BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepsis  adalah  suatu  sindroma  klinik  yang  terjadi  sebagai  manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap
rangsangan produk mikroorganisme. Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks  antara  mikroorganisme  penyebab  infeksi,  imun  tubuh,  inflamasi,  dan
respon koagulasi Hotchkiss et al., 1999. Prevalensi  penyakit  infeksi  memiliki  kecenderungan  yang  masih  cukup
tinggi  meskipun  terapi  pengobatan  dan  pencegahan  terhadap  kejadian  infeksi semakin berkembang. Antibiotik sebagai terapi infeksi merupakan salah satu obat
yang  hingga  saat  ini  paling  banyak  diresepkan  dan  diperkiraan  sepertiga  pasien rawat inap mendapat antibiotik dengan biaya mencapai 50 dari anggaran untuk
obat di rumah sakit Juwono dan Prayitno, 2003.
Sepsis  pada  penderita  dapat  menyebabkan  beberapa  perubahan  pada  sel- sel  darah  seperti  eritrosit,  leukosit  serta  trombosit.  Perubahan  tersebut  dapat
berupa  morfologi  maupun  jumlahnya  dan  perubahan-perubahan  tersebut  dapat dilihat  atau  dibaca  melalui  pembacaan  sediaan  apus  darah  tepi  Hery  Budhiarso,
2000.
Berbagai  penanda  diagnosis  sepsis  telah  dikembangkan  untuk  membantu diagnosis.  Penanda  diagnosis  sepsis  yang  ideal  harus  memiliki  spesifisitas  dan
sensitivitas  tinggi,  cepat,  mudah  dikerjakan,  dan  murah  serta  berkorelasi  dengan derajat keparahan dan prognosis. Pemeriksaan hematologi darah lengkap adalah
tes  hematologi  khusus  yang  digunakan  untuk  membantu  menegakkan  diagnosis, menunjang  diagnosis,  membantu  diagnosis  banding,  memantau  perjalanan
penyakit,  menilai  beratnya  sakit,  dan  menentukan  prognosis.  Selain  dengan pembacaan apus darah tepi, kultur bakteri juga perlu untuk kita laksanakan. Kultur
bakteri  sebagai  acuan  standar  diagnosis  sepsis  akibat  bakteri  memerlukan  waktu 2-3 hari. Diagnosis cepat  sepsis secara laboratorium  berupa ;  C-reactive  protein,
Universitas Sumatera Utara
laju  endap  darah,  hapusan  buffy-coat,  dan  immaturetotal  neutrophil  ratio  IT rasioPhilip  Hewitt, 1980; Brook, 2008.
Sepsis  menyebabkan  berbagai  kelainan  pada  lini  eritrosit,  antara  lain gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia serta peningkatan hemoglobin
bebas  akibat  peningkatan  destruksi  sel  eritrosit.  Keempat  gangguan  ini  dapat menyebabkan  gangguan  sirkulasi,  yang  pada  akhirnya  akan  memperberat
disfungsi  organ  yang  terjadi.  Anemia  merupakan  salah  satu  yang  penyakit  yang sering  dijumpai  pada  penderta  sepsis.  Hal  ini  dapat  disebabkan  oleh  beberapa
faktor  seperti  pelepasan  mediator  inflamasi  seperti  IL-1  dan  TNF  akan  menekan produksi eritropoetin di ginjal serta bakteri penyebab sepsis memerlukan zat besi
untuk bereplikasi sehingga terjadi penurunan kadar serum yang dibutuhkan untuk
produksi eritrositHery Budhiarso, 2000.
Menurut Lin et al 2006 dalam David Tannehill 2012,  salah satu tanda sepsis  adalah  jumlah  leukosit  yang  abnormal  yaitu    3.500ul  atau    12.000ul.
Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa tanda-tanda infeksi secara sederhana  dapat  diamati  dari  penilain  terhadap  kondisi  klinis  pasien,  dari
temperatur tubuh  37°C dan jumlah leukosit 10 ribuμl Dipiro, 2005.
