Pemanfaatan karaginan dalam pembuatan tepung puding instan dan pendugaan umur simpannya

(1)

INDAH KUSUMANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Karaginan Dalam Pembuatan Tepung Puding Instan dan Pendugaan Umurnya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

Indah Kusumaningrum


(3)

INDAH KSUMANINGRUM. Utilization in The Manufacture of Flour Caraagenan Instant pudding. Supervised by RIZAL SYARIF, ROSMAWATI

PERANGINANGIN. SUTRISNO KOSWARA

The aimed of this study was to use in the manufacture of flour karaginan instant pudding and perform shelf life estimation. This study was conducted in three stages as: (1) physico-chemical analysis caraagenan (2) the formulation and optimization of instant pudding powder formula and (3) estimation of the shelf life of instant pudding powder. The results showed the comparison of kappa and iota caraagenan to be formulated in the instant pudding powder with a ratio of 1:1 (the range of concentration 0.5 - 1.2% in both type of caraagenan). The composition optimum of the instant pudding powder based on the studied of formulation: caraagenan 4.72%; mocaf 5.14%, dextrin 88.58%, and KCl 1.57%. The verification formula of the instant pudding powder have been found that a gel strength 423.75 g and persent of syneresis 0.003. The sensory result of instant pudding powder was appearance 5.29, aroma 5.57 and texture 5.21. The gel strength of the commercial pudding have been found that a gel strength 400 g and persent of sineresis 0003. Shelf life of instant pudding powder is 8.0 months when stored at room temperature 27 °C.


(4)

Tepung Puding Instan. RIZAL SYARIEF, ROSMAWATI PERANGINANGIN, SUTRISNO KOSWARA

Karaginan merupakan getah rumput laut yang bersumber dari algae merah berupa polisakarida sulfat yang memiliki sifat-sifat hidrokoloid sehingga banyak digunakan dalam produk pangan dan industri. Penggunaan karaginan pada produk pangan antara lain sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel dan pengental. Beberapa genus rumput laut merah penghasil karaginan adalah Chondrus, Eucheuma dan Gigartina. Di Indonesia jenis yang banyak tumbuh adalah genus

Eucheuma yaitu spesies Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum.

Ada beberapa jenis karaginan, tetapi dua paling penting adalah kappa-karaginan dan iota-kappa-karaginan dimana keduanya mempunyai sifat viskositas dan kekuatan gel yang berbeda. Kappa karaginan yang dihasilkan dari spesies

Eucheuma cottoni yang mempunyai sifat kekuatan gelnya tinggi dan mudah mengalami sineresis sedangkan iota karaginan dihasilkan dan Eucheuma

spinosum mempunyai sifat kekuatan gelnya rendah dan tidak mudah mengalami

sineresis. Karaginan dapat diaplikasikan salah satunya untuk pembuatan puding. Tujuan dari penelitian ini adalah karakterisasi tepung karaginan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung puding instan, formulasi dan optimasi tepung puding instan dan pendugaan umur simpan tepung puding instan .

Karakterisasi tepung karaginan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung puding instan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat bahan baku karaginan hasil ekstraksi rumput laut jenis Eucheuma cottonii (penghasil kappa karaginan) dan Eucheuma spinosum (penghasil iota karaginan) terhadap sifat fisiko kimia meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam. Tahap selanjutnya melakukan formulasi dan optimasi tepung puding instan. Pada tahap ini semua bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung puding dicampur. Dan Produk yang dihasilkan dianalisa sifat fisik meliputi (kekuatan gel), sineresis dan uji sensori (kenampakan, aroma, tekstur dan rasa). Pendugaan umur simpan tepung puding instan. Tepung puding yang telah diformulasi disimpan pada suhu yang berbeda yaitu 35, 45 dan 55 oC selama empat minggu kemudian dilakukan pengamatan setiap minggunya. Adapun pengamatannya meliputi parameter fisik (kekuatan gel) dan sensori (kenampakan, aroma dan bau). Hasil Pengamatan menunjukkan bahwa Mutu fisiko kimia karaginan (jenis kappa dan iota karaginan) yang di ekstraksi dari rumput laut yang dihasilkan memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO (Food Agriculture Organization). Hasil penelitian kappa karaginan mempunyai viskositas 28.88-33.12 cPs dan kekuatan gel 1580.85-1652.25 g. Sedangkan iota karaginan


(5)

yang tinggi. Sehingga karaginan yang dipakai pada formulasi tepung puding instan adalah karaginan dengan perbandingan kappa dan iota 1:1. Karaginan dengan perbandingan kappa : iota 1 :1 mempunyai kekuatan gel yang tinggi dan sineresis yang rendah.

Pada tahap ini diperoleh formulasi tepung puding instan dengan perbandingan karaginan 4.72%, mocaf 5.14%, dekstrin 88.58% dan KCl 1.57%. Hasil verifikasi formulasi tepung puding instan menghasilkan tepung puding dengan kekuatan gel 423.75 g, persen sineresis 0.003. Dengan skor nilai sensori kenampakan 5.29, aroma 5.57 dan tekstur 5.21. Dimana nilai kekuatan gelnya mendekati tepung puding komersial yaitu dengan kekuatan gelnya 400 g dan persen sineresisnya 0.003. Umur simpan tepung puding instan adalah 8.0 bulan apabila disimpan pada suhu penyimpanan 27 oC.


(6)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

SIMPANNYA

INDAH KUSUMANINGRUM

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

NIM : F251090101 Program studi : Ilmu Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Rizal Syarief,DESS Ketua

Prof.(R)Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin, MSi Ir. Sutrisno Kuswara,MSi

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr.Ir.Ratih Dewanti, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat dan para pengikutnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai Januari 2012 ini adalah Pemanfaatan Karaginan Pada Pembuatan Tepung Puding Instan Dan Pendugaan Umur Simpannya. Dengan Terselesainya tesis ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief , DESS selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberi perhatian kepada penulis dengan bijaksana hingga tesis ini selesai.

2. Prof. Dr. Ir. Rosmawati Peranginangin,MSi selaku Peneliti Utama Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan perikanan yang telah memberikan arahan, bimbingan dan bantuan biaya penelitian hingga selesainya tesis ini.

3. Ir. Sutrisno Koswara,MSi selaku anggota komisi pembimbing atas kesempatan dan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan perhatian dalam mengevaluasi penelitian penulis hingga selesai.

4. Dr. Ir. Elvira Syamsir, MSi selaku penguji luar komisi atas segala saran dan evaluasi terhadap penelitian penulis.

5. Teman-teman di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan perikanan , atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian hingga selesai.

6. Teman-teman di Program studi Ilmu Pangan terutama Dian, Feni, mbak Wida, Ilul, kak Zita, Vanesa, Wani, Tina , Rianti, pak Cecep dan Hermawan atas bantuan dan dorongan semangat yang diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian hingga selesai.

7. Suami tercinta Meiji Utomo dan ketiga anak kami Fahrizal Akbar Utomo, Atha andara Utomo dan Fathia Hafsa Naraima serta Ibunda tercinta Hj.Chopiyah atas kasih sayang dan kesabaran mendampingi penulis selama ini.

8. Keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan doa yang diberikan kepada penulis

Penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi semua Pihak.

Bogor, Juni 2012 Indah Kusumaningrum


(11)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 1974 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Moch. Fachrudin (Alm) dan Hj. Chopiyah.

Pada tahun 1993 penulis lulus dari SMU Negeri 76 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi masuk IPB) pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, dan penulis menyelesaikan program sarjana pada tahun 1997. Dari Tahun 1999 hingga 2007 penulis bekerja sebagai staf pengajar di AKADEMI GIZI Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta. Tahun 2008 hingga 2012, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Muhammadiyah prof. Dr. Hamka Jakarta pada program Studi Ilmu Gizi. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan sekolah Pascasarjana (S2) di Ilmu Pangan IPB atas biaya sendiri.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 3

1.3Manfaat Penelitian ... 4

1.4Perumusan Masalah ... 4

1.5Hipotesa ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Eucheuma cottonii ... 5

2.2 Eucheuma spinosum ... 6

2.3 Struktur dan sifat karaginan ... 8

2.4 Fungsi Karaginan ... 12

2.5 Standar Mutu karaginan ... 13

2.6 Aplikasi karaginan ... 14

2.6.1 Tepung Puding instant ... 14

2.7 Kemasan ... 19

2.8 Penentuan Umur Simpan ... 21

2.9.1 Kinetika Penurunan Mutu Produk Pangan ... 21

2.9.1.1 Reaksi Ordo Nol ... 22

2.9.1.2 Reaksi Ordo Satu ... 22

2.9.2 Metode Uji Umur Simpan Dipercepat (ASLT) ... 23

III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Waktu dan Tempat ... 25

3.2 Bahan dan Alat ... 25


(13)

3.4 Analisis Kimia Fisik dan Sensori ... 32

3.4.1 Rendemen ... 32

3.4.2 Kadar Air ... 33

3.4.3 Kadar Abu ... 33

3.4.4 Abu tak Larut Asam ... 33

3.4.5 Kadar Sulfat ... 33

3.4.6 Viskositas ... 34

3.4.7 Kekuatan Gel ... 34

3.4.8 Kekuatan Gel Puding ... 34

3.4.8 Sineresis ... 34

3.4.9 Uji sensori ... 35

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Karakterisasi Kappa dan Iota Karaginan ... 36

