepsis. The ACCP/SCCM Consensus Conference Committee. American College of Chest Physicians /Society of Critical Care Medicine. Chest 101: 1644-1655.

Brook I., 2008. “Bacteremia and Septicemia due to Anaerobic Bacteria in Newborns”. Journal of Neonatal-Perinatal Medicine I: 201-208.

Budhiarso, H., 2000. “Rasio Imatur/Total Neutrofil (I/T) pada Sediaan Apus Darah Tepi Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial pada Anak”. Semarang: Universitas Diponegoro press.

Chung, C. S., et al., 2003. ”Inhibition of Fas/Fas Ligand Signalling Improves Septic Survival: Differential Effects on Macrophage Apoptotic and Functional Capacity”. J Leukoc Biol 74:344 -351.

Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. New York: McGraw-Hill Companies, Inc, 1333-1352.

Goyette, R. E., et al., 2004.”Hematologic Changes in Sepsis and Their Therapeutic Implication”. Michagin: The University of Michagin USA. Available from : http//www.experiencemedicalwriter.com, diunduh pada 18 April 2015.

Guntur, A.H., 2007. “Sepsis”. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohardi. B., Alwi, I., dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI: 1862-5.


(58)

H, Herald., 2010. “Sepsis”. Dalam : Jurnal Anestesia & Critical Care. 2010. Available from : http : // indonesia. digitaljournals. Org / index. Php / majacc/ article/ view/ 163[access : 20 April 2015].

Hiew, T. M., et al., 1992. “Clinical Features and Haematological Indices of Bacterial Infection in Young Infants”. Singapore Medical Journal ;vol 33: hh 125-130.

Hotchkiss, R. S., et al., 1999. “Apoptotic Cell Death in Patients with Sepsis, Shock and Multiple Organ Dysfunction”.Crit Care Med27:1230-1251.

Irwan, Danny. 2012. “Profil Penderirta Sepsis Akibat Bakteri Penghasil Penderita

Sepsis Akibat Bakteri Penghasil ES BL”. J Peny Dalam, Vol. 13, No1.1. Juwono, R., dan Prayitno, A., 2003. Terapi Antibiotika, dalam Aslam, M., Tan,

C.K., Prayitno, A. (Editor), Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, hal. 321-331, Elex Media Komputindo.

LaRosa, S. P., 2010. ‘Sepsis’. In: Gordon, S., ed. Current Clinical Medicine. 2nd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 720-725.

Lokeshwar, M. R., et al,. 2005. “Immuno-Hematology of Neonatal Sepsis”. http.//pedblood.org/downloads/Hemolytic_Anemia/immunohematology%20o f%20neonatalsepsis.doc, diunduh pada 24 Mei 2015.

Martin, G. S., et al., 2003. TheEpidemiology of Sepsis in the United State. N Engl J. Med; 348:1546-155.

Moore, Laura J dan Federuck A. Moore. 2012. “Epidemiology of Sepsis in Surgical Patients”. Elsevier Inc. Surg Clin N Am, 92 (2012) 1425-1443. Opal, S. M. 2012. “Septicemia”.In: Ferri et al., ed. Ferri’s Clinical Advisor 2012:

5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier Mosby, 924-925.

Parafan M. A., and Ruiz G. O., 2004. Sepsis. New York; Springer Science + Business.

Philip, A. G. S., and Hewitt J. R., 1980. “Early Diagnosis of Neonatal Sepsis”. Pediatric;65:hh 1036-1041.


(59)

Shapiro, N. I., et al., 2010. “Sepsis Syndromes”. In: Marx et al., ed. Rosen’s

Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier, 1869-1879.

Shen, H. N., Lu, C. L., Yang, H. H., 2010. Epidemiologic Trend of Severe Sepsis in Taiwan from 1997 Through 2006. Chest Journal. 138 (2) : 298-304.

Subroto, Y. W., dan Loehoeri, S., 2002. ‘Profil pasien yang didiagnosis dengan sepsis’. Dalam : Berkala Ilmu Kedokteran, Vol 35. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Tannehill, D. 2012. “Treating Severe Sepsis & Septic Shock in 2012”. USA: Departement of Critical Core Medicine, Saint Louis University.

Vincent., et al., 2006. “Sepsis in European intensive care units: results of the SOAP study”. Crit Care Med;34(2):344-53.

Warren, John D., et al. 1994. “Dasar Biologi dan Klinis Penyakit Infeksi Edisi

Keempat”.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Pp:521.

WebMD., 2012. “Complete Blood Count (CBC)”. Available from : http://www.webmd.com/a-to-zguides/complete-blood-count-cbc. [Accessed : 26 April 2015]

Widodo, D., 2004. The Clinical, Laboratory, And Microbiological Profile Of Patients With Sepsis At The Internal Medicine Inpatient Unit Of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Jakarta. Med J Indones 13: 90-95.


(60)

Nama : Rizky Ivan Drinatha Damanik

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat, Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 17 Maret 1993

Warga Negara : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Abdul Hakim, Medan

Nomor Handphone : 085371007736

Alamat Email : rizkyivan30@yahoo.com

Orang Tua : Ayah : Samen Damanik,B.A

Ibu : Karonim Purba, Spd

Riwayat Pendidikan :

1. SD NEGERI NO 121308 (1999 - 2005) 2. SMP RK BINTANG TIMUR (2005- 2008) 3. SMA RK BUDI MULIA (2008 - 2011)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012 - sekarang)

Riwayat Pelatihan :

1. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology TBM FK USU 2013

2. Pengabdian Masyarakat KMK FK USU 2013


(1)

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Leukosit * JenisKelamin 61 100.0% 0 0.0% 61 100.0%

Report Leukosit

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 33818.7500 32 66123.36192

Perempuan 24413.7931 29 39119.12872

Total 29347.5410 61 54731.99736

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Trombosit * JenisKelamin 61 100.0% 0 0.0% 61 100.0%

Report Trombosit

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 248190.6250 32 159587.01208

Perempuan 317275.8621 29 174537.94032

Total 281034.4262 61 169070.74149

Rata-Rata Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit Berdasarkan Pengelompokan

Umur 61-75 Tahun

Case Processing Summary Cases


(2)

Report Hb

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 10.5350 20 2.71299

Perempuan 9.4222 9 2.88174

Total 10.1897 29 2.76436

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Leukosit * JenisKelamin 29 100.0% 0 0.0% 29 100.0%

Report Leukosit

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 24636.0500 20 19820.44565

Perempuan 15955.5556 9 5172.55041

Total 21942.1034 29 17056.51241

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Trombosit * JenisKelamin 29 100.0% 0 0.0% 29 100.0%

Report Trombosit

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 309550.0000 20 153965.64039

Perempuan 208111.1111 9 116676.30913


(3)

Rata-Rata Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit Berdasarkan Pengelompokan

Umur diatas 75 Tahun

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Hb * JenisKelamin 2 100.0% 0 0.0% 2 100.0%

Report Hb

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 7.2000 1 .

Perempuan 12.5000 1 .

Total 9.8500 2 3.74767

Case Processing Summary Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Leukosit * JenisKelamin 2 100.0% 0 0.0% 2 100.0%

Report Leukosit

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 20400.0000 1 .

Perempuan 7300.0000 1 .

Total 13850.0000 2 9263.09883

Case Processing Summary Cases


(4)

Report Trombosit

JenisKelamin Mean N Std. Deviation

Laki-Laki 103000.0000 1 .

Perempuan 188000.0000 1 .


(5)

(6)