sehingga penanganan akurat dapat diberikan sedini mungkin agar angka mortalitas serta morbiditasnya dapat diturunkan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran hematologi pada pasien sepsis yang dirawat di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran hematologi pada pasien sepsis yang dirawat
di bagian penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014. 1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan umur. 2. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan jenis kelamin.
3. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan pekerjaan. 4. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan pendidikan.
5. Untuk mengetahui persentase kejadian sepsis di RSUP H. Adam Malik tahun 2014.
6. Untuk mengetahui kondisi akhir pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik tahun 2014.
7. Untuk mengetahui distribusi pasien sepsis berdasarkan penyakit penyerta.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain : 1. Bagi Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini merupakan alat untuk melatih kemampuan meneliti, menambah pengalaman dan sebagai bahan untuk menerapkan ilmu semasa
kuliah khususnya dalam metodologi penelitian serta merupakan salah satu syarat menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Di Bidang Pengembangan Penelitian Memberikan masukan data bagi para peneliti lain apabila ingin
memperdalam topik hematologi khususnya pada penderita sepsis. 3. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Memberikan tambahan informasi terbaru guna menambah informasi yang telah ada sebelumnya serta menunjang kegiatan penelitian yang akan
dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepsis
2.1.1 Definisi
Infeksi adalah istilah untuk menamakan keberadaan berbagai kuman yang masuk kedalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan
kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas sehingga timbullah reaksi inflamasi. Manifestasi klinis yang berupa inflamasi
sistemik disebut Systemic Inflammation Respons Syndrome SIRS. Sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi
Guntur, 2008. Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui ditentukan
dengan biakan positif terhadap organism dari tempat tersebut. Definisi lain menyebutkan bahwa sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi
berdasarkan adanya SIRS ditambah dengan adanya infeksi yang dibuktikan atau dengan suspek infeksi secara klinis. Berdasarkan Bone et al., SIRS adalah pasien
yang memiliki dua atau lebih kriteria : 1. Suhu 38°C atau 36°C
2. Denyut jantung 90 denyutmenit 3. Respirasi 20menit atau PaCO
2
32 mmHg 4. Hitung leukosit 12.000mm
3
atau 10 sel imatur Menurut Guntur 2008, meskipun SIRS, sepsis, dan syok sepsis biasanya
berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau
hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi: 1. Asidosis laktat
2. Oliguria 3. Atau perubahan akut pada status mental
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan konferensi internasional tahun 2011, ada beberapa tambahan untuk diagnostik baru untuk sepsis. Bagian terpenting adalah dengan memasukkan
petanda biomolekuler yaitu Precalsitonin PCT dan C-Reactive Protein CRP, sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama adalah
implementasi dari suatu system tingkatan Predisposition, insult infection, Response, and Organ disfunction PIRO untuk menentukan pengobatan secara
maksimum berdasarkan karakteristik pasien dengan stratifikasi gejala dan risiko yang individual Priyantoro, Lardo, dan Yuniadi, 2010.
Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standarisasi terminologi. Pada bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus yang dihasilkan American
College of Chest PhysiciansSociety of Critical Care Medicine beberapa pengertian tersebut di bawah ini:
1. Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme yang secara normal pada jaringan tersebut seharusnya steril.
2. Systemic Inflammatory Response Syndrome sindroma reaksi inflamasi sistemik = SIRS, merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat
dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau Multiple Organ Dysfunction MOD dengan
tanda klinis: 1 Temperatur 38,3°C atau 35,6°C
2 Denyut jantung 90 kalimenit 3 Jumlah nafas 20 kalimenit atau PaCO
2
32 torr 4,3 kPa 4 Hitung leukosit 12.000 selmm
3
atau 4.000 sel mm
3
atau ditemukan 1 sel imatur.
3. Sepsis, SIRS yang disebabkan oleh infeksi. 4. Sepsis berat severe sepsis, sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan
hipotensi tekanan sistolik 90 mmHg atau terjadi penurunan 40 mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan
darah yang lain. Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis laktat, oligouria, atau perubahan akut status mental.
Universitas Sumatera Utara
5. Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.
