Batasan Kekeringan TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kekeringan

drought merupakan suatu kejadian alam yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan cadangan air dalam tanah, baik yang diperlukan untuk kepentingan pertanian maupun untuk kebutuhan manusia. Baharsjah dan Fagi 1995 mengatakan bahwa kekeringan merupakan faktor penghambat pertumbuhan produksi padi, yang selanjutnya mempengaruhi perekonomian nasional. Sebagian wilayah Indonesia kekeringan merupakan suatu masalah yang harus dihadapi hampir setiap tahun. Seperti yang terjadi pada tahun 1994, kekeringan di pulau Jawa telah menghancurkan 290.457 ha tanaman padi atau sekitar 79 dari luas total seluruh Indonesia Boer dan Las, 1997. Menurut Pramudia, Koesmaryono, dan Hidayat. 2004 di Provinsi Banten ditemukan beberapa kawasan mengalami perubahan durasi musim hujan dan musim kemarau yang cukup signifikan dari periode 1961-1970 ke periode 1991-2000. Provinsi Banten memiliki tanah yang subur dan lahan tidur yang cukup luas, akan tetapi informasi potensi pengembangan pertanian belum tergali. Iklim atau cuaca tidak hanya berperan terhadap kuantitas dan kualitas produksi, tetapi juga terhadap kestabilan produksi. Oleh karena itu monitoring iklim dan cuaca dalam sistem usahatani sangat dibutuhkan, terutama dalam kaitannya dengan perencanaan dan pengelolaan. Usaha yang sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi kekeringan adalah dengan memahami karakteristik iklim wilayah tersebut dengan baik. Dengan hal ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi kebijaksanaan dalam pengelolaan areal pertanian, sehingga kondisi iklim ekstrim tidak akan menyebabkan kerugian yang terlalu besar. Karakterisasi kekeringan merupakan analisis sifat-sifat hujan yang dapat menggambarkan kondisi kekeringan secara fisik di lokasi penelitian, dan analisis indeks kekeringan merupakan analisis yang menunjukkan tingkat kelas atau derajat kekeringan karena, tingkat kekeringan suatu wilayah berbeda satu dengan yang lain. Untuk mengetahui seberapa besar nilai perbedaan kekeringan masing-masing daerah digunakan salah satu metode analisis yaitu indeks palmer. Analisis keterkaitan antara karakter kekeringan dengan indeks kekeringan adalah upaya untuk menterjemahkan nilai-nilai dari indeks atau derajat kekeringan ke dalam besaran fisik yang menunjukkan sifat-sifat dari parameter kekeringan yang diolah berdasarkan data curah hujan. Delineasi wilayah rawan kekeringan adalah tahapan menggambarkan kondisi dan sifat kekeringan di lokasi penelitian melalui informasi secara spasial dalam bentuk peta-peta.

1.2 Tujuan 1.

Melakukan karakterisasi kekeringan klimatologis di provinsi Banten. 2. Melakukan analisis indeks kekeringan menggunakan metode Palmer. 3. Melakukan analisis hubungan antara indeks kekeringan dengan karakteristik kekeringan.

1.3 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan model dan hubungan antara kondisi curah hujan dengan tingkat kekeringan, serta nilai-nilai prediksi curah hujan beberapa bulan ke depan, untuk deteksi dini rawan kekeringan di beberapa wilayah di Provinsi Banten.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan Kekeringan