Keterlibatan  trombosit  dalam  patofisiologi  sepsis  sebagai  petanda  yang sering  dijumpai  adalah  trombositopenia.  Pada  sepsis  dapat  terjadi  aktivasi
trombosit  secara  langsung  oleh  endotoksin  atau  sitokin  proinflamasi.  Trombosit juga  dapat  teraktivasi  oleh  faktor  koagulasi  seperti  trombin,  aktivasi  ini  terjadi
akibat  sekresi  protein  proinflamasi  dan  growth  factors  yang  berkontribusi  pada
proses inflamasi. Komponen permukaan dinding sel dari organisme Gram negatif
endotoksin  dan  Gram  positif  Peptidoglycans  dari  Staphylococcus  aureus dapat  memicu  terjadinya  disseminated  intravascular  coagulation,  kemudian
mengkonsumsi  platelet  yang  mengakibatkan  trombositopenia.  Pada  sepsis  berat endotel mikrovaskuler dapat mengalami kerusakan oleh berbagai faktor, termasuk
perfusi  jaringan  yang  buruk,  hipoksia,  dan  asidosis.  Hal  ini  menyebabkan perlekatan trombosit pada kolagen, peningkatan aktivasi, agregasi, dan konsumsi
trombosit.  Sehingga  pada  sepsis  rangkaian  interaksi  yang  kompleks  tersebut seringkali  pada  akhirnya  meningkatkan  terjadinya  trombositopenia.  Oleh  karena
Universitas Sumatera Utara
itu,  trombositopenia  seringkali  dikaitkan  dengan  lama  waktu  rawat  inap  di  ICU, beratnya penyakit, sepsis, dan gangguan fungsi organ Marco et al., 2004.
Berdasarkan  hasil  penelitian  Jean-Louis  Vincent  et  al  tentang  Sepsis  in European  Intensive  Care  Units,  dari  jumlah  pasien  total  sebesar  3.147  pasien  di
ICU  dari  berbagai  negara  di  Eropa,  didapatkan  pasien  sepsis  sejumlah  37 1177,  sepsis  berat  sejumlah  30  930,  dan  syok  septik  sejumlah  15  462.
Data  ini  menunjukkan  bahwa  lebih  dari  sepertiga  pasien  yang  dirawat  di  ICU adalah  pasien  sepsis.  Angka  kematian  pasien  sepsis  di  ICU  cukup  tinggi  yaitu
27 313 dibandingkan persentase kematian nonsepsis yaitu sebesar 14  270. Berdasarkan  penelitian  epidemiologi,  Martin  et  al  2003,  menunjukkan
bahwa di Amerika Serikat tahun 1979 sampai tahun 2000 dilaporkan 10.319.418 kasus sepsis atau meningkat sekitar 13,7 per tahun dimana 164.072 kasus pada
tahun 1979. Usia rata-rata pasien wanita 62,1 tahun dan pria 56,9 tahun. Angka  kejadian  sepsis  di  negara  berkembang  cukup  tinggi  yaitu  1,8
sampai  18  per  1000  kelahiran  hidup  dengan  angka  kematian  sebesar  12  sampai 68, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000
kelahiran  hidup  dengan  angka  kematian  10,3.  Sedangkan  data  angka  kejadian sepsis  di  Indonesia  masih  tinggi  8,7  sampai  30,29  dengan  angka  kematian
11,56  sampai  49,9.  Berdasarkan  perkiraan  World  Health  Organization WHO  terdapat  10  juta  kematian  neonatus  setiap  tahun  dari  130  juta  bayi  yang
lahir setiap tahunnya. Beberapa  penelitian  sebelumnya  juga  berpendapat  hampir  sama.  Angka
kematian akibat sepsis berkisar antara 12-90 diseluruh dunia Hiew et al., 1992; Lokeshwar  et  al.,  2005.  Kejadian  sepsis  di  Indonesia  berkisar  antara  1,5-3,72
pada beberapa rumah sakit rujukan di Indonesia seperti RS Cipto Mangunkusumo,
sedangkan angka kematian berkisar antara 37,09-80 Aulia et al., 2003.
Berdasarkan  uraian  diatas,  penulis  tertarik  untuk  melakukan  penelitian tentang  gambaran  hematologi  pada  pasien  sepsis  di  RSUP  H.  Adam  Malik
terutama melalui pemeriksaan hitung darah lengkap yang terdiri dari hemoglobin, leukosit,  dan  trombosit.  Sehingga  diharapkan  sepsis  dapat  diketahui  lebih  dini
Universitas Sumatera Utara
sehingga penanganan akurat dapat diberikan sedini mungkin agar angka mortalitas serta morbiditasnya dapat diturunkan.
1.2 Rumusan Masalah