6. Multiple Organ Dysfunction Syndrome MODS. Adanya gangguan fungsi
organ seperti hemostasis yang tidak dapat dipertahankan tanpa resusitasi. 2.1.2 Epidemiologi
Di Indonesia untuk mengetahui tingkat penyebaran dari penyakit sepsis ini maka data yang digunakan adalah data yang di peroleh di rumah sakit Sutomo
adalah penderita yang jatuh dalam keadaan sepsis berat sebesar 27,08 , syok septik sebesar 14,58 , sedangkan 58,33 sisanya hanya jatuh dalam keadaan
sepsis Irawan dkk, 2012. Pada penelitian epidemiologi di Amerika Serikat dari tahun 1979 sampai tahun 2000 berturut-turut sebesar data yang diperoleh adalah
27,8 1979-1984 dan 17,95 1985-2000. Dari tahun 1979-2000 dimana didapatkan usia rata-rata penderita wanita 62,1 tahun dan 56,9 tahun pada laki-
laki. Dimana didapatkan laki-laki lebih banyak menderita sepsis dibanding dengan wanita dengan mean annual relative risk sebesar 1,28 Irawan dkk, 2012.
Pada tahun 1990 Centers for Disease Control CDC memberikan suatu laporan mengetahui epidemiologis sepsis. Dalam penelitian ini kejadian sepsis
meningkat dari 73,6 per 100.000 orang pada tahun 1979 menjadi 175,9 per 100.000 orang pada tahun 1989. Angka kematian pada pasien sepsis telah berkisar
dari 25 sampai 80 lebih pada beberapa dekade terakhir. Meskipun angka kematian mungkin lebih rendah di akhir tahun, sepsis jelas masih kondisi yang
sangat serius Moore dan Moore, 2012.
2.1.3 Etiologi
Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri Gram negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain,
Gram positif, jamur, virus bahkan parasit. Timbulnya syok septik dan Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS sangat penting pada bakteriemia Gram
negatif. Syok terjadi pada 20-35 penderita bakteriemia Gram negatif John,
1994.
Universitas Sumatera Utara
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri Gram - dengan presentase 60 sampai 70 kasus, yang menghasilkan produk dapat menstimulasi sel imun.
Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida LPS. LPS atau
endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif. Lipopolisakarida merangsang peradangan jaringan,
demam, dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dan LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Sthaphylococci,
Pneumococci, Streptococci, dan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20-40 dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur
oportunistik, virus dengue dan herpes atau protozoa Falciparum malariae dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang Guntur, 2008. Pada
sepsis sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis adalah limfosit, hilangnya limfosit ini akan menurunkan survival sepsis Chung et al.,
2003; Hotchkiss et al., 1999. 2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologis
Sepsis merupakan respon inflamasi sitemik yang berat terhadap infeksi yang mengakibatkan suatu spektrum klinis dan penemuan patologis tertentu.
Patofisiologinya sangat kompleks. Infeksi organisme akan melepaskan toksin mikrobial yang dapat merangsang pelepasan suatu kompleks cascade untuk
menimbulkan respon inflamasi sistemik. Untuk bakteri Gram negatif endotoksin dari bakteri merupakan suatu stimulus sedangkan berbagai penyebab lain seperti
bakteri gram positif, jamur akan mengeluarkan eksotoksin. Toksin dan inisiator ini secara langsung maupun tidak berperan untuk mengaktivasi sistem kekebalan
humoral dan seluler serta mengeluarkan beberapa mediator inflamasi.Hery
Budhiarso, 2000.
Respon pertama dari bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida LPS suatu endotoksin yang dilepaskan dari dinding sel sewaktu
lisis. Sebagai respon terhadap LPS terjadi aktifasi sel imun non spesifik yang didominasi dengan sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein pengikat
Universitas Sumatera Utara
LPS saat disirkulasi. Kompleks LPS berintegrasi dengan kelompok molekul yang disebut toll like reseptor TLR. Respon TLR menterjemahkan sinyal kedalam sel
dan terjadi aktivasi regulasi protein Nuclear Factor kappa BetaNFkB.Hery
Budhiarso, 2000.