4.1.1 Perbandingan kappa dan Iota karaginan ... 38

4.1.2 Kekuatan gel karaginan Campuran ... 39

4.1.3 Sineresis karaginan Campuran ... 40

4.2 Formula Tepung Puding Instan ... 41

4.2.1 Pengaruh penambahan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl terhadap Kekuatan gel puding ... 41

4.2.2 Pengaruh penambahan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl terhadap sineresis puding ... 43

4.2.3 Analisis Respon Sensori ... 44

4.2.3.1 Kenampakan ... 44

4.2.3.2 Aroma ... 45

4.2.3.3 Tekstur ... 46

4.2.3.4 Rasa ... 47

4.3 Optimasi Tepung Puding Instan... 48

4.3.1 Rancangan Formulasi dan respon ... 48


(14)

4.3.3.2 Analisis Respon Sineresis ... 53

4.3.3.3 Analisis Respon sensori ... 57

4.3.3.3.1 Kenampakan ... 57

4.3.3.3.2 Aroma ... 59

4.3.3.3.3 Tekstur ... 61

4.3.3.3.4 Rasa ... 64

4.3.4 Optimasi Formula dengan Program DX-7 ... 66

4.3.5 Verifikasi Solusi Formulasi Optimum ... 69

4.4 Masa Kadaluarsa Tepung Puding Instant ... 70

4.4.1 Pendugaan Umur Simpan ... 71

4.4.1.1 Kekuatan Gel Puding yang Tepung Puding Instannya Telah Mengalami Penyimpanan ... 71

4.4.1.2 Uji sensori tekstur puding ... 74

4.4.1.3 Uji sensori tepung puding yang telah mengalami penyimpanan ... 75

4.4.1.3.1 Kenampakan Tepung Puding Instant ... 75

4.4.1.3.2 warna Tepung Puding Instant ... 77

4.4.1.3.3 Aroma Tepung Puding Instant ... 80

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(15)

Halaman 1 Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma cottonii ... 6 2 Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma spinosum ... 8 3 Sifat-sifat dari kappa, iota dan lamda karaginan ... 11 4 Penerapan karaginan dalam produk-produk dengan bahan dasar air ... 13 5 Spesifikasi mutu karaginan ... 14 6 Komposisi susu bubuk skim dan susu bubuk full krim ... 17 7 Mutu Fisikimiawi karaginan yang digunakan dalam penelitian ... 37 8 Hasil keseluruhan pengukuran dan perhitungan respon total seluruh

formula ... 43 9 Rancangan formula dari Tepung Puding Instant ... 48 10 Hasil Keseluruhan pengukuran dan perhitungan respon total seluruh formulasi puding ... 49 11 Komponen dan respon yang dioptimasi, target, batas, dan importance

pada tahapan optimasi formula ... 68 12 Prediksi dan hasil verifikasi nilai respon solusi formula optimum

hasil optimasi dengan program Design expert 7.0® ... 70 13 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter kekuatan gel puding ... 72 14 Nilai K dan ln K pada Tiga Suhu penyimpanan untuk parameter sensori tekstur puding ... 74 15 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter sensori kenampakan tepung puding instan ... 76 16 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter sensori warna tepung puding instan ... 78 17 Nilai K dan ln K pada Tiga suhu penyimpanan untuk parameter sensori aroma tepung puding instan ... 80 18 Hasil Analisis Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding Instant


(16)

Halaman

1 Rumput laut Eucheuma cottonii ... 5

2 Rumput laut Eucheuma spinosum ... 7

3 Struktur molekul berbagai jenis karaginan ... 10

4 Tahapan penelitian pada pembuatan tepung puding instan... 28

5 Proses ekstraksi kappa dan iota Karaginan ... 29

6 Rancangan Diagram Alir Formulasi Untuk mendapatkan Tepung Puding Instant Optimal ... 31

7 Penentuan Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding Instan ... 32

8 Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap kekuatan gel karaginan ... 40

9 Pengaruh perbandingan kappa dan iota karaginan terhadap Sineresis gel karaginan ... 41

10 Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karagenan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap kekuatan gel pudding (b) ... 42

11 Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karagenan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori Sineresis puding (b) ... 44

12 Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karagenan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori kenampakan puding (b) ... 45

13 Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karaginan (a) Hubungan perbandingan karaginan dan KCl terhadap sensori Aroma puding (b)... 46

14 Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan karaginan (a) Hubungan karaginan dan KCl terhadap sensori Tekstur puding (b) ... 46 15 Hubungan perbandingan campuran mocaf-dekstrin dan


(17)

kekuatan gel ... 52

17 Kontur dua dimensi hasil uji respon Kekuatan gel tepung puding instan 53 18 Permukaan tiga dimensi kekuatan gel tepung puding instan ... 53

19 Kenormalan Internally Studentized of Residuals sineresis ... 56

20 Kontur dua dimensi hasil uji respon sineresis tepung puding instan.. 56

21 Permukaan tiga dimensi sineresis tepung puding instan ... 57

22 Kenormalan Internally Studentized of Residuals kenampakan ... 58

23 Kontur dua dimensi hasil uji respon kenapakan tepung puding instan.. 59

24 Permukaan tiga dimensi kenampakan tepung puding instan ... 59

25 Kenormalan Internally Studentized of Residuals Aroma ... 60

26 Kontur dua dimensi hasil uji respon Aroma tepung puding instan... 61

27 Permukaan tiga dimensi Aroma tepung puding instan ... 61

28 Kenormalan Internally Studentized of Residuals Tekstur ... 63

29 Kontur dua dimensi hasil uji respon Tekstur tepung puding instan... 63

30 Permukaan tiga dimensi Tekstur tepung puding instan ... 64

31 Kenormalan Internally Studentized of Residuals rasa ... 65

32 Kontur dua dimensi hasil uji respon Rasa tepung puding instan... 66

33 Permukaan tiga dimensi Rasa tepung puding instan ... 66

34 Kontur dua dimensi nilai desirability formula optimum ... 69

35 Permukaan tiga dimensi nilai desirability formula optimum ... 69

36 Hubungan 1/T dengan Ln K untuk parameter pengukuran kekuatan gel tepung puding instan ... 72

37 Puding yang tepung Pudingnya telah mengalami penyimpanan Selama minggu dengan suhu penyimpanan 37oC, 45 oC dan 55oC ... 73

38 Hubungan 1/T dengan Ln K untuk uji sensori tekstur puding ... 74

39 Hubungan 1/T dengan Ln K untuk parameter sensori kenampakan tepung puding instan ... 76

40 Tepung Pudingnya telah mengalami penyimpanan selama 4 minggu dengan suhu penyimpanan 37oC, 45 oC dan 55oC ... 77


(18)

42 Hubungan 1/T dengan Ln K untuk parameter sensori aroma tepung puding instan ... 81


(19)

Halaman 1 Sifat Fisiko kimia Kappa dan Iota Karaginan Dari Rumput laut Eucheuma

cottonii dan Eucheuma Spinosum ... 92

2 Perbandingan Kappa dan Iota Karaginan ... 94

3 Uji Statistik Perbandingan Kappa dan Iota karaginan ... 95

4 Lembaran isian form uji hedonik Puding ... 98

5 Analisis sidik ragam Kekuatan Gel Puding ... 99

6 Analisis sidik ragam Kekuatan Sineressis Puding ... 100

7 Analisis sidik ragam Kekuatan Tekstur Puding ... 101

8 Analisis sidik ragam Kekuatan Kenampakan Puding ... 102

9 Analisis sidik ragam Sensori Aroma Puding ... 103

10 Analisis sidik ragam Sensori Kenampakan Puding ... 104

11 ANOVA dan persamaan polinomial respon kekuatan gel ... 105

12 ANOVA dan persamaan polinomial respon Sineresis ... 106

13 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori kenampakan ... 106

14 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Aroma ... 107

15 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Tekstur... 108

16 ANOVA dan persamaan polinomial respon sensori Rasa ... 109

17 Score Sheet Pendugaan Umur Simpan Puding ... 110

18 Score Sheet Pendugaan Umur Simpan Tepung Puding ... 111

19 Rata-rata Nilai Organoleptik Kenampakan Tepung Puding ... 112

20 Rata-rata Nilai Organoleptik Warna Tepung Puding... 112

21 Rata-rata Nilai Organoleptik Aroma Tepung Puding ... 112

22 Rata-rata Nilai Organoleptik Aroma Puding ... 113

23 Perhitungan Umur Simpan Tepung puding ... 114

24 Perhitungan Umur Simpan Puding ... 115


(20)

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati yang sangat besar dan beragam. Salah satunya adalah rumput laut (alga) yang merupakan komoditi ekspor yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu jenis rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi dan dibudidayakan di Indonesia antara lain adalah jenis Rhodophyceae (alga merah) dan Phaeophyceae

(alga coklat). Alga merah merupakan rumput laut penghasil agar-agar dan karaginan, sedangkan alga coklat merupakan rumput laut penghasil alginat. Beberapa jenis rumput laut penghasil agar-agar diantaranya adalah Gracilaria sp, Gelidium sp, Gellidiella sp; dan jenis rumput laut penghasil karaginan adalah

Eucheuma sp, Eucheuma cottoni sedangkan jenis rumput laut penghasil alginat adalah Sargassum dan Turbinaria. Selain dapat digunakan sebagai bahan makanan, minumam dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, alginat dan karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam bahan baku industri (Istini 1998).