Kekeringan merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir setiap negara dunia ini dan hal yang normal, yang umumnya terjadi pada iklim meskipun kekeringannya berbeda pada tiap wilayah. Kekeringan drought sebenarnya sukar untuk diberi batasan yang tegas, sebab kekeringan mempunyai definisi berbeda tergantung bidang ilmu, tergantung daerah, kebutuhan, dan sudut pandangnya. Sebagai contoh, definisi kekeringan di Libya dimana curah hujan kurang dari 180 mm, sedangkan definisi kekeringan di Bali dimana tidak turun hujan selama 6 hari berturut-turut National Drought Mitigation Center, 2006. Menurut International Glossary of Hyrology WMO 1974 dalam Pramudia 2002, pengertian kekeringan adalah suatu keadaan tanpa hujan berkepanjangan atau masa kering di bawah normal yang cukup lama sehingga mengakibatkan keseimbangan hidrologi terganggu secara serius. Sedangkan Soenarno dan Syarief dalam Desvita 2003 menyatakan bahwa kekeringan menunjukkan dampak dari suatu kondisi dinamis 1 baik kualitas maupun kuantitas air tersedia supply side yang tidak dapat memenuhi jumlah dan kualitas air yang dibutuhkan demand side, sesuai dimensi ruang dan waktu. Gambar 1. Bagan Macam-Macam Kekeringan Dan Dampaknya Pada Masing-Masing Bidang Ilmu sumber: National Drought Mitigation Center NDMC, 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kekeringan adalah curah hujan sebagai sumber air tersedia, karakteristik tanah sebagai media penyimpanan air, dan jenis tanaman sebagai subjek yang menggunakan air. Kekeringan Meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Kekeringan Hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan Pertanian berhubungan dengan kekurangan kandungan air di dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. Kekeringan Sosial Ekonomi berkaitan dengan kondisi dimana pasokan komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat kekeringan meteorologi, hidrologi, dan pertanian BAKORNASPB, 2007. Pengertian kekeringan pada masing-masing bidang ilmu tersebut dijelaskan pada gambar 1. Kekeringan atau kekurangan hujan yang sangat kuat, terjadi jika hujan yang jatuh dalam suatu periode 12 bulan masuk ke dalam kategori 10 terkering. Di wilayah timur Indonesia, kekeringan biasanya berkaitan dengan nilai SOI yang sangat negatif dan biasa disebut dengan El-Nino Prabowo, Mulyono dan Nicholls, 2002. Menurut Tannehill 1947 di United States, kekeringan membawa kepada pemikiran kegagalan panen, lahan gersang, jalan berdebu dan kekurangan persediaan air karena kurangnya hari hujan yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Kekeringan adalah normal dan merupakan gambaran umum iklim meskipun banyak kekeliruan mengingat hal tersebut jarang terjadi dan terjadi tiba-tiba. Kekeringan juga disebut sebagai penyimpangan sementara, yang membedakan dari kegersangan, yang dibatasi wilayah curah hujan yang rendah dan merupakan ciri iklim Hayes, 2006. Namun, pada dasarnya kekeringan mengandung hubungan antara ketersediaan dan kebutuhan air, dimana kekeringan bermula dari defisiensi curah hujan dengan periode waktu terpanjang. 2.2 Dampak Kekeringan Kejadian kekeringan akibat berlangsungnya El-Nino telah menimbulkan dampak terhadap produksi pangan di Indonesia. Namun demikian dampak yang terjadi tidak begitu konsisten. Sebagai contoh produksi beras tidak mengalami penurunan yang drastis akibat kejadian ini kecuali tahun 1991, 1994 dan 1997. Untuk kedelai, produksi menurun cukup nyata pada tahun El-Nino 1982, 1987, 1994, 1996 dan 1997. Hal ini disebabkan data pada tingkat nasional tidak bisa menggambarkan perbedaan produksi antar daerah, hasil pengamatan menunjukkan bahwa total luas areal yang terkena kekeringan juga bervariasi menurut jenis tanaman, serta