Organisme Gram positif, jamur, dan virus memulai respon inflamasi dengan pelepasan eksotoksin dan komponen antigen sel. Eksotoksin bakteri Gram
positif juga dapat merangsang proses yang sama. Molekul TLR 2 leukosit berperan terhadap pengenalan bakteri Gram positif dan TLR 4 untuk pengenalan
endotoksin Gram negatif. Kemudian reseptor TLR menerjemahkan sinyal dalam sel dan terjadi aktivasi regulasi protein NFkB. NFkB mengontrol ekspresi
sitokin inflamasi dari masing-masing gen. Kadar NFkB yang tinggi pada pasien sepsis dikaitkan dengan keluaran yang buruk. Setelah pengenalan ikatan tersebut
akan terjadi aktivasi produksi sitokin.Hery Budhiarso, 2000.
Sitokin proinflamasi primer yang di produksi adalah Tumor Necrosis Factor TNF alfa, interleukin IL 1 beta, 6, 8, 12, dan interferon IFN gamma.
Urutan klasik munculnya sitokin adalah TNF alfa diikuti oleh IL-1 beta, IL-6 dan IL-8. Sitokin-sitokin ini disebut proinflamasi atau sitokin alarm karena muncul
pertama kali. TNF alfa dan IL-1 beta banyak diproduksi oleh sel mononuclear, muncul disirkulasi dalam 1 jam, dan dianggap sebagai mediator sentral pada
sepsis. TNF alfa dan IL-1 beta menyebabkan peningkatan sintesis satu sama lain dan merangsang produksi IL-6 dan IL-8. Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai
kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin.Hery Budhiarso, 2000.
Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung ataupun tidak melalui sekunder nitrit oxide, tromboksan, leukotrien, Platelet Activating
Factor PAF, dan prostaglandin. Mediator proinflamasi ini mengaktivasi berbagi tipe sel mulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel.Hery
Budhiarso, 2000.
TNF alfa dan IL-1 beta dapat merangsang ekspresi molekul adesi, dan menyebabkan pelepasan faktor jaringan, sehingga terjadi aktifasi sistem
koagulasi, desposisi fibrin, dan DIC. IL-6 merangsang produksi protein fase akut dari hati termasuk C- reactive protein, fibrinogen dan anti protease mayor dan
Universitas Sumatera Utara
berperan menghambat produksi TNF alfa dan IL-1 beta. IL-6 yang beredar dalam konsentrasi tinggi dihubungkan dengan keluaran sepsis yang buruk. Aktivasi IL-8
dapat menyebabkan disfungsi paru melalui aktifasi neutrofil yang bergerak menuju jaringan paru. Kerusakan kapiler alveolar menyebabkan meningkatnya
permeabilitas darah paru dan menimbulkan edema paru.Hery Budhiarso, 2000.
Mediator inflamasi primer mengaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel endotel, aktivasi trombosit, metabolisme asam arakidonat, dan mengaktivasi sel T
untuk memproduksi IFN gamma, IL-2, IL-4, dan Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor GMCSF . Agen lain sebagai bagian kaskade sepsis
adalah molekul adhesi, kinin, thrombin, myocardial depressan substance, beta endorphin, dan beta shock protein. Molekul adhesi dan thrombin dapat
membantu kerusakan endotel sedangkan IL-4, IL-8, dan heat shock protein dapat melindungi terhadap kerusakan. Sel endotel yang cidera dapat menyebabkan
granulosit dan konstituen plasma memasuki jaringan infalamsi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Inflamasi sel endotel menyebabkan vasodilatasi
melalui kerja NO pada otot polos pembuluh darah. Hipotensi berat terjadi akibat produksi NO yang berlebihan serta pelepasan vasokatif seperti bradikinin,
serotonin, dan ekstarvasasi cairan ke ruang interstisial akibat kerusakan
endotel.Hery Budhiarso, 2000.
Respon inflamasi sebenarnya bertujuan meningkatkan respon imun untuk mengeliminasi mikroorganisme. Jika eliminasi tersebut tidak berhasil maka
inflamasi dapat meluas dan berlebihan sehingga terjadi kerusakan jaringan, gangguan mekanisme koagulasi, dan lain-lain. Sebagai respon terhadap mediator
proinlamasi, terjadi produksi sitokin anti inflamasi. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara proinflamasi dan anti inflamasi. Beberapa sitokin
anti inflamasi IL-4, IL-10, dan IL-13 menghambat produksi sitokin dari leukosit. IL-4 dan IL-10 dapat menghentikan produksi monosit yaitu TNF alfa, IL-1, IL-6
dan IL-8. IL-1 reseptor antagonis merupakan sitokin antagonis terlarut, menghambat aktifitas IL-1 dengan mengikat reseptor IL-1. Reseptor TNF terlarut
merupakan reseptor yang terdapat disirkulasi, terikat erat pada sel pejamu dan berperan sebagai antagonis TNF. Pemberian IL-10 juga melemahkan produksi
Universitas Sumatera Utara
TNF alfa dan menurunkan kematian sedangkan anti IL-10 dihubungkan dengan kematian yang meningkat dengan hewan yang terkena sepsis. Hubungan berbagai
mediator inflamasi tersebut juga berperan dalam patogensisi sepsis. Efek yang terjadi yaitu respon inflamasi sistemik yang memerlukan penanganan intensif.