Rumput laut banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Alga cokelat yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan es krim, pengolahan tekstil, pabrik farmasi, semir sepatu, dan pabrik cat. Sedangkan alga merah banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan, farmasi, penyamakan kulit, dan pembuatan bir. Selain itu, rumput laut dapat juga digunakan sebagai bahan untuk pupuk tanaman, campuran makanan ternak, dan juga bahan baku kosmetika.

Rumput laut diketahui mengandung berbagai enzim, asam nukleat, asam amino, mineral, trace elements, dan vitamin A, B, C, D, E dan K. Persentase kandungan zat-zat tersebut bervariasi tergantung dari jenisnya (Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2003). Goni et al. (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa rumput laut yang mengandung serat pangan larut yang tinggi kemungkinan dapat mengubah respon glycemic pada kesehatan. Menurut Escrig & Muniz (2000) serat rumput laut telah terbukti dapat menurunkan kadar


(21)

kolesterol dan tekanan darah dibanding sumber serat lainnya. Penelitian yang dilakukan Miyake et al. (2006) terhadap 2002 orang wanita hamil di Jepang, menyimpulkan bahwa terjadi penurunan alergi rhinitis pada wanita hamil berhubungan dengan asupan diet yang tinggi (high dietary intake) rumput laut, kalsium, magnesium dan phosphor. Karena manfaatnya yang besar dibidang kesehatan rumput laut dapat berpotensi sebagai pangan fungsional.

Karaginan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut dari spesies tertentu kelas alga merah (rhodophyceae) jenis

Chondrus, Eucheuma, Irdaea, dan Phyllophora. Pada industri makanan,

karaginan digunakan sebagai penstabil, pengental dan pembentuk gel dalam proses pengolahan coklat, susu, puding, susu instan, dan makanan kaleng. Pada industri farmasi, karaginan digunakan sebagai bahan pengental, emulsi dan

stabilizer dalam proses pembuatan pasta gigi, obat-obatan, minyak mineral, dan lain-lain.

Puding merupakan salah satu jenis hidangan penutup yang pada umumnya disajikan pada akhir suatu jamuan makan. Sebagai makanan penutup, puding banyak diminati karena rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut. Puding merupakan jenis makanan terbuat dari pati, yang diolah dengan cara merebus dan mengkukus sehingga menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut. Bahan baku yang banyak digunakan dalam pembuatan puding adalah jenis gelatin, pati termodifikasi dan agar-agar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oakenfull et.al 1999; Chantrapornchai & McClements 2002; Dierckx & Huyghebaert 2002; Luck et al. 2002;. Dickinson, 2003, produk puding biasanya merupakan protein susu yang berbasis pasta pati dimana sifat reologi puding berada di antara gel dan cairan.

Puding komersial dibuat dari campuran pati, protein (susu), dan gula dengan pengadukan terus menerus di bawah api sedang-tinggi. Pati merupakan bahan hidrokoloid yang paling banyak digunakan dalam pembuatan puding (Dickinson 2003). Untuk membuat puding, pasta pati harus stabil terhadap panas dan pengukusan serta memberikan tekstur yang halus dengan stabilitas yang baik selama penyimpanan (Lagarrigue & Alvarez 2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lim & Narsimhan (2006), puding yang menggunakan salah satu bahan dasarnya pati pada formulanya mempunyai viskositas yang lebih


(22)

rendah dibanding dengan puding yang dibuat dengan campuran susu kedelai pada formulanya. Hal ini menunjukkan bahwa gelasi puding lebih tinggi dari hidratasi pati. Salah satu solusi yang mungkin untuk mengatur gel dalam puding adalah dengan menambahkan karaginan pada campuran puding. Karaginan ditambahkan ke dalam susu untuk untuk membentuk agregat dengan protein atau partikel lemak (Tijssen et.al 2007). Menurut Winarno (1996), karaginan mempunyai ruang lingkup penggunaan yang cukup luas dalam industri pangan dan mempunyai karakterisasi yang baik sebagai penstabil, pengental dan pembentuk gel danzat tambahan (additive) serta berpotensi sebagai Fungsional food (sumber seratnya).

Karaginan banyak digunakan dalam produk-produk berbasis susu karena dapat membentuk kompleks dengan kalsium dan protein susu. Karaginan dapat berfungsi sebagai pengental dan penstabil sehingga penggunaannya cukup luas dalam industri makanan (Chaplin 2007). Ada beberapa jenis karaginan, tetapi dua paling penting adalah kappa-dan iota-karaginan dimana keduanya mempunyai sifat viskositas dan kekuatan gel yang berbeda. Menurut Subaryono et al. (2003), untuk aplikasi produk yang disimpan pada suhu rendah seperti es krim atau puding diperlukan sifat kekuatan gel tinggi dan sineresis rendah. Maka pada penelitian akan memanfaatkan karaginan jenis kappa dan iota dalam pembuatan formulasi tepung puding instan .

1.2. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penambahan karaginan (perbandingan kappa dan iota-karaginan) terhadap sifat fisik dan sensori tepung puding instan yang dihasilkan.

2. Tujuan Khusus

1) Melakukan karakterisasi sifat fisiko kimia karaginan (jenis kappa dan iota karaginan) yang dihasilkan.

2) Mendapatkan formula optimum dengan melakukan formulasi dan optimasi tepung puding instan.

3) Menduga umur simpan tepung puding instan yang dikemas dengan kemasan almunium foil pada berbagai suhu penyimpanan.


(23)

1.3 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi yang berguna dalam pemanfaatan karaginan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum sebagai bahan pembentuk gel pada pembuatan tepung puding instan.

1.4 Perumusan Masalah

Selama ini pembuatan puding banyak menggunakan jenis pati termodifikasi dan guar gum sebagai pengental, penstabil dan pembentuk gel. Berdasarkan hasil karakterisasi karaginan, ternyata karaginan mempunyai sifat kekuatan gel dan viskositas yang baik maka pada penelitian ini akan melihat pengaruh penambahan karaginan campuran (jenis kappa dan iota karaginan) dalam formulasi tepung puding instan.

1.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Konsentrasi karaginan (perbandingan kappa dan iota karaginan) berpengaruh terhadap kekuatan gel dan sineresis puding instan karaginan.

2. Konsentrasi karaginan (perbandingan kappa dan iota karaginan) berpengaruh terhadap nilai sensori tepung puding instan.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eucheuma cottonii

Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii (Doty 1986). Nama daerah ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan Nasional maupun Internasional. Klasifikasi Eucheuma cottonii

menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma alvarezii Doty

Gambar 1 Rumput laut Eucheuma cottonii

Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling


(25)

berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al, 1995).

Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu (reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap dengan variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan 1998). Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan Internasional yaitu sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain terdapat di daerah Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Atmadja 1996). Kandungan proksimat dari Eucheuma cottonii dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1 Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma cottonii

Komponen Jumlah

Protein (%) 0.7

Lemak (%) 0.2

Abu (%) 3.4

Serat pangan tidak larut (g/100g) 58.6

Serat pangan larut (g/100g) 10.7

Mineral Zn (mg/g) 0.01

Mineral Mg (mg/g) 2.88

Mineral Ca (mg/g) 2.8

Mineral K (mg/g) 87.1

Mineral Na (mg/g) 11.93

Sumber : Santoso et al (2003) 2.2 Eucheuma spinosum

Rumput laut Eucheuma spinosum pertama kali dipublikasikan pada tahun 1768 oleh Burman dengan nama Fucus denticulatus Burma, kemudian pada tahun 1822 C. Agardh memperkenalkannya dengan nama Sphaerococus isiformis


(26)

nama Eucheuma J. Agardh. Dalam beberapa pustaka ditemukan bahwa Eucheuma spinosum dan Eucheuma muricatum adalah nama untuk satu spesies gangang. Dalam dunia perdagangan Eucheuma spinosum lebih dikenal dari pada Eucheuma muricatum (Istiani et al. 1991). Klasifikasi Eucheuma spinosum menurut Atmaja

et.al (1996) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma spinosum (Atmaja et al. 1996).

Gambar 2. Eucheuma spinosum

Eucheuma spinosum memiliki bentuk thalus bulat teguh dengan ukuran panjang 5-30 cm, transparan berwarna coklat kekuningan sampai merah keunguan. Permukaan thalusnya tertutup oleh tonjolan berbentuk seperti duri-duri runcing tidak beraturan. Duri tersebut ada yang menonjol seolah-olah seperti percabangan, dimana percabangan thalus tersebut tumbuh pada bagian yang muda ataupun tua. Eucheuma spinosum tumbuh pada tempat-tempat yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain tumbuh pada perairan yang jernih, dasar perairannya berpasir atau berlumpur dan hidupnya menempel pada karang yang mati. Persyaratan hidup lainnya yaitu ada arus atau terkena gerakan air. Kadar garamnya antara 28-36%. Dari beberapa persyaratan, yang terpenting adalah Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari untuk dapat melakukan


(27)

fotosintesis (Aslan 1998). Rumput laut jenis Eucheuma spinosum penghasil iota karaginan. Iota keraginan merupakan polisakarida tersulfatkan dengan kandungan ester sulfatnya adalah 28-35%. Komposisi kimia yang dimiliki rumput laut

Eucheuma spinosum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia rumput laut kering Eucheuma spinosum

komponen Kimia Komposisi

Kadar air (%) 21.90

Protein (%) 5.12

Lemak (%) 0.13

Karbohidrat (%) 13.38

Serat kasar (%) 1.39

Abu (%) 14.21

Mineral :

Ca (ppm) 52.85

Fe (ppm) 0.180

Cu (ppm) 0.768

Pb

-Vit B1 (Thiamin) (mg/ 100 g) 0.21

Vit B2 (Ribolavin) (mg/ 100 g) 2.26

Vit C (mg/g) 43

Karaginan (%) 65.75

2.3 Struktur dan Sifat Karaginan

Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linier bersulfat yang diperoleh dari alga merah (Rhodophyceae)(Winarno 1990). Jenis alga merah yang banyak diekstrak karaginannya biasanya berasal dari jenis

Chondrus, Eucheuma, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Perbedaan antara karaginan dan agar–agar terletak pada banyaknya kandungan sulfat pada gugusnya. Karaginan mengandung 18% sulfat sedangkan agar-agar hanya mengandung sulfat 3-4 %, (Food Chemical Codex 1974 dalam Anonim 2007).