El Nino yang biasanya dimulai bulan April atau Mei dimana hal ini terlihat dari cepatnya laju penambahan areal terkena kekeringan dalam bulan Mei sampai akhir tahun. Oleh karena itu dampak kekeringan akibat El Nino terhadap produksi pangan harus dihitung dimulai pada musim kemarau sampai akhir tahun Boer, 1999. Kebutuhan tanaman terhadap air untuk setiap fase pertumbuhan akan berbeda, baik dalam satu jenis tanaman atau antar jenis. Sehingga sensitivitas terhadap cekaman air juga akan berbeda-beda bagi setiap fase. Kekeringan atau cekaman air akan terjadi pada saat kebutuhan air salah satu fase tidak tercukupi. Doorenbos dan Pruit 1975 mendefinisikan kebutuhan air tanaman sebagai 2 tinggi air yang dibutuhkan untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman sehat, tumbuh di lahan yang luas pada kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan terbatas serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya. Menurut Robertson 1975 kebutuhan air total untuk tanaman padi sawah selama hidupnya cukup tinggi. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebutuhan air konsumtif tanaman padi sawah mulai naik pada pertumbuhan vegetatif kemudian mencapai maksimum pada periode reproduktif dan menurun pada peride pemasakan. Tanaman menggunakan banyak sekali air. Contohnya, padi membutuhkan 300 sampai 950 mm air per musim tanam, sorghum butuh 300 sampai 650 mm. Air dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan tanaman: air sebagai komponen utama dalam proses fotosintesis dan respirasi, penting untuk mengatur tekanan turgor sel-sel air menjaga kesegaran jaringan-jaringan tanaman, mempertahankan suhu tanaman, membantu penyerapan unsur hara dari tanah lewat proses transpirasi, sebagai pelarut bahan mineral dan karbohidrat, merupakan medium untuk perpindahan berbagai unsuir hara dan larutan lainnya di dalam tanaman. Jadi, air dari hujan sangat vital bagi pertumbuhan tanaman. Kung dalam Hidayat 2005 menyebutkan bahwa kebutuhan air untuk beberapa jenis tanaman pangan adalah sebagai berikut: Kedelai : 300-350 mm 3,5 bulan atau 75- 100 mm per bulan Jagung : 350-400 mm 4 bulan atau 85- 100 mm per bulan Kacang tanah: 400-500 mm 5 bulan atau 80- 100 mm per bulan Padi sawah : 380-880 mm 4,5 bulan atau 85- 185 mm per bulan. Dampak kekeringan juga terjadi pada tanah. Dimana tanah sebagai media tumbuh tanaman, penyimpanan air dan sumber hara. Menurut Soepardi 1983, air yang tersedia dalam tanah dipengaruhi oleh hisapan dan kelengasan, kedalaman tanah dan pelapisan tanah. Karakteristik tanah yang berhubungan dengan ketersediaan air biasanya diwakili oleh nilai Kapasitas Lapang KL dan Titik Layu Permanen TLP. Menurut Turyanti 1995, terjadinya penurunan kualitas tanah akibat iklim maupun oleh aktivitas manusia dalam mengelola lahan akan menciptakan kondisi tekstur yang buruk, padat dan miskin hara. Hal ini akan menyebabkan penurunan produksi tanaman, selain cekaman air, juga kekurangan unsur hara. Lahan sulit dibajak setelah mengalami musim kering yang panjang. Mempersiapkan lahan pun tidak dapat dimulai hingga hujan turun cukup banyak untuk melunakkan tanah. Terbatasnya ketersediaan air akan menurunkan luas area penanaman pada lahan irigasi akan tetapi hasil per satuan luas akan meningkat karena meningkatnya intensitas radiasi Partridge, 2002. Purwandani, 1998 membuktikan bahwa pengaruh El Nino di Indonesia tidak hanya berdampak buruk kekeringan dan kebakaran, tetapi disisi lain pengaruh El Nino di perairan Indonesia ternyata memberikan keuntungan dengan munculnya upwelling di perairan Indonesia yang pada akhirnya meningkatkan populasi ikan. Terlihatnya upwelling di perairan Indonesia berkonotasi erat dengan meningkatnya DO oksigen terlarut.

2.3 Hujan