Bila tidak dapat teratasi dengan baik akan menimbulkan kegagalan multi organ
serta dapat menyebabkan kematian pada pasien sepsis.Hery Budhiarso, 2000. 2.1.5 Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai sindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi Shapiro et al., 2010.
2.1.5.1 Gejala Klinis
Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda- tanda sepsis non spesifik meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif
seperti lelah, malaise, gelisah dan kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non
infeksi. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan
determinan penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada pasien usia lanjut, penderita
diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pesien dengan granulosiopenia. Yang sering diikuti oleh MODS Multi Organ Disfunction Syndrome sampai dengan
terjadinya shock sepsis. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi Guntur, 2008:
1. Sindroma distress pernafasan ALI tampak pada 60-70 pasien dengan severe sepsis. Hal ini ditandai
dengan adanya infiltrat paru pada rontgen tanpa adanya gagal jantung kiri PaWP 18 mmHg. Adanya kegagalan dalam pertukaran gas paru yang
ditandai rasio PaO2FiO2 300 untuk ALI atau 200 untuk ARDS. Tingkat keparahan ALIARDS menentukan ventilasi mekanik. Ventilasi
Universitas Sumatera Utara
mekanik akan memulihkan pertukaran gas paru dan mengurangi kebutuhan metabolik. Efek merugikan sebaiknya dihindarkan dengan
Protective Ventilatory Strategies. 2. Koagulasi intravaskuler
Penurunan sel darah merah tanpa adanya perdarahan dan penurunan trombosit 100.000mm
3
sering ditemukan. Sepsis menambah koagulasi dan menurunkan fibrinolisis. Endogenous activated Protein C yang
mencegah trombosis mikrovaskular juga turun selama sepsis. Ketika terjadi penyumbatan pembuluh darah kecil dapat terjadi gangguan
mikrosirkulasi yang akan menyebabkan disokia jaringan. Dalam sepsis berat, pemberian rhAPC dapat membantu memperbaiki gangguan
koagulasi. 3. Gagal ginjal akut
Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi dengan produksi urin yang normal maupun berkurang. Peningkatan kreatinin 0,3 mgdl dari nilai
sebelumnya atau peningkatan 50 atau oliguri 0,5 cckgbbjam lebih dari 6 jam menandakan gangguan ginjal akut dan dapat mempengaruhi
keluaran yang buruk. 4. Perdarahan usus
Iskemia splanchnic dan asidosis intramukosa terjadi selama sepsis. Tanda klinis mencakup perubahan fungsi otot halus usus dan terjadi diare.
Perdarahan GIT disebabkan stress ulcer gastritis akut yang juga manifestasi sepsis. Monitoring pH intramukosa lambung digunakan untuk
mengenali dan petunjuk terapi resusitasi. Peningkatan pCO
2
intraluminal dikaitkan dengan adanya iskemia jaringan dan asidosis mukosa.
5. Gagal hati Gangguan hati ditandai dengan adanya hepatomegali dan total bilirubin
2mgdl. Adanya peningkatan bilirubin terkonjugasi dan peningkatan GGT sering terjadi.
Universitas Sumatera Utara
6. Disfungsi sistem saraf Jika sumber infeksi diluar CNS, gangguan neurologik dapat dianggap
sebagai ensefalopati septik. Beberapa kondisi lainnya dapat menambah efek sekunder seperti hipoksemia, gangguan metabolik, elektrolit, dan
hipoperfusi serebral selama keadaan syok. Gejal dapat bervariasi mulai dari agitasi, bingung, delirium, dan koma. Walaupun tidak terlihat defisit
neurologi tetapi dapat terjadi mioklonus dan kejang. Gangguan CNS berat memerlukan proteksi jalan napas dan support ventilasi.
