IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Kappa dan Iota Karaginan
Karaginan yang diperoleh dari hasil ekstraksi ATC Alkali Treated Cottonii
Eucheuma cotonii dan rumput laut Eucheuma spinosum asal perairan Makasar dalam penelitian ini menghasilkan rata-rata rendemen berturut-turut
sebesar 32.98 ± 6.80 dari berat ATC dan 14.23 ± 1.80 dari berat rumput laut kering. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan dari Eucheuma cotonii
pada penelitian ini berkisar antara 26.18 – 39.78. Hasil ini masih dibawah nilai rendemen yang dilaporkan oleh Lestari 2004 yaitu berkisar antara 38.54 –
54.78, tetapi lebih tinggi bila dibandingkan penelitian terdahulu Purnama 2003 yang melaporkan bahwa perbandingan air 1:40 menghasilkan rendemen
yang terbaik yaitu 20. Besarnya nilai rendemen rumput laut selain ditentukan
oleh metode ekstraksi juga ditentukan jenis rumput laut, umur atau panjang thalus, bagian tanaman, dan kondisi lingkungan dimana rumput laut tersebut tumbuh
Soegiarto et al. 1978; Alvares Carmoona, 2007; Miller 1996; Belitz Groscha 2004; Draget 2000, Jothisaraswathi et al 2006.
Hasil analisis mutu kimiawi karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma cotonii
dan rumput laut Eucheuma spinosum asal perairan Makasar dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil kadar air menunjukkan bahwa karaginan hasil ekstraksi
Eucheuma cotonii lebih tinggi dibandingkan rumput laut Eucheuma spinosum.
Kadar air karaginan dari ekstraksi ATC Eucheuma cotonii ini masih memenuhi persyaratan mutu karaginan yang ditetapkan sebesar maksimum 12 .
Hasil kadar abu karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii dan Eucheuma spinosum
antara 26.62–28.04 dan 22.37- 22,95, hal ini sesuai dengan kadar abu yang ditetapkan oleh FAO yaitu antara 15–40 dan juga sesuai
dengan standar karaginan yang ditetapkan oleh Food Chemical Codex FCC yaitu 35. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. dan berhubungan dengan kandungan mineral pada suatu bahan. Menurut Apriyantono et.al 1989, nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan
besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut .
Tabel 7 Mutu Fisikimiawi karaginan yang digunakan dalam penelitian
Parameter E. cotonii
kappa karaginan E. Spinosum
iota karaginan standar
FAO
Rendemen 32.98 ± 6.80
13.25 ± 0.42 -
Kadar Air 8.25 ± 0.070
13.04 ± 1.11 maks 12
Kadar Abu db 27.33 ± 0.71
22.66 ± 0.29 15-40
Kadar Abu tak larut asam db 0.27 ± 0.08
0.18 ± 0.06 maks 1
Kadar Sulfat 17.69 ± 0.25
30.00 ± 0.36 15-40
Viskositas cPs 31.00 ± 2.12
394.25 ± 20.15 -
Kekuatan gel gr 1 616.43 ± 35.85
96.89 ± 5.51 -
Keterangan : Nilai merupakan nilai hasil rerata 3 kali ulangan ± standar deviasi.
Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. Kadar abu tidak larut
asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan Basmal et al. 2003.
Rata-rata Kadar abu tak larut asam karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii
dan Eucheuma spinosum adalah antara 0.19 – 0.35 dan 0.12 – 0.24 , Kadar abu tak larut asam yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi
kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan oleh European Economic Community
EEC yaitu maksimum 2 sedangkan FAO dan FCC menetapkan maksimum 1. Kadar abu tidak larut asam yang tinggi dalam suatu produk
menunjukkan adanya residu mineral atau logam yang tidak dapat larut dalam asam seperti silika Si, yang ditemukan di alam sebagai kuarsa, batu dan pasir.
Perbedaan antara karaginan dan agar-agar berdasarkan kandungan sulfat yang ada pada bahan tersebut. Menurut Glicksman 1983, karaginan
mengandung 18–40 sulfat sedangkan agar-agar hanya mengandung kadar sulfat antara 3-4. Rata-rata kandungan sufat karaginan dari rumput laut Eucheuma
cotonii dan Eucheuma spinosum adalah antara 17.435-17.941 dan 29.640-
30.368. Nilai kadar sulfat tersebut masih memenuhi kisaran standar mutu karaginan yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu 15-40.
Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian viskositas. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan suatu larutan yang dinyatakan dengan
centipoises cPs, Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi tingkat kekentalannya. Rata-rata viskositas karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii
dan Eucheuma spinosum iota karaginan adalah antara 28.88 - 3.12 cPs dan 374.10 – 414.40 cPs. Viskositas kappa-karaginan lebih kecil dibandingkan
dengan iota-karaginan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa iota- karaginan memiliki kandungan sulfat yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kappa-karaginan. Menurut Suryaningrum 1989, Semakin tinggi kandungan sulfat maka nilai viskositas juga semakin tinggi, tetapi konsistensi gelnya semakin
menurun. Viskositas karaginan akan mengalami penurunan dengan adanya
penambahan garam hal ini disebabkan karena kation K
+
dari KCl akan menurunkan muatan rantai polimer sehingga gaya elektrostatik diantara gugus
sulfat akan berkurang. Apabila gaya tolak menolak antara muatan negatif dari gugus sulfat meningkat akan menyebabkan molekul meregang dan sifat hidrofilik
polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Kekuatan gel breaking force adalah beban maksimum yang dibutuhkan
untuk memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani Whyte 1980 dikutip oleh Suheti, 2000. Kekuatan gel selain dipengaruhi oleh jumlah sulfat juga
dipengaruhi oleh posisi sulfat dan struktur molekul karaginan Stanciof Stanley 1969 dalam mukti 1987. Kappa-karaginan mempunyai kekuatan gel yang lebih
tinggi dibanding iota-karaginan. Kandungan sulfat iota-karaginan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kappa karaginan, tingginya kandungan sulfat disebabkan
putusnya ikatan 3,6 anhidro-D-galaktosa sehingga kekuatan gelnya mengalami penurunan. Rata-rata kekuatan gel karaginan dari rumput laut Eucheuma cotonii
dan Eucheuma spinosumiota karagina adalah 1 580.58-1 652.28 g dan 91.38- 102.4 g.