Menurut Hellebust & Cragie (1978), karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks interselulernya. Dimana karaginan merupakan bagian penyusun yang paling besar dari berat kering rumput laut merah dibandingkan komponen yang lainnya. Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, seperti yang tercantum dalam Federal Register, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan berat kering


(28)

untuk dapat diklasifikasikan sebagai karaginan. Berat molekul karaginan yaitu berkisar antara 100-800 ribu kDa (deMan 1989).

Karaginan bukan merupakan biopolimer tunggal, tetapi merupakan campuran dari galaktan-galaktan linier yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan tersebut terhubung oleh 3- -D-galaktopiranosa (G-Unit) dan 4- -D- galaktopiranosa (D-Unit) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-Units), membentuk unit pengulangan disakarida dari karaginan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya. Kappa-karaginan tersusun dari alfa (1,3)-D galaktosa-4-sulfat dan beta (1,4)-galaktosa. Karaginan juga mengandung D-galaktosa-6-sulfat dan 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat ester. Adanya gugus 6-sulfat, dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugus 6-sulfat, yang menghasilkan 3,6-anhidro-D-galaktosa, sehingga derajat keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah (Winarno 1996).

Dalam bidang industri, karaginan berfungsi sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain. Karaginan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karaginan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung pada bahan mentah dan proses yang digunakan. Dipasaran terdapat 2 tipe karaginan, yaitu refined karaginan dan semirefined karaginan. Karaginan dapat diperoleh melalui proses pengendapan rumput laut yang dihancurkan dengan alcohol, pengeringan dengan alat (drum dryer) dan dilanjutkan dengan proses pembekuan. Jenis alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian karaginan hanya terbatas pada methanol, etanol dan isopropanol (Winarno 1990).

Berdasarkan strukturnya, karaginan dibagi menjadi tiga fraksi, yaitu kappa, iota dan lambda-karaginan (Winarno 1990). Sumber karaginan untuk daerah tropis terdiri dari spesies Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Dimana spesies Eucheuma cottonii menghasilkan kappa-karaginan dan spesies

Eucheuma spinosum yang menghasilkan iota-karaginan (Winarno 1990).


(29)

Gambar 3 Struktur molekul berbagai jenis karaginan (Chaplin 2007) Karaginan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk variasi gel yang hampir tidak terbatas pada suhu ruang. Proses pembentukan gel tidak memerlukan pendinginan dan gel dapat dibuat stabil melalui siklus freezing-thawing yang berulang. Larutan karaginan dapat mengental, mengikat dan menstabilkan partikel-partikel sebaik dipespersi koloid dan emulsi air atau minyak (Anonim 2006).

Karaginan dapat diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya. Kandungan ester sulfat pada kappa-karaginan : 25-30%, iota-karaginan : 28-35% dan lambda-karaginan : 32-38%. Kappa dan iota karaginan larut dalam air panas (70 oC), sedangkan lambda bisa larut dalam air dingin. Karaginan bisa larut dalam susu dan larutan gula sehingga sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai minuman dan makanan. Selain itu karaginan dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling-agent dan pengental (Suptijah 2002). Sifat-sifat dari kappa, iota dan lamda karaginan dapat dilihat pada Table 3.

Sifat-sifat kandungan kimia dari karaginan ditentukan oleh kelarutan, viscositas, kekuatan gel dan stabilitasnya. Karaginan biasanya mengandung unsur berupa sodium dan potassium yang berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karaginan (Fahmitasari 2004). Karaginan tidak larut dalam pelarut organic seperti alcohol, eter dan minyak. Kelarutannya dalam air tergantung pada struktur karaginan, media dan suhu. Kappa dan iota merupakan jenis karaginan yang

Iota karaginan Kappa karaginan


(30)

dapat membentuk gel. Pembentukan gel terjadi jika rantai dari satu karaginan bertemu dengan rantai lain yang sama untuk membentuk double helix, kemudian double helix ini akan saling bergabung membentuk jaringan tiga dimensi; sedangkan untuk lamda karaginan tidak membentuk gel (Bubnis 2000 dalam anonim 2008).

Tabel 3 Sifat-sifat dari kappa, iota dan lamda karaginan

Parameter kappa

karaginan iota karaginan

lambda karaginan

ester sulfat 25-30% 28-35% 32-39%

3,6-anhidro-galaktosa 28-35% 30%

kelarutan

Air panas larut pada > 70 oC larut pada > 70 oC larut Air dingin Larut Na + Larut Na + Larut dalam semua

garam

susu panas Larut larut larut

susu dingin + tersodium phospat kental kental lebih kental larutan gula larut (panas) susah larut larut (panas) larutan garam tidak larut tidak larut larut (panas) pelarut organik tidak larut tidak larut tidak larut

Gel

Pengaruh kation membentuk gel kuat dengan K+

membentuk gel

kuat dengan Ca+ tidak membentuk gel

Tipe gel Rapuh Elastis

Tidak membentuk gel

Stabilitas

pH netral dan basa stabil stabil stabil

Asam (pH 3,5) Terhidrolisis terhambat dengan

panas Terhidrolisis sinergitas dengan locust bean gum Tinggi Tinggi Tinggi

Stabilitas thawing Tidak stabil stabil Tidak stabil

Sumber : Glicksman (1983)

Fraksi kappa – karaginan tersusun atas (1-3) D-Galaktosa 4-sulfat dan (1-4) 3,6 anhydro D-galaktosa (Winarno 1990). Disamping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa 6 sulfat ester dan 3,6 anhydro D-galactosa 2-sulfat ester. Adanya gugus 6 sulfat dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali mampu menyebabkan terjadinya trans-eliminasi gugus 6 sulfat yang menghasilkan terbentuknya 3,6 anhydro D-galactosa. Dengan demikian, derajat keragaman molekul meningkat dan gaya gelasinya bertambah (Winarno 1990).


(31)

Iota-karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan gugus 2-sulfat ester pada setiap gugus 3,6 anhydro D-galactosa. Gugus 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa-karaginan. Iota-karaginan sering mengandung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan berkurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali (Winarno 1990)

Lamba-karaginan berbeda dengan kappa dan iota-karaginan, karena memiliki sebuah residu desulfated (1,4) D-galaktosa tidak seperti halnya kappa dan iota-karaginan yang selalu memiliki gugus 4-fosfat ester (Winarno 1990). 2.4 Fungsi Karaginan

Karaginan sebagai hidrokoloid sangat penting peranannya sebagai

stabilisator (pengatur keseimbangan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain (Anonim 2004). Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, stabilisator yang sangat baik. Selain pasta gigi dan industri lainnya.

Penambahan karaginan (0,01-0.05%) pada es krim berfungsi sebagai stabilisator yang sangat baik. Selain itu, penambahan karaginan (0.02-0.03%) pada susu coklat dapat mencegah pengendapan coklat dan pemisahan krim. Dibidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium, lamda karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan, sehingga akan dihasilkan kue atau roti yang bermutu tinggi. Bila dikombinasikan dengan garam kalsium, maka karaginan sangat efektif sebagai pengikat atau gel pelapis produk daging. Karaginan juga digunakan pada produk makanan lainnya, seperti makroni, selai, sari buah, bir dan lain-lain (Winarno 1990)

Pemilihan jenis hidrokoloid yang digunakan dalam bahan pangan harus sesuai dengan pertimbangan faktor-faktor yang berkaitan dengan sifat, fungsi dan tujuan pemakaiannya. Selain itu dalam pengaplikasian hidrokoloid, perlu mempertimbangkan komponen-komponen produk yang kemungkinan bereaksi dengan hidrokoloid tersebut. Adanya asam, garam, protein, lemak dan komponen tertentu dapat mempengaruhi hasil produk akhir (Carr 1993 didalam Arifin 1994). Pemakaian hidrokoloid juga harus disesuaikan dengan formula makanan,


(32)

pH, proses pemanasan dan penyimpanan produk (Augustin & Aitken 1993 didalam Arifin 1994).

Penggunaan karaginan dalam bahan pengolahan pangan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu untuk produk-produk yang menggunakan bahan dasar air dan produk-produk yang menggunakan bahan dasar susu.