7. Gagal jantung 8. Kematian
2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis. Pada tabel dibawah
dijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada penderita sepsis.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Indikator Laboratorium Penderita Sepsis Pemeriksaan
Laboratorium Temuan
Uraian
Hitung Leukosit
Leukositosis atau
leucopenia Endotoksemia menyebabkan leucopenia
Hitung Trombosit
Trombositosis atau trombositopenia
Peningkatan jumlah
di awal
menunjukkan respon akut dan penurunan jumlah menunjukkan DIC
Kaskade Koagulasi
Defisiensi protein C, defisiensi
antitrombin, defisiensi D-dimer,
pemanjangan PT, PTT
Abnormalitas dapat diamati sebelum kegagalan organ dan tanpa pendarahan
Kreatinin Peningkatan
kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat As.laktat
4 mmolL 36mgdl
Hipoksia jaringan
Enzim hati Peningkatan
alkaline phosphatase, AST,
ALT, bilirubin Gagal hepatoselular akut disebabkan
hipoperfusi
Serum fosfat Hipofosfatemia
Berhubungan dengan
level cytokin
proinflammatory C-reaktif
protein CRP Meningkat
Respon fase akut
Procalcitonin Meningkat
Membedakan SIRS dengan atau tanpa infeksi
Sumber:LaRosa, 2010
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi
primer Opal, 2012.
2.1.6 Penatalaksanaan
Surviving Sepsis Campaign SSC adalah prakarsa global yang terdiri dari organisasi internasional dengan tujuan membuat pedoman yang terperinci
berdasarkan evidence-based dan rekomendasi untuk penanganan Severe sepsis dan syok septik. Penanganan berdasarkan SSC Herald H, 2010 :
1. Sepsis Resuscitation Bundle initial 6 h Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam setelah
pasien didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi sebelum pasien masuk di ICU. Identifikasi awal dan resusitasi yang
menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam pertama “Golden hours” merupakan kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi
segera diberikan bila terjadi hipotensi atau peningkatan serum laktat 4 mmoll. Resusitasi awal tidak hanya stabilisasi hemodinamik tetapi juga
mencakup pemberian antibiotik empirik dan mengendalikan penyebab infeksi.
1 Resusitasi Hemodinamik Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila terapi cairan
tidak dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap meningkat maka dapat diberikan vasopressor. Target terapi CVP 8-12
mmHg, MAP ≥ 65 mmHg, produksi urin ≥ 0,5 cckgjam, oksigen saturasi vena kava superior
≥ 70 atau saturasi mixed vein ≥ 65.
2 Terapi inotropik dan Pemberian PRC Jika saturasi vena sentral 70 pemberian infuse cairan danatau
pemberian PRC da pat dipertimbangkan. Hematokrit ≥ 30 diinginkan
untuk menjamin pengiriman oksigen. Meningkatkan cardiac index dengan pemberian
dobutamin sampai
maksimum 20
ugkgm dapat
dipertimbangkan.
Universitas Sumatera Utara
3 Terapi Antibiotik Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal. Pemberian
antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat bukti bahwa pemberian antibiotik yang adekuat dalam jam pertama resusitasi
mempunyai korelasi dengan mortalitas.
4 Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab
infeksi dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat yang potensial
terjadi infeksi. 2.
Sepsis Management Bundle 24 h bundle
1 Steroid Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon terhadap
hemodinamik pada pasien syok septik. Hidrokortison intravena dosis rendah 300 mghari dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik
dengan hipotensi yang tidak respon terhadap resusitasi cairan dan vasopresor.
2 Ventilasi Mekanik Lung Protective Strategies untuk pasien dengan ALIARDS yang
menggunakan ventilasi mekanik sudah diterima secara luas. Volume tidal rendah 6 cckg dan batas plateau pressure
≤ 30 cmH
2
O diinginkan pada pasien dengan ALIARDS. Pola pernapasan ini dapat meningkatkan
PaCO
2
atau hiperkapnia permisif. Pemberian PEEP secara titrasi dapat dicoba untuk mencapai sistem pernapasan yang optimal.
