Latar Belakang Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah

1.1. Latar Belakang

Sejak periode 1970-an fokus pembangunan ekonomi lebih ditekankan pada upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi yang telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu tidak kurang dari tujuh persen per tahun hingga krisis ekonomi menerpa pada pertengahan tahun 1998. Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut, belum mampu menciptakan pemerataan pendapatan dan disparitas yang ada. Melihat kondisi tersebut, pemerintah melakukan reformasi kebijakan pembangunan, khususnya reformasi di bidang ekonomi yang tertuang dalam TAP MPR No. IVMPR1999 tentang pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar. Tentunya mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai- nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Hal tersebut dimaksudkan agar terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja. Strategi pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan telah melahirkan banyak kelemahan, diantaranya adalah terjadinya kesenjangan produktivitas antar sektor ekonomi. Industri yang berkembang hanyalah industri yang berskala besar dan menengah yang berpusat di wilayah perkotaan. Kesenjangan tersebut melahirkan urbanisasi dan perubahan struktur dalam perekonomin masyarakat. Program-program yang dirancang lebih banyak berpihak pada kelompok-kelompok usaha besar serta berbagai fasilitas dan kemudahan hanya diberikan pada sebagian kecil orang untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pembangunan yang terpusat di wilayah kota dan hanya sebagian kecil yang menyentuh perdesaan terkesan tidak adanya suatu pemerataan pembangunan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah kota-desa dan terpusatnya sarana dan prasarana ekonomi di kota akibat pola pembangunan yang terpusat ini mendorong timbulnya tuntutan otonomi yang dianggap lebih adil dan sesuai kondisi pembangunan saat ini. Merespon keinginan tersebut, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah yang memiliki prinsip otonomi, daerah diberikan wewenang yang luas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah telah terjadi implikasi terhadap perkembangan daerah, terutama dalam kewenangan luas untuk mengelola potensi sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin sebagai upaya dalam memprioritaskan pembangunan daerah yang berbasiskan pada pengembangan masyarakat. Kabupaten Blora sebagai salah satu daerah otonom terus berupaya meningkatkan kinerja pembangunan ekonominya. Peningkatan kinerja pembangunan ekonomi dilakukan melalui berbagai program pembangunan yang berorientasi tidak hanya pada wilayah perkotaan tetapi juga pada wilayah perdesaan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. 5 10 15 20 25 30 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Periode Tahun P er sen tase Persentase Penduduk Miskin Sumber : BPS Kabupaten Blora 1997-2006 Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Blora Tahun 1997-2006 Program pengentasan kemiskinan menjadi salah satu fokus pembangunan di Kabupaten Blora. Berbagai upaya melalui program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Blora. Hasilnya adalah persentase penduduk miskin cenderung menurun Gambar 1 tetapi dilihat dari sisi jumlah penduduk miskin masih tetap besar yaitu sekitar 198.742 jiwa. Kemiskinan dan ketidakmerataan merupakan permasalahan pembangunan serius yang dihadapi oleh Kabupaten Blora karena kemiskinan merupakan faktor penyebab timbulnya kesenjangan antar wilayah. Kabupaten Blora merupakan daerah dengan potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Posisi geografis yang strategis, iklim yang memungkinkan untuk pendayagunaan lahan sepanjang tahun, hutan dan kandungan bumi yang sangat kaya, merupakan modal utama untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Saat ini potensi besar tersebut belum dapat secara penuh meningkatkan kemakmuran bagi masyarakatnya. Total penduduk miskin yang masih cukup banyak di Kabupaten Blora, ditunjukkan dengan adanya kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. Kondisi ini terjadi khususnya di wilayah perdesaan yang memiliki keterbatasan infrastruktur, rendahnya sumberdaya manusia dan penduduknya berpendapatan rendah. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya beban sosial ekonomi masyarakat, rendahnya kualitas dan produktivitas sumberdaya manusia dan rendahnya partisipasi aktif masyarakat. Salah satu wilayah yang memiliki jumlah rumahtangga miskin RTM cukup besar di Kabupaten Blora adalah Kecamatan Cepu. Jumlah RTM di wilayah Kecamatan Cepu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 sekitar 6.986 RTM, tahun 2005 sekitar 7.104 RTM dan tahun 2006 sekitar 7.137 RTM. Adanya globalisasi, kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu serta krisis pangan dan energi semakin memberikan tekanan terhadap perekonomian saat ini. Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan termasuk meningkatnya angka kemiskinan di berbagai wilayah khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu yang memiliki jumlah RTM cukup besar. Upaya penurunan derajat kemiskinan yang dilakukan selama ini masih sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, politik dan sosial. Program- program penanggulangan kemiskinan yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat sampai saat ini belum mampu menurunkan jumlah penduduk miskin secara nyata. Akibatnya, timbul beberapa kelemahan dari penanggulangan kemiskinan pada masa lalu yang perlu diperbaiki secara mendasar. Hal tersebut menuntut adanya langkah perbaikan yang terpadu karena tantangan ke depan sangatlah berat dan membutuhkan kerja keras dari semua pihak. Masalah kemiskinan merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi atau bahkan bila memungkinkan dihilangkan. Upaya dan strategi penanggulangan kemiskinan yang lebih komprehensif ke depan sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat khususnya di wilayah perdesaan seperti di Kecamatan Cepu.

1.2. Perumusan Masalah