Tabel 4 Penerapan karaginan dalam produk-produk dengan bahan dasar air

Produk Fungsi Jenis

Taraf penggunaan

(%)

Gel desert Pembentukan gel Kappa-Iota 0..5 – 1.0

Jeli, berkalori rendah, Pembentukan gei Kappa-Iota 0..5 – 1.0

selai, buah awet 0.5 – 1..0

Gel ikan Pembentukan gel Kappa 0..3 – 0.5

Sirop Pemantap suspensi Kappa-Lambda 0.5 – 1.0

Analog buah-buahan Pembentukan gel, tekstur Kappa 0.4 – 0.6

Salad dressing Pemantap emulsi Iota 0.03 – 0.06

Pemutih susu imitasi Pemantap lemak Iota-Lambda 0.5 – 1.0

Kopi imitasi Pemantap emulsi Lambda 0.1 – 0.2

Sumber: FMC corp 1977.

2.5 Standar Mutu Karaginan

Indonesia belum mempunyai standar mutu karaginan, tetapi secara internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan karaginan baik dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi rumput laut (Kadi & Atmadja, 1988).

Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO (Food Agriculture Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika,dan EEC (European Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 5. Karaginan tidak mempunyai nilai gizi yang berarti karena strukturnya berupa polisakarida kompleks yang sukar dicerna. Daya cerna karaginan berkisar antara 9.4– 16.1% tergantung prosentase karaginan dalam makanan. Selain daya cernanya yang rendah, kandungan kalori karaginan juga sangat rendah, bahkan mencapai nol (Towle 1973).


(33)

Tabel 5 Spesifikasi mutu karaginan

Spesifikasi FAO FCC EEC

Sulfat (%) 15 – 40 18 – 40 15 – 40

Viskositas (cps) Min 5 cps Min 5 cps Min 5 cps

Kadar abu (%) 15 – 40 Maks 35 15 – 40

Kadar abu tak larut asam (%) Maks 2 Maks 1 Maks 2

Pb (ppm) Maks 10 Maks 10 Maks 10

As (ppm) Maks 3 Maks 3 Maks 3

Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978) dalam Angka dan Suhartono (2000). 2.6 Aplikasi Karaginan

2.6.1 Tepung Puding Instan

Istilah puding digunakan di Eropa pada abad pertengahan untuk hidangan dari daging yang dibungkus. Tidak semua puding rasanya manis, swet pudding

(puding lemak) adalah jenis puding yang berisi daging sapi yang dibungkus adonan pai dari tepung terigu bercampur lemak domba atau lemak sapi. Di Britania Raya, istilah puding sering digunakan untuk hidangan penutup yang dibuat dari telur dan tepung, serta dimasak dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang (Kurmann et al . 1992).

Puding adalah makanan yang terbuat dari hidrokoloid yang diolah dengan cara pemasakan dengan penambahan air sehingga menghasilkan tekstur yang lembut. Puding selain dapat disajikan sebagai makanan pencuci mulut, juga disajikan sebagai makanan sajian utama (Webster 1966). Berdasarkan bahan dan cara memasaknya, puding terdiri dari dua jenis:

1. Puding dengan bahan pengental seperti agar-agar, gelatin atau tepung maizena yang dibuat dengan merebus bahan-bahan hingga mendidih

2. Puding berbahan baku telur dan tepung terigu atau tepung beras yang dimasak dengan cara memanggang, mengukus, atau merebus.

Menurut Anonim (2009) Bahan dasar yang biasa dipakai pada pembuatan puding adalah tepung tapioka atau pati termodifikasi, susu, whey powder, gula, karaginan, atau kadang-kadang juga gelatin. Untuk menghasilkan puding dengan tekstur yang lembut biasanya dibutuhkan campuran bahan-bahan yang tepat, kemudian dicampurkan dengan air dan dimasak. Bahan tambahan yang biasa dipakai adalah bahan perasa dan bahan pewarna. Perasa dan pewarna ini


(34)

disesuaikan, misalnya untuk rasa jeruk digunakan warna oranye, untuk rasa cokelat dengan warna coklat, dan seterusnya.

Penggunaan pati termodifikasi sebagai bahan pencampur pada pembuatan tepung puding instan karena pati termodifikasi memiliki sifat diantaranya memiliki tingkat kecerahannya lebih tinggi (pati lebih putih), tingkat kekentalan lebih tinggi, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk lebih lembek, kekuatan regang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih rendah (Ebookpangan. Com 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hustiany (2006), jenis pati yang banyak dipakai pada pembuatan puding instan adalah pati pregelatinisasi karena mempunyai sifat larut dalam air dingin dan dapat berperan sebagai bahan pengisi. Selain sebagai bahan pengisi pati yang digunakan pada campuran puding juga dapat berfungsi meningkatkan kekutan gel, menghasilkan tekstur yang lembut (halus) dan menstabilkan suatu emulsi. Banyaknya pati pregelatinisasi yang dicampurkan pada pembuatan puding instan berkisar antara 5-25% (tetapi yang paling disukai antara 10-20%) dari berat campuran puding. Pati pregelatinisasi yang banyak digunakan dimodifikasi dari berbagai sumber seperti jagung, tapioka, gandum, kentang, dan lain-lain.

Selain pati pregel tapioka, dekstrin dan tepung mocaf merupakan bahan yang juga banyak dipakai dalam campuran puding instan. Dekstrin merupakan hasil hidrolisis pati yang tidak sempurna. Proses ini juga melibatkan alkali dan oksidator. Pengurangan panjang rantai tersebut akan menyebabkan perubahan sifat dimana pati yang tidak mudah larut dalam air diubah menjadi dekstrin yang mudah larut. Dekstrin bersifat sangat larut dalam air panas atau dingin, dengan viskositas yang relatif rendah. Sifat tersebut mempermudah penggunaan dekstrin apabila digunakan dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Lineback & Inlett 1982) dalam ebookpangan. Com

Tepung Kasava Bimo adalah produk tepung dari ubi kayu (Manihod esculenta crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam


(35)

organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut di olah akan dapat menghasilkan aroma dan citra rasa khas yang dapat menutupi aroma dan citra rasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan konsumen. Dalam campuran produk pangan tepung mocaf mempunyai sifat sebagai pengikat, pengental, dan pengisi. Aplikasinya dapat digunakan dalam berbagai industri sup, puding, makanan bayi, sosis, dan lain sebagainya.

Tepung puding instan dapat digolongkan sebagai mixed food, yaitu produk makanan yang telah diformulasikan, mengandung sebagian atau sepenuhnya bahan dasar kering, yang kemudian setelah direhidrasikan dan disiapkan sesuai dengan petunjuk akan mendapatkan produk jadi yang sama seperti yang dibuat dirumah.

Beberapa kondisi yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan puding adalah suhu dan lamanya pemasakan untuk mencapai gelatinisasi, intensitas pengadukan, pH dari campuran dan bahan-bahan tambahan seperti air, gula, lemak dan protein dari susu dan telur serta besar dan kecilnya ukuran partikel dari campuran (Bennion & Hudges 1975). Pemasakan dalam waktu yang lebih singkat akan menghasilkan pasta yang lebih kental. Pengadukan akan mempercepat terjadinya gelatinisasi dan mempertinggi konsistensi tetapi pengadukan yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan pati dan menurunkan viskositas (Bennion & Hudges 1975).

Bahan Utama yang banyak digunakan dalam pembuatan tepung puding instan meliputi pati pregelatinization tapioka, dekstrin , mocaf, susu bubuk , garam, gula, karaginan, flavor dan pewarna makanan. Gula merupakan komponen tunggal yang paling sering digunakan dalam persiapan mixed food. Fungsi gula atau sukrosa dalam produk makanan adalah sebagai pengawet, penguat rasa, aroma dan bulking agent. Jenis gula yang paling populer yang dapat digunakan dalam pembuatan puding adah jenis sukrosa, glukosa, dan fruktosa.

Susu merupakan emulsi dari bagian-bagian lemak yang sangat kecil dalam larutan protein cair, gula dan bahan-bahan lainnya. Keuntungan menambahkan susu dalam pembuatan puding adalah dapat meningkatkan nilai gizi produk, meningkatkan toleransi terhadap over mixing dan memperbaiki flavor (Associates


(36)

1981). Jumlah susu yang ditambahkan dalam pembuatan tepung puding instan tergantung selera. Bahkan pada kasus tertentu seperti pada kasus laktosa intoleran maka melakukan subsitusi susu dengan susu kedelai seperti penelitian yang dilakukan oleh Allison Calahan & Anna Faris (2008). Berdasarkan penelitian Carpenter et al. (2001), komposisi susu yang ditambahkan antara 0 sampai 20 % .

Susu krim adalah susu bubuk yang masih banyak mengandung komponen lemak susu, sedangkan susu skim adalah produk susu yang diperoleh dari pemisahan krim dengan cara sentrifugasi. Komposisi susu bubuk skim dan full krim dapat dilihat pada Tabel 6.

Fungsi susu pada pembuatan puding adalah sebagai sumber kalsium di mana kalsium ini dapat memperkuat terbentuknya gel sehingga akan meningkatkan viscositas dari produk pangan itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Allison et.al (2008), bahwa subsitusi susu kedelai pada puding instan telah terbukti mengurangi jumlah gelasi dan viskositas produk yang dihasilkan (Schafer & Holdt 1992).