3 Kontrol Gula Darah Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di ICU
dengan menggunakan terapi insulin intensif. Peneliti menemukan target GD 180 mgdl menurunkan mortalitas daripada target antara 80-108
mgdl. Banyaknya episode hipoglikemia ditemukan pada kontrol GD yang ketat. Rekomendasi SSC adalah mempertahankan gula darah 150 mgdl.
4 Recombinant human-Activated Protein C rhAPC
Universitas Sumatera Utara
Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko kematian yang rendah atau pada anak- anak. SSC merekomendasikan pemberian
rhAPC pada pasien dengan risiko kematian tinggi APACHE II ≥ 25 atau
gagal organ multipel. 5 Pemberian Produk darah
Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0 gdl. Direkomendasikan target Hb antara 7-9 gdl pada pasien sepsis dewasa.
Tidak menggunakan FFP untuk memperbaiki hasil laboratorium dengan masa pembekuan yang abnormal kecuali ditemukan adanya perdarahan
atau direncanakan prosedur invasif. Pemberian trombosit dilakukan bila hitung trombosit 5.000mm
3
tanpa memperhatikan perdarahan.
2.1.7 Prognosis
Dokter harus mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit pada pasien dengan infeksi dan memulai resusitasi agresif bagi pasien dengan potensi tinggi
untuk menjadi kritis. Meskipun pasien telah memenuhi kriteria SIRS, ini sendiri hanya mampu memberikan sedikit prediksi dalam menentukan tingkat keparahan
penyakit dan mortalitas. Angka Mortalitas di Emergency Department Sepsis MEDS telah membuat skor sebagai metode untuk mengelompokkan resiko
mortalitas pasien dengan sepsis. Skor total dapat digunakan untuk menilai risiko kematian. Jadi, semakin besar jumlah faktor risiko semakin besar kemungkinan
pasien meninggal selama di ICUUPI Shapiro et al., 2010.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis MEDS Faktor Risiko
Skor MEDS
Penyakit terminal kemungkinan kematian dalam 30 hari
6 poin Takipnea dan hipoksia
3 poin Syok Sepsis
3 poin Trombosit 150.000mm3
3 poin Bands 5
3 poin Umur 65 tahun
3 poin Pneumoniae
2 poin Pasien panti jompo
2 poin Perubahan status mental
2 poin
Risiko Kematian Total skor MEDS dari kematian akibat sepsis
Sangat rendah 0-4 1,1
Rendah 5-7 4,4
Sedang 8-12 9,3
Tinggi 13-15 16,1
Sangat tinggi 15 39
Sumber: Shapiro et al., 2010
2.1.8 Pemeriksaan Hematologi
Hitung darah lengkap atau pemeriksaan Complete Blood Count CBC berguna untuk memberikan informasi penting tentang jenis dan jumlah sel dalam
darah, sel darah putih, dan trombosit. Pemeriksaan darah lengkap juga membantu seorang dokter untuk memeriksa gejala, seperti kelemahan, kelelahan, atau
memar, yang mungkin dimiliki pasien. Pemeriksaan darah lengkap juga membantu untuk mendiagnosa suatu penyakit, seperti anemia, infeksi, dan
gangguan lainnya WebMd, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan darah lengkap biasanya terdiri dari: a. Sel darah putih leukosit.
Sel darah putih melindungi tubuh terhadap infeksi. Jika infeksi terjadi, sel darah putih menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, atau organisme lain yang
menyebabkan itu. Sel darah putih yang lebih besar dari sel darah merah namun jumlahnya lebih sedikit. Ketika seseorang memiliki infeksi bakteri, jumlah sel
darah putih meningkat sangat cepat. Jumlah sel darah putih kadang-kadang digunakan untuk menemukan infeksi atau untuk melihat bagaimana tubuh yang
berhadapan dengan pengobatan kanker WebMd, 2012.
Tabel 2.3 Kadar Normal Leukosit Kategori
Kadar
Pria dan wanita yang tidak hamil 5.000-10.000 WBCsmm
3
Sumber : WebMd, 2012 b. Hemoglobin
Molekul hemoglobin berada didalam sel darah merah. Hemoglobin membawa oksigen dan memberikan sel darah warna merah. Tes hemoglobin mengukur
jumlah hemoglobin dalam darah dan merupakan ukuran sebagai fungsi dari kemampuan darah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh WebMd, 2012.