4.1.1 Perbandingan Kappa dan Iota Karaginan
Untuk mandapatkan puding yang baik maka tekstur dan rasa harus diperhatikan. Menurut penelitian yang dilakukan bahwa untuk produk desert
dapat menggunakan kombinasi kappa dan iota karaginan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Novianti 2003, bahwa kombinasi kappa dan iota
karaginan dapat meningkatkan elastisitas gel dan mencegah sineresis produk. Untuk mendapat mutu karaginan yang meliputi kekuatan gel dan sineresis
maka dilakukan kombinasi perbandingan kappa dan iota karaginan. Adapun Nilai
kekuatan gelnya disesuaikan dengan kekuatan gel yang ada pada puding komersial. Hal ini dilakukan karena belum adanya SNI Puding sehingga mengacu
pada produk yang sudah ada dipasaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2.
4.1.2 Kekuatan Gel Karaginan Campuran
Kekuatan gel breaking force adalah beban maksimum yang dibutuhkan untuk memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani Whyte 1980 dikutip
oleh Suheti 2000. Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis dan tipe karaginan, konsentrasi dan adanya ion-ion pengikat yang
menghambat pembentukan hidrokoloid. Selain itu kekuatan gel juga dipengaruhi oleh letak gugus sulfat pada strukturnya.
Menurut Fardiaz 1989, pembentukan gel adalah suatu fenomena atau terjadinya pengikat silangan rantai-rantai polimer sehingga membentuk jaringan
tiga dimensi yang bersambung dimana jala-jala tersebut dapat mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Kappa dan iota karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat thermoreversible yang meleleh jika dipanaskan dan
membentuk gel kembali jika didinginkan. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan akan membentuk gel yang kuat dengan adanya garam kalium
Glicksman 1983. Sedangkan iota karaginan membentuk gel yang kuat apabila ada ion Ca
2+
Angka Suhartono 2000. Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap kekuatan gel karaginan dapat dilihat pada Gambar 8.
Pada Gambar 7 terlihat semakin banyak perbandingan kappa karaginan pada formulasi campuran karaginan maka kekuatan gelnya akan semakin tinggi. Hal
tersebut disebabkan karena kappa karaginan mempunyai kekuatan gel yang besar dibandingkan iota karaginan. Terlihat pula bahwa kombinasi kappa dan iota
karaginan yang memberikan kekuatan gel paling tinggi dengan perbandingan 3:1 dan 2:1. Kombinasi kappa dan iota karaginan yang memberikan kekuatan
gel paling rendah 1:2 dan 1:3. Terjadinya penurunan kekuatan gel karena bercampurnya kappa dan iota karaginan.
Gambar 8 Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap kekuatan gel karaginan
4.1.3 Sineresis Karaginan Campuran
Sineresis adalah karakteristik yang dapat terlihat yaitu terjadi pengkerutan gel yang bersifat lambat, dipengaruhi waktu dengan hasil terlepasnya cairan dari
gel draget et al. 2001. Sineresis dalam suatu gel terlihat dari banyaknya air yang dilepaskan gel oleh pengaruh penyimpanan. Semakin besar nilai sineresis
menunjukkan gel semakin mudah melepaskan air dan biasanya kurang disukai dalam perdagangan.
Dari hasil analisis sineresis menunjukkan bahwa perbandingan kappa dan iota berpengaruh sangat nyata terhadap sineresis gel karaginan p 0.01.
Kombinasi karaginan yang memiliki nilai sineresis paling tinggi adalah karaginan dengan perbandingan kappa-iota 3:1. Sedangkan campuran karaginan
dengan perbandingan kappa-iota karaginan 1:1 dan 1:3 mempunyai tingkat sineresis yang paling rendah Gambar 9.
Dengan semakin banyak perbandingan kappa karaginan pada campuran karaginan maka sineresis produknya akan mengalami peningkatan. Dengan
semakin banyak perbandingan iota karaginan pada campuran karaginan maka gelnya tidak mudah mengalami sineresis. Hal ini disebabkan karena Kappa
karaginan mempunyai sifat gel yang rigid mudah pecah hal ini ditandai dengan tingkat sineresis yang tinggi sedangkan iota karaginan mempunyai gel yang elastis
dan tidak mudah sineresis. Sedangkan campuran karaginan mempunyai gel dari yang mudah pecah rigit sampai gel yang elastis atau sedikit elastis.
100 200
300 400
500 600
700 800
900
3:1 2:1
1:1 1:2
1:3 K
e k
u at
an g
e l
g
Perbandingan Kappa : Iota
c c
b a
a
Gambar 9 Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap Sineresis gel karaginan.
4.2 Formulasi Tepung Puding Instan