Tabel 6 komposisi susu bubuk skim dan krim

Komponen Skim Krim

Air 4.00 4.00

Protein 37.40 27.20

Lemak 1.00 26.00

Laktosa 49.20 36.80

Abu 8.4 6.00

Total padatan lemak 96.00 96.00

Karaginan merupakan polisakarida yang digunakan sebagai bahan tambahan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam makanan seperti jeli, makanan penutup dan permen. Bahan ini memberikan tekstur makanan melalui pembentukan gel. Jenis-jenis bahan pembentuk gel biasanya merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein. Contoh-contoh dari bahan pembentuk gel antara lain asam alginat, sodium alginat, kalium alginat, kalsium alginat, agar, karaginan, locust bean gum, pektin dan gelatin (Raton & Smooley 1993). Bahan pembentuk gel merupakan komponen polimer berberat


(37)

molekul tinggi yang merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitan-lilitan dari polimer molekul yang akan memberikan sifat kental dan gel yang diinginkan. Molekul-molekul polimernya berikatan melalui ikatan silang membentuk struktur jaringan tiga dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam jaringan ini (Clegg 1995).

Karaginan yang disubsitusikan pada tepung puding instan berguna untuk menimbulkan gel dan untuk membentuk kompleks dengan protein atau partikel lemak (Tijssen et al. 2007). Iota-karaginan membentuk interaksi double-heliks

sangat kuat dengan kalsium sehingga membentuk zona persimpangan yang kuat (Janaswany & Chandrasekaran 2002). Namun, ketika iota karaginan berinteraksi dengan protein seperti terjadi seperti pada susu dengan protein whey maka daya gelasinya akan mengalami penurunan (Tijssen et al. 2007). Penambahan kalsium dalam campuran tepung puding instan kering akan meningkatkan jumlah kalsium yang tersedia untuk membentuk zona persimpangan karaginan yang kuat yang diperlukan untuk gelasi. Kappa-karaginan menghasilkan gel yang lebih kuat dan memiliki sifat sinergis dengan kacang locust (Hui 2007). Hal ini dapat menjadi solusi yang lebih ekonomis dibandingkan dengan menambahkan iota-karaginan karena perlu ditambahkan dalam jumlah yang lebih besar (Hui 2007). Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sifat kappa dan iota karaginan untuk diaplikasikan dalam formulasi puding instan.

Menurut Ellya et.al (2006), iota karaginan memiliki sifat kekuatan gel yang sangat rendah, viskositasnya sangat tinggi dan sineresisnya rendah. Hal ini terjadi karena secara fungsional iota karaginan dalam air tidak membentuk gel atau sangat lemah kecuali ditambahkan garam seperti kalsium atau magnesium (FCC 1997). Sedangkan kappa karaginan kekuatan gelnya sangat tinggi sekali, viskositasnya sangat rendah dan mudah mengalami sineresis. Untuk membuat puding, jelly dan minuman sifat elastisitas sangat dibutuhkan. Menurut Sinurat

et.al (2006), Kappa karaginan kurang elastis dibandingkan dengan iota karaginan. Untuk meningkatkan elastisitas biasanya ditambahkan dengan gum (Arbuckle & marshall 2000). Atau dapat mengkombinasikan perbandingan komposisi pemakaian kappa dan iota karaginan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan


(38)

oleh FMC Corp (1977), untuk membuat gel dessert biasanya menggunakan perbandingan kappa-iota karaginan sebanyak 0.5-1.0 % dalam formulasinya. 2.7 Kemasan

Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya (Syarief et al. 1989). Adanya kemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari segi promosi kemasan berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli . Bahan kemasan yang umum digunakan untuk pengemasan produk hasil pertanian untuk tujuan pengangkutan atau distribusi adalah kayu, serat goni, plastik, kertas dan gelombang karton (Syarief et al. 1989).

Menurut Winarno & Jenie (1983) tujuan makanan dikemas adalah untuk mengawetkan makanan, yaitu mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap, untuk menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau racun.

Menurut Syarief & Irawati (1988), kemasan berfungsi sebagai: (1) wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga

memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi, (2) memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan, dan (3) menambah daya tarik produk.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan antara lain sifat bahan pangan, keadaan lingkungan dan sifat bahan kemasan. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas, dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur dan bakteri, pengerasan pada bubuk, dan pelunakan pada produk kering (Syarief et al. 1989).

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap penyerapan atau pengeluaran gas (udara dan uap air). Bahan kering


(39)

harus dilindungi dari penyerapan air dan oksigen dengan cara menggunakan bahan pengemas yang mempunyai daya tembus rendah terhadap gas tersebut (Purnomo & Adiono 1987).

Produk kering terutama yang bersifat hidrofilik harus dilindungi terhadap masuknya uap air. Umumnya produk-produk ini memiliki ERH yang rendah, oleh sebab itu harus dikemas dengan kemasan yang memiliki permeabilitas air yang rendah untuk mencegah produk yang berkadar gula tinggi merekat atau produk-produk tepung menjadi basah sehingga tidak lagi bersifat mawur (free flowing) (Syarief et al. 1989).

Plastik merupakan bahan pengemas yang penting dalam industri pangan. Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan (multi lapis) dengan bahan lain seperti kertas dan alumunium foil. Menurut Robertson (1993), kombinasi antara berbagai kemasan plastik yang berbeda atau plastik dengan kemasan non plastik dimana ketebalan setiap lapisan utamanya lebih dari 6 mikron yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi atau laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi. Dalam kemasan laminasi minimal ada dua jenis kemasan, dimana salah satunya harus bersifat thermoplastic.

Kemasan laminasi yang sering digunakan industri pangan saat ini tidak hanya kombinasi antara berbagai macam campuran plastik saja melainkan kombinasi plastik dengan aluminium. Kemasan seperti ini disebut metallized plastic. Kemasan seperti ini cocok digunakan sebagai pengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang. Metallized plastic bersifat tidak meneruskan cahaya, menghambat masuknya oksigen, menahan bau, memberikan efek mengkilap, dan mampu menahan gas (Brown 1992). Selain itu, metallized plastic

mudah disobek sehingga memudahkan konsumen membuka kemasan. Metallizing

merupakan proses pelapisan salah satu sisi film plastik transparan dengan logam pada kondisi yang sangat vakum. Logam yang biasa digunakan adalah aluminium. Proses metalisasi dilakukan dengan menguapkan dan melelehkan aluminium pada suhu 1500 oC. Uap aluminium akan melapisi film plastik yang berputar pada sebuah rol pendingin bersuhu ± 15 oC (Febriyanti 2002). Kelebihan plastik dari kemasan lain diantaranya adalah harga yang relatif


(40)

rendah, dapat dibentuk menjadi berbagai macam bentuk, dan dapat mengurangi biaya transportasi. Selain itu, plastik sebagai bahan pengemas memilki sifat ringan, transparan, kuat, termoplastis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan

udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik selera konsumen.

Aluminium foil merupakan jenis kemasan yang juga sering dipakai. Foil merupakan bahan kemas dari logam, berupa lembaran dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam (lapisan dalam) atau bagian tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan (Syarief et al. 1989). Ketebalan dari aluminium foil menentukan sifat protektifnya. Aluminium foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui gas dan uap air. Aluminium foil dengan ketebalan 0.0375 mm atau lebih mempunyai permeabilitas uap air nol. Sifat-sifatnya yang lebih tipis dapat diperbaiki dengan memberi lapisan plastik atau kertas sehingga menjadi foil-plastik, foilkertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al. 1989).

2.8 Penentuan Umur Simpan

2.8.1 Kinetika Penurunan Mutu Produk Pangan

Secara umum pengertian umur simpan adalah lamanya masa penyimpanan (pada kondisi penyimpanan yang normal/sesuai) dimana produk masih memiliki/atau memberikan daya guna seperti yang diharapkan/dijanjikan (it can reasonably be expected to retain its specific properties). Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan cara penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu (Speigel 1992).

Umur simpan suatu produk ditentukan oleh tiga faktor, yaitu karakteristik produk, lingkungan dimana produk didistribusikan dan karakteristik kemasan yang digunakan (Robetson 1992). Penentuan umur simpan suatu produk sangat penting dalam proses penyimpanan suatu produk. Dengan mengetahui umur simpannya, akan dapat merancang sistem pengemasan dan penyimpanan yang sesuai (Syarief & Halid 1993).


(41)

Penurunan mutu produk dapat diamati melalui perameter yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan keadaan mutu produk yang diperiksa. Selama proses penyimpanan produk makanan, idealnya suhunya tetap dari waktu ke waktu tetapi seringkali keadaannya berubah. Dan jika suhu selama penyimpanan tetap maka laju penurunan mutu dapat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius (Syarief & Halid 1993).

Menurut Labuza (1982), reaksi penurunan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh ordo reaksi nol dan satu, hanya sedikit yang dijelaskan dengan ordo reaksi yang lain.