Tabel 2.4 Kadar Normal Hemoglobin Kategori
Kadar
Pria 14-17.4 gdl
Wanita 12-16 gdl
Anak 9.5-20.5 gdl
Bayi 14.5-24.5 gdl
Sumber : WebMd, 2012 c. Trombosit platelet
Platelet trombosit adalah tipe terkecil dari sel darah. Mereka bertugas dalam pembekuan darah. Bila pendarahan terjadi, trombosit bertambah, mengumpul dan
membentuk sebuah plak lengket yang membantu menghentikan pendarahan. Jika
Universitas Sumatera Utara
ada terlalu sedikit trombosit, perdarahan yang tidak terkontrol mungkin menjadi masalah. Jika ada terlalu banyak trombosit, ada kemungkinan gumpalan darah
terbentuk di pembuluh darah WebMd, 2012.
Tabel 2.5 Kadar Normal Trombosit Kategori
Kadar
Dewasa 140.000-400.000 plateletmm
3
Anak 150.000-450.000 plateletmm
3
Sumber : WebMd, 2012
2.1.9 Gambaran Hematologi Penyakit Sepsis
Sistem hematologi memegang peranan penting dalam penghantaran oksigen, pembuangan karbondioksida, hemostasis, dan pertahanan diri terhadap
patogen. Gangguan pada sistem hematologi pada sepsis sering dihubungkan dengan terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pasien sepsis. Sistem
hematologi yang terlibat dapat meliputi berbagai komponen sel darah dan protein koagulasi. Salah satu yang banyak diteliti adalah gangguan pada lini sel darah
merah eritrosit. Sepsis menyebabkan berbagai kelainan pada lini eritrosit, antara lain gangguan deformabilitas, agregasi eritrosit, anemia, serta peningkatan
hemoglobin bebas akibat peningkatan destruksi sel eritrosit. Keempat gangguan ini dapat menyebabkan gangguan sirkulasi, yang pada akhirnya akan memperberat
disfungsi organ yang terjadi Goyette et al., 2004. Eritrosit memiliki kemampuan deformabilitas, yaitu kemampuan untuk
berubah bentuk dan kembali ke bentuk semula tanpa terjadi ruptur pada situasi
tertentu. Deformabilitas ini memegang peranan penting bagi sel darah merah
dalam menjalankan fungsinya untuk menghantarkan oksigen hingga sirkulasi mikrovaskular. Kemampuan ini dikarenakan oleh bentuk eritrosit dan adanya
komponen elastik pada struktur korteks membran eritrosit. Penurunan deformabilitas pada sepsis akan meningkatkan waktu pengaliran darah, terutama
mikrosirkulasi, sehingga berpengaruh negatif terhadap penghantaran oksigen ke jaringan dan dapat memperberat disfungsi organ yang terjadi. Pada sepsis dapat
terjadi agregasi eritrosit, namun patofisiologi yang pasti belum diketahui. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
dapat terlihat melalui peningkatan laju endap darah. Kelainan pada membran sel eritrosit juga dapat mengakibatkan peningkatan penghancuran sel Goyette et al.,
2004. Bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, maka kadar hemoglobin
bebas akan meningkat. Anemia pada penderita dengan sepsis berat bisa terjadi akibat pendarahan. Dalam kebanyakan kasus, pada pasien sepsis didiagnosis
sumber kehilangan darah yang jelas. Sumber anemia mungkin kurang jelas pada pasien yang menjadi septik akibat trauma besar dengan perdarahan langsung ke
dalam jaringan lunak dalam hal ini seperti perdarahan retroperitoneum. Sepsis dapat memicu DIC dengan hemolisis karena fragmentasi sel darah merah. Sekitar
25 pasien dengan DIC akan memiliki bukti klinis hemolisis mikroangiopati diwujudkan oleh adanya schistocytes pada apusan darah tepi mereka Goyette et
al., 2004. Perubahan leukosit yang umum pada pasien dengan sepsis berat.
Leukositosis netrofilik adalah manifestasi umum dari sepsis. Neutropenia pada penderita sepsis merupakan hasil dari penipisan prekursor granulosit sumsum
tulang, sebuah granulositik atau perpindahan leukosit ke dalam fokus yang terinfeksi dalam jumlah yang melebihi kemampuan sumsum tulang untuk
menggantikan mereka secara tepat waktu. Pada pasien dewasa yang mengalami sepsis berat lebih sedikit yang mengalami hal ini daripada pasien anak Goyette et
al., 2004. Trombositopenia adalah gejala yang sering terjadi pada penyakit kritis,
umumnya digunakan dalam uji klinis terapi sepsis berat sebagai penanda disfungsi sistem organ hematologi. Dalam sebuah penelitian dari populasi ICU, sepsis telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko utama untuk trombositopenia. Sepsis yang terkait trombositopenia berasal dari banyak faktor. Dalam sebuah eksperimen
sepsis, trombosit yang melekat pada endotel diaktifkan dalam beberapa organ. Mediator inflamasi dan produk bakteri seperti endotoksin dapat berkontribusi
dalam terjadinya trombositopenia pada sepsis dengan meningkatkan reaktivitas dan adhesivitas platelet Goyette et al., 2004.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2
Definisi Operasional 3.2.1 Sepsis
Sepsis adalah keadaan klinis yang ditandai oleh sindrom respon inflamasi sistemik SIRS disertai adanya bakteri patogen infeksi. Data hasil
pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis. Sepsis ditegakkan apabila memenuhi 2 atau lebih kriteria di bawah ini : suhu 38°C atau
36°C, denyut jantung 90 denyutmenit, respirasi 20menit atau PaCO
2
32 mmHg, dan hitung leukosit 12.000mm
3
atau 10 sel imatur. Skala ukur dari data ini adalah nominal.
3.2.2 Pemeriksaan Hematologi
Suatu pemeriksaan laboratorium rutin yang datanya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis untuk memeriksa kadar hemoglobin, leukosit,
dan trombosit dan masing-masingnya mempunyai satuan dan memiliki kadar normal maupun abnormal.
Sepsis Pemeriksaan Hematologi :
Hemoglobin Trombosit
Leukosit
Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah, yakni suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin merupakan
molekul berbentuk bulat dan terdiri dari empat subunit. Data hasil pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis, memiliki
satuan gdl, dan memiliki kadar normal untuk wanita 12-16 gdl, untuk pria 14- 17,4 gdl. Data ini menggunakan skala ukur interval.
3.2.4 Leukosit
Leukosit adalah suatu sel didalam darah yang berperan dalam membentuk sistem imunitas yaitu suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan
menghancurkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi tubuh normal. Data hasil pemeriksaannya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis,
memiliki satuan jumlah leukositmm
3
dan memiliki kadar normal pria dan wanita 4.000-10.000 leukositmm
3
. Data ini menggunakan skala ukur interval.
3.2.5 Trombosit
Trombosit adalah suatu fragmen sel darah yang dilepas dari tepi luar sel sumsum tulang yang besar yang dikenal megakariosit yakni berperan penting
dalam proses pembekuan darah secara normal. Data hasil pemeriksaanya diambil dari catatan rekam medis pada penderita sepsis, memiliki satuan jumlah
plateletmm
3
, dan memiliki kadar normal wanita pria 140.000-400.000 platelet mm
3
. Data ini menggunakan skala ukur interval.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran
hematologi pada pasien sepsis di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.
4.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai Desember 2015. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik,
Medan Provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi pengumpulan rekam medis.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien sepsis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014.
4.3.2 Sampel Penelitian
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik pengambilan rekam medis pasien sepsis sama
dengan jumlah rekam medis pasien sepsis pada populasi penelitian.
4.3.3 Kriteria Sampel
1. Kriteria inklusi : 1 Rekam medis pasien sepsis dengan usia
≥ 18 tahun 2 Seluruh rekam medis pasien sepsis di bagian penyakit dalam RSUP H.
Adam Malik Medan
Universitas Sumatera Utara
2. Kriteria eksklusi : 1. Seluruh rekam medis yang tidak memiliki kelengkapan data berupa
pemeriksaan hematologi 2. Rekam medis pasien sepsis yang telah mendapatkan transfusi darah
minimal 3 bulan sebelumnya
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Pada pelaksanaan penelitian, data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan. Cara yang
digunakan adalah observasi rekam medis. Rekam medis semua pasien yang telah didiagnosa dengan sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil
dan di cacat hasil pemeriksaan hematologinya yang berupa hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
4.5 Pengolahan dan Analisa Data