2.8.1.1 Reaksi Ordo Nol

Tipe kerusakan yang mengikuti kinetic reaksi ordo nol adalah kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi. Penurunan mutu ordo reaksi nol artinya penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu yang konstan dan dapat digambarkan dengan persamaan sebagai berikut :

dT dA

= k

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap persamaan diatas :

At t

dA = - kdt

A0 0

Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : At – A0 = -kt

Dimana : At = jumlah a pada waktu t; A0 = junlah awal A 2.8.1.2 Reaksi Ordo Satu

Tipe kerusakan pangan yang mengikuti reaksi ordo satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor oleh mikroba pada daging, ikan, unggas, kerusakan vitamin dan penurunan mutu protein. Pada reaksi ordo satu kecepatan penurunan mutunya yang terjadi tidak konstan dan dapat digambarkan melalui persamaan berikut ini :


(42)

dt dA

= k A

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutunya maka dilakukan integrasi terhadap persamaan diatas :

At t

dA/A = - kdt

A0 0

Sehingga akan diperoleh persamaan linier sebagai berikut : ln AT – ln Ao = -kt

2.8.2 Metode Uji Umur Simpan Yang Dipercepat (Accelerated Shelf Life Test)

Pada metode ini menggunakan Model Arrhenius dimana untuk mempercepat penentuan umur simpan maka dilakukan dengan mengkondisikan bahan pangan yang disimpan pada suhu, kemudian umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu, umur simpan yangdiperoleh merupakan nilai perkiraan yang validitasnya sangat ditentukan oleh model matematika yang diperoleh dari hasil percobaan. Contoh produk yang dapat ditentukan umur simpannya dengan model Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu bubuk, produk snack, meat product, produk pasta, jus buah, mie instan, tepung-tepungan, kacang-kacangan, dan produk lain yang mengandung lemak tinggi atau mengandung gula pereduksi dan protein yang memungkinkan terjadinya oksidasi lemak atau reaksi pencoklatan (Kusnandar 2006).

Metode Arrhenius merupakan pendugaan umur simpan dengan menggunakan metode simulasi. Untuk menganalisa penurunan mutu dengan metode simulasi diperlukan beberapa pengamatan, yaitu harus ada parameter yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan keadaan mutu yang akan terjadi pada kondisi ini (Syarif & Halid 1993). Lebih lanjut Syarif & Halid (1993) mengungkapkan dalam penentuan umur simpan, metode Arrhenius sangat baik untuk diterapkan dalam penyimpanan produk pada suhu penyimpanan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Selanjutnya laju penurunan mutu ditentukan dengan persamaan Arrhenius berdasarkan persamaan


(43)

K = Ko e -Ea/RT

Dimana : K = konstanta penurunan mutu

Ko = konstanta (tidak tergantung pada suhu) Ea = Energi aktivasi

T = suhu mutlak ( oC+273) R = konstanta gas (1,986 kal/mol)

Dengan mengubah persamaan diatas menjadi : Ln K = ln ko -

R Ea

.

T

1

Maka akan diperoleh grafik berupa garis linier pada plot ln k terhadap 1/T dengan slope –Ea/R.

Labuza (1982), menyatakan penilaian tentang umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated shelflife test) yang selanjutnya dapat memprediksi umur simpan yang sebenarnya. Metode ini dapat dilakukan dengan mengkondisikan bahan pangan pada suhu dan kelembaban relatif yang tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai. Penentuan umur simpan dengan metode Arrhenius termasuk kedalam metode akselerasi ini Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pendugaan metode Arrhenius adalah : (1) Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja, (2) Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu, (3) Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat proses-proses yang terjadi sebelumnya dan (4) Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.


(44)

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 – Januari 2012 bertempat di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta dan laboratorium Pilot Plant SEAFAST Center IPB Bogor.

Tahap Ekstraksi dan karakterisasi karaginan, formulasi dan optimasi tepung puding instan dan pendugaan umur simpan tepung puding instan dilakukan di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, SLIPI Jakarta. Sedangkan pencampuran formula dan pengemasan tepung puding instan dilakukan di laboratorium Pilot Plant SEAFAST Center IPB Bogor.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ATC (Alkali TreatedCottonii) Eucheuma cottonii dan Rumput laut jenis Eucheuma spinosum

yang diperoleh dari perairan makasar, NaOH, KCl, Selite , susu bubuk full krim, dekstrin yang dibeli dari toko kimia Setia Guna dan Tepung kasava Bimo yang diperoleh di Balai Teknologi Pasca Panen Cimanggu, puding komersial, gula halus, Perisa, garam dan pewarna makanan .

3.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, oven, desikator, refrigerator, neraca analitik, hot plate, varimixer yang dilengkapi dengan agitator/pengaduk, planetary mixer, Viscometer Brookfield, filter press, alat pengepres, plastik, pH meter, tekstur analyzer, alat pengering, erlenmeyer,

grinder, pengaduk pencapit logam, peralatan gelas, kertas saring, magnetic Stirrer, pipa paralon, cawan alumunium, alumunium foil, serta peralatan laboratorium untuk pengujian kimia dan sensori sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan dan peralatan lain yang mendukung penelitian ini.


(45)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu 1) Karakterisasi sifat fisiko kimia kappa dan iota karaginan, 2) Formulasi tepung puding instan, optimal tepung puding instan dengan program Design Expert 7.0® dan 3) Pendugaan umur simpan tepung puding instan. Tahap 1 terdiri : dari a) Penentuan Sifat fisikokimia karaginan; b) Perbandingan kappa dan iota karaginan. Diagram alir dari seluruh tahapan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4 . Tahap 1. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia Kappa dan Iota Karaginan

a) Penentuan Sifat Fisikokimia Karaginan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat bahan baku karaginan hasil ekstraksi ATC (Alkali Treated Cottonii) dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan rumput laut jenis Eucheuma spinosum terhadap sifat gelnya. Dari karaginan yang diperoleh kemudian dilakukan pengamatan yang meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, viskositas dan kekuatan gelnya. Diagram alir penentuan sifat fisikokimia karaginan dapat dilihat pada Gambar 5.

b) Perbandingan Kappa dan Iota Karaginan

Penelitian selanjutnya mengkombinasikan kappa dan iota karaginan dengan berbagai perbandingan ( 1:1, 1:2, 1:3, 2:1, 3:1 ) . Campuran (kappa:iota) karaginan ditimbang dengan timbangan analitik dengan berat sesuai dengan perbandingan tersebut. Selanjutnya campuran (kappa : iota) karaginan dihomogenkan kemudian dianalisis kekuatan gel dan sineresisnya. Tujuannya untuk mendapatkan perbandingan karaginan yang tepat untuk diaplikasikan pada pembuatan tepung puding instan.

Rancangan percobaan yang digunakan untuk melihat pengaruh campuran (kappa dan iota) karaginan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel and Torrie 1980). Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan software microsoft exel 2003 dengan metode Rancangan Acak Lengkap atau Anova Single Factor dengan 3 kali ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :


(46)

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i (kekuatan gel, elastisitas dan sineresis) dan ulangan ke-j

µ = Nilai rataan umum populasi

i = Pengaruh perlakuan ke-i (perbandingan kappa dan iota-karaginan)


(47)

(48)

Gambar 5 PProses ekstraksi kappa dan iota Karaginan purnama 2003)


(49)

Tahap 2. Formulasi Tepung Puding Instan Optimal

Setelah diperoleh perbandingan campuran (kappa:iota) karaginan yang tepat pada tahap 1. kemudian dilakukan pengukuran nilai kekuatan gel dan sineresis tepung puding komersial. Proses formulasi pembuatan tepung puding instan dilakukan dengan mencampurkan semua bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung puding instan seperti susu, tepung kasava bimo, dekstrin, karaginan, KCl, gula dan flavor. Didapatkan sebanyak 18 formulasi tepung puding instan dan dilakukan pengukuran respon meliputi kekuatan gel, sineresis dan uji sensori dilakukan terhadap 18 formulasi tersebut. Rancangan percobaan yang digunakan untuk melihat pengaruh perbandingan karaginan, mocaf-dekstrin dan KCl pada formulasi tepung puding instan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) (Steel and Torrie 1980). Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan software microsoft exel 2003 dengan metode Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y(ijk)l = µ +Ai + Bj + Ck + ABij + BC jk + AC ik + ABC ijk + (ijk)l

Keterangan:

Y(ijk)l = Respon percobaan karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A, taraf

ke-j faktor B, taraf ke-k faktor C dan pada ulangan ke-l µ = Nilai rataan umum populasi

Ai = pengaruh taraf ke-i faktor A (i = 1,2,3) Bj = pengaruh taraf ke-j faktor B (j = 1,2,3) Ck = pengaruh taraf ke-k faktor C (k = 1,2)

AB ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-j faktor B BCjk = pengaruh interaksi taraf ke-j faktor B dengan taraf ke-k faktor C ACik = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dengan taraf ke-k faktor C

ABCijk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A , taraf ke-j faktor B dan taraf ke-k faktor C

Untuk mendapatkan data formula tepung puding yang optimum terhadap nilai respon yang ditargetkan maka digunakan metode Response Surface

Metodology (RSM) dengan menggunakan menggunakan peranti lunak Design

Expert 7.0. Dari hasil analisa RSM akan dihasilkan persamaan regresi, persamaan regresi ini dapat menjelaskan pengaruh penambahan karaginan, mocaf, dekstrin dan KCl terhadap kekuatan gel, sineresis, dan uji sensori (meliputi kenampakan, aroma,


(1)

114

Lampiran 23. Perhitungan Umur Simpan Tepung Puding Instan

Atribut Kenampakan Score Ln Skor

Tepung puding Instan

Skor mutu awal (H-0) 5 1,6094

Skor batas mutu 3 1,0986

Unit mutu 2 0,5108

Suhu Hari ke Skor Ln

Skor

Ordo 0 Ordo 1 Ordo 0 Ordo 1

Slope Intercept Korelasi Slope Intercept Korelasi LN K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi

37 0 5,00 1,609 -0,0290 5,0917808 0,790

-0,0065 -1,633 0,767 -3,541 310 0,00323 2,0202

-1729,6 0,965

-5,033 310 0,0032 2,045 -2201,6 0,962

7 4,88 1,585

14 4,75 1,558

26 4,63 1,533

33 3,88 1,356

45 0 5,00 1,609 -0,0317 4,9587397 0,880

-0,0073 -1,605 0,864 -3,452 318 0,00314

-4,923 318 0,0031

7 4,63 1,533

14 4,50 1,504

26 4,38 1,477

33 3,75 1,322

55 0 5,00 1,609 -0,0393 4,5561644 0,716

-0,0096 -1,512 0,755 -3,238 328 0,00305

-4,647 328 0,0030

7 3,88 1,356

14 3,75 1,322

26 3,63 1,289

33 3,38 1,218

PERHITUNGAN UMUR SIMPAN TEPUNG PUDING INSTANT BERDASARKAN ATRIBUT SENS KENAMPAKAN

Berdasarkan Ordo 0 Berdasarkan Ordo 1

Suhu Simpan (oC) Suhu Penyimpanan (oC)

20 27 30 34 20 27 30 34

Suhu simpan (K) 293 300 303 307 293 300 303 307

LnK -7,8212798 -6,8437 -6,4385 -5,9107 -9,547262 -8,51272 -8,084 -7,5254 K 0,00040111 0,0011 0,0016 0,0027 7,14E-05 0,000201 0,0003 0,0005 Umur simpan (Hari) 4986,2 1875,9 1251,0 737,9 7154,8 2542,7 1656,1 947,3


(2)

116

Atribut Warna Tepung Puding

Instan

Score Ln Skor

Skor mutu awal (H-0) 5 1,6094

Skor batas mutu 3 1,0986

Unit mutu 2 0,5108

Suhu Hari ke Skor Ln

Skor

Ordo 0 Ordo 1 Ordo 0 Ordo 1

Slope Intercept Korelasi Slope Intercept Korelasi

LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi

37 0

5,00

1,609

-0,0142 4,9555068 0,877 -0,0030 -1,601 0,880

-4,253 310 0,00323 10,413

-4541,4 0,996

-5,810 310 0,0032 10,843

-5157,7 0,997

7

4,88

1,585

14

4,63

1,533

26

4,63

1,533

33

4,50

1,504

45 0

5,00

1,609

-0,0215 4,7963288 0,748 -0,0048 -1,567 0,764

-3,839 318 0,00314

-5,348 318 0,0031

7

4,38

1,477

14

4,50

1,504

26

4,25

1,447

33

4,13

1,418

55 0

5,00

1,609

-0,0318 4,587589 0,652 -0,0075 -1,519 0,679

-3,447 328 0,00305

-4,895 328 0,0030

7

4,00

1,386

14

3,88

1,356

26

3,88

1,356

33

3,63

1,289

PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT WARNA

Berdasarkan Ordo 0 Berdasarkan Ordo 1

Suhu Simpan (oC) Suhu Penyimpanan (oC)

20 27 30 34 20 27 30 34

Suhu simpan (K) 293 300 303 307 293 300 303 307

LnK -12,316271 -10,231 -9,3671

-8,2412 -14,48205 -12,2305 -11,297 -10,082 K

4,4783E-06 4E-05 9E-05 0,0003 5,135E-07 4,88E-06 1E-05 4E-05 Umur simpan

(Hari) 446599,8 55512,2 23394,4 7588,4 1784467,0 187789,0 73863,1 21899,0 Umur simpan


(3)

116

tribut Aroma Tepung Puding

Instan

Score Ln Skor

Skor mutu awal (H-0) 5 1,6094

Skor batas mutu 2 0,6931

Unit mutu 3 0,9163

Suhu Hari ke Skor Ln

Skor

Ordo 0 Ordo 1 Ordo 0 Ordo 1

Slope Intercept Korelasi Slope Intercept Korelasi

LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi

37 0

5,00

1,609

-0,0197 4,8431781 0,800 -0,0043 -1,577 0,812

-3,927 310 0,00323 14,686

-5751,8 0,967

-5,452 310 0,0032 16,589

-6813,4 0,973

7

4,63

1,533

14

4,38

1,477

26

4,38

1,477

33

4,25

1,447

45 0

5,00

1,609

-0,0372 4,7226301 0,829 -0,0089 -1,553 0,856

-3,292 318 0,00314

-4,722 318 0,0031

7

4,13

1,418

14

4,13

1,418

26

3,88

1,356

33

3,50

1,253

55 0

5,00

1,609

-0,0550 4,5844384 0,811 -0,0145 -1,522 0,837

-2,900 328 0,00305

-4,236 328 0,0030

7

3,88

1,356

14

3,63

1,289

26

2,88

1,058

33

3,13

1,141

PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT WARNA

Berdasarkan Ordo 0 Berdasarkan Ordo 1

Suhu Simpan (oC) Suhu Penyimpanan (oC)

20 27 30 34 20 27 30 34

Suhu simpan (K) 293 300 303 307 293 300 303 307

LnK -4,9446981

-4,4866

-4,2968

-4,0495 -6,664915 -6,12233 -5,8975 -5,6045 K 0,00712106 0,0113 0,0136 0,0174 0,0012749 0,002193 0,0027 0,0037 Umur simpan

(Hari) 421,3 266,5 220,4 172,1 718,7 417,8 333,6 248,9

Umur simpan


(4)

116

Lampiran 24. Perhitungan Umur Simpan Puding

Atribut Sensori Tekstur

Puding Score Ln Skor

Skor mutu awal (H-0) 7 1,94591

Skor batas mutu 4 1,38629 4 6,63

Unit mutu 3 0,55962

Suhu Hari ke Skor Ln Skor

Ordo 0 Ordo 1 Persamaan Umur Simpan Ordo 0 Persamaan Umur Simpan Ordo 1

Slope Intercept Korelasi Slope Intercept Korelasi

LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi

37 0 7,00 1,946

-0,0286 6,859425 0,893 -0,0044

-1,926 0,903

-3,555

310 0,00323 20,3685 -7358,8

0,829 -5,420

310 0,0032 24,280 -9143,1

0,858

7 6,63 1,892

14 6,25 1,833

26 6,13 1,813

33 6,00 1,792

45 0 7,00 1,946

-0,0880 6,76 0,969

-0,0167

-1,924 0,981

-2,430

318 0,00314

-4,091

318 0,0031

7 6,00 1,792

14 5,25 1,658

26 4,63 1,533

33 3,88 1,356

55 0 7,00 1,946

-0,1082 6,459507 0,929 -0,0231

-1,882 0,977

-2,224

328 0,00305

-3,770

328 0,0030

7 5,25 1,658

14 4,63 1,533

26 3,63 1,289

33 3,13 1,141

PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT SENSORI TEKSTUR

Berdasarkan Ordo 0 Berdasarkan Ordo 1

Suhu Simpan (oC) Suhu Penyimpanan (oC)

20 25 27 30 34 20 25 27 30 34

Suhu simpan (K) 293 298 300 303 307 293 298 300 303 307

LnK -4,7468 -4,3254 -4,1608

-3,91795 -3,60151 -6,9251

-6,4015 -6,19695 -5,8952 -5,502 K 0,00868 0,0132 0,01559 0,01988 0,027282 0,001 0,0017 0,00204 0,0028 0,0041 Umur simpan (Hari) 345,7 226,8 192,4 150,9 110,0 569,4 337,3 274,9 203,3 137,2


(5)

116

tribut kekuatan

gel Puding Score Ln Skor

Skor mutu awal (H-0) 423,75 6,04914

Skor batas mutu 53,641 3,98231 134,586

Unit mutu 370,11 2,06683

Ordo 0 Ordo 1 Ordo 0 Ordo 1

Suhu Hari ke Skor

Ln

Skor Slope Intercept Korelasi Slope Intercept Korelasi

LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi LN

K T(K) 1/T Intercept Slope Korelasi

37 0 423,749 6,049 -5,3429 397,2764 0,760 -0,0175 -5,994 0,754 1,676 310 0,00323 12,9461

-3489,8 0,996

-4,044 310 0,0032 17,357

-6631,9 1,000

7 354,992 5,872

14 265,182 5,580

26 307,219 5,728

33 207,812 5,337

45 0 423,749 6,049 -7,3570 337,7009 0,694 -0,0307 -5,789 0,799 1,996 318 0,00314

-3,484 318 0,0031

7 227,856 5,429

14 163,785 5,099

26 149,971 5,010

33 134,586 4,902

55 0 423,749 6,049 -9,9297 344,9048 0,788 -0,0568 -5,871 0,888 2,296 328 0,00305

-2,869 328 0,0030

7 246,353 5,507

14 102,289 4,628

26 104,118 4,646

33 53,641 3,982

PERHITUNGAN UMUR SIMPAN BERDASARKAN ATRIBUT KEKUATAN GEL PUDING

Berdasarkan Ordo 0 Berdasarkan Ordo 1

Suhu Simpan (oC) Suhu Penyimpanan (oC)

20 25 27 30 34 20 25 27 30 34

Suhu simpan (K) 293 298 300 303 307 293 298 300 303 307

LnK 1,03548 1,2353 1,3134 1,42857 1,578638 -5,2774 -4,8977 -4,74931 -4,5304 -4,245 K 2,81646 3,4395 3,71878 4,17274 4,848348 0,0051 0,0075 0,00866 0,0108 0,0143 Umur simpan

(Hari) 131,4 107,6 99,5 88,7 76,3 404,829 276,909 238,7 191,8 144,2 Umur simpan


(6)